manusia, karena semua manusia dalam pandangannya adalah bersaudara, sebuah persaudaraan yang Ilahi.
Dengan dasar pemahaman ini pula maka ketika seorang manusia berjuang dalam aktualisasi nurani, akan memberi inspirasi dan kekuatan kepada sesamanya
untuk meniti hati nuraninya. Semakin banyak yang berjuang untuk hidup bernurani, maka kekuatan untuk melakukan perubahan positif akan makin besar pula.
Menakjubkannya, karena sifat pengaruh yang timbal-balik, maka semakin manusia dapat mengaktualisasikan nuraninya dan membangkitkan nurani sesamanya, maka
kemampuannya untuk bersiteguh dalam nurani akan meningkat dengan sendirinya. Demikianlah seorang pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya akan memiliki
sebuah perasaan afeksi dan empati yang kuat dan dalam terhadap semua manusia seperti pandangan Maslow. Perasaan persaudaraan dengan seluruh umat manusia
dalam Buddhisme Maitreya senada dengan konsep milik Fromm yaitu “Berakar”, yang menerangkan bahwa pribadi sehat akan membangun suatu perasaan
persaudaraan dengan sesama umat manusia dan partisipasi dalam masyarakat. Secara ringkas dan padat hasil penelitian yang didasarkan pada kerangka
konseptual perbandingan sifat-sifat Schultz untuk menganalisis aspek-aspek kepribadian sehat Buddhisme Maitreya dituangkan dalam tabel 4. berikut ini.
Tabel 4. Ringkasan Aspek-aspek Kepribadian Sehat Buddhisme Maitreya
Orang Yang Mengaktualisasikan Nurani Sifat
Buddhisme Maitreya
Dorongan Aktualisasi nurani
Fokus pada kesadaran atau ketidak sadaran Kedua-duanya
Tekanan pada masa lampau Ya
Tekanan pada masa sekarang Ya
Tekanan pada masa yang akan datang Ya
Tekanan pada peningkatan atau reduksi tegangan Peningkatan
Peranan pekerjaan dan tujuan-tujuan Sangat penting
Sifat persepsi Objektif
Tanggung jawab terhadap orang lain Ya
BAB VI KESIMPULAN, SARAN SERTA REFLEKSI
A. Kesimpulan
Melalui penelitian ini ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil oleh penulis, yaitu:
• Pribadi sehat dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya adalah orang yang
mengaktualisasikan hati nuraninya. •
Karakteristik kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya adalah karakteristik hati nurani atau dalam Buddhisme Maitreya disebut sebagai signifikansi hati
nurani. Aktualisasi dari signifikansi hati nurani tersebut adalah menghormati segalanya, senantiasa bersyukur, merefleksi diri dalam segala hal, mengasihi
segalanya, bersukacita atas segalanya, tiada kemelekatan namun juga tiada penolakan, serta bebas di luar ikatan sebab jodoh fana.
• Dorongan bagi kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya adalah aktualisasi
nurani. Selain itu pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya memiliki persepsi yang objektif, memiliki fokus atau penekanan pada kesadaran dan ketidaksadaran,
peningkatan tegangan, masa lampau, masa sekarang, serta masa yang akan datang. Pekerjaan dan tujuan-tujuan serta hubungan dengan orang lain juga memiliki
pengaruh yang penting bagi kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya. •
Iman dalam pribadi sehat Buddhisme Maitreya adalah iman yang humanis, yaitu iman yang berpusat pada manusia dengan segala kebutuhannya untuk
mengembangkan diri dan menjalin relasi kemanusiaan dengan sesama. Iman dalam Buddhisme Maitreya juga memandang Tuhan sebagai sumber kekuatan di
dalam diri pribadi sehat.
B. Saran
Saran terhadap penelitian selanjutnya adalah sebaiknya menggunakan konsep yang lebih spesifik namun lebih mendalam terhadap objek yang ingin diteliti,
sehingga memudahkan dalam penganalisisan data serta pengambilan kesimpulan. Peneliti selanjutnya juga sebaiknya mendalami latar belakang belakang teoretis
dengan baik dan memperkaya diri dengan bacaan teoretis yang sesuai dengan fenomena yang ingin diteliti sehingga meningkatkan kepekaan teoretis yang sangat
dibutuhkan dalam penelitian-penelitian semacam ini. Saran lain dari penulis bagi peneliti psikologi selanjutnya yaitu sebaiknya
memperkaya diri dengan berbagai pendekatan metode penelitian yang ada, sehingga bisa mengembangkan sebuah pendekatan metodologi yang tepat untuk fenomena
yang ingin diteliti. Baik itu pendekatan kualitatif, kuantitatif, ataupun penggabungan dari keduanya. Misalnya dalam penelitian ini, jika penulis ingin mengembangkan
hasil penelitian dan melakukan uji verifikasi hasil penelitian bisa dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.
Penelitian ini berfokus pada pendeskripsian dan pembangunan konsep kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya. Diharapkan hal ini bisa mendorong
penelitian lain yang sejenis pada agama ataupun kebudayaan yang berbeda untuk membangun kerangka pemahaman yang lebih utuh terhadap hubungan keagamaan,
kebudayaan dan kemanusiaan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh sebuah konsep psikologi Indonesia yang lebih universal.
C. Refleksi
Posisi penulis sebagai ‘orang dalam’ Buddhisme Maitreya menjadi kelemahan sekaligus kekuatan dalam penelitian ini. Sebagai kelemahan adalah kekhawatiran
terjadinya bias dalam analisis data. Kelemahan ini berusaha diatasi dengan berpegang pada metode evaluasi penelitian yaitu validasi argumentatif. Dengan metode ini, hasil
penelitian disusun dan dianalisis dengan jalan yang dapat diikuti rasionalnya, serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali kepada data mentah.
Sebagai kekuatannya adalah penulis lebih mudah memahami data yang diambil sehingga memudahkan dalam pengkodean dan penganalisisan data. Dapat
kita lihat bersama bahwa masing-masing agama punya kosakata bahasa yang khas dan tersendiri, kemungkinan hal ini terjadi sebagai akibat penerjemahan dari bahasa
tempat agama itu berkembang. Dan dalam hal inilah penulis lebih beruntung sebagai ‘orang dalam’ karena lebih mudah untuk memahami bahasa agama yang diteliti.
Dalam penelitian psikologi kualitatif sering kali tantangan yang paling berat adalah mengomunikasikan kepada pembaca langkah metodologi penelitian yang
diambil sehingga menghasilkan kesimpulan tertentu yang bisa diyakini kadar ke- ilmiahan-nya
. Dan hal ini dialami oleh penulis. Tidak adanya aturan yang baku dan tertulis jelas untuk sebuah situasi penelitian kualitatif tertentu terkadang membuat
penulis merasa goyah alih-alih mengembangkan kreativitas. Dengan metode analisis kualitatif yang tampaknya ‘sederhana’ dan kurang canggih dibanding dengan metode
statistik membuat penulis sering merasa tidak percaya diri dengan metode penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini penulis berhutang budi terhadap buku-buku penelitian
kualitatif yang lebih sering menjadi ‘dukungan moril’ bagi penulis untuk melanjutkan penelitian, daripada sebuah bacaan ilmiah belaka.