Model Jung Orang Yang Terindividuasi

bisa dilepaskan, karena dalam individuasi tidak ada satu fungsi atau satu sikap pun yang dominan. Semua sisi kepibadian yang pernah ada tidak boleh lagi mendominasi, namun harus di imbangi dengan segi kepribadian yang selama ini diabaikan. Semua segi kepribadian ini dibawa ke dalam suatu keseimbangan yang harmonis. Perubahan dalam orang-orang yang menuju individuasi itu antara lain berupa perubahan pada kodrat archetypus-archetypus mereka. Ada empat archetypus utama yang diperkenalkan oleh Jung, yaitu persona, bayang-bayang, animaanimus, dan diri. Menurut Jung kita harus menerima semua perubahan pada archetypus kita, dimulai dari pelepasan persona topeng-topeng yang selama ini kita pakai. Lalu kita juga harus bisa menerima kekuatan-kekuatan bayang-bayang, baik yang bersifat destruktif maupun yang bersifat konstruktif. Kemudian kita harus menerima biseksualitas kita anima dan animus. Kedua sisi kepribadian dalam diri kita harus diungkapkan untuk mengganti dominasi yang eksklusif dari salah satu pihak. Dengan pengungkapan ini maka orang-orang yang terindividuasi akan mencapai suatu tingkat pengetahuan diri yang tinggi dalam semua segi kepribadian mereka, baik pada tingkat sadar maupun pada tingkat tidak sadar. Dengan pengetahuan diri, maka orang-orang yang terindividuasi akan mengalami penerimaan diri. Mereka bukannya menyerah pada satu sisi kepribadian mereka yang ditekan selama ini, ataupun menyembunyikannya lebih lama lagi, namun mereka menerimanya apa adanya. 3. Sifat ketiga dalam proses individuasi ini yaitu integrasi diri. Ini juga merupakan kelanjutan dari proses yang kedua. Seperti yang dikatakan diatas, semua segi kepribadian tidak boleh lagi ada yang dominan. Semua segi kepribadian, baik itu kompleks-kompleks, sifat-sifat jenis kelamin, sikap-sikap, fungsi-fungsi psikologis, dalam tingkat sadar maupun tak sadar, semuanya dintegrasikan dan diharmoniskan. Schultz, 1993. 4. Pada akhirnya, sifat yang keempat dari semua proses individuasi ini yaitu ungkapan-diri . Semua segi kepribadian yang disadari, diintegrasikan dan diungkapkan haruslah dianggap sebagai suatu ungkapan diri. Semua proses di atas bukanlah sebuah proses yang mudah. Orang-orang yang terindividuasi ini biasanya adalah orang-orang yang telah berusia setengah baya atau lebih tua dan telah melewati krisis-krisis yang hebat akibat perubahan kodrat kepribadian yang dialaminya. Ada ciri-ciri tambahan dari orang-orang yang terindividuasi yang merupakan implikasi dari proses yang dilewati mereka saat menuju individuasi Schultz 1993: 140. Ciri-ciri tersebut yang pertama adalah penerimaan dan toleransi terhadap kodrat manusia. Akibat terbukanya gudang ketidaksadaran kolektif akumulasi dari semua pengalaman ketidaksadaran manusia, maka mereka akan mempunyai wawasan yang luas terhadap tingkah laku manusia pada umumnya. Mereka dapat memahami mengapa suatu tindakan tertentu diambil oleh orang tertentu. Dengan begitu berarti mereka punya rasa empati yang lebih besar terhadap sesamanya. Yang kedua adalah bahwa orang-orang yang sehat menerima apa yang tidak diketahui dan misterius . Semua hal yang berada dalam batas-batas pikiran dan logika rasional telah dirasakan oleh mereka. Kini mereka mulai menerima kekuatan- kekuatan ketidaksadaran, mimpi-mimpi, fantasi-fantasi dan segala peristiwa supernatural dan spiritual. Bukan berarti mereka membuang semua logika rasional dan kesadaran mereka, namun mereka menempanya untuk membimbing mereka dalam menerima kekuatan-kekuatan ketidaksadaran. Yang ketiga adalah apa yang disebut Jung sebagai suatu kepribadian yang universal . Sifat dari orang dengan kepribadian sehat ini adalah bahwa mereka kehilangan kualitas-kualitas yang dominan pada diri mereka. Hal ini dapat terjadi karena proses individuasi yang telah mereka alami di atas, sehingga keunikan pada individu ini telah hilang. Mereka tidak dapat lagi digolongkan dengan tipe-tipe kepribadian tertentu. Tidak ada lagi, misalnya, sebutan kepribadian introvert atau ekstrovert pada diri mereka, karena keduanya sama dominannya pada diri mereka.

6. Model Frankl Orang Yang Mengatasi Diri

Teori-teori dan terapi Frankl tumbuh dan berkembang terutama berdasarkan pengalamannya di kamp-kamp maut konsentrasi Nazi selama tiga tahun. Pada saat itu seluruh keluarganya dibantai dan banyak teman-temannya yang mati karena disiksa atau dimasukkan di kamar gas. Selama disana dia melihat dan merasakan sendiri banyak penderitaan, kekejaman dan kengerian yang sangat mendalam. Tidak banyak orang yang dapat bertahan ketika menghadapi kenyataan seperti itu. Dia melihat hanya orang-orang yang memiliki harapan, cita-cita yang belum selesai, atau iman yang kuat cenderung mampu untuk bertahan dengan lebih baik. Frankl menulis tentang kawan-kawan setahanannya Schultz 1993: “celakalah dia yang tidak lagi melihat arti dalam kehidupannya, tidak lagi melihat tujuan, tidak lagi melihat maksud, dan karena itu tidak ada sesuatu yang dibawa serta. Dia segera kehilangan” hal 151. Frankl menamakan sistem terapi atau teorinya dengan sebutan logotherapy. Kata ini berasal dari bahasa Yunani “logos” yang dapat diartikan sebagai “arti” meaning dan terapi. Logoterapi mengatakan bahwa hakikat dan keberadaan manusia untuk hidup adalah untuk menemukan arti dalam hidupnya. Logoterapi sebenarnya adalah suatu metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Frankl untuk membantu pasiennya menemukan arti dalam hidupnya. Lebih berupa sebuah sistem atau metode, daripada sebuah teori. Namun penulis tidak akan membahas teknik-teknik dan metode yang digunakan Frankl dalam psikoterapinya, karena fokus tulisan pada bagian ini adalah membicarakan pandangan Frankl tentang orang-orang dengan kepribadian yang sehat. Logoterapi memiliki tiga konsep yang menjadi landasan filosofisnya Schultz 1993: 150, yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup. Dengan tiga konsep ini tampak jelas Frankl menolak pandangan bahwa manusia ditentukan oleh dorongan seksual, atau oleh instink-instink biologisnya atau oleh konflik-konflik masa kanak-kanaknya. Frankl berpendapat, kita sendirilah yang harus bertanggung jawab atas diri kita. Kita yang harus menemukan arti pada kehidupan kita, jangan sampai hidup kita ditentukan oleh sesuatu hal ataupun orang dari luar diri kita. Logoterapi menunjukkan kepada manusia untuk mencari arti bagi kehidupannya agar bisa mencapai tingkat kesehatan psikologis yang lebih baik. Untuk memberi arti pada kehidupan, Frankl Schultz 1993 melalui sistem logoterapinya mengemukakan tiga cara, yakni: apa yang kita berikan bagi dunia berkenaan dengan suatu ciptaan, apa yang kita ambil dari dunia dalam pengalaman, dan sikap yang kita ambil terhadap penderitaan hal. 152. Berkaitan dengan tiga cara ini, terdapat tiga sistem nilai yang fundamental yang dikemukan Frankl Schultz 1993. Nilai-nilai itu adalah nilai-nilai daya cipta kreatif, nilai-nilai pengalaman, dan nilai-nilai sikap. Nilai-nilai daya cipta berhubungan dengan bagaimana individu menciptakan suatu karya bagi kehidupannya. Nilai-nilai daya cipta mendorong kreativitas dan produktivitas, baik berupa hasil yang kelihatan maupun berupa ide-ide yang brilian. Ini sepenuhnya adalah tentang memberi kepada dunia. Yang kedua adalah nilai-nilai pengalaman, yakni berkaitan dengan penghayatan individu dalam menerima dunianya. Individu memenuhi arti bagi kehidupannya dengan menyerahkan diri kepada dunia. Yang ketiga adalah nilai-nilai sikap, nilai ini berperan terutama ketika individu mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, yang menimbulkan ketakutan, keputusasaan, situasi dimana kita tak mampu untuk mengubahnya atau menghindarinya. Satu-satunya cara ketika kita menghadapi hal-hal seperti ini adalah dengan menerimanya, namun yang paling penting adalah kita harus tetap dapat menemukan dan memberi arti bagi kehidupan kita, sampai momen kehidupan kita yang terakhir. Disinilah nilai-nilai sikap memegang peranan penting dalam memberi arti bagi kehidupan. Orang-orang yang mampu untuk mencapai ketiga nilai-nilai ini disebut mencapai keadaan transendensi-diri , yakni keadaan terakhir untuk kepribadian sehat. Frankl tidak menyajikan suatu daftar dari sifat-sifat kepribadian yang sehat. Akan tetapi dapat dikemukan secara umum, beberapa sifat mereka adalah dalam Schultz, 1977: 159: 1. Mereka bebas memilih langkah tindakan mereka sendiri. 2. Mereka secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka dan sikap yang mereka anut terhadap nasib mereka. 3. Mereka tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di luar diri mereka. 4. Mereka telah menemukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka. 5. Mereka secara sadar mengontrol kehidupan mereka. 6. Mereka mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau nilai-nilai sikap. 7. Mereka telah mengatasi perhatian-terhadap diri. hal. 159. Selain itu ada beberapa sifat lain yang tidak dimasukkan Schultz dalam daftar diatas. Ia menjelaskan pemikiran Frankl tentang sifat-sifat kepribadian sehat ke dalam paragraf-paragraf. Tiga sifat lain yang dijelaskannya ialah: 1 Mereka berorientasi kepada masa depan, diarahkan kepada tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang akan datang; 2 Memiliki komitmen terhadap pekerjaan. Salah satu cara untuk memperoleh arti ialah dengan mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, memberi sesuatu kepada dunia, dan nilai-nilai ini dapat diungkapkan dengan sangat baik melalui pekerjaan atau tugas seseorang. Segi yang penting dari pekerjaan bukan isi dari pekerjaan tersebut, melainkan cara bagaimana kita melakukannya. Inilah yang memberikan arti kepada kehidupan; 3 Memiliki kemampuan untuk memberi dan menerima cinta. Dengan cinta kita dapat membuat orang yang dicintai sanggup merealisasikan potensi-potensi yang belum dimanfaatkan dengan menyadarkan mereka tentang potensi mereka untuk menjadi apa.