Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia CAT oleh Resolusi
Majelis Umum PBB 3946 isinya antara lain memuat definisi penyiksaan pasal 1, kewajiban negara untuk memberikan pemulihan dan kompensasi pasal 12,131,14,
Prinsip non-refoulment pasal 3, Hukuman terhadap pelaku semua tindakan penyiksaan harus ditindak berdasarkan hukum pidana domestik pasal 4, yurisdiksi universal pasal
5-8, prinsip ’aut dedere aut judicare’.
Konvensi tentang Hak Anak CRC oleh Resolusi Majelis Umum 4425 memuat hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dalam area penyediaan contohnya
standar hidup layak, perlindungan contohnya dari kekerasan atau eksploitasi dan partisipasi dalam keluarga, di sekolah, dalam masyarakat. Enam prinsip dasar yaitu
kepantingan utama anak-anak harus menjadi pertimbangan utama dalam segala tindakan pasal 3, pelarangan diskriminasi pasal 2, hak anak untuk hidup dan
berkembang ke tingkat maksimum pasal 6, hak untuk bertisipasi pasal 6.
C. Statuta Roma dalam menghukum pelanggar HAM berat
Kejahatan-kejahatan yang terjadi selama Perang Dunia II telah memicu dibentuknya tribunal militer yang dikenal dengan Nurenberg Tribunal melalui London
Agreement untuk mengadili para penjahat perang Nazi. Demikian juga pada tahun 1946, negara-negara sekutu menyepakati suatu Piagam yang membentuk International
Military Tribunal untuk Timur Jauh yang dikenal dengan Tokyo Tribunal untuk mengadili para penjahat perang selama Perang Dunia II..
Universitas Sumatera Utara
Dalam resolusi 260 tanggal 9 Desember 1948 yang mengadopsi Konvensi Genosida, Sidang Majelis Umum PBB MU mengundang Komisi Hukum Internasional
ILC untuk mempelajari keinginan dan kemungkinan mendirikan suatu badan hukum internasional untuk mengadili orang-orang yang dituduh dengan genosida. Komisi
tersebut menyimpulkan bahwa badan hukum seperti itu memang diinginkan dan dimungkinkan. MU kemudian membentuk sebuah komite, yang menyiapkan sebuah
naskah statuta pada 1951 dan revisi naskah tersebut pada 1953. pembahasan kedua naskah tersebut ditunda dan menunda pula diadopsinya definisi untuk agresi.
Pertanyaan tentang perlu atau tidaknya keberadaan suatu ICC telah dibahas secara berkala sejak saat itu. Pada Desember 1989, GA meminta ILC untuk melanjutkan
pekerjaannya tentang ICC dengan yurisdiksi untuk menyertakan penyulundupan narkoba.
Pada 1994, ILC menyampaikan naskah lengkap Statuta untuk ICC kepada GA. Komite ad hoc dan komite persiapan 1995-1998 mempersiapkan naskah tersebut dan
GA kemudian menyelenggarakan konferensi Para Wakil Diplomatik yang Berkuasa penuh di PBB tentang Pembentukan ICC dan diadakan di Roma, 15 Juni s.d 17 Juli 1998
160 negara peserta, sejumlah besar NGOs turut berkontribusi. Tugasnya adalah untuk menyelesaikan naskah Statuta yang kemudian diadopsi dengan perbandingan suara 120:
7 Cina, Irak, Israel, Libya, Qatar, USA, Yaman dan 21 abstain.
Pengadilan kejahatan internasional ICC mulai diberlakukan 1 Juli 2002 yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Tujuannya adalah untuk mengakhiri Impunitas,
Universitas Sumatera Utara
menghalangi para penjahat perang dan HAM di masa depan, membantu mengakhiri konflik, dan memperbaiki berbagai kelemahan dari pengadilan ad hoc ICTY, ICTR.
Di dalam Statuta Roma yang merupakan salah satu landasan hukum bagi kasus- kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia di Dunia mencantumkan bahwa, kejahatan
kemanusiaan, kejahatan perang, agresi dan genosida merupakan bagian dari yurisdiksi internasional.
Internasional Criminal Court ICC sebagai pengadilan HAM berskala internasional, memiliki wewenang untuk mengadili kejahatan-kejahatan HAM seperti
yang tercantum dalam Statuta Roma. Hal ini, telah memberikan ICC untuk dapat mengadili orang-orang yang terkait dalam kasus pelanggaran HAM berat dengan syarat,
telah memiliki izin negara si terdakwa atau permintaan dari negara yang memiliki kasus pelanggaran HAM berat. Selain itu, ICC juga dapat mengadili kasus pelanggaran dengan
didasarkan atas resolusi PBB, apabila Negara yang bersangkutan dianggap tidak memiliki kemampuan atau kemauan. Sehingga jelaslah bahwa ICC merupakan pengadilan
komplementer dari suatu pengadilan nasional.
Konsep kejahatan terhadap kemanusiaan dalam pasal 7 perjanjian ICC adalah ’Untuk tujuan Statuta ini, kejahatan terhadap kemanusiaan dapat diklasifikasikan
sebagai salah satu dari tindakan berikut apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada penduduk sipil dengan mengetahui
serangan itu :
Universitas Sumatera Utara
- pembunuhan
- pemusnahan
- deportasi atau pemidahan penduduk secara paksa
- penahanan ataupun bentuk lain perampasan kebebasan fisik seseorang yang
melanggar aturan dasar hukum internasional -
penyiksaan -
perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau bentuk lain kekerasan seksual yang setara beratnya
- persekusi terhadap kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektifitas politik,
rasial, nasional, etnik, budaya, agama, jender atau atas dasar lainnya -
penghilangan orang dengan secara paksa -
kejahatan apartheid -
tindakan tidak manusiawi lainnya dengan karakteristik serupa yang dilakukan dengan sengaja dan menyebabkan penderitaan hebat, atau luka serius terhadap
tubuh ataupun kesehatan mental atau fisik.
Semua kondisi ini digambarkan secara spesifik dan didefinisikan dalam Statuta tersebut dan dalam elemen-elemen kejahatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN PBB TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI