Pengaturan Mengenai Waralaba Secara Umum

BAB III HAL-HAL YANG MENJADI PELAKSANAAN DAN PENGECUALIAN TERHADAP

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT BERKENAAN DENGAN WARALABA

A. Pengaturan Mengenai Waralaba Secara Umum

Franchise merupakan sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi yang didasarkan pada kerjasama yang erat dan terus menerus antara para pelaku franchisor dan franchisee yang terpisah baik secara hukum maupun keuangan, dimana franchisor memberikan hak untuk menggunakan merek dagang dan atau merek jasa, know-how 96 , metode teknis, dan sistem prosedural dan atau hak milik intelektual kepada franchisee dengan dukungan bantuan teknis dan komersial, serta untuk semua hal tersebut franchisee dibebani kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor dan membayar biaya yang diterapkan. Franchisor dan franchisee dalam mengatur hubungannya seringkali mewujudkannya dalam suatu perjanjian tertentu. Perjanjian dalam hukum Indonesia tunduk pada pengaturan Buku III KUH Perdata. Karena itu, franchise merupakan kerjasama bisnis yang tunduk pada pengaturan Buku III KUH Perdata. Ada sejumlah asas-asas hukum penting yang dikenal dalam ilmu hukum pada umumnya, selain itu hukum perjanjian memuat beberapa asas yang penting pula, oleh sebab itu kerjasama bisnis franchise hendaknya didasarkan pada: 97 1. Asas Keseimbangan 96 Mahmul Siregar, “Catatan Perkuliahan : Hukum Transaksi Bisnis Internasional”, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009. Menyebutkan bahwa setiap investasi yang masuk ke Indonesia selalu mengajarkan know how bukan knowledge. Know how disini diartikan dengan bagaimana melakukan bisnis merek yang terlisensi tersebut tetapi bukan knowledge yang mengajarkan tentang cara membangun bisnis tersebut. 97 Rooseno Hardjowidigdo, Beberapa Aspek Hukum Franchising, Surabaya : IKADIN Cabang Surabaya, 23 Oktober 1993, hal. 12. Universitas Sumatera Utara Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Franchisor dinilai mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi namun franchisor memikul pula beban melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Kedudukan franchisor yang kuat apabila diimbangi pula dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, maka kedudukan franchisor dan franchisee dapat seimbang. Asas keseimbangan menekankan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak secara wajar dengan tidak membebani salah satu pihak saja. Asas keseimbangan di dalam bisnis merupakan unsur yang cukup penting untuk diperhatikan. Pada hakekatnya, bisnis dijalankan dengan tujuan untuk mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Keuntungan secara ekonomis ini akan lahir apabila kedua belah pihak dalam bisnis tersebut mendapatkan kesempatan yang seimbang di dalam berusaha. Sehingga, suatu transaksi bisnis ataupun kerjasama bisnis akan terjalin apabila memperhatikan unsur ini. 98 2. Asas Konsesualitas Menurut asas konsesualitas, maka perjanjian sudah dianggap ada saat tercapainya kesepakatan tentang hal-hal yang diperjanjikan. Asas ini perlu diperhatikan dalam hal akan memperbaharui perjanjian lama perlu ditentukan kembali dalam perjanjian pembaharuan. Hal ini dapat menimbulkan persengketaan karena suatu syarat yang telah disepakati dalam perjanjian terdahulu padahal syarat tersebut mengalami perubahan maka secara 98 Ibid., hal. 13. Universitas Sumatera Utara otomatis kesepakatan terdahulu akan berlaku kembali padahal syarat tersebut tidak ingin dipertahankan. Selain hal tersebut di atas terdapat satu masalah yang sensitif sehubungan dengan masalah konsesualitas ini. Praktek dewasa ini banyak menggunakan perjanjian-perjanjian yang telah distandardisasi sebelumnya oleh franchisor pewaralaba. Dalam hal terjadinya penandatanganan perjanjian standar maka asas konsesualitas telah disimpangi karena pihak franchisee tidak turut serta dalam proses penyusunan perjanjian yang disepakati. Walaupun asas konsesualitas telah sedikit disimpangi akan tetapi hal ini masih dapat ditolerir, karena apabila franchisee merasa keberatan akan apa yang tertulis dalam perjanjian standar maka ia masih mempunyai hak untuk tidak menandatangani perjanjian tersebut dalam arti tidak akan terjadi perjanjian. 99 3. Asas Itikad Baik Persetujuan tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pelaksanaan perjanjian franchise merupakan suatu rangkaian proses timbal balik antara franchise dengan franchisee. Selain itu, perjanjian ini seringkali dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu, maka kedua pihak harus menjunjung tinggi asas ini sehingga baik hak maupun kewajiban yang harus diberikan kepada franchisor dengan baik serta dengan itikad baik. 99 Ibid., hal. 14. Universitas Sumatera Utara Rooseno 100 menyatakan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian franchise, franchisor dengan itikad baik harus menjamin hak-hak yang akan diberikan kepada franchisee itu benar-benar miliknya bukan sebagai hasil kejahatan, dan pihak franchisee harus mewujudkan kewajiban yang harus diberikan kepada franchisor dengan baik serta dengan itikad baik. Contoh dari penyimpangan asas itikad baik yang terjadi dalam praktek: franchisor membebankan target pembukaan 3 tiga outlet baru kepada franchisee dalam jangka waktu 1 satu tahun pertama. Franchisee melihat bahwa potensi pasar yang ada sangat baik dan merasa dapat melampaui target yang dibebankan kepadanya, tetapi karena itikad yang kurang baik maka secara sengaja franchisee melanggar target yang ada. Sehingga, franchisor mengakhiri perjanjian franchise karena menilai franchisee tidak dapat memenuhi target yang ditetapkan. Franchisee tersebut melakukan kerjasama dengan pihak lain, serta memakai nama pihak lain membuka bisnis yang sejenis dengan bidang usaha franchisor terdahulu. Jadi, hal-hal yang menyangkut asas itikad baik ini perlu dicermati agar tidak terjadi hal yang dapat merugikan kedua belah pihak. 4. Asas Kerahasian Asas ini menurut Rooseno, pada dasarnya mewajibkan kepada para pihak franchise dan franchisee untuk menjaga kerahasiaan data ataupun ketentuan-ketentuan yang dianggap rahasia, misalnya masalah trade secret know-how atau resep makanan minuman, 100 Ibid., hal. 3. Universitas Sumatera Utara dan tidak dibenarkan untuk memberitahukan kepada pihak ketiga, kecuali Undang-Undang menghendakinya. 101 Asas kerahasiaan ini merupakan hal yang esensial dalam suatu perjanjian franchise. Pada dasarnya bisnis dengan pola franchise sangat mengandalkan ciri khas dari suatu produk barangjasa. Sehingga apabila unsur kerahasiaan dari trade secret know-how tidak dijaga dengan baik hal ini akan merugikan franchisor karena mengakibatkan ciri khas dari franchise yang ada diketahui oleh pihak ketiga. Lolosnya informasi yang sangat penting dapat mengakibatkan kerugian baru bagi franchisor karena menimbulkan kompetitor pesaing baru dalam bidang bisnis yang sama. Apabila kompetitor pesaing baru muncul dan dapat menyajikan barang jasa yang sama dengan bisnis franchise tersebut, maka hampir dapat dipastikan maka bisnis franchise yang telah ada akan kehilangan keunikannya. 102 Pesaing baru dalam bisnis yang sejenis tentu saja baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi daya tarik dari konsumen, yang pada gilirannya dapat menurunkan pendapatan dari usaha franchise yang pertama. 5. Asas Persamaan Hukum 103 Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengahruskan kedua pihak utnuk menghormati satu sama lain. 101 Ibid. 102 Ibid., hal. 15. 103 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal. 4. Universitas Sumatera Utara Asas ini penting terutama dalam perjanjian franchise yang bersifat internasional, karena dalam perjanjian franchise internasional pihak-pihak yang terlibat terdiri dari subjek-subjek hukum yang berlainan baik negara, kewarganegaraan maupun geografis. 6. Asas Kebebasan Berkontrak Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Menurut Mariam Darus Badrulzaman 104 , semua mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh Undang-Undang. Perjanjian franchise merupakan perjanjian yang namanya tidak dikenal oleh Undang-Undang namun diatur sesuai Pasal 1338 KUH Perdata .

B. Pengaturan Franchise Waralaba secara Internasional

Dokumen yang terkait

Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

5 100 133

Pengecualian Praktek Monopoli Yang Dilakukan Oleh Bumn Menurut Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

10 104 80

Perjanjian Pelaku Usaha Dengan Pihak Luar Negeri yang Bertentang Dengan Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Prektik Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat

2 69 130

Perjanjian Kartel Industri Minyak Goreng Sawit di Indonesia Sebagai Pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009)

3 59 116

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

Analisis Terhadap Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 TAHUN 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian Yang Berkaitan Dengan Waralaba (Studi terhadap Perjanjian Kerjasama Yayasan Pendidikan Oxford

0 72 150

Sertifikasi & Akreditasi Oleh Asosiasi Dalam Perspektif Uu No. 5/1999 (Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)

0 25 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

0 0 18

Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

0 0 11

Tinjauan Yuridis Terhadap Divestasi Kapal Tanker VLCC PT.Pertamina Menurut UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

0 1 160