BAB IV PERJANJIAN FRANCHISE WARALABA YAYASAN PENDIDIKAN OXFORD
COURSE INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT
A. Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf B Tentang Pengecualian
Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba
1. Pendahuluan Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di
berbagai bidang, antara lain seperti makanan fast food, jasa konsultasi, minimarket, clothing, shoes, accessories, convinience store, health aids and services, manufacturing franchise,
photographydesign graphics and supples dan recreationamusement, serta sistem pendidikan.
121
Suatu usaha waralaba adalah suatu sistem usaha yang ditemukan diciptakan oleh suatu
pelaku usaha pemberi waralaba baik itu mengenai
penjualan suatu barang atau pelayanan suatu jasa tertentu yang mempunyai keunikan dalam proses penyajian produksi barang atau pelayanan jasa tertentu kepada konsumen akhir.
Pemberi waralaba dapat memberikan konsep usaha waralabanya kepada pihak lain penerima waralaba karena sistem usaha waralabanya tersebut sudah teruji, baik dalam proses produksi
barang yang dijual maupun sitem manajemennya dan usaha waralaba tersebut memberikan keuntungan minimal dalam lima tahun terakhir.
Keberhasilan usaha waralaba yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, menjadikan penerima waralaba langsung menjadi seorang pengusaha dengan memakai
menjalankan suatu sistem usaha yang diberikan oleh pemberi waralaba melalui suatu
121
Ritel Waralaba “, http:www.smfranchise.comlegalwaralaba.html ,” diakses pada tanggal 18 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian. Perjanjian antara pemberi waralaba dan penerima waralaba berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan mereka. Asas kebebasan berkontrak merupakan
salah satu dasar yang dipatuhi oleh masing-masing pihak. Akan tetapi karena suatu usaha
waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang vertikal, di mana pemberi waralaba bersedia menyerahkan semua sistem usaha waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian
usaha waralaba mencakup juga perjanjian lisensi HAKI. Pengalihan sistem paket waralaba yang diberikan oleh franchisor pemberi waralaba
kepada franchisee penerima waralaba tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU No. 5 Tahun 1999. Bahkan
pengalihan sistem usaha waralaba dikecualikan dari UU Antimonopoli tersebut disejajarkan dengan pengalihan hak lisensi HAKI. Akan tetapi dalam Penjelasan Pasal 50 huruf b UU No. 5
Tahun 1999 tersebut tidak ada penjelasannya apakah pengecualian secara mutlak atau tidak, di dalam penjelasannya dinyatakan cukup jelas.
Dalam prakteknya, terdapat perjanjian yang terkait dengan waralaba yang dapat mengakibatkan praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat seperti melakukan
hambatan persaingan. Menyadari hal tersebut, maka daya laku ketentuan pengecualian dalam Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 perlu dibatasi bahwa yang dikecualikan adalah
pengalihan sistem waralaba dan hak lisensi dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba, sedangkan perjanjian dan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan tidak dikecualikan. Artinya, jika dalam perjanjian suatu usaha waralaba dapat mengakibatkan praktek monopoli danatau
persaingan usaha tidak sehat, maka terhadap perjanjian atau kegiatan usaha waralaba tersebut harus dikenakan ketentuan UU No. 5 Tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Surat Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU disusun mengenai
Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 huruf b, khususnya waralaba, yang menjelaskan batasan pengecualian terhadap perjanjian yang terkait dengan waralaba berdasarkan Pasal 50 huruf b.
Adapun tujuan dibuatnya pedoman ini, adalah :
1. Melaksanakan ketentuan Pasal 35 butir f UU No. 5 Tahun 1999, bahwa KPPU bertugas menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5 Tahun 1999.
2. Memberikan pemahaman yang jelas tentang pengecualian waralaba yang dimaksud dalam Pasal 50 butir b UU No. 5 Tahun 1999.
3. Memberikan dasar dan arah yang jelas dalam melaksanakan ketentuan Pasal 50 butir b UU No. 5 Tahun 1999.
4. Memberikan pedoman yang jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam berperilaku sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 50 butir b tersebut.
Pedoman Pasal 50b tentang pengecualian waralaba bukan untuk menjelaskan bagaimana KPPU melakukan pemeriksaan dalam melakukan penegakkan hukum atau memberikan saran
dan kebijakan, tetapi difokuskan kepada pemberian pengertian yang jelas, cakupan serta batasan perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dikecualikan dan kegiatan
usaha waralaba berpotensi melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999. Walaupun Pedoman ini memberikan penjelasan tentang pengecualian waralaba dari UU No. 5 Tahun 1999, namun
demikian proses penegakan hukum UU No. 5 Tahun 1999, pandangan dan putusan Komisi dalam melakukan pemeriksaan atas perjanjian waralaba dan kegiatan usaha waralaba yang
diduga melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 tetap didahulukan dan tidak hanya terbatas pada Pedoman ini.
Universitas Sumatera Utara
Pedoman Pengecualian waralaba berdasarkan ketentuan-ketentuan UU No. 5 Tahun 1999
ini mencakup filosofi, semangat dan arah ketentuan dalam mendorong persaingan usaha yang sehat. Di dalam Pedoman ini diuraikan dengan singkat Pengecualian Perjanjian Waralaba antara
Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dan perilaku kegiatan usaha waralaba.
2. Pengecualian Waralaba Berdasarkan Pasal 50 Huruf B