Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

EVELYN 110200054

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UU NO. 5 TAHUN 1999 SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: EVELYN NIM : 110200054

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum

NIP. 197302202002121001 NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Penulis senantiasa menikmati kasihNya dan dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memproleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul yang Penulis kemukakan “HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999”.

Besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Penulis sendiri. Walaupun Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan terima kasih yang sebaik-baiknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan


(4)

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Affan Mukti, SH., MS, selaku Dosen Wali Penulis selama Penulis

kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II yang selalu membantu dan membimbing Penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.H, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I

yang telah membantu, dan memberi petunjuk serta bimbingan sehingga skripsi ini akhirnya dapat selesai.

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen sebagai tenaga pendidik di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia memberi ilmu dan pandangan hidup kepada Penulis selama Penulis menempuh ilmu di Fakultas Hukum

10.Tak lupa pula kepada seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah turut membantu dan memberi kemudahan kepada Penulis.


(5)

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua Penulis yang tercinta yaitu Ayahanda Joslan Sinurat dan

Ibunda Betti Hutauruk yang telah memberikan segalanya bagi Penulis baik dari materil maupun moril yang tidak bisa ternilai harganya, untuk saat ini hanya doa tulus yang dapat diberikan dari Penulis untuk Ayah dan Ibu. Semoga kelak Penulis dapat membahagiakan kedua orangtua.

2. Untuk saudara-saudara Penulis bang Samuel dan adikku Dicky,

terimakasih untuk segala bantuan yang kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Untuk Rizky Daud yang telah menemani dari awal perjalanan sampai

akhir perkuliahan. Terima kasih untuk waktu, kesabaran, dan perhatian yang diberikan dalam menemani penulis. Semoga kita berdua sukses.

4. Untuk sahabat-sahabat Penulis yang telah menjadi keluarga di kampus:

Roland, Naomi, Togar, Ditha, Lydia, Wiwid, Puput, Putri. Terima kasih atas segala kebaikan, persahabatan, dan kehangatan yang telah kita jalani selama ini. Semoga persahabatan kita ini dapat terus terpelihara untuk ke depannya. Salam persahabatan dan penghargaan terdalam bagi ikatan kekeluargaan yang telah kita lalui bersama selama ini.

5. Untuk sahabat baik Penulis Amelia, Irna, Inneke, teman berbagi suka


(6)

6. Untuk Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia khususnya Komisariat Fakultas Hukum USU yang telah memberikan pendidikan di luar kampus dan membantu penulis berlatih menjadi seorang pemimpin Kristen yang baik. Penulis juga mendapatkan banyak kelurga baru, Keluarga Biru. Kepada rekan sepelayanan Pengurus Komisariat masa bakti 2013-2014 dan Pengurus Komisariat masa bakti 2014-2015. Terimakasih sudah menjadi kelarga dan rekan yang hebat bagi Penulis. Semoga GMKI Koms. FH USU semakin menjadi berkat bagi kampus, masyarakat, dan gereja. Tinggi Ilmu, Tinggi Iman, Tinggi Pengabdian, Ut Omnes Unum Sint, Syalom!

7. Untuk Bunda dan keluarga terimakasih telah memberikan makanan sehat

gizi yang lengkap selama penulis menyelesaikan pengerjaan skripsi ini. Semangat yang kalian tunjukkan telah menginspirasi penulis untuk menjadi orang yang lebih baik.

8. Untuk teman-teman Alumni SMA NEGERI 52 Jakarta angakatan 2008

khususnya XI IPS 1 dan XII IPS 1 yang menjadi teman seperjuangan penulis.

9. Untuk seluruh teman-teman stambuk 2011 yang terkhusus di grup A,

kelompok Klinis, Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI), Panitia Terima kasih atas waktu yang sempat kita lalui bersama di FH USU.


(7)

kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karenanya Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2015


(8)

UU NO. 5 TAHUN 1999 *Evelyn

**Mahmul Siregar ***Windha

Indonesia sebagai negara berkembang merupakan sebuah negara yang di dorong oleh berbagai sektor perekonomian, salah satunya adalah perusahaan grup yang memiliki peran semakin penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah digunakan, ataupun perintah perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup. Berbagai kegiatan perusahaan grup dapat mengundang resiko dalam konteks hukum persaingan bila dihubungkan dengan tindakannya yang berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Hal ini tentu melanggar ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka library research. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal karena belum ada pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Perusahaan grup dalam penyelenggaraan perusahaan rentan berbenturan dengan kemungkinan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam penyelenggaraan perusahaan dapat terjadi karena adanya perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan. Untuk itu perlu dibuat peraturan perundang-undangan yang memuat secara tegas dan rinci mengenai perusahaan grup.

Kata Kunci : Perusahaan Grup, Hubungan Induk dan Anak Perusahaan, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum **) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(9)

ABSTRAK...vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

1. Perusahaan grup ... 8

2. Praktik monopoli ... 10

3. Persaingan usaha tidak sehat ... 12

F. Metode Penelitian... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI INDONESIA A. Sejarah Singkat Perusahaan Grup ... 19

1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia...19

2. Holding company di Indonesia...22


(10)

3. Bentuk tanggung jawab perusahaan holding...38

D. Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Konstruksi Perusahaan Grup di Indonesia. ... 42

1. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi...42

2. Kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan...44

3. Keterkaitan induk dan anak perusahaan...46

BAB III PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999 A. Iklim persaingan usaha setelah lahirnya UU No. 5 Tahun1999.... 51

1. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang persaingan usaha sebelum lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 ... 51

2. Latar belakang lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia ... 53

3. Iklim persaingan usaha di Indonesia setelah lahirnya UU No. 5 Tahun 1999...57

B. Perjanjian yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 ... 61

C. Kegiatan yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 ... 67


(11)

BAB IV HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN

A. Perkembangan Holding Company dalam Perspektif Hukum

Persaingan Usaha di Indonesia... 83

B. Hubungan Induk dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha ... 88

C. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Holding

Company yang Telah diputus Oleh KPPU ... 98 1. 21 Cineplex ... 98 2. Temasek Holding Company ... 105

D. Pencegahan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

dalam Holding Company...109

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 115 B. Saran ... 117 DAFTAR PUSTAKA ... 118


(12)

UU NO. 5 TAHUN 1999 *Evelyn

**Mahmul Siregar ***Windha

Indonesia sebagai negara berkembang merupakan sebuah negara yang di dorong oleh berbagai sektor perekonomian, salah satunya adalah perusahaan grup yang memiliki peran semakin penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah digunakan, ataupun perintah perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup. Berbagai kegiatan perusahaan grup dapat mengundang resiko dalam konteks hukum persaingan bila dihubungkan dengan tindakannya yang berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Hal ini tentu melanggar ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka library research. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal karena belum ada pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Perusahaan grup dalam penyelenggaraan perusahaan rentan berbenturan dengan kemungkinan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam penyelenggaraan perusahaan dapat terjadi karena adanya perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan. Untuk itu perlu dibuat peraturan perundang-undangan yang memuat secara tegas dan rinci mengenai perusahaan grup.

Kata Kunci : Perusahaan Grup, Hubungan Induk dan Anak Perusahaan, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum **) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(13)

A. Latar Belakang

Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun penjelasan resmi tentang apakah perusahaan itu. Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, maka perusahaan didefenisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan

tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.”1

Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat modern, karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu perusahaan juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak dan wadah bagi penyaluran tenaga kerja. Oleh karena itu, eksistensi dan peran perusahaan di dalam masyarakat sangat besar.

2

Perusahaan didirikan mempunyai maksud dan tujuan yang hendak dicapai, yang utamanya adalah untuk memperoleh laba/keuntungan. Maksud dan tujuan tersebut dirumuskan oleh para pendiri yang nantinya merupakan pemegang saham

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 1.

2

Sri Rejeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 2.


(14)

perseroan itu. Perusahaan melaksanakan kegiatan usahanya sebagaimana terperinci dalam anggaran dasar untuk mencapai maksud dan tujuan masing-masing perseroan tersebut.

Seiring dengan meningkatnya volume kegiatan usaha dan semakin besarnya pertumbuhan modal perusahaan, maka perusahaan berusaha untuk melakukan ekspansinya ke berbagai sektor kegiatan usaha. Ekspansi perusahaan tersebut dilakukan antara lain dengan cara mendirikan perusahaan baru, dan perusahaan pendirinya menjadi salah satu pemegang sahamnya. Sebagai penyertaannya untuk modal perusahaan yang akan didirikan itu dapat dalam bentuk uang tunai, atau bentuk lain yang diperkenankan undang-undang. Pendirian perusahaan tersebut dapat pula dilakukan dengan melepaskan/memecah unit-unit usahanya, sehingga menjadi perusahaan yang mandiri dan mengundang

pihak lain sebagai calon pemegang saham lainnya.3

Penyertaan saham dan pemecahan unit usaha dimaksudkan untuk melahirkan perusahaan-perusahaan baru yang selanjutnya disebut dengan anak

perusahaan (subsidiary company).

Mengingat bahwa perusahaan yang akan didirikan berbentuk perseroan terbatas, maka pendiriannya mengikuti ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT).

4

3

Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002) (selanjutnya disebut Munir Fuady 1), hlm. 4.

4

Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Selanjutnya, dengan terbentuknya subsidiary

company, perusahaan lama akan menjadi pemegang saham dan merupakan

perusahaan induk (holding company). Dengan demikian terbentuklah apa yang


(15)

perusahaan grup dapat terjadi dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan sengaja didirikan PT baru. Cara kedua, dengan jalan mengambilalih saham dari

PT yang sudah ada dan sudah berjalan, atau dikenal dengan akuisisi.5

Sebelumya ada pandangan yang mengatakan bahwa perusahaan grup justru dipergunakan untuk mengurangi tingkat persaingan, ataupun sebagai alat untuk menghambat dan menghindarkan persaingan dan beberapa tahun kemudian dikatakan bahwa perusahaan grup adalah alat untuk membuat persaingan tidak terlalu mematikan sesama pesaing di pasar. Oleh sebab itu, fungsi dari adanya suatu masalah bersama yang tidak melanggar hukum adalah tolak ukur dari suatu

Indonesia sebagai negara berkembang merupakan sebuah negara yang di dorong oleh berbagai sektor perekonomian yang secara terus menerus mendorong usaha pencapaian kemakmuran yang berkelanjutan. Diantara banyak sektor yang masing-masing memiliki peran dan fungsinya, perusahaan grup memiliki peran yang semakin penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Dalam perkembangan terkini, perusahaan grup, menjadi bentuk usaha yang banyak dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah digunakan, ataupun perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentukya perusahaan grup.

5

Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001) (selanjuntya disebut Rudi Prasetya 1), hlm. 73.


(16)

pembentukan perusahaan grup apakah strukturnya akan bersifat horizontal6

ataupun vertikal.7

Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh beberapa pihak saja. Konsentrasi pemusatan kekuatan ekonomi oleh beberapa pelaku usaha memberikan pengaruh buruk pada kepentingan umum dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi pemusatan kekuatan ekonomi Berbagai kegiatan perusahaan grup dapat mengundang resiko dalam konteks hukum persaingan bila dihubungkan dengan tindakannya yang berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Hal ini tentu melanggar ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999). Dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang dimaksud dengan “Praktik Monopoli” adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

6 Perusahaan grup dengan struktur horizontal terjadi bila perusahaan-perusahaan yang bergabung memiliki bidang usaha yang tidak saling terkait. Perusahaan ini menangani bidang usaha yang sangat beragam, misalnya perusahaan perhotelan, perbankan, asuransi, dan lain-lain. Perusahaan grup ini mempunyai berbagai jenis usaha yang dikenal sebagai konglomerasi.

7 Perusahaan grup dengan struktur vertikal terjadi bila perusahaan-perusahaan yang digabung saling terkait dari hulu ke hilir. Perusahaan-perusahaan ini saling melanjutkan usaha perusahaan lainnya. Kelompok vertikal terdiri dari induk perusahaan dengan satu atau lebih anak perusahaan yang dapat dibedakan menjadi wholly owned subsidiary (anak perusahaan dimiliki sepenuhnya oleh induk perusahaan), publicly held vertical group (anak perusahaan dimiliki oleh induk perusahaan dan saham publik), serta joint venture (anak perusahaan yang dikontrol oleh sedikitnya dua induk perusahaan).


(17)

secara langsung akan berakibat pada pasar dan keinginan untuk bersaing. Akibat pengontrolan pasar oleh beberapa pelaku usaha maka dalam jangka panjang dapat membatasi keinginan pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar karena mereka tidak

mendapat kesempatan berusaha yang sama.8

1. Bagaimana pengaturan mengenai induk perusahaan dan anak perusahaan di

Indonesia?

Oleh karena berbagai persoalan diatas, serta peraturan khusus mengenai Perusahaan Grup belum dikeluarkan di Indonesia, maka inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam skripsi yang berjudul “Hubungan Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada apa saja kegiatan induk perusahaan dan anak perusahaan yang berakitan dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Atas dasar itulah, skripsi ini dibatasi ruang lingkup kajian permasalahan sebagai berikut :

2. Bagaimana praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia

dalam kaitannya dengan penyelenggaraan perusahaan menurut UU No. 5 Tahun 1999?

8

Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Di Indonesia (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm. 5.


(18)

3. Bagaimana hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan dalam kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia menurut UU No. 5 Tahun 1999?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran umum tentang pengaturan Induk Perusahaan dan

Anak Perusahaan di Indonesia dari perspektif Hukum Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat di Indonesia dalam kaitannya degan Penyelenggaraan Perusahaan menurut UU No.5 Tahun 1999.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Hubungan Induk Perusahaan dan Anak

Perusahaan dalam kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia menurut UU No. 5 Tahun 1999. Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang persaingan usaha dalam kegiatan perseroan terbatas.


(19)

2. Manfaat praktis

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat tentang hukum persaingan usaha di Indonesia, dan juga sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya yang ingin mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi persaingan usaha.

D. Keaslian Penulisan

Sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Hubungan Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999”, untuk mengetahui orisinalitas penulisan, terlebih dahulu dilakukan penulusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 11 Desember 2014 menyatakan bahwa “Tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran telah dilakukan dan tidak ditemukan penulis lain yang


(20)

pernah mengangkat topik tersebut. Maka Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Hubungan Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999” belum pernah ada penelitian dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran pribadi yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perusahaan grup

Perusahaan grup adalah suatu tatanan diantara sejumlah perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan dan juka perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang acapkali disebut


(21)

struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap kali disebut “group”.9

Pengertian nama holding company yang berbeda terdapat pada Penjelasan

Umum Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer Di Semarang. Penjelasan Umum Peraturan Pemertintah Nomor 35 Tahun 1960 menyatakan bahwa S.S.V.P dipecah-pecah menjadi beberapa perusahaan berbentuk badan hukum yang berdiri sendiri untuk memudahkan pengoperasiannya kepada perusahaan-perusahaan nasional,

sedangkan S.S.P.V sebagai holding company memegang seluruh saham

N.V.-N.V. baru itu, yang terdiri dari N.V.-N.V. Semarang Veer dan N.V.-N.V. Semarang Dock Works. Ketiga perusahaan itu satu sama lainnya oleh fiskus dianggap terpisah, juga dalam hal perusahaan-perusahaan itu satu sama liannya memberikan jasa-jasa, padahal pada hakikatnya mereka merupakan satu perusahaan.

Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi

sebagai holding company.

10

9

Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) (selanjutnya disebut Rudi Prasetya 2), hlm.144.

10 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Erlangga, 2010) (selanjutnya disebut Sulistiowati 1), hlm. 25.


(22)

Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut :

a. Investment Holding Company

Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan

penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan.

b. Operating Holding Company

Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan

usaha atau mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk

perusahaan tersebut. 11

2. Praktik monopoli

Umumnya, monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan persaingan. Meskipun demikian, ternyata belum ada kesepakatan luas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini. Secara etimologi, kata

monopoli berasal dari kata Yunani “monos” yang berarti sendiri dan “polein”

yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut, secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu

penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.12

11 Ibid.

12


(23)

Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku yang mempunyai kontrol eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikain juga terhadap penentuan harganya. Karena pada kenyataannya monopoli sempurna jarang ditemukan, dalam praktiknya sebutan monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar pasar. Secara lebih longgar, pengertian monopoli juga mencakup struktur pasar dimana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang begitu dominan, maka dari segi

praktis pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada di satu pelaku saja.13

Menurut dasar Hukum Persaingan Usaha, UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau

satu kelompok pelaku usaha.14 Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan

umum.15 Suatu perusahaan dikatakan telah melakukan monopolisasi jika pelaku

usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai tujuan untuk

melakukannya.16

13

Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 5-6.

14

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 1.

15

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 2.

16Rachmadi Usman , Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka


(24)

3. Persaingan usaha tidak sehat

Persaingan dalam bahasa Inggris disebut “competition” yang memiliki

pengertian “situation in which people compete for something that not everyone

can have”.17 Dengan memperhatikan terminologi persaingan di atas, dapat diketahui bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut :18

a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli.

b. Ada kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.

Dengan definisi yang demikian, kondisi persaingan sebenarnya merupakan satu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi

ialah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa

didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli

dan pangsa pasar.19

17

Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition, Oxford : Oxford University Press, 2003, hlm. 82.

18Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 13.

19Ibid.

, hlm. 13-14.

Definisi persaingan usaha tidak sehat menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1999 adalah persaingan antar pelaku dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Pengaturan ini dilakukan dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha melakukan persaingan usaha tidak sehat yang dipandang akan merugikan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.


(25)

F. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau bahan sekunder. 20 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law

in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.21

20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.

21

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.


(26)

2. Sumber data

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik

oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.22

a. Bahan hukum primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maupun yang diterbitkan oleh negara lain dan badan-badan internasional. Dalam penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, beberapa peraturan dan pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Data sekunder berfungsi untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut :

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.

22

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.


(27)

c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif

dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga

melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis

yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini, berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka) dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang

berhubungan dengan judul skripsi Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak

Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999”.


(28)

4. Analisis data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan :

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan

dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut

diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan

dari permasalahan; dan

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan

kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi diuraikan secara sistematis untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian


(29)

penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan yang berkaitan dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK

PERUSAHAAN DI INDONESIA

Bab ini membahas mengenai sejarah singkat perusahaan grup, aspek yuridis perusahaan grup, realitas bisnis perusahaan grup, dan keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup di Indonesia.

BAB III PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

SEHAT DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999

Bab ini akan membahas iklim persaingan usaha di Indonesia setelah lahirnya UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian yang dilarang UU No. 5 Tahun 1999, kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999, posisi dominan dalam UU No. 5 Tahun 1999, serta peranan KPPU sebagai lembaga pengawas penegakan hukum UU No. 5 Tahun 1999.

BAB IV HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK

PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN

Bab ini membahas mengenai perkembangan holding company dalam perspektif hukum persaingan usaha di Indonesia, hubungan


(30)

induk dan anak perusahaan dalam kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh holding company yang telah diputus oleh KPPU, dan pencegahan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam holding company.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini mengemukakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perseroan terbatas dan orang-orang yang membacanya.


(31)

E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup

1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia

Keberadaan dan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup menjadi salah satu perdebatan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan berbagai wilayah yurisdiksi yang berbeda. Perbedaan pendapat mengenai pengertian yuridis perusahaan grup ini disebabkan oleh belum adanya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Bahkan realita bisnis terkini yang ditandai oleh dominasi perusahaan grup dibandingkan dengan bentuk usaha lain ternyata belum dapat menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup, sebagaimana bentuk-bentuk organisasi perusahaan lain seperti

perseroan terbatas.23

Pandangan berbeda yang muncul mengenai pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup menggunakan pertimbangan bahwa pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup tidak diperlukan karena pemberian status perusahaan kelompok akan menghilangkan kemandirian yuridis anggota perusahaan grup. Hal ini bertentangan dengan prinsip perusahaan grup yang beranggotakan badan hukum mandiri untuk membentuk kesatuan ekonomi, tetapi

23


(32)

bukan kesatuan yuridis. Kesatuan yuridis dicapai melalui merger dua badan

hukum.24

Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal sebagai kerangka pengaturan terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup. Pengaturan mengenai perseroan-perseoran yang tergabung dalam perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai perusahaan grup sehingga sampai saat ini belum ada pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup.

25

Sesuai dengan peruntukan hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perseroan tunggal, hukum perseroan hanya mengatur mengenai keterkaitan antara induk dan anak-anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri. Dengan menggunakan pendekatan perseroan tunggal, peraturan perundang-undangan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk perusahaan.

26

Konsepsi perusahaan grup tidak berada dalam ranah hukum. Keberadaan perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya

24Ibid. 25Ibid. 26Ibid.


(33)

perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan. Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral, yang mengarahkan kegiatan usaha anggota perusahaan grup untuk mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai

kesatuan ekonomi.27

Dibandingkan dengan hukum perseroan, hukum perusahaan grup menangani gejala khusus tersusunnya perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain. Sebaliknya, dari sudut pandang ekonomi, perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan yang berada di bawah pimpinan sentral. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan

berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.28

Hingga saat ini belum ada pengertian yang sama mengenai perusahan grup, baik bentuk jamak secara yuridis maupun kesatuan ekonomi. Konstruksi perusahaan grup sebagaimana dinyatakan oleh Ludwig Raiser merupakan

Sebagaimana penjabaran di atas, hukum perseroan mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Pengakuan yuridis terhadap badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri berimplikasi terhadap aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Oleh karena itu, perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis merupakan keniscayaan digunakannya hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perusahaan grup.

27Ibid.


(34)

polaritas dari pluralitas di antara anggota perusahaan grup yang berbadan hukum mandiri dengan kesatuan dari keseluruhan perusahaan grup, sedangkan Emmy Pangaribuan menyatakan sebagai bentuk jamak secara yuridis dengan kesatuan

ekonomi.29

Untuk menjembatani belum adanya definisi yang seragam mengenai

terminologi law of groups, Immenga berpendapat bahwa wacana mengenai

perusahaan grup dapat dimulai dari kombinasi perusahaan-perrusahaan yang memiliki kemandirian yuridis yang tergabung dalam satu kelompok. Emmy Pangaribuan menyatakan bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk pada

suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.30

Langkah penggabungan dan atau peleburan merupakan lawan atau

kebalikan dari tindakan “holding”. Holding adalah suatu tatanan diantara sejumlah

perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan dan jika perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang

acapkali disebut sebagai struktur “holding” atau dalam kepustakaan Belanda

2. Holding Company di Indonesia

29Ibid., hlm. 22. 30Ibid.


(35)

sering disebut sebagai struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap

kali disebut “group”.31

Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Sebaliknya UUPT telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup melalui legitimasi kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambilalih saham yang menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi

kepada lahirnya keterakitan induk dan anak perusahaan.32

A holding company heads a group of company, a company(ies) which is directly or indirectly under the control of holding company is termed a subsidiary company(ies).

Stephen Griffin dalam bukunya yang berjudul Company Law Fundamental

Principles memberikan batasan-batasan mengenai definisi holding company :

33

Sebagaimana penjabaran di atas, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan dalm suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau

31 Rudhi Prasetya 2, Op.Cit., hlm.144. 32 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.23-24.

33

Stephen Griffin, Company Law Fundamental Principles (US: Pearson Education Limited, 2000), hlm. 54.


(36)

mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi

sebagai holding company.

Sementara itu, Ray August menyatakan bahwa holding company adalah

perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Garner, yaitu

perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol

perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham

dan mengelola manajerial.34

Pengertian holding company di atas menunjuk kepada investment holding

company karena induk perusahaan hanya menjalankan fungsi mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya saja. Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa UUPT tidak mengenal kepemilikan

saham atau investasi perusahaan lain sebagai bentuk usaha.35

Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan

usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut:36

1. Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan;

34

Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm. 24.

35Ibid.


(37)

2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.

Terkait dengan adanya dua jenis holding company di atas, Pasal 2 UUPT

menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Adanya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha pada ketentuan Pasal 2 UUPT menjadi syarat wajib bagi suatu perseroan

sehingga investment holding company tidak dapat dianggap sebagai suatu

kegiatan usaha.37

Berdasarkan penjabaran di atas, induk perusahaan dapat menunjuk

anggota perusahaan lainnya untuk bertindak sebagai holding sehingga pada suatu

konstruksi perusahaan terdapat lebih dari satu holding company. Dari sudut

Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa memiliki saham di perusahan lain bukan merupakan kegiatan usaha perseroan yang bersangkutan sehingga tidak diperkenankan untuk dimasukkan sebagai salah satu kegiatan usaha perseroan dan dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Pernyataan ini menegaskan bahwa

UUPT tidak mengizinkan adanya investment holding company. Pada praktiknya,

selain menjalankan pengendalian terhadap anak perusahaan, sebagian besar induk perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha sendiri.


(38)

pandang induk perusahaan, anggota perusahaan grup yang ditunjuk untuk menjadi holding disebut sebagai subholding company atau holding antara. Sesuai dengan

arahan induk perusahaan, subholding company atau holding antara menjalankan

pengendalian dan koordinasi terhadap anak-anak perusahaan. Perusahaan grup biasanya menggunakan konstruksi ini untuk mengurangi kompleksitas pengendalian anak-anak perusahaan yang terdiversifikasi dan berjumlah banyak sehingga induk perusahaan mendesentralisasikan sebagian kewenangannya

kepada subholding company.38

F. Aspek Yuridis Perusahaan Grup

Keberadaan perusahaan dalam bentuk holding bukanlah suatu hal yang

baru dalam perusahaan Indonesia. Hal ini juga mempengaruhi berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia dan ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan makin maraknya

perusahaan-perusahaan baik di bidang perdagangan maupun jasa melakukan holding.

Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai perusahaan grup. Kerangka pengaturan terhadap perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan antara induk dan anak perusahaan sehingga tidak mengatur mengenai perusahaan grup.39

38Ibid.


(39)

Keberadaan perusahaan grup menimbulkan perdebatan terkait pengetian yuridis mengenai perusahaan grup. Perbedaan pandangan mengenai aspek yuridis perusahaan grup ini ditimbulkan oleh dimasukannya pengendalian induk terhadap anak perusahaan dalam ranah hukum perseroan yang berdampingan dengan prinsip hukum mengenai pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Implikasinya, suatu perseroan dapat dikendalikan oleh perseroan lain, walaupun memiliki status

sebagai subjek hukum mandiri.40

Pada awal perkembangannya, pengendalian suatu perseroan terhadap perseroan lain dianggap melanggar prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis suatu perseroan sebagai suatu subjek hukum mandiri karena suatu perseroan tidak mungkin menjadi badan hukum yang mandiri yang dikendalikan oleh perseroan lain. Perubahan drastis terjadi ketika hukum perseroan memberikan legitimasi terhadap suatu perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain. Kepemilikan suatu perseroan atas saham perseroan lain melahirkan keterikatan induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki

kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan.41

Perbuatan hukum dalam mendirikan anak perusahaan, pemisahan usaha, atau pengambilalihan saham berimplikasi pada timbulnya keterkaitan antara induk

Hukum perseroan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk perusahaan.

40Ibid., hlm. 32.


(40)

dan anak perusahaan, baik melalui kepemilikan saham induk pada anak perusahaan, kontrak pengendalian induk terhadap anak perusahaan, maupun kendali dalam penempatan direksi/komisaris anak perusahaan. Keterkaitan antara induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasi anak-anak perusahaan dalam tatanan manajemen sehingga terbentuk kesatuan

ekonomi.42

Pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini bersifat faktual dari realitas bisnis perusahaan grup. Fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini tidak dapat dikualisifikasikan hanya berdasar jumlah kepemilikan induk atas saham anak perusahaan saja. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan mengacu kepada aktualisasi kewenangan induk perusahaan melalui kebijakan atau instruksi untuk mengarahkan kegiatan usaha anak perusahaan dalam mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.

43

Secara yuridis, fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis badan hukum anak perusahaan. Hal ini menyebabkan dualitas anak perusahaan sebagai badan hukum yang mandiri tunduk di bawah kendali induk perusahaan. Pengakuan yuridis terhadap keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri menimbulkan kontradiksi antara realitas bisnis perusahaan grup

42Ibid.

43Ibid.


(41)

sebagai kesatuan ekonomi dan aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis.

Perkembangan dan dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundang-undangan. UUPT mengizinkan kepada seseorang untuk mendirikan suatu perseroan. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UUPT menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UUPT memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk perusahaan grup. Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham.

Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memuat pengertian perusahaan grup ataupun sebab lahirnya anak perusahaan. Berbeda dengan UUPT No. 40 Tahun 2007, Undang Perseroan Terbatas sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kausa lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995. Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena :

a. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk


(42)

b. Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaanya; dan atau

c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian

Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. Berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 yang memuat sedikitnya lima pasal yang mengatur mengenai relasi antara induk dan anak perusahaan, yaitu diantaranya Pasal 30, “Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan :

a. Dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih

perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama

dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.

Pasal 33 Ayat (2), “Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalama menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini atau Anggaran Dasar.” Pasal 56 huruf (b), “Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan unttuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya:


(43)

b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.”

Pasal 72 Ayat (3), “Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.” UUPT hanya memuat satu Pasal yang menyebutkan tentang “induk dan anak perusahaan” yang terdapat pada Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), “Saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung.”

Berdasarkan analisis mengenai kerangka pengaturan mengenai keterkaitan antara induk dan anak perusahaan pada UUPT No. 40 Tahun 2007, melalui ketentuan Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), kedudukan induk dan anak perusahaan sebenarnya diakui. Tetapi tidak ada pengaturan mengenai siapa yang disebut induk perusahaan dan siapa yang menjadi anak perusahannya. Jadi, perusahaan grup sebenarnya tidak dikenal dalam UUPT.

Perusahaan grup didirikan oleh orang perorangan atau perseroan terbatas sebagai subjek hukum. Konsep perusahaan grup yang berkembang saat ini, dasarnya adalah kepemilikan saham. Kepemilikan saham lebih dari 50% yang dianggap sebagai induk perusahaan merupakan pemahaman yang dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, dan berkembang hingga saat ini. Kepemilikan saham induk pada anak perusahaan ini tidak menghilangkan status induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri.

Induk perusahaan dan anak perusahaan dianggap satu kesatuan jika dipandang melalui pendekatan ekonomi. Apabila ditinjau secara hukum, maka masing-masing induk dan anak perusahaan tersebut berkedudukan mandiri.


(44)

Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri adalah hubungan lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal kepemilikan saham dalam RUPS.

G. Realitas Bisnis Perusahaan Grup

1. Alasan pembentukan perusahaan grup

Adopsi konstruksi perusahaan grup baik bagi perusahaan nasional maupun multinasional membuktikan bahwa perusahaan grup merupakan bentuk organisasi yang bersifat fleksibel dan menjawab kebutuhan kegiatan dalam skala yang besar. Konstruksi perusahaan grup juga memudahkan permasalahan operasional perusahaan yang berada pada wilayah yurisdiksi yang berbeda.

Secara umum, berikut adalah dua alasan utama pembentukan perusahaan

grup44

a. Upaya mengakomodasi peraturan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan yang mendorong pada pembentukan perusahaan grup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1) Perintah peraturan perundang-undangan. Perintah peraturan

perundang-undangan biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelola kekayaan negara/daerah dari badan usaha milik negara atau daerah. Peraturan perundang-undangan yang berimplikasi pada


(45)

terbentuknya perusahaan grup antara lain terdapat pada peraturan-peraturan berikut ini :

a) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi

Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer yang berimplikasi pada terbentuknya perusahaan grup melalui pemisahan usaha.

b) Surat Menteri Keuangan No.5-326/MK.016/1995 mengenai

konsolidasi tiga pabrik semen milik Pemerintah, yaitu PT. Semen Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik. Konsolidasi terhadap ketiga pabrik milik Pemerintah berimplikasi pada terbentuknya Grup Semen Gresik yang terdiri dari PT. Semen Gresik sebagai induk perusahaan, sedangkan PT. Semen Tonasa, dan PT. Semen Padang sebagai anak perusahaan.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 mengenai pengalihan

kepemilikan seluruh saham Pemerintah pada industri pupuk PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk., dan PT. Petrokimia Gresik yang dialihkan kepemilikannya kepada PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).

d) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan (Persero) PT. Perkebnunan Nusantara III Medan. Peraturan ini berimplikasi pada terbentunya grup BUMN perkebunan yang


(46)

terdiri dari PTPN III sebagai induk perusahaan, sedangkan PTPN I, PTPN II, PTPN IV, PTPN V, PTPN VI, PTPN VII, PTPN VIII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII, PTPN XIII, PTPN XIV sebagai anak perusahaannya.

2) Respons pelaku usaha terhadap escape claused atau aturan

pengecualian yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral yang hanya mengatur sektor usaha atau industri saja. Pembentukan perusahaan grup disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada suatu sektor usaha atau industri untuk menghindari pembatasan yang dipersyaratkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain

a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.

UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas mengatur dua ketentuan yang melarang atau membatasi suatu badan usaha untuk menjalankan lebih dari satu kegiatan usaha migas sebagaimana yang dimaksud, kecuali kegiatan usaha tersebut dijalankan melalui

konstruksi perusahaan grup. Ketentuan escape claused pada

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :

(1) Larangan bagi suatu badan usaha untuk menjalankan kegiatan

usaha hulu dan hilir migas secara bersamaan, kecuali dibentuk


(47)

(2) Pembatasan pengusahaan wilayah kerja migas.45 Dalam hal badan usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja.46

b) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006. Peraturan Bank

Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 memuat ketentuan mengenai escape claused yang berimplikasi pada terbentuknya bank holding company. Tujuan pembentukan bank holding company47

b. Strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi konstruksi

perusahaan grup.

adalah membentuk suatu badan hukum yang dibentuk atau dimiliki oleh pemegang saham pengendali untuk mengonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung aktivitas bank-bank yang merupakan anak perusahaannya.

Suatu perusahaan atau perusahaan grup melakukan ekspansi usaha atau memperkuat posisi strategis di pasar dengan melakukan integrasi vertikal/horizontal atau diversifikasi usaha yang bekerja sama dengan perusahaan lain, baik melalui pengambilalihan saham, kerja sama operasi,

serta joint venture maupun mengalokasikan sebagian kegiatan usaha

melalui pendirian anak perusahaan atau pemisahan usaha.

45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas,

Pasal 13 ayat 1.

46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Pasal 13 ayat 2.


(48)

2. Pembentukan perusahaan grup

Proses pembentukan perusahaan grup dapat dilakukan melalui dua proses

sebagai berikut :48

a. Integrasi vertikal, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali

terhadap input (backward) dan output (forward), ataupun keduanya.

Melalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruhan proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi. Sementara itu, integrasi horizontal, yaitu perluasan operasi usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara menggabungkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama. Praktik integrasi horizontal dilakukan melalui merger dan akuisisi.

b. Diversifikasi, yaitu usaha perusahaan untuk memperluas operasional

dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang berbeda dengan pasar yang berbeda. Ada dua jenis diversifikasi, yaitu

diversifikasi terkait (consentric) atau diversifikasi dalam industri yang

berbeda, tetapi salah satunya berkaitan dengan suatu cara operasional perusahaan yang masih berlangsung, serta diversifikasi tidak terkait atau diversifikasi ke dalam industri yang sama sekali berbeda.


(49)

Sementara itu, pembentukan perusahaan holding dapat dilakukan melalui

tiga prosedur yaitu :49

a. Prosedur residu. Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai

dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal yang berubah menjadi perusahaan induk, yang memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.

b. Prosedur penuh. Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya

tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada proses residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan holding ini dapat berupa :

1) dibentuk perusahaan baru;

2) diambil salah satu dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam

kepemilikan yang sama atau berhubungan;

3) diakuisisi perusahaan yang lain sudah terlebih dahulu ada, tetapi

dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak ada mempunyai keterkaitan satu sama lain.

49 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisinis Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005) (selanjutnya disebut Munir Fuady 2), hlm. 84-89.


(50)

c. Prosedur terprogram. Adakalanya, sudah sejak pelaku bisnis telah sadar akan pentingnya perusahaan holding, sehingga dari awal, para pelaku bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding. Karenanya, perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grup nya adalah perusahaan holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Maka, jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perekembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.

3. Bentuk tanggung jawab perusahaan holding

Pihak pemegang saham pada dasarnya adalah pemilik dari perseroan tersebut, maka banyak hak yang oleh hukum diberikan kepada pemegang saham.

Akan tetapi, yang terpenting diantaranya adalah hak-hak sebagai berikut :50

a. Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);

b. Hak untuk menerima dividen;

c. Hak untuk menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.

Prinsip tanggung jawab badan hukum yang mandiri juga dapat diterobos dengan adanya ikatan-ikatan kontrak, yang memang dimaksudkan sebagai terobosan. Kontrak-kontrak tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu :51

50 Munir Fuady 2, Op.Cit., hlm. 40.


(51)

a. Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat kebendaan

Perusahaan holding dapat melakukan kontrak-kontrak yang bersifat

kebendaan dalam hubungan dengan kegiatan anak perusahaan, sehingga tanggung jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sampai

batas-batas tertentu dapat dibebankan kepada perusahaan holding. Hal ini dapat terjadi

misalnya dalam hal aset-aset dari perusahaan holding yang ikut menjadi collateral

terhadap utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan.

Ikatan kontraktual bersifat kebendaan yang dilakukan oleh perusahaan holding terhadap bisnis anak perusahaan, dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk

sebagai berikut :52

1) Saham-saham anak perusahaan yang dipegang oleh perusahaan holding

digadaikan atau difidusiakan untuk menjamin utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga.

2) Saham-saham perusahaan lain tetapi masih dalam satu perusahaan grup

yang sama, saham-saham mana dimiliki oleh perusahaan holding, kemudian digadaikan atau difidusiakan untuk menjamin utang anak perusahaan.

3) Aset-aset perusahaan holding yang dijaminkan ke kreditur karena

utang yang diambil oleh anak perusahaan, lewat bentuk-bentuk jaminan utang seperti gadai, hipotik, ataupun fidusia.

b. Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat

personal

Kontrak ini dilakukan perusahaan holding terhadap anak perusahaan untuk menjamin utang-utang anak perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara corporate guarantee, personal guarantee, atau garansi terbatas.

Corporate guarantee, perusahaan holding bertujuan untuk menjamin


(52)

utang anak perusahaan terhadap pihak ketiga. Personal guarantee, dapat disebut bahwa pemilik grup konglomerat merupakan pemegang saham pada

perusahaan holding, akan tetapi personal guarantee ini bertujuan untuk

menjamin utang-utang anak perusahaan terhadap pihak ketiga.53 Garansi

terbatas, dalam praktiknya bahwa perusahaan holding maupun pemilik grup usaha konglomerat tidak mau mengambil resiko dengan mempertaruhkan seluruh harta bendanya yang dimiliki oleh grup usaha konglomerat maupun

oleh pribadi konglomerat tersebut.54

Holding company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya. Fenomena holding company dapat dilihat dari banyaknya badan usaha baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang membentuk holding. Bentuk holding company memiliki beberapa keuntungan. Jika dilihat dari sisi finansial, keuntungan yang dapat dipetik adalah kemampuan mengevaluasi dan memilih portofolio bisnis terbaik demi efektivitas investasi yang ditanamkan, optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan perencanaan pajak yang lebih baik. Sementara jika dilihat dari sisi non finansial terdapat

sederet manfaat. Bentuk holding company memungkinkan perusahaan

membangun, mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas dalam sebuah lingkungan multibisnis. Juga

53Ibid., hlm. 131. 54Ibid., hlm. 132.


(53)

menjamin, mendorong, serta memfasilitasi perusahaan induk, anak-anak perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan kinerja. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah membangun sinergi diantara perusahaan yang tergabung dalam holding company serta memberikan support demi terciptanya efisiensi. Dari sisi kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan individual ke dalam

sistem.55

a. Kemandirian resiko

Keuntungan yang diperoleh apabila suatu badan usaha membentuk perusahaan holding adalah sebagai berikut :

Setiap kewajiban, resiko, dan klaim dari pihak ketiga terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat dibebankan kepada anak perusahaan yang lain, walaupun masing-masing anak perusahaan tersebut masih dalam suatu grup usaha, atau dimiliki oleh pihak yang sama.

b. Hak pengawasan yang lebih besar

Perusahaan holding, dalam praktiknya dapat melakukan pengawasan atau

kontrol yang lebih mudah dan efektif, sehingga ikatan grup nya lebih mudah diawasi.

c. Operasional yang lebih efisien

Anak perusahaan dengan induk perusahaan dalam perusahaan holding

dapat saling bekerja sama dan saling berkoordinasi. Misalnya dalam hal promosi bersama, pelatihan bersama, pemanfaatan sumber daya manusia.

55


(54)

Selain itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan tidak overlapping, sehingga dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.

d. Kemudahan sumber modal

Kemungkinan anak perusahaan untuk mendapatkan modal atau dana relatif besar dari pihak ketiga induk perusahaan. Sebagai perusahaan yang belum terlalu dikenal, anak perusahaan bisa mendapatkan kontrak dan pinjaman karena induk perusahaannya sudah dikenal dan dipercaya oleh pihak investor.

e. Keakuratan keputusan yang diambil

Keputusan yang diambil secara sentral oleh perusahaan holding memiliki

tingkat akurasi yang terjamin dan lebih prospektif, karena dari segi kinerja, perusahaan induk dianggap mampu memimpin dan mengonsolidasikan anak-anak perusahaannya.

H. Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Konstruksi Perusahaan Grup di Indonesia.

1. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi

Kesatuan induk dan anak perusahaan berlaku baik terhadap grup investasi maupun grup manajemen. Jika melalui pendekatan secara ekonomi suatu kelompok perusahaan dianggap merupakan suatu kesatuan, maka lain hal nya apabila ditinjau dari segi hukum. Jika melalui pendekatan ilmu hukum diajarkan bahwa sebagai badan hukum, masing-masing induk dan anak perusahaan berkedudukan terpisah satu sama lain. Apabila dicari hubungan antara satu anak


(55)

perusahaan dengan perusahaan lainnya, ataupun perusahaan holding, hubungan yang terjadi adalah lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal RUPS yang secara yuridis mempunyai

kedudukan dan menentukan dalam suatu perusahaan.56 Dengan demikian jelaslah

bahwa pendekatan ekonomi terhadap hubungan antara perusahaan-perusahaan dalam suatu grup konglomerat ternyata berbeda dengan pendekatan dari segi hukum. Di satu sisi, pendekatan secara ekonomi lebih dilatarbelakangi dan didasari oleh kebutuhan dalam praktik bisnis, jadi lebih praktis dan pragmatis, sementara pendekatan yuridis lebih bersifat konvensional, sehingga lebih teoritis.57

Fenomena yang ada dalam dunia bisnis, bahwa perusahaan grup konglomerat cenderung dianggap merupakan suatu kesatuan ekonomi, maka dalam prakteknya ke dalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum anak perusahaan maupun perusahaan holding.

Sebagai konsekuensi logis, berkembanglah teori hukum tentang :58

a. Ikut ditariknya induk perusahaan, maupun anak perusahaan lain dalam

suatu grup dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan.

b. Berwenangnya pihak perusahaan holding dalam batas-batas tertentu untuk

mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.

56Ibid., hlm. 134.

57Ibid., hlm. 135. 58Ibid., hlm. 136.


(56)

Dengan demikian, ikut campurnya perusahaan holding ke dalam bisnis anak perusahaan dapat dilakukan lewat sarana-sarana yuridis yang konvensional, yaitu secara organik (penunjukan organ perusahaan), atau secara kontraktual, maka dalam batas-batas tertentu hukum harus pula mentolerir ikut campurnya

perusahaan holding tersebut secara non konvensional.59

2. Kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan

Sektor hukum memainkan peranan penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan induk perusahaan untuk ikut campur ke dalam dunia bisnis perusahaan dengan kepentingan anak perusahaan dan/atau pihak ketiga untuk membebankan tanggung jawab hukum tertentu kepada induk perusahaan.

Keterkaitan induk dan anak perusahaan tidak menghapuskan pengakuan yuridis terhadap induk atau anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Ketekaitan induk dan anak perusahaan menciptakan kontradiksi antara bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi.

Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai perusahaan grup menyebabkan induk dan anak perusahaan masih diberlakukan sebagaimana status badan hukum masing-masing induk atau anak perusahaan. Bagi induk dan anak perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, hukum perseroan memperlakukan keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus yang terjadi di antara perseroan-perseroan tunggal. Dengan demikian, tergabungnya induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan status badan hukum induk dan anak


(57)

perusahaan. Status badan hukum perseroan tetap sebagai subjek hukum mandiri

atau separate legal entity.

Perseroan terbatas memiliki kemandirian terlepas dari orang perorang yang berada dalam perseroan tersebut. Perseroan memiliki kemandirian yuridis untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, sehingga keuntungan yang diperoleh dianggap sebagai hak dan kekayaan perseroan itu sendiri, sedangkan utang dan kerugian dianggap sebagai beban perseroan itu sendiri.

Latar belakang penerapan prinsip kemandirian suatu perseroan meliputi

relasi internal dan eksternal sebagai berikut :60

a. Hubungan internal perseroan

Hubungan internal perseroan menyangkut distribusi kekuasaan dari pihak-pihak yang memegang kekuasaaan pengambilan keputusan dalam perseroan. Perseroan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan yang bertindak sebagai badan hukum yang mandiri ; dan

b. Hubungan eksternal perseroan

Hubungan eksternal perseroan menyangkut distibusi tanggung jawab hukum dari pihak-pihak yang menjalankan tanggung jawab atas konsekuensi dari perbuatan hukum perseroan. Perseroan merupakan subjek hukum yang memiliki tanggung jawab hukum atas segala resiko dan biaya yang timbul dari kegiatan

bisnis nya, sedangkan pemegang saham dijamin dengan limited liability, atau

tanggung jawab terbatas pada saham yang dimilikinya.

60 Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup di Indonesia, selanjutnya disebut Sulistiowati 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013), hlm. 29.


(58)

3. Keterkaitan induk dan anak perusahaan

Perkembangan dan dominasi dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari legitimasi peraturan perundang-undangan. UUPT telah memberikan legitimasi kepada suatu perseroan untuk memiliki saham pada perseroan lain. Perusahaan memiliki berbagai macam cara untuk menciptakan keterkaitan di antara anggota perusahaan grup, baik melalui kontrak, kepemilikan saham, ataupun kendali dalam penempatan direksi. Keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham ini menjadi alasan keberadaan bagi lahirnya keterkaitan antara induk dan anak perusahaan, baik melalui pendirian perseroan, pengambilalihan saham, pemisahan usaha, maupun joint venture.

Kepemilikan suatu perseroan atas saham pada perseroan lain melahirkan keterkaitan antara induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan dapat menggunakan hak suara dalam RUPS anak perusahaan, mengangkat anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan, ataupun mengalihkan pengendalian terhadap anak perusahaan kepada perseroan lain melalui kontrak pengendalian.

Keterkaitan antara induk terhadap anak perusahaan dalam konstruksi

perusahaan kelompok disebabkan oleh adanya hal-hal berikut ini :61

a. Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan

Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai


(1)

yang terdapat dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999, kegiatan yang dilarang yang terdapat dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999, dan posisi dominan yang terdapat dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999. Perjanjian yang dilarang terbagi atas perjanjian oligopoli, perjanjian penetapan harga, perjanjian pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Kegiatan yang dilarang terdiri dari kegiatan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Sedangkan posisi dominan dapat terjadi karena adanya jabatan rangkap, kepemilikan saham, serta penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan.

3. Perusahaan grup dalam penyelenggaraan perusahaan rentan berbenturan dengan kemungkinan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam penyelenggaraan perusahaan dapat terjadi karena adanya perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan. Kasus yang sering terjadi terkait perjanjian yang dilarang adalah perjanjian penetapan harga, perjanjian pembagian wilayah, perjanjian tertutup, kartel, dan integrasi vertikal. Sedangkan kegiatan yang dilarang yang sering terjadi dalam penyelenggaraan perusahaan adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pangsa pasar, dan persekongkolan. Hal yang paling erat kaitannya dengan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah posisi dominan. Induk perusahaan sebagai pimpinan grup secara tidak langsung memiliki


(2)

posisi dominan tersebut. Posisi dominan ini dapat terjadi melalui kepemilikan saham mayoritas, jabatan rangkap, atau apabila suatu grup menguasai 75% atau lebih pangsa pasar untuk suatu jenis barang atau jasa.

B. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan atas permasalahan yang terdapat dalam skrisp ini adalah :

1. Perlu kiranya, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang memuat secara tegas dan rinci mengenai perusahaan grup atau holding company. UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas belum memuat aturan mengenai perusahaan grup. Kegiatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi sekarang ini dianggap sebagai ketidakjelasan payung hukum bagi perusahaan grup.

2. Perusahaan grup, baik induk perusahaan maupun anak perusahaan harus menerapkan self integrity dan memiliki kesadaran untuk membangun iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia.

3. KPPU sebagai lembaga pengawas hukum persaingan harus menjadi lembaga yang independen yang tidak terikat dengan pihak manapun, baik dari segi regulasi maupun ekonomi. Hal ini bertujuan untuk menjaga independensi KPPU dari intervensi pihak-pihak diluar KPPU. KPPU yang independen dan bersih akan menciptakan suasana baru di dunia persaingan usaha Indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1999.

Fuady, Munir. Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2002.

. Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2005.

Prasetya, Rudi. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2001.

____________. Perseroan Terbatas : Teori dan Praktik. Jakarta : Sinar Grafika. 2011.

Hartono, Sri Rejeki. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung : Mandar Maju. 2000.

Sirait, Ningrum Natasya. Hukum Persaingan di Indonesia. Medan : Pustaka Bangsa Press. 2004.

_____________________. Kumpulan Tulisan : Berbagai Aspek Mengenai Hukum Persaingan. Medan : Pustaka Bangsa Press. 2004.

Sulistiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Erlangga. 2010.

_________. Tanggung Jawab Hukum pada Perusahaan Grup di Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2013.

Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha. Bogor : Ghalia Indonesia. 2004. Margono, Suyud. Hukum Anti Monopoli. Jakarta : Sinar Grafika. 2009.

Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2004.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2003.


(4)

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2006.

Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2005.

Griffin, Stephen. Company Law Fundamental Principles. US : Pearson Education Limited. 2005.

Ginting, Elyta Ras. Hukum Anti Monopoli Indonesia. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. 2001.

Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha : Teori dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2012.

Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao. Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia. 2010.

Silalahi, M. Udin. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya. Yogyakarta : CICODS FH-UGM. 2009.

Hermansyah. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta : Kencana. 2009.

Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga. Hukum Acara Persaingan Usaha. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2005.

B. Peraturan-Peraturan

Wetboek van van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.


(5)

Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia.

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-L/2002 tentang Cineplex.

Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 tentang Monopoli Telkomsel dan Kepemilikan Silang Temasek.

C. Kamus

Oxford. Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition. Oxford : Oxford University Press. 2003.

ELIPS. Kamus Hukum Ekonomi Elips. Jakarta : Proyek ELIPS. 1997.

D. Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Lubis, Bin Ars, “Hubungan Hukum Antara Induk Perusahaan Yang Berbentuk PT (Persero) Dengan Anak Perusahaan (Studi Kasus PTPN III)”, (Skripsi: Universitas Sumatera Utara, 2012).

Iskandar, Verry, “Pengambilalihan Saham Oleh Perusahaan Terafiliasi Dikaitkan Dengan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”, (Tesis: Universitas Sumatera Utara, 2009).

E. Website

Nuzril, Ahmad Shofin. “Posisi Dominan”.

(diakses

tanggal 3 April 2015.

Wijayantara, Satya. “FSP BUMN Bersatu cabut Laporan dugaan monopoli

Temasek ke KPPU”.

April 2015).

Budiyana. “Anotasi Kasus Temasek”.


(6)

Canes, Herlisah. “Dukung Whistleblowing System Untuk Tata Kelola Perusahaan Yang Lebih Baik”. http://herlisahcanes.blogspot.com/2013/06/dukung-whistleblowing-system-untuk-tata.html (diakses tanggal 10 Mei 2015). Solihin. “, Cegah Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Jabar dan

KPPU sepakati MoU Kerjasama”.

(diakses tanggal 10 Mei 2015).

Adi Krisanto, Yakub. “Prinsip Rule of Reason dan Per Se Illegal”.

Anonim. “Hukum Persaingan Usaha”. (diakses tanggal 28 April 2015).

Anonim. “Holding Company”.

Anonim. “Relevant Market”. (diakses tanggal 21 Juni 2015).

Anonim. “Periode Revitalisasi Peran KPPU”.