rakyat dalam proses politik, bukan sekedar pada tataran formulasi bagi keputusan- keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik, tetapi
terlibat juga dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut.
Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara
atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, di negara – negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi
masyarakat, lebih baik. Dalam alam pikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin
melibatkan diri dalam kegiatan – kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat
ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan.
6
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas ini penulis tertarik memilih judul : ”BUDAYA POLITIK DAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT” Studi kasus:
budaya politik dan partisipasi politik masyarakat Desa Aek Tuhul, Kecamatan Batunadua Kota Padangsidempuan.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka perumusan masalah adalah: Seberapa besar pengaruh Budaya Politik
6
Miriam Budiardjo, op.cit, hal 369
dalam hal partisipasi politik masyarakat terkait dengan pilihan politiknya di dalam pemilu legislatif 2009.
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui sejauh mana Budaya Politik berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat pada pemilu legislatif 2009.
2. Untuk mengetahui masalah partisipasi politik masyarakat di Desa Aek
tuhul Kec. Batunadua Padangsidempuan. 3.
Sebagai Syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat
kepada semua pihak yang secara umum yaitu:
1. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana latihan dalam
menuangkan gagasan dan pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
2. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di
bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya mengenai studi tentang perilaku pemilih
3. Sebagai referensi bagi penelitian lain yang mendalami permasalahan tentang
partisipasi politik.
5. Kerangka Teori
Unsur penelitian ini memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah, maka di perlukan beberapa
teori yang sangat relevan dengan permasalahan yang dimana teori – teori merupakan serangkaian konsep, defenisi, dan proposi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Dalam teori ini penulis akan memaparkan teori – teori yang merupakan
landasan berpikir masalah – masalah penelitian yang sedang disoroti.
5.1. Teori Budaya Politik
5.1.1. Pengertian Budaya Politik
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap
orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem
itu.
7
Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan,
bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol- simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki.
Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.
8
Dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua manfaat, yakni: 1 sikap-sikap warga Negara terhadap sistem politik akan
7
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Dalam Buku, Budaya Pollitik, tingkah laku politik dan demokrasi di lima Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1990. Hal 13.
8
Arifin Rahman. Sistem Politik Indonesia , LPM IKIP Surabaya, 1998 hal, 32.
mempengaruhi tuntutan -tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya terhadap sistem politik itu; 2 dengan memahami hubungan antara
budaya politik dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatan dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
pergeseran politik dapat di mengerti. Budaya politik selalu inhern pada setiap masyarakat yang terdiri dari sejumlah individu yang hidup dalam sistem politik
tradisional, transnasional, maupun modern. Almond dan Verba melihat bahwa pandangan tentang obyek politik, terdapat tiga komponen yakni komponen
kognitif, efektif, dan evaluatif.
Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada
politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor
dan pe-nampilannya.
Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik
yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Oleh karena itu kebudayaan politik adalah bagian dari kebudayaan suatu
masyarakat. Dalam kebudayaannya sebagai sub kultur, kebudayaan politik dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat secara umum. Kebudayaan politik
menjadi penting di pelajari karena ada dua sistem :
Pertama : Sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan
pelaksanaan sistem politik. Sikap orientasi politik sangat mempengaruhi bermacam-macam tuntutan itu di utarakan, respon dan dukungan terhadap
golonganm elit politik, respons dan dukungan terhadap rezim yang berkuasa.
Kedua : dengan mengerti sikap hubungan antara kebudayaan politik dan
pelaksanaan sisitemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang lebih membawa perubahan sehingga sisitem politik lebih demokratis dan stabil.
9
Alfian, menganggap bahwa lahirnya kebudayaan itu sebagai pantulan langsung dari keseluruhan sistem sosial-budaya masyarakat. Hal ini terjadi
melalui proses sosialisasi politik agar masyarakat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai lain yang hidup dalam masyarakat itu, seperti nilai-nilai
sosial budaya dan agama.
10
5.1.2. Bentuk-bentuk budaya Politik
Tipe Budaya Politik
1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks,
menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi
ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”. a. Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila
terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar
emosi. b. Budaya Politik Toleransi
9
A.Rahman H.I. Sistem politik Indonesia Yogyakarta; Graha Ilmu, 2007 hal 269.
10
Alfian, dalam buku sistem politik Indonesia. Oleh: Arifin Rahman, LPM IKIP, Surabaya 1998 hal 35.
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka
pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat men¬ciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik.
Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap
tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas : a.
Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan
kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan,
bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang
hal-hal yang baru atau yang berlainan bertentangan. Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis
terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan
keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif Struktur
mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi,
kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap
sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim¬pangan. Tipe akomodatif dari
budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan
pemecahan yang lebih sempurna.
1. Berdasarkan Orientasi Politiknya
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan
karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud
dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
a. Budaya Politik parokial parochial political culture yaitu tingkat partisipasi
politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif misalnya tingkat pendidikan relatif rendah. menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah
atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas acapkali pelaku politik sering memainkan peranannya
seiring dengan diferiensiasi, maka tidak terdapat peranan politik yang bersikap khas dan berdiri sendiri. Yang menonjol dalam budaya politik adalah kesadaran
anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan\kekuasaan politik dalam
masyarakat b.
Budaya Politik kaula subyek political culture yaitu masyarakat
bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. anggota masyarakat mempunyai minat perhatian,
mungkin juga kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama pada aspek outputnya. Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk
memberikan input politik boleh dikatakan nol. Posisi sebagai kaula merupakan posisi yang pasif dan lemah. Mereka menganggap dirinya tidak berdaya
mempengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karena itu menyerah saja pada
kepada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan c.
Budaya Politik partisipan participant political culture, yaitu budaya politik
yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Masyarakat dalam budaya ini memiliki sikap yang kritis untyuk memberi penilaian terhadap
sistem politik dan hampir pada semua aspek kekuasaan. d.
Budaya Politik campuranmixed political cultures yaitu gabungan
karakeristik tipe-tipe kebudayaan politik yang murni.
11
5.1.3. Budaya Politik Masyarakat dan Partisipasi
11
Http : mjieshool. Multiply. Comjurnalitem30Badaya Politik.
Budaya politik terdiri dari serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatar belakangi situasi dimana suatu peristiwa politik
terjadi.
12
Dalam sistem itu terdapat cukup banyak aktivis politik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai politik dan kehadiran pemberi suara yang
besar, maupun publik peminat politik yang kritis yang mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan dan pemerintahan dan kelompok-kelompok
Orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, paling tidak dalam pemberian suara voting, dan memperoleh informasi cukup
banyak tentang kehidupan politik kita sebut berbudaya politik partisipan. Orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan
dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan, kita sebut dalam pemilihan subyek.
Golongan ketiga adalah orang-orang yang sama sekali tidak menyadari atau mengabaikan adanya pemerintahan dan politik. Mereka ini mungkin buta
huruf, tinggal di desa yang terpencil, atau mungkin nenek-nenek tua yang tidak tanggap terhadap hak pilih dan menggungkung diri dalam kesibukan
keluarga. Orang-orang dari golongan ketiga ini kita sebut budaya politik parokial. Tiga model tentang kebudayaan politik, atau tentang orientasi
terhadap pemerintahan dan politik. Model pertama adalah masyarakat demokratik industrial. Dalam sistem ini jumlah partisipan mencapai 40-60
dari penduduk dewasa. Jumlah subyek kurang lebih 30, sedang golongan parokial kira-kira 10. Gambaran ini tidak luar biasa di masyarakat
demokratik industrial.
12
Ronald H. Chilcote, Teori perbandingan politik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004 hal 11.
pendesak yang mengusulkan kebijaksanaan-kebijaksanan baru dan melindungi kepentingan khusus mereka.Model kedua adalah sistem otoriter hanya
sebagian industrial dan modren seperti Portugal. Meskipun terdapan organisasi politik beberapa partisipasi politik, seperti mahasiswa dan kaum
intelektual, menentang sistem itu dan berusaha merubahnya melalui tindakan- tindakan persuasif. Kelompok-kelompok terhormat seperti pengusaha,
kelompok gereja, dan tuan tanah mendiskusikan masalah-masalah pemerintahan, serta ikut aktif dalam kegiatan lobbying. Tetapi sebagian besar
rakyat dalam sistem itu hanya sebagai subyek yang pasif, mengakui pemerintah dan tunduk pada hukumnya, tetapi tidak melibatkan diri dalam
urusan pemerintahan.Model ketiga adalah sistem demokratis pra-industrial seperti republik Dominika yang sebagian besar Warganegaranya buta huruf di
pedesaan dan buta huruf. Dalam negara semacam ini hanya terdapat sedikit sekali partisipan yang
terutama terdiri dari profesional terpelajar, usahawan, dan tuan tanah, sejumlah besar pegawai, buruh, dan petani bebas secara langsung terpengaruh
atau terkena oleh perpajakan dan kebijaksanaan resmi pemerinth lainnya. Tetapi kelompok warganegara yang paling besar terdiri dari kelompok tani
yang buta huruf, yang pengetahuannya tentang dan keterlibatannya dalam kehidupan politik dan pemerintahannya sangat sedikit. Kesadaran kelas
merupakan sekumpulan sikap-sikap yang sangat mempengaruhi struktur dari sistem kepartaian dan stabilitas pemerintah. Motivasi untuk berpartisipasi atau
sikap-sikap yang berkaitan dengan kehendak untuk maju terus, untuk memperoleh kecakapan, dan untuk mengumpulkan kekayaan material adalah
sangat penting dalam modernisasi ekonomi dan politik. Kolompok penduduk yang mau memperbaiki keadaannya sendiri cenderung untuk berhasil dalam
mengumpul modalkan untuk investasi dalam mencapai pertumbuhan tingkat ekonomi yang sangat tinggi, atau dalam mengembangkan pendidikan dirinya
sendiri.
13
5.2. Teori Partisipasi
5.2.1. Pengertian partisipasi Politik
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah public policy. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, mengadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepebtingan, mengadakan hubungan
contatcting dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya
14
1. Keith Fauls
. Berikut disajikan Pendapat beberapa ahli.
Dalam bukunya, Political Sociology: A Criticical Introduction, Keith
Fauls 1999:133 memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan secara aktif the active engage ment dari individu atau kelompok ke dalam
13
Mohtar Mas’oed, Colin MacAndrews, Perbandingan sistem Politik, Yogyakarta : Gadja Mada University Press,2001, hal 42
14
Miriam Budiharjo, op,cit,hal 1-2
proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah.
15
2. Herbert McClosky dalam International Encyclopedia of the Social