lebih tinggi akan mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam proses penetapan sasaran.
2.1.2 Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi dan mendorong orang lain untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan
aspek pengelolaan yang penting dalam sebuah organisasi. Kemampuan untuk memimpin secara efektif sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah organisasi
mencapai tujuan. Dalam usahanya mencapai tujuan tersebut maka ia haruslah mempunyai pengaruh untuk memimpin para bawahannya. Kreitner dan Kinicki
2005, mengutip definisi kepemimpinan menurut beberapa pendapat para ahli mengenai kepemimpinan antara lain :
1. Kepemimpinan menurut Davis adalah “suatu upaya penggunaan jenis
pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu”.
2. Menurut Blanchard, Kepemimpinan adalah “proses dalam mempengaruhi
kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam situasi tertentu”.
3. Selanjutnya Koontz et. al, ”Kepemimpinan adalah suatu pengaruh seni atau
proses, mempengaruhi orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan penuh kemauan dan antusias”.
Universitas Sumatera Utara
Dari ketiga definisi tentang kepemimpinan yang tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan sebagai pemberi dorongan
atau motivator mengarahkan kegiatan-kegiatan bersama orang yang mampu memperhatikan kepentingan bawahan penentu hubungan kerjasama. Disamping
kecakapan dan kemampuan dari pemimpin dan bawahan dipengaruhi oleh kesediaan dari para anggota pelaksana untuk berkorban dan berusaha prestasi dari pemimpin
dan kesediaan bekerja di pihak pelaksana sangat dipengaruhi oleh situasi yang melandasi kerja mereka.
Dengan demikian timbul pertanyaan : mengapa bisa menjadi pemimpin sedangkan orang lain tidak? Kalau demikian seorang pemimpin itu mempunyai
pembawaan sejak lahir ataukah bisa dibentuk lewat latihan, pendidikan atau apapun namanya? Berbagai studi tentang kepemimpinan bisa dikelompokan menjadi tiga
pendekatan. Menurut Robbins 2001 membahas tiga pendekatan utama dalam kepemimpinan yaitu :
1. Trait Theory Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa kita menemukan sejumlah ciri-
ciri dari pemimpin yang efektif. Jadi kebanyakan riset dirancang untuk mengidentifikasi ciri khas personal lainnya dari pemimpin yang berhasil baik. Teori
ini tidak popular karena mereka tidak menjelaskan proses awal sampai saat seseorang menjadi pemimpin yang berhasil. Teori ini hanya menyimpulkan karakterisik yang
dimilikinya seseorang yang berhasil menjadi pemimpin kemudian disesuaikan dengan sifat-sifat yang ada didalam teori kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
2. Behavior Theories Teori kepemimpinan yang mengatakan bahwa seorang pemimpin mempunyai
perilaku yang spesifik dan karena itulah yang membedakan seorang pemimpin dengan bukan pimpinan.
3. Situational Theories Dari situasional tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang efektif harus memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam organisasi. Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka
diperlukan kemampuan dari pemimpin untuk mengadaptasi gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Dari uraian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kepemimpinan yang merupakan suatu tindakan dan perilaku seseorang dalam mempengaruhi orang lain
harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya agar tujuan organisasi dapat benar-benar tercapai.
Fungsi kepemimpinan menurut Robbins 2001 dibagi dua yaitu: 1. Fungsi pemecahan masalah atau fungsi yang bertalian dengan tugas dapat
mencakup fungsi-fungsi memberi saran pemecahan dan memberi informasi dan pendapat.
2. Fungsi pembinaan kelompok atau fungsi sosial meliputi segala sesuatu yang membantu kelompok beroperasi secara lancar.
Pendapat lain tentang fungsi kepemimpinan diungkapkan oleh Davis dan Newstrom 1990, mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
sebagai berikut : “Fungsi kepemimpinan adalah mengajak atau menghimbau semua bawahan atau pengikut agar dengan penuh kemauan untuk memberikan sumbangan
dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan para bawahan itu secara maksimal”.
Dari kedua definisi tentang fungsi kepemimpinan diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi kepemimpinan merupakan dorongan dari atasan untuk
membantu bawahan baik dalam bentuk informasi, saran, pendapat maupun pemecahannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Dalam fungsinya sebagai penggerak organisasi pemimpin langsung berhadapan dengan bawahan sebagai pelaksana pekerjaan. Untuk itu seorang
pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada bawahan sehingga pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan dapat tercapai dengan sebaiknya. Mengingat
peranan vital seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahan maka timbul pemikiran diantara para ahli manajemen untuk bisa lebih jauh mengungkapkan
peranan apa saja yang menjadi beban dan tanggung jawab pemimpin dalam mempengaruhi bawahan.
Peranan seorang pemimpin pada dasarnya merupakan penjabaran serangkaian fungsi kepemimpinan. Dalam mewujudkan peranan tersebut tentunya diperlukan
kemampuan sebab berbagai macam peranan tersebut tidak dengan sendirinya akan berfungsi apabila tidak didukung oleh adanya kemampuan dari pemimpin itu sendiri.
Dengan demikian peranan kepemimpinan pada hakekatnya merupakan serangkaian tugas-tugas atau bagaimana posisi seorang pemimpin dalam
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi atau menggerakan bawahan sehingga dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran bawahan berperilaku mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
Sheltom, 1998. Sederetan peranan kepemimpinan tersebut dapat diwujudkan dengan sebaik-
baiknya sudah barang tentu diperlukan berbagai kondisi dan situasi tertentu. Kepemimpinan akan efektif apabila penampilan pemimpin itu sendiri didukung
penguasaan dan pengamalan yang selalu mampu menciptakan kesimbangan antara perilaku atau gaya kepemimpinannya dengan tingkat perkembangan
kedewasaankematangan bawahan. Keberhasilan seorang pemimpin juga dipengaruhi oleh gaya yang dianut
didalam kepemimpinannya. Beberapa gaya kepemimpinan menurut Leland P. Bradford dan Ronald Lippit dalam Mintorogo 1996, merumuskan tiga gaya
kepemimpinan sebagai berikut : 1. Pemimpin yang bergaya otokratik :
a. Ia terlalu menyadari kedudukannya
b. Ia kurang mempercayai anggota atau anak buahnya
c. Ia memberi perintah dan menuntut untuk dilaksanakan. Tidak ada penjelasan
dan tidak memberi kesempatan kepada anggota atau anak buah untuk bertanya mengapa.
d. Ia berasumsi bahwa anggota atau bawahan tidak mempunyai tanggung jawab.
e. Mereka semata-mata melaksanakan perintah atasan.
f. Ia beranggapan bahwa upah adalah satu-satunya faktor untuk memotivasi.
Universitas Sumatera Utara
g. Ia beranggapan bahwa prestasi anggota atau anak buah akan baik kalau
diawasi dan akan menurun manakala tidak diawasi oleh atasan. 2. Pemimpin yang bergaya laissez faire :
a. Ia tidak mempunyai percaya diri sebagai seorang pemimpin
b. Ia tidak menetapkan tujuan untuk kelompok
c. Ia membiarkan keputusan dibuat oleh siapa saja dalam kelompok yang
menghendakinya. d.
Akibat sikapnya, produktivitas pada umumnya rendah e.
Akibat sikapnya, kelompok menjadi tidak berminat pada tugasnya atau pekerjaannya.
f. Akibat sikapnya, motivasi kerja dan kerja tim pada umunya menjadi rendah.
3. Pemimpin yang bergaya demokratik a.
Keputusan dibuat bersama antara manajer dan kelompok b.
Ia terbuka terhadap kritik c.
Ia membuat rasa tanggung jawab berkembang dalam kelompok d.
Ide-ide baru dan perubahan yang positif dari kelompok diterima dengan baik oleh manajer
e. Dalam hal ia membuat keputusan sendiri, selalu memberi penjelasan
alasannya f.
Pada umumnya kelompok merasa berhasil di bawah pimpinan yang bergaya demokratik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Decoster dan Fertakis 1968 gaya kepemimpinan dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu; Pertama, struktur inisiatif initiating structure yang
menunjukkan perilaku pemimpin yang dihubungkan dengan kinerja pekerjaan. Kedua, gaya kepemimpinan pertimbangan consideration yang menunjukkan
hubungan dekat, saling mempercayai dan saling memperhatikan antara pimpinan dan bawahan. Sedangkan menurut pendekatan teori path-goal seseorang pemimpin
membutuhkan fleksibilitas dalam menggunakan gaya apapun yang sesuai dengan situasi tertentu.
Salah satu pendekatan kepemimpinan yang paling disenangi adalah teori jalur sasaran path-goal theory yang dikembangkan oleh Halim 2004. Dalam teori path-
goal menjelaskan dampak perilaku pemimpin pada motivasi bawahan, kepuasan dan kinerjanya Luthans, 2006 dan pemimpin diharapkan dapat mengubah perilakunya
agar sesuai dengan situasi, dimana pemimpin tidak hanya menggunakan gaya yang berbeda tetapi menggunakan gaya yang berbeda pada bawahan yang sama pada
situasi yang berbeda Daft, 2001. Menurut teori jalur tujuan, perilaku pemimpin dapat diterima ketika para
karyawan memandangnya sebagai suatu sumber kepuasan, dimana bawahan secara aktif akan mendukung pemimpinnya selama dia memandang bahwa tindakan
pemimpin dapat meningkatkan tingkat kepuasannya Hughes, dkk, 1999. Selain itu perilaku pemimpin adalah memberikan motivasi, sampai tingkat mengurangi
halangan jalan yang menganggu pencapaian tujuan, memberikan panduan dan
Universitas Sumatera Utara
dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan dan mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan Hughes, dkk, 1999.
Gaya kepemimpinan yang diidentifikasi oleh Halim 2000 adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan yang direktif mengarahkan, memberikan panduan kepada
para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar
kinerja. 2.
Kepemimpinan yang suportif mendukung, menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan karyawan, bersikap ramah dan dapat
didekati, serta memperlakukan para bawahan sebagai orang yang setara dengan dirinya.
3. Kepemimpinan partisipatif, berkonsultasi dengan para karyawan dan secara
serius mempertimbangkan gagasan mereka pada saat pengambilan keputusan. 4.
Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian, mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan
yang menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan.
Halim 2000 mengemukakan bahwa dalam model path-goal terdapat dua kelompok variabel kontigensi yaitu faktor bawahan dan faktor lingkungan. Faktor
bawahan berupa Locus of Control, pengalaman dan kemampuan yang dirasakan Daft, 2001. Sedangkan faktor lingkungan berupa struktur tugas, sistem otoritas
Universitas Sumatera Utara
formal dan kelompok kerja meliputi tingkat pendidikan dan kualitas hubungan diantara pemimpinan dan bawahan Daft, 2001.
2.1.3 Komitmen Organisasi