usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk, maksudnya arti dari komitmen menjelaskan perbedaan hubungan antara
anggota organisasi dan entitas lainnya salah satunya organisasi itu sendiri. b melibatkan usaha untuk memisahkan diantara berbagai entitas dimana individu
berkembang menjadi memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible namun dapat menjelaskan definisi dari komitmen, bagaimana proses
perkembangannya dan bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi. Sebelum munculnya kedua pendekatan tersebut, ada suatu pendekatan lain
yang lebih dahulu muncul dan lebih lama digunakan yaitu pembedaan berdasarkan attitudinal commitment atau pendekatan berdasarkan sikap dan behavioral
commitment atau pendekatan berdasarkan tingkah laku. Pendekatan ini dikembangkan Mowday, Porter Steers dalam Katrina, 2008.
Komitmen terhadap organisasi merupakan suatu dimensi perilaku yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan para karyawan untuk bertahan pada suatu
perusahaan. Membuat karyawan agar memiliki komitmen yang tinggi adalah sangat penting, terutama pada perusahaan-perusahaan non profit yang skala gaji
karyawannya tidak kompetitif, seperti pada perusahaan manufaktur Munandar dalam Gendhus, 2008.
2.1.4 Kinerja Manajerial
Sangat sulit dalam membuat suatu pengertian yang baku tentang kinerja performance, karena kinerja ini tidak dapat diukur secara pasti. Kinerja hanya dapat
Universitas Sumatera Utara
diberi batasan secara abstrak dan penjabarannya diperlukan kejelian dan ketelitian yang tinggi. Kesulitan dalam menilai kinerja seseorang terletak pada sudut pandang
yang berbeda antara seseorang dengan orang lainnya. Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan
pekerjaan Frucot dan Shearon, 1991. Pada organisasi yang menggunakan desentralisasi ke unit-unit yang dibentuknya, pencapaian kinerja unit diharapkan
dapat mempengaruhi kinerja secara keseluruhan. Dengan asumsi strategi yang diterapkan pada sub unit, sesuai dengan situasi dan kondisi eksternal dan internal
dilingkungan organisasi tersebut Mia dan Clarke, 1998. Supomo 1998 mendefinisikan kinerja adalah sebagai sesuatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan, dan kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian ini jelaslah bahwa kinerja dapat dilihat dan diukur dari berbagai sudut jika dihubungkan
dengan pengertian prestasi yang diperlihatkan. Prestasi kantor dinas pemerintahan dapat dilihat dari tingkat penyelesaian tugas-tugas penganyoman masyarakat.
Jika pekerjaan dan tugas-tugas penting sudah digambarkan, kriteria kinerja dapat dikembangkan. Kriteria adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja
seseorang pemegang jabatan, suatu tim, suatu unit kerja. Secara bersama-sama, dimensi-dimensi itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan
tim guna mencapai strategi organisasi. Randall 1999 mengemukakan diperlukan tiga jenis dasar kriteria kinerja
yang lazim diketahui untuk dapat menilai kinerja sesorang. Pertama, kriteria
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan sifat. Kriteria ini memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan
memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan pada apa yang dicapai atau tidak dicapai
seseorang dalam pekerjaan. Meskipun instrument-instrumen penilaian berdasarkan sifat dapat diciptakan
dengan mudah, instrumen-instrumen itu mungkin bukan indikator kinerja pekerjaan yang valid. Menurut penulis yang dinilai sebagai kinerja harus dikaitkan langsung
dengan pekerjaan. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli yang menyatakan bahwa hubungan antara sifat dan kinerja terlalu lemah, atau paling tidak sulit ditetapkan
secara jelas karena sifat sulit didefinisikan. Bagi satu orang, keandalan berarti datang dan pulang dari kantor tepat waktu setiap hari, bagi orang lain bisa berarti bekerja
sampai larut bila pimpinan memintanya, bagi orang ketiga, bisa berarti tidak memamfaatkan waktu istirahat. Karena soal itu, ukuran kinerja berdasarkan sifat
umumnya tidak dapat diandalkan. Kedua, kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan
dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Karena organisasi berjuang menciptakan suatu budaya
dimana keragaman dihargai dan dihormati, kriteria keperilakuan terbukti bermanfaat untuk memantau apakah para pekerja mencurahkan cukup banyak usaha untuk
mengembangkan diri. Ketiga, dengan makin ditekankan produktivitas, kriteria berdasarkan hasil semakin populer. Kriteria ini berfokus pada apa saja yang telah
Universitas Sumatera Utara
berhasil dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek-aspek kritis
pekerjaan yang penting seperti kualitas, yang mungkin sulit dikuantifikasi. Tanpa memandang tipe kriteria mana yang diukur dalam proses penilaian,
sistem manajemen kinerja menjadi strategis sejauh kriteria-kriteria ini dihubungkan secara jelas dengan sasaran organisasi. Hubungan ini hampir selalu membutuhkan
lompatan inferensial bersifat keputusan. Aspek penting dalam organisasi pemerintah dalam pengukuran kinerja, yang
perlu diperhatikan adalah efisiensi, efektif, dan ekonomis. Menurut Mardiasmo 2002, Efisiensi adalah rasio output terhadap input. Efektif merupakan hubungan
antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang ditetapkan. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan oleh sub unit pada objek unit, maka sub unit
tersebut dikatakan efektif. Ekonomis merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Menurut Covin dan Slevin 1988 yang dalam Miah dan Mia 1996, menyatakan bahwa penilaian kinerja dengan menggunakan persepsi atas kinerja dari
individu yang terlibat pada aktifitas organisasi dapat berfungsi sebagai substitusi dari pengukuran kinerja atas data sebenarnya. Hal ini yang mendasari penggunaan item
kuesioner pada penelitian Miah dan Mia 1996. Tim studi pengembangan sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah AKIP,
yang dibentuk Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
membuat panduan tentang penerapan good governance pada organisasi sektor publik di Indonesia, mendefinisikan kinerja sebagai kondisi yang harus diketahui dan
diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi, dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta
mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil LAN dan BPKP, 2000.
Gul 1991, yang dikutip dari buku petunjuk pengukuran kinerja instansi pemerintah, menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan
mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi mission accomplisment, melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu
proses. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan kinerja yaitu: sebagian organisasi
menghubungkan pembayaran dengan kinerja, sebagian lainnya menggunakan informasi kinerja terutama sebagai perangkat manajemen yang digunakan secara
kontinyu untuk meningkatkan operasi mereka, dan sebagian lain mengkaitkan pembelanjaan mereka dengan hasilnya. Organisasi yang paling entrepreneurial
berusaha untuk melakukan ketiga-tiganya Dunk dan Gaebler, 1989. 2.2
Review Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan dengan berbagai hasil temuan. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dimuat
dalam tabel 2.1. di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti
Judul Variabel
Hasil Temuan 1
Brownell, P dan M.
Mc.Innes 1986
Budgetary Participation, Motivation, and
Managerial Performance
Budgetary participation X1
Motivation X2
Managerial performance Y
Secara langsung partisipasi anggaran memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja manajerial. Sebaliknya motivasi kerja berkorelasi
negative dengan kinerja manajerial.
2 Ariadi, D
2006 Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja manajerial
Anggaran partisipatif X1
Budaya organisasi X2
Gaya Manajemen X3
Motivasi Kerja
X4
Kinerja manajerial Y2
Kepuasan kerja
Y2 Secara langsung anggaran partisipatif
memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja manajerial dan terhadap
kepuasan kerja memiliki pengaruh positif. Sedangkan secara simultan
maupun secara parsial anggaran partisipatif memiliki pengaruh
terhadap kinerja manajerial dan kepuasan kerja melalui budaya
organisasi, gaya manajemen, dan motivasi kerja.
3 Alfar, R
2006 Pengaruh Partisipasi
Manajer dalam Penganggaran Terhadap
Kinerja Manajerial dengan Budgetary Slack sebagai
Variabel Intervening
Partisipasi manajer dalam
penganggaran X1
Kinerja manajerial Y2
Budgetary slack X2, Y1
Ada pengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial baik secara
langsung maupun melalui budgetary slack sebagai variabel intervening.
4 Noor, W
2007 Desentralisasi dan Gaya
Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating
Dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan
Anggaran dan Kinerja Manajerial
Partisipasi penyusunan
anggaran X1
Desentralisasi X2
Gaya kepemimpinan
X3
Kinerja manajerial Y
Ada pengaruh positif signifikan antara variabel dependen kinerja manajerial
dengan variabel independent partisipasi penyusunan anggaran dan
kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dengan faktor
kontijen desentralisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja
manajerial tidak signifikan.
5 Irene S.
Manurung, 2008
Pengaruh Locus of Control dan Gaya Kepemimpinan
Terhadap Hubungan Partisipasi Anggaran dan
Kesenjangan Anggaran Dengan Kinerja Aparat
Dinas Pendidikan Nasional Pemerintahan Kabupaten
Simalungun
Partisipasi anggaran X
PA
Kesenjangan
anggaran X
KA
Locus of Control
X
LO
Gaya kepemimpinan
X
GK
Kinerja aparat Y
K
Baik dengan menggunakan variabel moderasi locus of control maupun
tanpa variabel moderating, bahwa secara bersama-sama partisipasi
anggaran dan kesenjangan berpengaruh terhadap kinerja aparat
Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Simalungun.
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2009
Universitas Sumatera Utara
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS