1
I. PENDAHULUAN
Kegiatan budidaya perikanan merupakan kegiatan yang telah lama berkembang dan memiliki prospek usaha cukup menjanjikan. Hal ini terkait
dengan adanya peningkatan produksi akuakultur yang menargetkan sasaran produksi ikan sebesar 353, yaitu 5,37 juta ton pada tahun 2010 sampai
16,89 juta ton pada tahun 2014 DJPB 2010. Peningkatan produksi akuakultur tersebut perlu ditunjang dengan peningkatan ketersediaan pakan terutama pakan
alami yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembenihan. Pemberian pakan alami sangat baik untuk larva atau benih ikan dikarenakan pakan alami tidak
membahayakan kehidupan ikan, tidak mencemari lingkungan, ukurannya yang kecil mudah dimakan oleh benih ikan, dan gerakan atau warnanya dapat
merangsang ikan untuk memangsa Isnansetyo dan Kurniastuty 1995. Salah satu pakan alami yang cukup baik dalam kegiatan pembenihan yaitu cacing
oligochaeta. Cacing oligochaeta memiliki kandungan gizi cukup tinggi yang terdiri dari 65 protein, 15 lemak, dan 14 karbohidrat Ajiningsih 1992.
Cacing oligochaeta berasal dari filum Annelida, kelas Clitelata, dan Subkelas Oligochaeta. Kebanyakan Oligochaeta merupakan spesies akuatik yang
biasa hidup di air tawar. Di perairan alami, cacing oligochaeta akuatik terdiri dari berbagai spesies antara lain: Tubifex sp., Lumbriculus sp., Limnodrilus sp.,
Branchiura sowerbyi, Haplotaxis sp., Aulophorus furcatus, dan Dero limnosa Suwignyo et al. 2005. Berbagai spesies oligochaeta tersebut lebih dikenal oleh
masyarakat dan pembudidaya ikan dengan sebutan cacing sutra. Produksi cacing oligochaeta selama ini hanya didominasi oleh hasil
tangkapan alam. Produksi dengan cara tersebut relatif memiliki kelemahan yaitu ketersediaannya yang selalu berfluktuatif tergantung jumlahnya di alam. Menurut
Findy 2011, rata-rata biomassa cacing oligochaeta di selokan pengumpulan cacing bisa mencapai 2,2 kgm
2
. Namun, kondisi tersebut tentu saja berbeda-beda untuk setiap daerah. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi limbah organik yang
terdapat pada sungai di daerah tersebut. Ketersediaan cacing sutra di daerah Belitung relatif terbatas serta transportasi cacing oligochaeta dari daerah luar ke
wilayah Belitung yang memakan waktu tempuh cukup jauh memungkinkan perlunya dilakukan usaha budidaya cacing oligochaeta agar tersedia cacing
2 oligochaeta yang kontinu dan segar untuk pakan benih ikan. Selain itu, harga
cacing oligochaeta di daerah Belitung cukup mahal yaitu berkisar antara Rp 75.000,00 - Rp 100.000,00 per kg sedangkan harga cacing oligochaeta di luar
Belitung seperti di Banten berkisar antara Rp 8.000,00 - Rp 10.000,00 per kg Anonim 2011
a
dan di Bogor yaitu Rp 12.000, 00 per kg Anonim 2011
b
. Oleh karena itu, budidaya cacing oligochaeta di daerah Belitung memiliki prospek
usaha yang cukup menjanjikan. Budidaya cacing oligochaeta dapat dilakukan menggunakan sistem terbuka
yakni dengan pengaliran air setiap saat. Sistem budidaya ini menyesuaikan habitat cacing oligochaeta yang berasal dari perairan umum seperti sungai. Keuntungan
dari sistem budidaya terbuka ini yaitu kualitas air yang tetap terjaga karena pergantian air setiap saat. Menurut Rahman et.al 1992, peningkatan padat
penebaran dapat mempengaruhi pertumbuhan. Semakin tinggi padat penebaran maka semakin banyak jumlah atau biomassa per satuan luas sehingga semakin
intens tingkat pemeliharaannya Effendi 2004. Oleh karena itu, perlu diketahui padat penebaran yang optimal pada budidaya cacing oligochaeta agar diperoleh
hasil produksi yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran yang paling
efektif, waktu puncak populasi dan biomassa tertinggi, serta efisiensi ekonomi terbaik dalam budidaya cacing oligochaeta pada sistem terbuka dalam upaya
peningkatan biomassa cacing.
3
II. BAHAN DAN METODE