Produktivitas Rasa Sakit yang Terjadi Akibat Pekerjaan

51 Tabel 13. Tabel waktu baku pengemasan No. Kegiatan Waktu Siklus Faktor Penyesuaian Faktor Kelonggaran Waktu Baku 1 Meletakkan Cup 2.5 0 0 2.5 2 Meletakkan Ring 0.91 0.12 0.46 1.49 3 Welding 2.5 0 0 2.5 4 Memasukkan Biskuit 4.31 0.88 2.06 7.25 5 Memasukkan Cream 2.5 0 0 2.5 6 Mengepress, Memotong dan Memberi Kode Pada Tutup cup 2.5 0 0 2.5 7 Memasukkan ke dalam tray 15.3 1 7.46 23.76 8 Jalan Di Atas Conveyor 2.5 0 0 2.5 9 Wrapping 2.5 0 0 2.5 10 Shrinking 2.5 0 0 2.5 11 Jalan Di Atas Conveyor 2.5 0 0 2.5 12 Memasukkan tray ke Dalam Karton 28.9 1.05 8.28 38.23 Total 69.42 3.05 18.26 90.73 Waktu baku yang ditetapkan dapat berfungsi sebagai perencanaan jumlah pekerja yang harus dipekerjakan pada bagian atau proses-proses tertentu agar produktivitas perusahaan meningkat. Hal ini diharapkan dapat memberikan keuntungan lebih pada perusahaan karena semua sumber daya manusia dialokasikan ke tempat-tempat yang tepat dan melakukan kegiatan kerja yang efektif.

4.4 Analisis Metode Kerja

1. Produktivitas

Secara umum ada dua kriteria yang dapat dimasukkan sebagai kriteria produktivitas, yaitu besar kecilnya keluaran yang dihasilkan dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian dari produktivitas kerja manusia. Nilai produktivitas tenaga kerja didapatkan melalui hasil perhitungan waktu siklus. Berdasarkan pengamatan, tenaga kerja shift 1 di PT. Arnott’s Indonesia bekerja mulai pukul 06.30 WIB sampai pukul 14.30 WIB atau selama 8 jam kerja. Waktu ini adalah waktu kotor dari tenaga kerja untuk bekerja. Untuk menghitung waktu siklus, kecepatan mesin yang digunakan untuk mengemas biskuit long stick ini semuanya diasumsikan sama, yaitu 2.5 detik per cupnya. Produktivitas pekerja yang bekerja di bagian preparasi ini adalah 400 kilogram tepungjam. Nilai produktivitas ini didapat dari banyaknya output yang dihasilkan oleh bagian preparasi yaitu 20 pallet tepung, yang masing-masing palletnya berisi 30 kantung tepung dengan berat 25 kilogram. Satu pallet ini berisi 750 kilogram tepung, sehingga jika yang dihasilkan adalah 20 pallet maka dalam 7.5 jam kerja jam kerja bersih mereka ini yang dihasilkan adalah 15000 kilogram tepung. Maka setiap jamnya pekerja mampu menghasilkan 2000 kilogram tepung, karena pekerja yang bekerja pada bagian 52 preparasi ini ada lima orang, maka produktivitas dari masing-masing pekerja adalah 400 kilogramjam. Produktivitas masing-masing pekerja di bagian pengemasan ini adalah 3.76 kartonjam, produktivitas ini didapat dari jumlah karton yang dihasilkan selama 8 jam kerja yaitu 692.2 karton, sehingga tiap jamnya yang diproduksi adalah 86.525 karton dari 23 orang pekerja, karena itulah produktivitas tiap orang yang bekerja di bagian pengemasan ini adalah 3.76 kartonjam.

2. Rasa Sakit yang Terjadi Akibat Pekerjaan

Easmant 1986 menyebutkan bahwa suatu pekerjaan termasuk ke dalam highly repetitive task jika memiliki siklus waktu 30 detik atau kurang. Berdasarkan hal tersebut, maka gerakan-gerakan yang terdapat di dalam proses preparasi dan pengemasan ini dapat dimasukkan dalam klasifikasi highly repetitive task, meskipun waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu cup dan 25 kilogram preparasi tepung ini lebih dari 30 detik. Kebutuhan energi oleh pekerja ini biasanya cukup rendah, kerja yang berulang-ulang ini biasanya menggunakan sekumpulan kecil dari otot dan berotasi di sekitar pergelangan tangan, bahu kanan dan kiri atas, selain itu bagian pinggang pun diduga akan sering terasa pegal karena pekerja perlu membungkukkan badannya untuk meletakkan tepung ke atas pallet pada bagian preparasi tepung, sakit pinggang yang dirasakan oleh pekerja yang bekerja di bagian pengemasan biasanya dikarenakan terlalu lama duduk dengan posisi tegak, apalagi kursi-kursi yang ada di bagian pengemasan ini tidak ada busa di bagian dudukannya dan juga tidak diberi sandaran untuk tempat bersandar, sebaiknya paling tidak kursi yang dipakai adalah kursi yang diberi busa pada dudukannya. Sakit ini biasanya diikuti oleh gejala-gejala dari peradangan dan rasa sakit yang tergabung menjadi satu yang disebut repetitive-motion disorders. Sekumpulan rasa sakit itu terjadi mulai dari peradangan sendi sampai menyebabkan rasa sakit pada otot akibat terjebaknya syaraf. Peradangan ini yang menyebabkan timbulnya rasa sakit pada sendi-sendi yang terlibat. Repetitive-motion disorders ini sering terjadi pada tubuh bagian atas dan wilayah sekitar leher. Kecepatan dalam bekerja akan mempengaruhi gaya-gaya yang terjadi pada tendon dari otot tangan dan lengan, yang juga diikuti oleh meningkatnya bahaya akibat terjadinya repetitive-motion disorders. Pada kecepatan yang tinggi, puncak gaya yang terjadi juga akan meningkat dan pengulang-ulangan kerja pada level ini akan memperparah gejala sakitnya. Besarnya tenaga yang dibutuhkan dan banyaknya otot yang bekerja akan mempengaruhi terjadinya kelelahan dan peradangan yang terjadi pada otot dan sendi. Jika frebiskuitnsi dari pengulangan kerja tinggi, waktu istirahat yang tidak cukup akan meningkatkan potensi dari terjadinya penyakit. Jika pekerjaan tersebut terjadi dalam waktu yang lama dan waktu untuk istirahat tidak mencukupi, maka rasa sakit dari otot dan sendi akan terus meningkat. Proses preparasi tepung merupakan pekerjaan yang dikategorikan sebagai kerja berat, lain halnya dengan pekerja yang bekerja di bagian pengemasan yang tidak digolongkan dlaam pekerjaan berat namun dituntut untuk harus bekerja cepat. Hal inilah yang juga kemungkinan besar menyebabkan terjadinya muscular fatigue pada otot pekerja. Muscular fatigue menurut Grandjean 1993 adalah fenomena rasa sakit yang timbul akibat kerja berlebih pada otot. Akibat dari terjadinya muscular fatigue ini adalah berkurangnya daya angkat, kontraksi dan relaksasi dari otot menurun dan waktu latency menjadi lebih lama. Karakter dari muscular fatigue ini tidak hanya menurunkan tenaga tetapi juga membuat gerakan menjadi lambat, juga termasuk terganggunya koordinasi dan meningkatnya kecenderungan untuk melakukan kesalahan dan juga terjadinya kecelakaan kerja selama terjadinya kelelahan otot tersebut. 53

3. Perbaikan Metode Kerja