17 lainnya merupakan infeksi campuran SGB baik dengan candida spp., Gardnerella vaginalis
atau trichomonas spp. Isolat SV-1, SV-14 dan SV-22 merupakan isolat yang berasal dari penderita
yang mengalami perdarahan pada usia kehamilan masing-masing trimester II, I dan I. Isolat SR-21 dan SR-24 adalah isolat yang diisolasi dari penderita abortus
masing-masing pada trimester I dan II. Sementara itu isolat SR-6 dan SR-7 diisolasi dari penderita perdarahan pada trimester I namun setelah dikuret
diagnosa ditegakkan dengan mola hidatidosa. Tiga isolat lainnya yaitu SV-2, SV- 17 dan SR-30 diisolasi dari penderita KPSW.
Kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah BBLR berkaitan dengan dijumpainya kolonisasi SGB yang padat heavy colonization pada usia kehamilan
23-26 minggu. Sebaliknya kolonisasi ringan light colonization mempunyai resiko yang sama dengan ibu yang tidak terkolonisasi. Pemberian antibiotik pada
wanita dengan Heavy colonization terbukti efektif melawan SGB dengan menurunnya resiko kelahiran prematur dan BBLR Regan et al. 1996. Namun
McKenzie 1994 melaporkan tidak ada peningkatan kelahiran prematur pada ibu hamil yang positip SGB dalam kultur urine pada usia kehamilan 28 minggu.
Wanita yang terkolonisasi pada akhir masa kehamilan akan memberi resiko sepsis neonatal SGB pada anaknya sebanyak 16 per 1000 kelahiran hidup
sedangkan pada wanita yang tidak terkolonisasi pada akhir masa kehamilan hanya 0.4 per 1000 kelahiran hidup. Namun wanita yang terkolonisasi pada usia
kehamilan 23-26 minggu, memberi resiko sepsis neonatal 2.6 per 1000 kelahiran hidup sedangkan pada wanita yang tidak terkolonisasi pada usia kehamilan
tersebut memberi resiko 1.6 per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian kolonisasi SGB yang muncul pada akhir masa kehamilan akan memberi resiko
yang tinggi terjadinya sepsis neonatal, sedangkan kolonisasi SGB pada usia kehamilan 23-26 minggu tidak dapat memprediksi terjadinya sepsis neonatal
Regan et al. 1996.
4.2 Karakterisasi Fenotipe Antigen Kapsul Polisakarida
Karakterisasi fenotipe antigen kapsul polisakarida SGB isolat dari penderita komplikasi obstetri ditentukan dengan mengamati ekspresi fenotipenya pada
media cair Gambar 5, soft agar Gambar 6 dan melihat sifat hidrofobisitasnya dengan salt aggregation test SAT.
Dari 10 isolat SGB yang diperoleh, 90 isolat menunjukkan pola
pertumbuhan yang keruh pada media cair, difus pada media soft agar dan
bereaksi negatip dengan SAT walaupun pada konsentrasi amonium sulfat yang tinggi 3 M. Sebaliknya 10 isolat lainnya menunjukkan pola pertumbuhan
yang jernih pada media cair, kompak pada soft agar dan bereaksi positip dengan
SAT namun baru teragregasi dengan amonium sulfat pada konsentrasi 2,6 M Tabel 3.
Tabel 3. Ekspresi Fenotipe SGB dari penderita komplikasi obstetri Hasil Uji
Kode Isolat Media Cair
Soft Agar SAT
SV1
keruh
difus –
SV2
keruh
difus –
SR6
keruh
difus –
SR7
keruh
difus –
SV14
keruh
difus –
SV17
keruh
difus –
SR21
jernih
kompak + 2.6 M
SR22
keruh
difus –
Sv24 keruh
difus –
SR30 keruh
difus –
Keterangan: +, terjadi agregasi amonium sulfat; –, tidak terjadi agregasi amonium sulfat.
Menurut Wibawan dan Laemmler 1990, ekspresi fenotipe berkaitan dengan keberadaan kapsul pada permukaan sel bakteri dimana hal ini berkaitan
dengan sifat hidrofobisitas permukaan. Dominasi kapsul pada permukaan bakteri akan memperlihatkan pola pertumbuhan yang keruh pada media cair, difus pada
media soft agar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit teragregasi dengan amonium sulfat. Pola yang demikian umumnya diperlihatkan oleh SGB yang diisolasi dari
manusia. Sebaliknya dominasi protein pada permukaan bakteri akan memperlihatkan pola pertumbuhan yang jernih pada media cair, kompak pada soft
agar dan bersifat hidrofobik sehingga mudah teragregasi dengan amonium sulfat.
Pola yang demikian umumnya diperlihatkan oleh SGB yang diisolasi dari mastitis
subklinis sapi perah dimana kebanyakan dari SGB tersebut memiliki hemaglutinin pada permukaan selnya Wibawan et al.1993.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hampir semua isolat SGB yang diisolasi dari penderita komplikasi obstetri menunjukkan dominasi kapsul pada
permukaannya. Hal ini ditunjukkan oleh pola pertumbuhan yang keruh pada media cair, difus pada media soft agar dan negatip SAT. Sifat yang demikian
muncul akibat SGB yang berkapsul membentuk susunan sel berantai pendek diplokoki dimana muatan negatip polisakarida kapsul bertanggung jawab
memberikan sifat tolak menolak antar sel bakteri Utama 1998. Kapsul bakteri SGB merupakan suatu polimer yang tersusun dari rangkaian
polisakarida, ataupun campuran polisakarida dan protein yang menutupi permukaan bakteri. Peran kapsul dalam virulensi bakteri adalah melindungi
bakteri terhadap respon inflamatori host mencegah aktivasi komplemen dan mencegah proses fagositosis Salyers dan Whitt 1994. Perannya dalam
mencegah fagositosis dapat difahami karena reseptor-reseptor yang terdapat pada permukaan bakteri telah ditutupi oleh kapsul yang tebal sehingga tidak terjadi
opsonisasi Wibawan dan Laemmler 1991. Dalam keadaan tidak adanya antibodi anti kapsul spesifik-tipe, residu asam sialat dari kapsul polisakarida menghambat
aktivasi jalur komplemen alternatif, sehingga menghalangi proses fagositosis. Kemampuan fagositosis terhadap SGB oleh sel-sel makrofag terjadi bila adanya
opsonisasi serum Tissi et al. 1998.
Gambar 5. Pola pertumbuhan bakteri SGB pada media cair; jernih dengan endapan di dasar tabung A dan keruh B.
Gambar 6. Pola pertumbuhan bakteri SGB pada media soft agar; bentuk koloni difus kiri dan kompak kanan.
Asam sialat kapsul mempunyai afinitas yang tinggi terhadap protein H serum sehingga hal ini dapat mencegah formasi C3 konvertase C3bBb pada
permukaan bakteri. Dengan demikian tidak terjadi opsonisasi C3b dan bakteri tidak dapat ditelan secara efisien oleh sel-sel fagosit. Beberapa C3b dapat
menyebar dan terikat pada permukaan bakteri di bawah kapsul namun C3b tersebut tidak dapat mengadakan kontak dengan reseptor-reseptor fagosit karena
tebalnya kapsul. Kurangnya formasi C3bBb berarti kurangnya komplemen C5b yang dihasilkan, dengan demikian tidak terjadi membrane attack complex MAC
pada permukaan bakteri Salyers dan Whitt 1994. Namun demikian, Marodi et al
. 2000 melaporkan jumlah total bakteri yang mati setelah mengalami proses ingesti oleh sel granulosit lebih tinggi dibandingkan sel fagosit. Oleh karena itu
dianjurkan pemberian rekombinant human granulocyte-macrophage colony- stimulating factor
rhGM-CSF pada neonatus dengan penyakit SGB invasif untuk meningkatkan ketahanan host terhadap bakteri tersebut.
Keberadaan antigen protein pada permukaan bakteri SR-21 ditunjukkan oleh pola pertumbuhan yang jernih pada media cair, kompak pada media soft agar dan
positip SAT. Hal ini membuktikan bahwa isolat SR-21 memiliki antigen protein yang dominan pada permukaannya sehingga menutupi keberadaan kapsulnya.
Sifat pertumbuhan isolat SR-21 mirip dengan sifat pertumbuhan yang ditunjukkan oleh SGB yang diisolasi dari mastitis subklinis sapi perah. Sifat tersebut muncul
disebabkan karena SGB asal sapi umumnya tidak berkapsul sehingga mempunyai susunan rantai yang panjang. Peranan protein permukaan yang hidrofobik
menyebabkan sel bakteri cenderung bergerombol dan bersifat steric hidrance yaitu sel-selnya saling berikatan dan sulit memisahkan diri. Bentuk rantai panjang
ini menyebabkan supernatan pertumbuhannya pada media cair tampak jernih dengan endapan di dasar tabung. Fenomena ini lebih jelas diperlihatkan dengan
menggunakan teknik impedansi. Bakteri yang memiliki rantai yang panjang membutuhkan waktu untuk pertumbuhannya kurang lebih 18 jam, sedangkan
bakteri berantai pendek hanya membutuhkan waktu kira-kira 8 jam. Hal ini dilakukan oleh SGB yang tidak berkapsul untuk mempertahankan populasinya
dan berkaitan dengan manifestasi klinik yang menyebabkan bentuk penyakit yang subklinik. Namun demikian sifat pertumbuhan SGB tidak selalu statis, hal ini
disebabkan karena adanya suatu fase varian dalam suatu populasinya dimana sekelompok sel bakteri yang berasal dari satu koloni mengekspresikan fenotipe
yang berbeda dengan tetuanya sehingga dijumpai bakteri yang berkapsul dan yang tidak berkapsul Wibawan dan Laemmler 1991; Utama 1998; Wahyuni 2002.
Antigen protein pada permukaan bakteri mempermudah perlekatan bakteri pada permukaan sel epitel host. Winram et al. 1998 mengatakan bahwa ligand
bakteri adalah suatu protein, hal ini dibuktikannya dengan melakukan pretreatment
terhadap SGB dengan tripsin akan mengurangi proses adhesi pada
sel khorion lebih dari 10 kali lipat. Wibawan et al.1993 mengatakan bahwa hemaglutinin terlibat secara langsung dalam mekanisme adhesi dari SGB.
Menurut Wibawan dan Laemmler 1992 keberadaan komponen protein pada permukaan sel bakteri menyebabkan bakteri mudah digumpalkan dengan
amonium sulfat, hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut bersifat hidrofobik. Prinsip SAT adalah adanya kemampuan larutan amonium sulfat pada tingkat
konsentrasi molar tertentu untuk mengatur muatan gugus amin dan karboksil protein menjadi sama sehingga tercapai suatu titik isoelektrik dimana protein
akan teragregasi dan mengendap. Penambahan garam tertentu akan menyebabkan kelarutan protein dalam larutan menurun sehingga menimbulkan efek salting out
penggaraman. Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak sehingga menimbulkan penarikan selubung air yang mengelilingi
permukaan protein sehingga menyebabkan protein saling berinteraksi, beragregasi dan kemudian mengendap. Kemampuan garam untuk menimbulkan
efek salting out protein tergantung daya larut dan kekuatan ionik dari konsentrasi larutan yang digunakan. Semakin rendah konsentrasi amonium sulfat yang
dibutuhkan untuk mengagregasi sel bakteri maka semakin banyak kandungan komponen protein pada permukaannya. Sebaliknya apabila kapsul polisakarida
yang lebih dominan pada permukaan sel bakteri, maka tidak akan terjadi agregasi bakteri walaupun pada konsentrasi amonium sulfat yang cukup tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa bakteri tersebut bersifat hidrofilik.
4.3 Penentuan Serotipe Kapsul Polisakarida SGB 4.3.1 Produksi Antiserum Monospesifik-tipe