Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Tebing Tinggi.

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TEBING TINGGI

OLEH

DIVIYA BARDI 110501052

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRACT

The purpose of the reasearch is for analysing some elements which influence and be determinant of economic competitiveness in Tebing Tinggi City in 2014. This research is using Analytical Hierarchy Process Method (AHP). This will be using purposive sampling method, this research uses primary data which it will be using quetioneres and interview over 30 respondens, it consists it students, teachers,publics,birocration,nonbanking, and businessman.

The result of the research is the element which the most influential factor determining economic competitiveness in Tebing Tinggi City is Infrastructur of physical which it has value of weigth 0,272, and thenlabor and productivity (0,239), institutional (0,205), regional economic (0,169)and the last position is social politic (0,116).


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi pada tahun 2014 yang menggunakan Analisis Hierarki Proses (AHP).Penelitian ini data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, staf/pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan dan pengusaha.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang paling dominan dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi, yang pertama adalah infrasrtuktur fisik (0,272), kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,239), faktor kelembagaan (0,205), faktor perekonomian daerah (0,169), dan posisi yang terakhir sosial politik (0,116).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul “ Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Tebing Tinggi”.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.Tentunya dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis dengan terbuka mengharapkan masukan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada :

1. Kedua orangtua tercinta Alm. Ganda RubendanMarima atas cinta, kasih, sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, S.E., M.Ec.,Ac, Ak, CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec.selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan dan Drs. Syahrir Hakim, M.Si sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini.

7. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si.selaku dosen penguji saya yang telah banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik. 8. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan. 9. Kepada keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan

juga materil.

10. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi pembangunan 2011 dan kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global ... 6

2.2 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 9

2.2.1 Perekonomian Daerah ... 9

2.2.2 Keterbukaan ... 10

2.3.3 Sistem keuangan ... 10

2.2.4 Infrastruktur dan Sumber Daya alam... 11

2.2.5 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ... 11

2.2.6 Sumber Daya manusia ... 12

2.2.7 Kelembagaan ... 12

2.2.8 Governance dan Kebijakan Pemerintah ... 13

2.2.9 Manajemen dan Ekonomi Mikro ... 13

2.3 Penelitian Terdahulu... 14

2.4 Kerangka Konseptual ... 16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 18

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 18

3.4 Metode Pengambilan Sampel... 18

3.5 Batasan Operasional... 20

3.6 Definisi Operasional ... 20

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.8 Metode Analisis Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi... 35


(7)

4.1.2 Kondisi Demografis ... 36

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kota Tebing Tinggi ... 38

4.2 Profil Responden... 40

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing... 41

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik ... 44

4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 46

4.3.3 Faktor Kelembagaan ... 49

4.3.4 Faktor Perekonomian daerah... 52

4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... 20

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 30

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... 31

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 34

4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis kelamin di Kota Tebing Tinggi Tahun 2013 ... 37


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kota

Tebing Tinggi ... 17

4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Tebing Tinggi ... 42

4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 43

4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur ... 44

4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja ... 47

4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor kelembagaan ... 50

4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah ... 53


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian... 53


(11)

ABSTRACT

The purpose of the reasearch is for analysing some elements which influence and be determinant of economic competitiveness in Tebing Tinggi City in 2014. This research is using Analytical Hierarchy Process Method (AHP). This will be using purposive sampling method, this research uses primary data which it will be using quetioneres and interview over 30 respondens, it consists it students, teachers,publics,birocration,nonbanking, and businessman.

The result of the research is the element which the most influential factor determining economic competitiveness in Tebing Tinggi City is Infrastructur of physical which it has value of weigth 0,272, and thenlabor and productivity (0,239), institutional (0,205), regional economic (0,169)and the last position is social politic (0,116).


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi pada tahun 2014 yang menggunakan Analisis Hierarki Proses (AHP).Penelitian ini data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, staf/pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan dan pengusaha.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang paling dominan dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi, yang pertama adalah infrasrtuktur fisik (0,272), kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,239), faktor kelembagaan (0,205), faktor perekonomian daerah (0,169), dan posisi yang terakhir sosial politik (0,116).


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang memiliki daya saing dan efisiensi.Pada era otonomi daerah ini maka program pembangunan ekonominya harus desentralisasi dan memiliki daya saing, sehingga cakupannya lebih luas dan tidak hanya sekedar pembangunan ekonomi daerah.

Daya saing (competitiveness) merupakan salah satu kata kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi lokal atau daerah.Daya saing daerah juga banyak diartikan sebagai kemampuan perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan daya saing secara cepat dan dinamis di kawasan Asia-Pasifik." Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum(WEF)” melalui portalnya mempublikasikan ranking daya saing global (The Global CompetitivenessReport/GCR) tahun 2014-2015 Indonesia menempati peringkat 34 dari 144 negara, atau naik 4 tingkat dari posisi sebelumnya 38 (tahun 2013-2014), dan posisi ke-50 pada 2012-2013. Menurut

WEF, kenaikan ranking indeks daya saing Indonesia pada periode ini dikarenakan perbaikan di beberapa kriteria seperti infrastruktur dan konektifitas, kualitas tata kelola sektor swasta dan publik, efisiensi pemerintahan, dan pemberantasan


(14)

ASEAN bersama Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, yang terus memperbaiki peringkat daya saing mereka sejak tahun 2009.

The Global Competitiveness Report's didasarkan pada Global Competitiveness Index (GCI), yang diperkenalkan World Economic Forum pada tahun 2004.Laporan ini mendefinisikan daya saing sebagai seperangkat institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara. Skor GCI dihitung berdasarkan 12 kategori yakni institusi atau lembaga, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi.

Dari ke-12 kategori itu, total skor yang diraih Indonesia adalah 38, mengungguli sejumlah negara di Eropa seperti Spanyol (35), Portugal (36), dan Italia (49); negara-negara Timur Tengah seperti Kuwait (40), Bahrain (44), atau Oman (46); juga negara-negara Asia seperti Filipina (52), Vietnam (68), dan India (71).Adapun negara-negara Asia yang posisinya di atas Indonesia antara lain adalah Singapura (2), Jepang (6), Taiwan (14), Malaysia (20), Korsel (26), China (28), dan Thailand (31).

Sejak otonomi daerah tahun 2001, Kota Tebing Tinggi mengalami perubahan yang diakibatkan karena pemekaran.Pemekaran Kota Tebing Tinggi terbentuk berdasarkan peraturan daerah Kota Tebing Tinggi Nomor 15 Tahun 2006 tanggal 9 November 2006.Kotamadya Tebing Tinggi yang memiliki luasnya 38,438 km2, yang pada tahan 2006 dilakukan pemekaran.Dengan 5 kecamatan dan


(15)

35 kelurahan. Kelima kecamatan itu terdiri dari, yaitu: 1). Padang Hulu, 3). Rambutan, 4). Tebing Tinggi Kota, dan 5). Bajenis.

Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008) dalam neraca daya saing daerah, Kota tebing Tinggi berada di peringkat ke-148 secara keseluruhan dalam daya saing daerah dari 434 neraca daya saing daerah. Berdasarkan input perekonomian daerah, Kota Tebing Tinggi berada di peringkat ke-251. Peringkat ini masih di bawah Kabupaten dan Kota lainnya di Sumatera Utara seperti Kabupaten Asahan yang berada di peringkat ke-73, Kabupaten Deli Serdang di peringkat ke-95, dan Kota Tanjung balai di peringkat ke-103. Berdasarkan input SDM dan ketenagakerjaan, Kota Tebing Tinggi berada di peringkat ke-245. Berdasarkan input infrastruktur, SDA, dan lingkungan, berada di peringkat ke-130. Dan berdasarkan output tingkat kesempatan kerja, kota Tebing Tinggi berada di peringkat ke-389. Ini menunjukkan bahwa masih tingginya tingkat pengangguran di Kota Tebing Tinggi dan infrastruktur yang masih belum memadai.

Berdasarkan BPS Kota Tebing Tinggi dalam periode 2008-2012, kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi yang diukur dengan besaran PDRB per kapita atas dasar harga yang berlaku terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi hanya sebesar Rp 12,93 juta per tahun. Sedangkan jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi Kota Tebing Tinggi pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 6,75 %. Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan pada tahun 2011 yang tumbuh sebesar 6,67 %.


(16)

Kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Tebing Tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi sebesar 22,45 persen dan diikuti oleh sektor industri yang memberikan kontribusi sebesar 19,56 persen. Selain itu sektor lain yang memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor jasa-jasa (termasuk jasa pendidikan dan kesehatan) yakni sebesar 19,38 persen.

Seiring dengan berkembangnya fasilitas ekonomi perdagangan dan perbankan industri, kesehatan, komunikasi serta fasilitas pendukung lainnya, perekonomian Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat. Perkembangan ekonomi Tebing Tinggi terpacu karena letak strategis kota yang berada di jalur lintas Sumatera. Kondisi ini mendorong perkembangan Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan, yang tercermin dari aktivitas yang menonjol disektor perdagangan.

Persaingan antar daerah yang terjadi pada saat ini, membuat pemerintah daerah Kota Tebing Tinggi dituntut untuk lebih menyiapkan daerahnya sebaik mungkin agar dapat menarik investasi ke Kota Tebing Tinggi. Sehingga untuk mengetahui bagaimana daya saing ekonomi terjadi maka perlu dilakukan penelitian tentang “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Tebing Tinggi”.

1.2 Perumusan Masalah

Demikian juga halnya dengan penulisan skripsi ini, sesuai latar belakang diatas, telah ditentukan permasalahan-permasalahan yang akan di bahas pada skripsi ini yaitu, bagaimana tingkat daya saing ekonomi di Kota Tebing Tinggi ?


(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana tingkat daya saing ekonomi di Kota Tebing Tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca khususnya yang berkaitan dengan daya saing ekonomi.

2. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi para yang memerlukan serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan dan tambahan ilmu yang dapat memperkaya pengetahuan dan sarana untuk menerpkan pengetahuan teoritis yang diperoleh di bangku kuliah serta sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan pendidikan strata 1 pada jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi sumatera utara.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Daya Saing Daerah

Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional.Sementara itu CURDS mendefiniskan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Daya saing menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan daerah. Konsep daya saing pada umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu perusahaan, kota, daerah, wilayah atau negara dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjuatan (Porter, 2000). Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memeperjelas konsep daya saing daerah adalah berdasarkan definisi European Commission yang mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi dengan kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggidan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi sementara terekspos pada daya saing eksternal” (European Commission, 1999 P.4 dalam Gardiner, Martin dan Tyler, 2004).


(19)

Sementara Huggins (2007) dalam publikasi “UK Competitiveness Index”

mendefinisikan daya saing daerah sebagai “kemampuan dari perekonomian untuk menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang meningkat dalam aktivitasnya, dengan tetap mempertahankan atau meningkatkan standar kehidupan bagi semua yang terlibat di dalamnya”. Dalam pengertian daya saing ini secara tersirat dinyatakan pula bahwa kondisi perekonomian yang kondusif merupakan suatu syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing daerah.

Daya saing tempat (loyalitas dan daerah) merupakan kemampuan ekonomi dan masyarakat lokal untuk memberikan peningkatan standar hidup bagi warga .Daya saing (competitiveness) merupakan salah satu kata kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi lokal/daerah.Camagnni (2002) mengungkapkan bahwa daya saing daerah kini merupakan salah satu isu sentral, terutama dalam rangka mengamankan stabilitas ketenagakerjaan, dan memanfaatkan integrasi eksternal (kecenderungan global), serta keberlanjutan pertumbuhan kesejahteraan dan kemakmuran lokal.

Dalam menghadapi globalisasi ekonomi, yang dicirikan persaingan bebas yang bersifat global, dimana suatu masyarakat hanya akan eksis atau bertahan apabila mereka mempunyai daya saing tinggi. Daya saing yang di timbulkan dalam arti persaingan yang fair, dapat juga merupakan potensi untuk aliansi, karena potensi aliansi pada dasarnya adalah merupakan kemampuan daerah atau pesaing lain menjadi aliansi kekuatan bersama (Halwani, 2002:423).


(20)

Global Competitive Report 2000, World Competitiveness Report dan

Institute for Management Development (IMD) menerbitkan daftar peringkat daya saing internasional negara-negara di dunia. Dengan indeks daya saing yang dihitung atas dasar 9 kelompok karakteristik structural ekonomi, yang meliputi:  Keterbukaan terhadap perdagangan dan Keuangan Internasional .

 Peran kebijakan fiskal dan regulasi pemerintah.  Birokrasi yang efisien.

 Pembangunan pasar financial.  Kualitas infrastruktur.

 Kualitas teknologi.

 Kualitas manajemen bisnis.

 Fleksiibilitas pasar tenaga kerja dan pengembangan sumber daya manusia.  Kualitas kelembagaan hukum dan politik.

Ukuran daya saing ekonomi sebenarnya ditentukan oleh empat faktor di atas, yakni kebijakan pemerintah, kelembagaan dan kemampuan, serta birokrasi yang efisien.Pengembangan keempat faktor ini merupakan birokrasi yang efisien.Pengembangan keempat faktor ini merupakan kunci bagii pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi daerah.Kualitas kelembagaan dan kemampuan nasional tidak hanya tercermin atas prestasi pada tingakt pusat saja, tetapi atas dasar yang ada di seluruh Indonesia.Dengan demikian daya saing ekonomi daerah, tetapi harus bersaing dalam ukuran internasional (Halwani, 2002:422).

Dengan demikian untuk meningkatkan daya saing saing ekonomi daerah perlu dikembangkan sentra-sentra ekonomi daerah yang didesain dengan standar


(21)

internasional.Kesiapan pemerintah daerah secara sungguh-sungguh dalam menata pengembangan kelembagaan, mempertajam kebijakan pemerintah daerah, memperkuat sumber daya manusia aparatur (birokrasi) dan masyarakat daerah, hingga pemberdayaan ekonomi daerah secara menyeluruh merupakan kunci dalam pembangunan ekonomi daerah yang memiliki daya saing yang tinggi pada era globalisasi ekonomi ini.

2.2 Indikator Utama Daya Saing Ekonomi Daerah 2.2.1 Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi capital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indicator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.


(22)

2.2.2 Keterbukaan

Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional, indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien ke seluruh penjuru dunia.

4. Daya saing yang di dorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah

5. Mempertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional.

2.2.3 Sistem Keuangan

Sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem financial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator siatem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:


(23)

1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

2.2.4 Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah. 3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

berjalannya aktivitas bisnis di daearh yang berdaya saing. 2.2.5 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip di bawah ini:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.


(24)

2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

2.2.6 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam hal ini ditunjukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor-faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

2. Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah.

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

2.2.7 Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial, politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Stabilitas sosial dan politik melalui system demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi suatu daerah yang berdaya saing.


(25)

2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen. 3. Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal

tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif. 2.2.8 Governance dan Kebijakan Pemerintah

Governance dan kebijakan Pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor

governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daearah dapat didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

2. Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektivitas administrasi pemerintahan daerah dalam menyedikan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi suatu daearah. 4. Efektifitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan

informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

2.2.9 Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah


(26)

dikelola dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:

1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaaan yang berada di suatu daerah. 2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya

saing daerah di mana perusahaan tersebut berada.

3. Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

4. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa awal. 5. Dalam usaha yang sudah mapan, mamnajemen perusahaan memerlukan

keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha. 2.3 Penelitian Terdahulu

BI-PPSK dan FE Unpad (2001) dengan judul penelitian yaitu “Identifikasi Faktor-Faktor Penentu Serta Pemeringkatan Daya Saing Antar Daerah Provinsi di Indonesia” dengan menggunkan indikator daya berupa perekonomian daerah, keterbukaan, sistem keuangan, infrastruktur dan sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, institusi, tata pemerintahan dan kebijakan, serta manajemen dan ekonomi mikro.

KKPOD (2005) dengan judul penelitiannya “Analisis daya tarik investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia” dalam penelitian ini KPPOD menyatakan bahwa beberapa Kabupaten/Kota di Indonesia hanya mengedepankan


(27)

upaya-upaya meningkatkan PAD dan relatif mengabaikan aspek-aspek yang mampu menarik investasi.

Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/ kegiatan berusaha di DIY.Kemudian diikuti oleh faktor infrastruktur fisik, yang ketiga adalah faktor sosial politik.

Huggins Associates (2007) dalam penelitian yang berjudul “European Competitiveness Index (ECI)” dengan menggunakan indikator yaitu kreativitas, kinerja ekonomi, infrastruktur dan aksesibilitas, tenaga kerja terdidik, dan pendidikan dengan menggunakan metode Tree Factor Model, Indeks Komposit, berserta Bobot dihasilakan dari data Envelopment Analysis.

Ira Irawati, dkk (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah”. Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara” dengan menggunakan metode AHP , maka dapat diambil kesimpulan peringkat daya saing terbaik berdasarkan variabel perekonomian daerah, infrastruktur, sumber daya alam dan sumber daya manusia pada Kabupaten/Kota di provinsi Sulawesi Tenggara turut mendukung Kabupaten/Kota tersebut menjadi peringkat terbaik secara umum.

Paidi Hidayat (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan”.Dengan menggunakan metode AHP dapat diambil


(28)

saing adalah faktor infrastruktur, diikuti faktor perekonomian daerah dan selanjutnya faktor sistem keuangan. Skala prioritas untuk faktor infrastruktur adalah ketersediaan infrastruktur dan kualitasnya,seperti kualitas pelabuhan laut dan udara serta kualitas jalan. Selain itu, skala prioritas perekonomian daerah adalah tingkat daya beli maasyarakat.Sementara, untuk skala prioritas sistem keuangan dalah kinerja lembaga keuangan.

2.4 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptal ini merupakan penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitin ini. Variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perbandingan dari beberapa penelitian sebelumnya yaitu PPSK BI dan UNPAD (2001), KPPOD (2005), Kuncoro (2005), Huggins Associates (2007), Ira Irawati, dkk (2008), Paidi Hidayat (2012).


(29)

Gambar2.1

Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Tebing Tinggi

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

KELEMBAGAAN Regulation & Government services SOSIAL POLITIK Socio-Political Factors EKONOMI DAERAH Regional Economic Dynamism

TENAGA KERJA & PRODUKTIVITAS Labor& productivity INFRASTRUKTUR FISIK Physical Infrastructure Kepastian Hukum Legal Certainty Biaya Tenaga Kerja Labor Cost Potensi Ekonomi Economic Potential Sosial Politik Socio Political Ketersediaan Infrastruktur Fisik Availability of Physical Infrastructure Ketersediaan Tenaga Kerja Availability of Manpower Produktivitas Tenaga Kerja

Productivity of Labor

Struktur Ekonomi Economic Structure Budaya Cultural Keamanan security Perda / IndikatorPerda

Region Policy / Regulation

Aparatur

Quality Of Civil Service Keuangan Daerah Regional Finance Kualitas Infrastruktur Fisik Quality of Physical Infrastructure


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi pada tahun 2014 dengan pendekatan

Analytical Hierarchy Process (AHP). 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Tebing Tinggi provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu satu bulan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang tinggal dan bermukim di Kota Tebing Tinggi.Berdasarkan data BPS (2014), jumlah angkatan

kerja di Kota Tebing Tinggi sebanyak 65.619 jiwa. Berdasarkan rumus Slovin :

n= N

N(d)2+1

= 65.619

65.619(0,2)2+1 = 24.99048

Dimana :

n = Sample

N = Jumlah Populasi

d = Nilai Presisi (dalam penelitian ini sebesar 80%), d = 0,2

3.4 Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.


(31)

Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) dalam buku Taniredja dan Mustafidah (2011:38) memberikan saran-saran untuk penelitian sebagai berikut :

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

2. Bila sample dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap katagori minimal 30.

3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya). Maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independent + dependent) maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50

4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok control, jumlah anggota sampel masing – masing antara 10 sampai dengan 20.

Dalam penelitian ini sample yang di ambil sebanyak 30 responden yang terdapat di 5 kecamatan dan 35 kelurahan Kota Tebing Tinggi. Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut :


(32)

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat No Kelompok Masyarakat Responden

1 Mahasiswa/Pelajar 3

2 Staf Pengajar/Dosen/Guru 3

3 Masyarakat Umum 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10

Jumlah 30

3.5 Batasan Operasional

Penelitian ini dibatasi oleh beberapa faktor sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menganalisis permasalahan yang ada. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Kelembagaan 2. Sosial Politik 3. Ekonomi Daerah

4. Tenaga Kerja dan Produktifitas, 5. Infrastruktur fisik.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk menghindari kesalahan pemahaman dalam menafsirkan istilah yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, Faktor-faktor yang menjadi objek penelitian dapat didefiniskan sebagai berikut: 1. Kelembagaan, yaitu mengukur seberapa kondusif iklim sosial, politik, hokum


(33)

2. Sosial Politik, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik,yang banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial budaya.

3. Ekonomi Daerah, yaitu merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian daerah secara makro yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, serta tingkat biaya hidup.

4. Tenaga Kerja dan Produktifitas, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendirimaupun untuk masyarakat.

5. Infrastruktur Fisik, yaitu sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem stuktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektoral public dan sektoral privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian.Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.


(34)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi pada tahun 2014.

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi pada tahun 2014 meliputi analisis deskriptif dan

Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang digunakan antara lain sebagai berikut:


(35)

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram. Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process(AHP) ini.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan

Analitical Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

Metode Analytical Hierrchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970.Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan.Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif.Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi


(36)

pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu.Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan dengan hasil


(37)

yang menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).


(38)

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai


(39)

pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty.Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:

• Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang

lainnya

• Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

• Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya

• Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain sebagai berikut (Saaty, 1990) :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses


(40)

terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya.Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya.Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :

1. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap


(41)

4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk 8 matriks n × n, seperti pada tabel 2 dibawah ini:


(42)

Tabel 3.2

Matriks perbandingan berpasangan

C A1 A2 A3 ….. An

A1 A2 A3 ….. An a11 a21 a31 ….. an1 a12 a22 a32 ….. an2 a13 a23 a33 ….. an3 … … … … … a1n a2n a3n ….. ann

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1

(kolom) yang menyatakan hubungan :

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan

dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1

(kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai


(43)

Tabel 3.3

Skala penilaian perbandingan Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh

yang sama 3 Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.


(44)

mean. Rata-rata geometric dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n

Dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari Eigenvector

dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi


(45)

mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas

eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah:

CI = (λmaks – n) ( n – 1)

Dengan:

CI = Indeks konsistensi

(λmaks = Eigenvalue maksimum

n = Orde maktrik

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue

maksimum suatu matriks tidakakan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1


(46)

sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR <0,15.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi

4.1.1 Kondisi Geografis dan Topografis

Kota Tebing Tinggi adalah salah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 Kilometer dari Kota Medan . Kota Tebing Tinggi terletak pada 3˚19ˈ00̎ - 3˚21ˈ00̎ Lintang Utara dan 98˚11ˈ - 98˚21ˈ Bujur Timur. Kota Tebing Tinggi berada dibagian tengah Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai yang dibatasi oleh :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan PTPN-III Kebun Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN-IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang

3. Sebelah Timur berbatasan dengan PT. Socfindo Tanah Besih/PT. Paya Pinang

4. Sebelah Barat berbatasan dengan PTP-III Kebun Gunung Pamela kabupaten Serdang Bedagai.

Hingga Desember 2013 Kota Tebing Tinggi terdiri dari 5 kecamatan dan 35 kelurahan dengan luas wilayah 38,438 km2. Kecamatan Padang Hilir merupakan kecamatan yang terluas dengan luas 11,441 km2 atau 29,76% dari luas Kota Tebing Tinggi. Sebagian besar (45,55%) lahan di Kota Tebing Tinggi digunakan sebagai lahan pertanian.


(48)

kota Tebing Tinggi terletak di dataran renfdah Pulau Sumatera dengan ketinggian 18 – 34 m diatas permukaan laut. Selama tahun 2013 Kota Tebing Tinggi mengalami hari hujan sebanyak 147 hari dengan curah hujan berkisar antara 13 -278 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April 278 mm. Hari hujan terbanyak bulan Oktober yaitu selama 18 hari.

4.1.2 Kondisi Demografis

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada pertengahan tahun 2013, jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi sebanyak 140.065 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 36.195 rumah tangga.

Dengan luas wilayah Kota Tebing Tinggi yang hanya 38,438 km2, tingkat kepadatan penduduk Kota Tebing Tinggi mencapai 3,88 jiwa/km2. Jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan. Pada tahun 2013 jumlah penduduk laki-laki sebanyak 73.680 jiwa (49,43%) dan perempuan 75.385 (50,57%). Rasio jenis kelamin (Sex Ratio) penduduk Kota Tebing Tinggi sebesar 97,73%, yang berarti hanya 98 orang laki-laki dalam 100 penduduk perempuan.


(49)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Tebing Tinggi Tahun 2013

Kecamatan Penduduk (orang) Rasio Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

Padang Hulu 13.565 13.925 27.490 97,41

Tebing Tinggi Kota

11.862 12.490 24.352 94,97

Rambutan 15.913 16.457 32.370 96,7

Banjenis 16.903 17.101 34.004 98,84

Padang Hilir 15.437 15.412 30.849 100,16

Jumlah 73.680 75.385 149.065 97.4

Sumber : Badan Pusat Statistik

Sebagaian besar penduduk Kota Tebing Tinggi berdomisili di Kecamatan Bajenis (22,81%), Kecamatan rambutan (21,71%), Kecamatan Padang Hilir (20,70%), sedangkan 18,44 % di Kecamatan Padang Hulu dan sisanya 16,34% tinggal di Kecamatan Tebing Tinggi Kota.

Pada usia produktif (15 – 64 tahun) di Kota Tebing Tinggi mencapai 66,61% dari total penduduk. Sementara penduduk usia non produktif (usia 0 – 14 tahun dan usia 64 tahun keatas) sebanyak 33,39%.

Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi yang berusia 15 thun keatas sebanyak 95.041 orang, yang terdiri dari 65.619 orang angkatan kerja dan 39.531 orang bukan angkatan kerja (penduduk yang masih sekolah dan mengurus rumah tangga). Dari seluruh angkatan kerja, penduduk yang bekerja ada sebanyak 60.787 orang, sedangkan yang yang mencari pekerjaan sebanyak 4.832 orang. Sebagian besar penduduk Kota Tebing Tinggi bekerja di sektor jasa-jasa (66,58%) dan industri (15,37%), sektor pertanian (0,52%).


(50)

Pada tahun 2013, berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi , tercatat ada sebanyak 689 orang mencari pekerjaan, yang sebagian besar adalah tamatan SLTA (29,46%), yang terdiri dari SMU sederajat sebanyak 139 orang dan SMEA ke atas sebanyak 64 orang. Jumlah pencari kerja yang sudah ditempatkan sebanyak 69 orang, yang terdiri dari 19 orang SLTA dan 24 orang SMP. Sementara itu sebanyak 620 orang pencari kerja lainnya belum ditempatkan.

4.1.3 Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku, kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi tahun 2013 sebesar 3,45 triliun rupiah. Angka tersebut naik sekitar 16,53% dari tahun sebelumnya yang sebesar 2,96 triliun rupiah. Akan tetapi kinerja ini masih dipengaruhi oleh faktor inflasi.

Jika faktor inflasi dihilangkan, kinerja ekonomi rill di Kota Tebing Tinggi tahun 2013 yang diukur dengan besarnya PDRB atas dasar harga konstan 2000 mencapai 1,42 triliun rupiah. Kinerja rill tersebut lebih tinggi dari tahun 2012 yang sebesar 1,33 triliun rupiah.

Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Kota Tebing Tinggi mencapai 6,91%. Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,75%. Pertumbuhan ekonomi yang paling cepat terjadi disektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 8,15%.

Kontibusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Tebing Tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran diikuti oleh sektor industri. Pada tahun 2013 sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar


(51)

22,24%, sedangkan sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 19,58%. Sektor lain yang memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor jasa-jasa (termasuk jasa pendidikan dan kesehatan) yakni sebesar 19,57%.

Sebagai salah satu daerah yang memiliki banyak potensi sumber daya alam, pemerintah Kota Tebing Tinggi terus berupaya mengoptimalkan pengelolaan seluruh potensi yang ada, seperi perkebunan sagu, kelapa dan home industri. Selain itu juga Kota Tebing Tinggi kedepannya akan membuka potensi baru yang berupa ekowisata alam, kampong mangrove dan wisata pantai.

Pusat perbelanjaan tradisional Kota tebing Tinggi melayani penjual dan pembeli dari Kota Tebing Tinggi maupun dari luar Kota Tebing Tinggi. Adapun pasar-pasar tradisional tersebut adalah :

• Pasar Gurami

• Pasar Iskandar Muda

• Pasar Kain/ Pasar Inpres

• Pasar Sakti

• Pasar Senangin

• Pasar/Pajak Mini

Selain itu ada juga pusat perbelanjaaan modern dan restauran, seperti;

• Mall Ramayana

• Restaurant India

• Pondik Bagelen


(52)

• Rumah Makan Bu Haji amin

Sarana transportasi di Kota Tebing Tinggi terutama adalah becak mesin roda tiga, angkutan umum, dan juga tersedia kereta api untuk berpergian keluar kota. Sebagaimana letak geografis Kota Tebing Tinggi yang berada pada jalur transit lintas barat dn timur sumatera, demikian juga halnya dengan keberadaan stasiun kereta api berada pada jalur transit. Letak stasiun yang strategis sangat membantun dalam menunjuang kegiatan koleksi dan distribusi komoditas di Kota Tebing Tinggi. Pergerakan arus komoditas banyak menggunakan jasa angkutan kereta api, terutama komoditas yang berasal dari atau menuju Kota Medan dan Kota Tanjung Balai.

Keseluruhan panjang jalan Kota Tebing Tinggi 2013 adalah 264,92 Km, terdiri dari Jalan Negara 19,20 Km, Jalan Provinsi 5,00 Km, dan Jalan Kota 240,72 Km.

4.2 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 30 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini didapat informasi bahwa responden berjenis kelamin pria sebesar 44% dan berjenis kelamin wanita sebesar 56%. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 20-30 tahun berkisar 50%. Kemudian diikuti oleh usia 41-50 berkisar sebesar 20%. Lalu usia 31-40 berkisar 13.3%. Dan yang berusia diatas 50 tahun sebesar 10%.Serta yang berusia dibawah 20 tahun sebesar6.7%.Sementara itu untuk tingkat pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 60%, sedangkan yang tamatan SMA/Sederajat sebesar


(53)

36.7%. Sisanya 3.3% responden yang tamatan SMP/Sederajat. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 13 44%

2 Wanita 17 56%

Usia (Tahun) Jumlah Persentase

1 20< 2 6.7%

2 20-30 15 50%

3 31-40 4 13.3%

4 41-50 6 20%

5 >50 3 10%

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMP/Sederajat 1 3.3%

2 SMA/Sederajat 11 36.7%

3 D3/S1/S2 18 60%

sumber : Data Primer Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi tersebut rendah, maka daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah. Untuk melihat daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu


(54)

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi tahun 2014. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih penting dibandingkat dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi. Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Tebing Tinggi Hasil diatas menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi tahun 2014 adalah faktor infrastruktur fisik yang memiliki bobot


(55)

paling tinggi yaitu sebesar 0,272. Kemudian diikuti oleh faktor tenaga kerja dan produktivitas sebesar 0,239. Berikutnya faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0,205 dan kemudian faktor perekonomian daerah dengan bobot sebesar 0,169. Faktor sosial politik berada di urutan terakhir dengan bobot sebesar 0,116.

Gambar 4.2

Persentase Faktor Penentu Daya Saing

Dari hasil pembobotan tersebut, tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi dipengaruhi oleh tiga faktor dengan nilai bobot terbesar, yaitu faktor infrastruktur, faktor tenaga kerja dan produktivitas, serta faktor kelembagaan. Faktor infrastruktur dianggap penting karena faktor tersebut menjadi tolak ukur bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi di suatu daerah. Berikut akan dijelaskan masing-masing faktor penentu daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi berdasarkan pemeringkatan beserta variabelnya.

Kelembagaan 11%

Sosial Politik 8%

Perekonomian Daerah

26% Tenaga Kerja

dan Produktivitas

26% Infrastruktur

Fisik 29%


(56)

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha. Ketersedian dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia usaha di suatu daerah. Semakin besar skala suatu usaha, maka kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur fisik juga akan semakin besar.

Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,571 atau 57% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,429 atau 63% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.3

Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur Fisik

Menurut tanggapan responden bahwa ketersediaan infrastruktur fisik lebih menjadi prioritas dalam faktor infrastruktur fisik. Hasil pembobotan ini didukung oleh hasil wawancara terhadap responden yang menunjukkan bahwa dalam

Ketersediaan Infrastruktur

Fisik 57% Kualitas

Infrastruktur Fisik 43%


(57)

variabel ketersediaan infrastruktur fisik, 10% responden menyatakan kurang setuju terdahap ketersediaan jalan yang sudah memadai. Hanya sekitar 73% responden yang menyatakan setuju bahwa ketersediaan jalan sudah memadai. Begitu juga dengan ketersedian pelabuhan laut yang sudah memadai. Hanya 7% responden yang menyatakan setuju kalau ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 13% responden menyatakan kurang setuju terhadap pernyataan ini. Dan 10% menyatakan tidak setuju kalau ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. Sedangkan untuk ketersediaan pelabuhan udara, 53% responden menyatakan sangat tidak setuju kalau ketersediaan pelabuhan udara di Kota Tebing Tinggi sudah memadai.Namun, 30% responden menyatakan tidak setuju dan hanya 7% responden yang menyatakan setuju bahwa ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. Untuk pelabuhan udara sendiri, Kota Tebing Tinggi tidak memiliki pelabuhan udara. Oleh karena itu sebagian besar responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penyataan tersebut. Kemudian untuk ketersediaan saluran telepon, 70% responden setuju kalau ketersedian saluran telepon sudah memadai. Hanya 3% responden yang menyatakan tidak setuju, dan 7% responden menyatakan kurang setuju.

Dalam variabel kualitas infrastruktur fisik, 13% responden menyatakan kurang setuju terhadap kualitas jalan sudah yang baik.77% responden menyatakan setujukalau kualitas jalan di Kota Tebing tinggi sudah baik. Kemudian untuk akses dan kualitas pelabuhan laut yang sudah baik, 17% responden menyatakan tidak setuju bahwa akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 10% responden


(58)

Sedangkan untuk akses dan kualitas pelabuhan udara yang sudah baik, 40% responden menyatakan sangat tidak setuju, dan hanya 3% responden yang menyatakan setuju. Selanjutnya, untuk kualitas saluran dan sambungan telepon yang sudah baik, 67% responden menyatakan setuju bahwa kualitas saluran dan sambungan telepon sudah baik.

Berdasarkan analisis dan persepsi dari para responden, hal ini menunjukkan bahwa responden menginginkan kualitas infrastruktur yang lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan pergerakan sumber-sumber ekonomi bagi peningkatan kegiatan ekonomi di Kota Tebing Tinggi.Akan tetapi, ketersediaan infrastruktur yang memadai juga sudah cukup bagi para responden dalam peningkatan daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi dimasa kini maupun mendatang.

4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan indikator yang penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Tenaga kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.

Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,212 atau 21% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,457 atau 46%. Dan variabel produktivitas tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,331 atau 33% dari keseluruhan bobot faktor


(59)

tenaga kerja dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.4

Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas Menurut tanggapan responden menunjukkanbahwa ketersediaan tenaga kerjadan produktivitas tenaga kerja lebih menjadi prioritas dalam faktor tenaga kerja dan produktivitas. Hasil pembobotan ini didukung oleh hasil wawancara terhadap responden yang menunjukkan bahwa dalam variabel biaya tenaga kerja, 27% responden menyatakan kurang setuju terdahap besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK. Dan47% responden yang menyatakan setuju besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK.Selebihnya, 23% responden setuju dan 3% responden tidak setuju terhadap besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK. Begitupun dengan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat, dimana sebagian respondennya

Biaya Tenaga Kerja

21%

Ketersediaan Tenaga Kerja

46% Produktivitas Tenaga Kerja


(60)

menyatakan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Namun, 37% responden setuju dan 7% responden lainnya sangat setuju bahwa besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.

Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja hanya bsekitar 53% responden menyatakan setuju dan 7% responen sangat setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan sebesar 37% responden kurang setuju serta 3% tidak setuju kalau jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Untuk tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, hanya sebesar 33% responden kurang setuju dan 3% responden sangat setuju bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kabutuhan pasar tenaga kerja dan sekitar 57% responden setuju dan 7& responden lainnya terhadap tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Berdasarkan variabel Produktivitas tenaga kerja, 13% responden bertanggapan kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Namun, 73% menyatakan setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi.Sisanya 10% responden mengatakan sangat setuju dan hanya 3% responden yang tidak setuju. Kemudian, untuk tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada, 47% responden yang menyatakan setuju dan 40% responden yang menyatakan kurang setuju terhadap tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya yang ada. Selebihnya


(61)

7% responden mengatakan sangat setuju dan 6% responden tidak setuju terhadap hal itu.

Berdasarkan analisis dan persepsi dari responden bahwa para responden menginginkan agar biaya tenaga kerja dapat ditingkatkan agar sesuai dengan besarnya UMK dan juga dapat memunuhi kebutuhan hidup dengan baik.

4.3.3 Faktor Kelembagaan

Faktor kelembagaan terdiri dari empat variabel yang akan menjadi penentu daya saing ekonomi, yaitu variabel kepastian hukum, variabel keuangan daerah, variabel aparatur dan pelayanan serta variabel peraturan daerah. Dari variabel-variabel yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor kelembagaan semuanya adalah variabel yang secara langsung dibawah kendali pemerintah daerah.

Variabel kepastian hukum sendiri memiliki bobot sebesar 0.338 atau 34 %.Kemudian, variabel keuangan daerah atau pembiayaan pembangunan dengan bobot sebesar 0.173 atau 17%.Variabel aparatur dan pelayanan dengan bobot sebesar 0.190 atau 19% dari keseluruh bobot faktor kelembagaan.Dan variabel peraturan daerah memiliki bobot sebesar 0.299 atau 30% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan.Persentasi dari masing-masing variabel faktor kelembagaan dapat kita lihat dari gambar dibawah ini.


(62)

Gambar 4.5

Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan

Variabel kepastian hukum dan variabel peraturan daerah menjadi variabel yang paling prioritas dalam daya saing ekonomi Kota Tebing Tinggi.Kemudian diikuti oleh variabel aparatur dan variabel pembiayaan pembangunan atau keuangan daerah.

Dari hasil wawancara variabel kepastian hukum, 13% responden kurang setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik.60% responden menyatakan setuju dan 27% responden menyatakan sangat setuju terhadap konsistensi peraturan yamg mengatur kegiatan usaha suadah berjalan baik. Untuk penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik, hanya sebesar 20% responden menyatakan kurang setuju dan 20% responden menyatakan sangat setuju dan 60% responden lainnya menyatakan setuju bahwa penegakan hukum dalam kaitan dengan dunia usaha sudahh baik. Selanjutnya untuk pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan dunia usaha, sebesar 17% responden menyatakan kurang setuju dan 3% responden tidak setuju terhadap pungli diluar birokrasi terhadap dunia usaha semakin berkurang.

Kepastian Hukum

34%

Pembiayaan Pembangunan

17% Aparatur

19% Peraturan

Daerah 30%


(63)

Kemudian, 20% sangat setuju dan sebesar 60% responden setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.

Dalam variabel keuangan daerah sebesar 43% responden kurang setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan.Namun 53% responden setuju dan 3% responden sangat setuju terhadap jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya untuk realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran, sebesar 53% responden menyatakan setuju dan 3% sangat setuju realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. Namun, 43% responden kurang setuju terhadap realisasai APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. Kemudian, 50% responden setuju dan 3% sangat setuju terhadap tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah, 3% responden tidak setuju dan 43% responden kurang setuju bahwa tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.

Dalam variabel aparatur dan pelayanan 63% responden setuju bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik, 13% responden sangat setuju, 20% responden kurang setuju dan 3% responden tidak setuju bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. Kemudian 17% responden menyatakan kurang setuju bahwa penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang, 63% responden setuju, 13% responden sangat setuju dan 7% responden tidak setuju bahwa penyalagunaan wewenanag oleh aparatur semakin berkurang. Selanjutnya, 60% responden menyatakan setuju bahwa


(1)

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Stabilitas politik

Keamanan

Stabilitas politik

Budaya

Keamanan

Budaya

Sisi kiri lebih penting

Sisi kanan lebih penting

3.

Faktor Perekonomian Daerah

Untuk faktor perekonomian daerah, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor

perekonomian daerah, yakni :

a)

Variabel potensi ekonomi

b)

Variabel struktur ekonomi

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Potensi ekonomi

Struktur ekonomi

Sisi kiri lebih penting

Sisi kanan lebih penting

4.

Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Untuk faktor tenaga kerja dan produktivitas, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi

faktor tenaga kerja dan produktivitas, yakni :

a)

Variabel biaya tenaga kerja

b)

Variabel ketersediaan tenaga kerja

c)

Variabel produktivitas tenaga kerja

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Biaya TK

Ketersediaan TK

Biaya TK

Produktivitas TK

Ketersediaan TK

Produktivitas TK

Sisi kiri lebih penting

Sisi kanan lebih penting

5.

Faktor Infrastruktur Fisik

Untuk faktor infrastruktur fisik, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor

infrastruktur fisik, yakni :

a)

Variabel ketersediaan infrastruktur fisik

b)

Variabel kualitas infrastruktur fisik

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

ketersediaan

infrastruktur

Kualitas

infrastruktur


(2)

66

C. Persepsi Masyarakat

Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju ; 2 = Tidak Setuju ; 3 = Kurang Setuju ; 4 = Setuju ; 5 = Sangat Setuju

No

Item-Item Pertanyaan

Skala Likert

1 2 3 4 5

Kelembagaan

A. Variabel Kepastian Hukum

1 Menurut B/I/S, konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha

sudah berjalan baik. 1 2 3 4 5

2 Menurut B/I/S, penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia

usaha sudah baik. 1 2 3 4 5

3 Menurut B/I/S, pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha

semakin berkurang. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keuangan Daerah

4 Menurut B/I/S, jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai

dengan kebutuhan. 1 2 3 4 5

5 Menurut B/I/S, realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan

anggaran. 1 2 3 4 5

6 Menurut B/I/S, tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD

relatif rendah. 1 2 3 4 5

C. Variabel Aparatur dan Pelayanan

7 Menurut B/I/S, birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin

baik. 1 2 3 4 5

8 Menurut B/I/S, penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin

berkurang. 1 2 3 4 5

9 Menurut B/I/S, struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap

dunia usaha sudah sesuai. 1 2 3 4 5

D. Variabel Peraturan Daerah

10 Menurut B/I/S, peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan

retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5 11 Menurut B/I/S, implementasi Perda sudah sesuai dengan yang

ditetapkan. 1 2 3 4 5

Sosial Politik

A. Variabel Stabilitas Politik

12 Menurut B/I/S, potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan

dapat dideteksi. 1 2 3 4 5

13 Menurut B/I/S, intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin

menurun. 1 2 3 4 5

14 Menurut B/I/S, hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin

baik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keamanan

15 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha

semakin menurun. 1 2 3 4 5

16 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap masyarakat


(3)

17 Menurut B/I/S, kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan

keamanan semakin baik. 1 2 3 4 5

C. Variabel Budaya Masyarakat

18 Menurut B/I/S, Partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam

perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. 1 2 3 4 5 19 Menurut B/I/S, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha

semakin baik. 1 2 3 4 5

20 Menurut B/I/S, perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin

menurun. 1 2 3 4 5

21 Menurut B/I/S, adat istiadat masyarakat daerah semakin

mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5

22 Menurut B/I/S, etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat 1 2 3 4 5

Perekonomian Daerah

A. Variabel Potensi Ekonomi

23 Menurut B/I/S, tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

24 Menurut B/I/S, perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 1 2 3 4 5 25 Menurut B/I/S, kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan

terjangkau. 1 2 3 4 5

26 Menurut B/I/S, tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung

semakin membaik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Struktur Ekonomi

27 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

28 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder

semakin meningkat. 1 2 3 4 5

29 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

Tenaga Kerja dan Produktivitas

A. Variabel Biaya Tenaga Kerja

30 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan

UMK. 1 2 3 4 5

31 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan

kebutuhan hidup masyarakat. 1 2 3 4 5

B. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja

32 Menurut B/I/S, jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan

pasar tenaga kerja. 1 2 3 4 5

33 Menurut B/I/S, tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan

kebutuhan pasar tenaga kerja. 1 2 3 4 5

C. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja

34 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif

tinggi. 1 2 3 4 5

35 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan

besarnya upah yang ada. 1 2 3 4 5

Infrastruktur Fisik

A. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik


(4)

68 36 Menurut B/I/S, ketersediaan jalan sudah memadai. 1 2 3 4 5 37 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 1 2 3 4 5 38 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 1 2 3 4 5 39 Menurut B/I/S, ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 1 2 3 4 5

B. Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik

40 Menurut B/I/S, kualitas jalan sudah baik. 1 2 3 4 5

41 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 1 2 3 4 5 42 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik. 1 2 3 4 5 43 Menurut B/I/S, kualitas saluran dan sambungan telepon sudah baik. 1 2 3 4 5


(5)

LAMPIRAN II

1 2 3 4 5 6 7

NO Nama

Responden

Badan

Usaha Lainnya

Bidang

Usaha Lainnya Alamat Usaha JK USIA PENDIDIKAN Lainnya

1 Kifli Harahap,

S.E. Birokrat Jl. Gunung Leuser No.1 Laki-laki 53 S1

2 Iqbal Abdillah Birokrat Jl. Gunung Leuser Laki-laki 34 S1

3 Yuniar Birokrat Jl. Delima No.5 Perempuan 49 IPDN

4 Marlisi

Simamora Birokrat Jl. Gunung Leuser Perempuan 50 S2

5 Leni Toko Jl. Gunung Leuser Perempuan 29 S1

6 Nuning Pegawai bank Jl. Dr. Sutomo Perempuan 25 S1

7 Mahyuzar Pegawai bank Jl. Dr. Sutomo Laki-laki 34 S1

8 Ahmad Ridwan Pegawai bank Jl. Dr. Sutomo Laki-laki 26 S1

9 English Purba

S.E PT Jasa-jasa Jl. T. Imam Bonjol Perempuan 29 S1

10 Tomi PT Perdagangan Jl. Sudirman Laki-laki 22 SMA

11 Ratih CV Jasa-jasa Jl. Imam Bonjol Perempuan 20 SMA

12 Amat Cv Jasa-jasa Jl. Diponegoro Laki-laki 40 SMP

13 Irfan prawira Non Bank Perdagangan Jl. Soekarno Hatta Laki-laki 24 SMA

14 Juniar Non Bank Jasa-jasa Jl. sudirman Perempuan 27 S1

15 Evi Non Bank Jasa-jasa Jl. Diponegoro No. 1 A Perempuan 25 S1

16

Junaidah

Jl. Simpang Rabung

diponegoro Perempuan 19 Mahasiswa

17 Vira Agita Jl. Pendidikan No.5 Perempuan 22 Mahasiswa

18

Inggit Gernasih

Jl. Simpang Rabung

diponegoro Perempuan 19 Mahasiswa

19 Risma SH, MH Dosen Jl. Diponegoro No. 1 A perempuan 28 S2

20 Ridwan S.E, M.si Dosen Jl. Diponegoro No. 1 A Laki-laki 42 S2


(6)

70 22

Piala Ginting SH

Tokoh

Masyarakat Jl. Gunung Leuser Laki-laki 55 S1

23

Rida

Tokoh

Masyarakat Jl. Gunung Leuser Perempuan 50 S1

24

Suprayogi

Tokoh

Masyarakat Jl. Letda sujono Laki-laki 45 S1

25

Subrantas

Tokoh

Masyarakat Jl. Letda sujono Laki-laki 52 S1

26 Mutiara Sari

Lubis UD Jl. Sudirman No. 224 Perempuan 27 SMA

27 Indah toko Jl. Pahlawan Perempuan 21 SMA

28 Indra UD Jl. Sudirman Laki-laki 39 SMA

29 saraswati toko jl. Yos sudarso Perempuan 30 SMA