perilaku seksual yang wajar sembilan belas kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola permisif.
b Pola Asuh Permisif, perilaku orangtua dalam kehidupan keluarga adalah: Tidak
pernah ada peraturan dari orangtua, anak tidak pernah dihukum, tidak ada ganjaran dan pujian karena perilaku dari si anak, dan anak bebas menentukan
kemauannyakeinginannya. Penelitian Maryatun 2013 mengatakan pola asuh orang tua dengan tipe
permisif berpeluang untuk melakukan perilaku seksual yang wajar sebesar tiga kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola autoritatif
demokratis.
c Pola Asuh Demokratis, perilaku orangtua dalam kehidupan keluarga adalah:
Orangtua sebagai penentu peraturan, anak berkesempatan untuk menanyakan alasan mengapa peraturan dibuat, dan anak boleh ikut andil dalam mengajukan
keberatan atas peraturan yang ada.
2.3. Peer Group
2.3.1. Definisi
Peer group sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan ciri-ciri seperti kesamaan tingkat usia.
Santrock 2007 mengatakan di beberapa budaya kawan-kawan sebaya peer group memiliki peran yang lebih besar bagi remaja, dibandingkan orang-orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Pengaruh Peer Group terhadap Perilaku Seksual
Peer group adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Dalam pembentukan kelompok peer group selain diperhatikan persamaan usia,
para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobbi, status sosial, ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama
dan juga ras Santrock, 2007. Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan mulai memperluas hubungan dengan peer
group. Pada umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya peer group. Kelompok usia sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam
kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat mengambil
berbagai peran. Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada teman sebagai sumber kesenangannya dan keterikatannya dengan peer group
begitu kuat. Kecenderungan keterikatan kohesi dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi di antara anggota-anggotanya
Santrock, 2007. Remaja menganggap teman sebayanya sebagai sesuatu hal yang penting.
Remaja menganggap kelompok sebayanya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda mulai melakukan sosialisasinya, dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-
nilai yang ditetapkan orang dewasa melainkan oleh teman-temannya. Karena remaja sering berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok,
maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
Universitas Sumatera Utara
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga Hurlock 2003. Remaja dan dorongan seksual adalah dua hal yang sangat
berhubungan erat sehingga tidak bisa dipisahkan. Ini di karenakan fase remaja, mereka umumnya memiliki dorongan seksual yang sangat kuat, sedangkan resiko
akibat kegiatan seksual yang menjurus pada hubungan seks belum sepenuhnya mereka ketahui. Umumnya remaja lebih sering melakukan kegiatan bersama
kelompok teman-sebayanya, hal ini memicu munculnya pergaulan yang menganut nilai-nilai kebebasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis akan ia turuti demi
memperoleh pengakuan dan penerimaan dari kelompoknya. Akan dianggap kuno dan
ketinggalan zaman kalau tidak mencium atau berciuman dengan pacarnya.
Dalam kelompok peer group terjadi interaksi yang saling memengaruhi yaitu konformitas. Santrock 2003 mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti
kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh
kelompoknya tersebut. Sarwono 2011 menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga
sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas,
serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas Cynthia, 2007. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Condry, Simon, Bronffenbrenner, 1968 Santrock, 2003
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya.
Peer group dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja. Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula
Santrock, 2003. Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan. Sebaliknya secara positif,
kelompok peer group adalah tempat terjadinya proses belajar sosial, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan,
keyakinan, nilai-nilai dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.
Karena remaja sering berada di luar rumah bersama dengan teman-peer group sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-peer group
pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka
memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar.
Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang, merokok, seks bebas maka remaja cenderung mengikutinya tanpa
memperdulikannya perasaan mereka sendiri Hurlock, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori