testis. Umumnya menghilang dalam 10 hari dan bekasnya daat menimbulkan hiperpigmentasi Pedoman Nasional Pemberantasan
Penyakit Kusta, 2006. 3. Lucio Phenomenon
Reaksi yang terjadi pada tipe LL yang menyerang pasien kusta di negara Meksiko yang tidak mendapatkan pengobatan. Gejalanya berupa bintik
merah yang lunak dan nyeri di kulit, biasanya pada ekstremitas, kemudian bintik tersebut menjadi seperti purpura dan bagian tengahnya menjadi
ulkus dan akhirnya menjadi seperti krusta yang berwarna coklat atau hitam Jopling, 1995.
2.1.10. Cacat Kusta
WHO 1980 membatasi istilah dalam cacat kusta sebagai berikut
:
1. Impairment: segala kehilangan atau abnormalitas struktur atau fungsi yang bersifat patologik, fisiologik, atau anatomik, misalnya leproma,
ginekomastia, madarosis, claw hand, ulkus, dan absorbsi jari. 2. Disability: segala keterbatasan atau kekurangmampuan akibat
impairment untuk melakukan kegiatan dalam batas kehidupan yang normal bagi manusia.
3. Handicap: kemunduran pada seorang individu akibat impairment atau disability yang membatasi atau menghalangi penyelesaian tugas normal
yang bergantung pada umur, jenis kelamin, dan faktor soial budaya. Handicap ini merupakan efek penyakit kusta yang berdampak sosial,
ekonomi, dan budaya. WHO Expert Comittee on Leprosy dalam laporan yang dimuat dalam
WHO Technical Report Series No. 607 telah membuat klasifikasi cacat bagi penderita kusta. Klasifikasi tersebut antara lain:
1. Tingkat 0 tidak terdapat gangguan sensibilitas atau deformitas yang
terlihat pada kaki, tangan dan mata,
Universitas Sumatera Utara
2. Tingkat 1 ada gangguan sensibilitas, tanpa ada kerusakan yang
terlihat pada tangan dan kaki. Ada gangguan pada mata, tidak terdapat gangguan penglihatan yang berat. Visus 660 atau lebih baik.
3. Tingkat 2 ada deformitas pada tangan dan kaki, visus kurang dari
660, terdapat gangguan penglihatan berat Kosasih, 2003. Jenis cacat yang timbul pada penderita kusta dapat dibagi:
1. Kelompok cacat primer Kelompok kecacatan yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit,
terutama kecacatan sebagai respon kerusakan jaringan terhadap infeksi. Yang termasuk cacat ini:
a. Cacat pada fungsi sensorik, mislanya anestesia, fungsi saraf motorik.
Misalnya: claw hand, wrist drop, foot drop, lagoftalmos dan cacat pada fungsi otonom yang dapat menyebabkan kulit kering dan
elastisitas kulit berkurang. b.
Infiltrasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan menyebabkan kulit berkerut dan berlipat-lipat. Kerusakan folikel rambut menyebabkan
alopesia dan madarosis. c.
Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman dapat terjadi tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, tulang, testis, dan bola mata Harijanto,
2000.
2. Kelompok cacat sekunder Cacat yang terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan
saraf. Anestesi memudahkan luka akibat trauma mekanis maupun termis. Kelumpuhan motorik dapat menyebabkan kontraktur sehingga dapat
menimbulkan gangguan mengenggam dan berjalan. Lagoftalmos dapat menyebabkan kornea kering dan terjadinya keratitis Harijanto, 2000.
Menurut Kuniarto 2006, terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kecacatan pada penderita kusta, yaitu:
a. Pekerjaan b. Status ekonomi
Universitas Sumatera Utara
c. Lama sakit d. Tidak teratur minum obat
e. Riwayat reaksi f. Lokasi lesi
g. Perawatan diri
2.1.11. Rehabilitasi Cacat Kusta