tidak perlu lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :
1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara teliti.
a. Semua bercak masih nampak.
b. Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan
tangan. c.
Semua saraf yang masih tebal. d.
Semua cacat yang masih ada. 2. Mengambil skin semar sesudah skin semarnya diambil maka penderita
langsung dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin smear. 3.
Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.
Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
1. Pengobatan telah selesai.
2. Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar janga
sampai luka. 3.
Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan ulang.
2.1.8. Prognosis
Prognosis penyakit kusta bergantung pada tipe kusta apa yang diderita oleh pasien, akses ke pelayanan kesehatan, dan penanganan awal yang diterima
oleh pasien. Relaps pada penderita kusta terjadi sebesar 0,01 – 0,14 per tahun dalam
10 tahun. Perlu diperhatikan terjadinya resistensi terhadap dapson atau rifampisin. Karena berkurangnya kemampuan imunitas tubuh, kehamilan pada pasien
kusta wanita yang berusia dibawah 40 tahun dapat mempercepat timbulnya relaps atau reaksi, terutama reaksi tipe 2.
Universitas Sumatera Utara
Secara keseluruhan, prognosis kusta pada anak lebih baik karena pada anak jarang terjadi reaksi kusta Lewis, 2010.
2.1.9 Reaksi Kusta
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan atau reaksi antigen-
antibodi dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi cacat. Reaksi kusta dapat terjadi sebelum
pengobatan tetapi terutama terjadi selama atau sesudah pengobatan. Gambaran klinisnya sangat khas berupa panas, merah, bengkak dan dapat disertai gangguan
fungsi saraf. Namun tidak semua gejala reaksi serupa. 1. Reaksi Tipe 1
Reaksi ini banyak terjadi pada penderita yang berada pada spektrum borderline. Reaksi ini terjadi selama pengobatan dan terjadi karena
peningkatan hebat respon imun seluler secara tiba-tiba, sehingga terjadi peradangan hebat pada kulit dan saraf. Inflamasi pada saraf dapat
mengakibatkna kerusakan dan kecacatan yang timbulnya dalam hitungan hari, jika tidak ditangani secara adekuat. Gejala pada reaksi tipe 1 dapat
dilihat berupa perubahan pada kulit, maupun saraf dalam bentuk peradangan. Kulit bengkak, nyeri, dan panas . Pada saraf, manifestasi
berupa nyeri dan gangguan fungsi saraf, kdang juga dapat terjadi demam Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006.
2. Reaksi Tipe 2 Terjadi pada penderita MB dan merupakan reaksi humoral karena
tingginya respon imun humoral pada penderita borderline dan lepromatous, dimana tubuh membentuk antibodi karena salah satu protein
M. Leprae bersifat antigenik. Jika terjadi reaksi dengan antibodi sehingga membentuk kompleks imun dan menyebabkan nodul merah yang disebut
ENL Erytema Nodosum Leprosum. Kompleks imun juga biasanya terjadi ekstravaskuler dan dalam sirkulasi darah, sehingga dapat
mengendap ke berbagai organ terutama pada kulit, saraf, limfonodus, dan
Universitas Sumatera Utara
testis. Umumnya menghilang dalam 10 hari dan bekasnya daat menimbulkan hiperpigmentasi Pedoman Nasional Pemberantasan
Penyakit Kusta, 2006. 3. Lucio Phenomenon
Reaksi yang terjadi pada tipe LL yang menyerang pasien kusta di negara Meksiko yang tidak mendapatkan pengobatan. Gejalanya berupa bintik
merah yang lunak dan nyeri di kulit, biasanya pada ekstremitas, kemudian bintik tersebut menjadi seperti purpura dan bagian tengahnya menjadi
ulkus dan akhirnya menjadi seperti krusta yang berwarna coklat atau hitam Jopling, 1995.
2.1.10. Cacat Kusta