Riwayat kelainan payudara, genitalia dan penyakit vaskuler yang mungkin akan

Osteoporosis Yoko Irawan, S.Ked 406080079

8. Riwayat kelainan payudara, genitalia dan penyakit vaskuler yang mungkin akan

mempengaruhi keputusan pemberian terapi pengganti hormonal. Pemeriksaan klinik  Tulang vertebra harus diperiksa dengan seksama, terutama untuk mencari deformitas kifosis, nyeri, dan tanda-tanda fraktur bila mungkin.  Tinggi badan harus diperiksa, apakah ada penurunan tinggi atau tidak.  Beberapa penyakit yang didapat dalam anamnesa harus dibuktikan pada pemeriksaan fisik.  Juga harus dicari kelainan payudara dan penyakit vaskuler. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan ini meliputi darah lengkap, albumin, fosfat, ureum, T3, T4, serum protein elektroforesis, dan urin lengkap. Juga dilakukan pemeriksaan kadar kalsium, kreatinin, hidroksiprolin, alkali fosfatase, dan osteokalsin untuk mengetahui secara tidak langsung adanya gangguan keseimbangan resorpsi dan pembentukan tulang. Namun tidak semua pemeriksaan ini dilakukan mengingat harganya yang mahal, misalnya pemeriksaan osteokalsin. Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam juga berguna walaupun tidak langsung mendeteksi kelainan metabolisme tulang. Bila nilai ekskresi kalsium 100 mg per 24 jam, menandakan adanya gangguan penyerapan kalsium dari saluran cerna atau adanya peningkatan hormon paratiroid PTH sehingga ginjal menghambat pengeluaran kalsium. Namun ekskresi kalsium 250 mg per 24 jam akan berbahaya bila penderitanya diberi suplemen kalsium.

a. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya resorpsi tulang

1. Mengukur kadar kalsium urin puasa dibagi dengan kreatinin. adanya gangguan penyerapan kalsium di saluran cerna juga akan menyebabkan rendahnya pengeluaran kalsium di urin. 2. Mengukur kadar hidroksiprolin urin puasa dibagi dengan kreatinin kolagen fibrilar kaya akan asam amino hidroksiprolin dan hidroksilisin. Sekitar 50 kolagen ini ditemukan dalam tulang. Keduanya akan dikeluarkan dalam urin bila terjadi kerusakan kolagen sehingga ekskresi hidroksiprolin yang meningkat dalam urin 24 jam menandakan adanya resorpsi tulang. Pemeriksaan ini spesifisitas dan sensitivitasnya rendah karena kadar hidroksiprolin dalam urin juga ditemukan pada orang dengan diet tinggi protein.

b. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya pembentukan tulang

1. Mengukur kadar fosfatase alkali serum ALP fosfatase alkali diproduksi oleh osteoblas sehingga dapat digunakan sebagai indikator adanya pembentukan tulang. Namun, fosfatase alkali dibentuk juga oleh jaringan lain. Kadar fosfatase alkali yang tinggi bisa akibat osteomalacia, keganasan tulang, hepatitis menahun, atau sedang dalam masa penyembuhan fraktur. Agar pemeriksaan ini menjadi spesifik, perlu dilakukan juga pemeriksaan bone specific assay. 2. Mengukur kadar osteokalsin Osteokalsin hanya dihasilkan oleh osteoblas sehingga pada keadaan pembentukan tulang yang meningkat, kadarnya pun akan naik. Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 26 Januari 2009– 28 Februari 2009 109 Osteoporosis Yoko Irawan, S.Ked 406080079 Pemeriksaan biokimiawi tulang di atas seperti alkali fosfatase, osteokalsin, dan deoksipiridinolin urin berguna untuk mendiagnosis osteoporosis pada waktu bone turn over sedang meningkat. Evaluasi terapi secara biokimia tulang dapat dilakukan dalam waktu 2-3 bulan setelah pengobatan osteoporosis dan diharapkan terjadi penurunan petanda resorpsi dan pembentukan tulang. Pemeriksaan radiologi 1. Pemeriksaan radiologi sederhana Pemeriksaan radiologi vertebra torakalis dan lumbalis AP dan lateral untuk mencari adanya fraktur. Foto x-ray hanya merupakan pengukuran kasar terhadap adanya osteopenia, tanpa merinci bagian tulang mana yang telah mengalami osteopenia. Pemeriksaan radiologi biasa untuk mendeteksi osteoporosis secara dini kurang memuaskan karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi osteoporosis setelah penurunan densitas massa tulang lebih dari 30. 2. Pemeriksaan lainnya Teknologi kedokteran sering mendiagnosis osteoporosis dengan mengukur kepadatan mineral tulang atau bone mineral density BMD pasien. BMD adalah sejumlah kalsium yang berada di dalam tulang. Banyak metode untuk mengukur BMD juga disebut bone densitometry dengan cepat, non-invasive tidak menimbulkan luka, tanpa rasa sakit, dan tersedia untuk outpatient pasien yang tidak tinggal di rumah sakit. Bone densitometry juga dapat digunakan untuk memperkirakan adanya patah tulang. Metode BMD meliputi Dual Energy X-rays Absorptiometry DEXA atau CT scans Osteo CTQCT tulang pada kolom tulang belakang, pergelangan, lengan atau kaki. Metode ini membandingkan kepadatan tulang secara numeris dihitung berdasar gambar untuk menentukan apakah pasien menderita osteoporosis atau tidak serta tingkatannya. DEXA merupakan metode bone densitometry yang paling luas penggunaannya serta memberikan kepastian pengobatan yang lebih baik. Pengukuran BMD dengan DEXA tanpa rasa sakit, tanpa suntikan, non-invasive, sedatif dan tanpa perlu adanya diet atau persiapan khusus lainnya. Selama pengujian DEXA, pasien tetap dapat berpakaian lengkap ketika bagian tubuhnya discan dan pada umumnya pengobatannya berlangsung cepat. DEXA menggunakan sinar-x dosis yang radiasinya lebih kecil dibanding chest sinar-x. Setiap kepadatan tulang pasien yang diamati dibandingkan dengan kesehatan kenormalan tulang orang muda yang sehat atau dengan perbandingan data tingkat usia. Tes laboratorium yang mengukur sejumlah collagen protein pada jaringan penghubung pada contoh urin dapat menunjukkan adanya pengeroposan tulang. Tes lab ini mungkin juga dapat berkolaborasi dengan DEXA atau metode lainnya untuk mendiagnosis osteoporosis. Metode baru untuk mengukur osteoporosis menggunakan ultrasound sedang dikembangkan. Salah satunya system ultrasound yang mengukur BMD tumit Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 26 Januari 2009– 28 Februari 2009 110 Osteoporosis Yoko Irawan, S.Ked 406080079 pasien hanya dalam waktu satu menit. Sistem ultrasound lebih murah daipada system tradisional DEXA. Baru-baru ini system ini mendapat izin dari US Food and Drug Administration FDA. Banyak pihak berharap sistem ini lebih kompak, biaya yang murah bisa meningkatkan penggunaan sistem ini di masa depan. Sayangnya, dalam mengukur bagian-bagian sekunder seperti tumit sebagai cara kerja utama, kepekaan ultrasound tidak dapat menyamai DEXA atau QCT yang mengukur tulang belakang atau pinggang, karena kepadatan tulang tumit mungkin normal walaupun bagian pusat seperti tulang belakang atau pinggang tidak normal. Selanjutnya, perubahan kepadatan pada tumit lebih lambat dibanding tulang belakang atau pinggang. Oleh karena itu ultrasound densitometri tidak digunakan untuk memonitor respons pasien terhadap terapi yang diberikan. Walau begitu sistem ultrasound membuat lebih banyak orang menjadi mampu mengakses bone densitometry yang potensial untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum patah tulang terjadi. Tingkat akurasi dari metode-metode pemeriksaan diatas tergolong tinggi, antara 85-99. QCT merupakan penguji yang paling akurat, DEXA paling banyak penggunaannya, dan ultra sound sebagai yang termurah. Indikasi pemeriksaan densitometri tulang : 1. Wanita dengan defisiensi estrogen 2. Penderita dengan abnormalitas tulang belakang atau secara radiologik didapatkan osteopenia 3. Penderita yang memperoleh glukokortikoid jangka panjang 4. Pada penderita dengan hiperparatiroidisme primer asimptomatik 5. Evaluasi penderita-penderita : - Tidak responsif terhadap terapi yang diberikan - Penurunan densitas massa tulang yang cepat - Wanita diatas 60 tahun atau laki-laki diatas 70 tahun - Amenore primer dan sekunder - Hiperparatiroidisme sekunder - Anoreksia nervosa - Alkoholisme - Terapi antikonvulsan - Fraktur multiple atraumatik Pemeriksaan densitometri tulang dengan alat DEXA biasanya digunakan untuk mengukur densitas massa tulang pada daerah lumbal, femur proksimal, lengan bawah distal dan seluruh tubuh. Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis, cukup diperiksa densitometri lumbal dan femur proksimal. Bila terdapat keterbatasan biaya, dapat dipertimbangkan pemeriksaan hanya pada 1 daerah, yaitu daerah lumbal untuk wanita yang berumur kurang dari 60 tahun, atau daerah femur proksimal pada wanita yang berumur lebih dari 60 tahun atau pada laki-laki. Untuk mendiagnosa osteoporosis, digunakan nilai T-score, yaitu nilai standart deviasi densitas massa tulang penderita dibandingkan dengan densitas massa tulang Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 26 Januari 2009– 28 Februari 2009 111 Osteoporosis Yoko Irawan, S.Ked 406080079 rata-rata populasi muda, yaitu populasi pada waktu nilai massa tulang puncak tercapai 20-30 tahun. Berdasarkan kriteria kelompok kerja WHO, maka diagnosis osteoporosis ditegakkan dengan kriteria berikut :  Normal → bila densitas massa tulang diatas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda T-score.  Osteopenia→ bila densitas massa tulang diantara -1 SD sampai -2,5 SD dari T- score.  Osteoporosis→ bila densitas massa tulang -2,5 SD dari T-score atau kurang  Osteoporosis berat→ yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur Teknik Nama Bagian yang di scan Waktu scanning menit SPA Single Photon Absorptiometry Radius, Calcaneus tumit 5-10 DEXA Dual Energy X-ray Absorptiometry Tulang punggung lumbal 5-10 Tulang punggung lumbal lateral 15-20 Femur 5-10 Seluruh tubuh 20 QCT Quantitative Computed Tomography Tulang punggung lumbal 20 Femur 20 PQCT Peripheral Quantitative Computed Tomography Lengan bawah 10 QUS Quantitative Ultrasound Tempurung lutut 15-20 Tungkai bawah 10-15 Tumit 10-15 T-score dan Z-score BMD pasien – BMD rata-rata orang dewasa muda T-score = --------------------------------------------------------------- 1 SD BMD rata-rata orang dewasa muda BMD pasien – BMD rata-rata orang seusia pasien Z-score = --------------------------------------------------------------- 1 SD BMD rata-rata orang seusia pasien Nilai Z-score tidak digunakan untuk diagnosis. Z-score yang rendah -2,0 mencurigakan ke arah kemungkinan osteoporosis sekunder, walaupun tidak ada data pendukung. Selain itu setiap penderita harus dianggap menderita osteoporosis sekunder sampai terbukti tidak ada penyebab osteoporosis sekunder Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 26 Januari 2009– 28 Februari 2009 112 Osteoporosis Yoko Irawan, S.Ked 406080079 Region of Interest ROI Bagian-bagian tulang yang diukur Region of Interest, ROI: 1. Tulang belakang L1-L4 2. Panggul - Femoral neck - Total femoral neck - Trochanter 3. Lengan bawah 33 radius, bila: - Tulang belakang danatau panggul tak dapat diukur - Hiperparatiroidisme - Sangat obese Dari ketiga lokasi tersebut, maka nilai T-score yang terendah yang digunakan untuk diagnosis osteoporosis. Tindakan berdasarkan hasil T-score T-score Risiko fraktur Tindakan +1 0 sd +1 -1 sd 0 -1 sd -2,5 -2,5 tanpa fraktur -2,5 dengan fraktur Sangat rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi - Tidak ada terapi - Ulang densitometri tulang bila ada indikasi - Tidak ada terapi - Ulang densitometri tulang setelah 5 tahun - Tidak ada terapi - Ulang densitometri tulang setelah 2 tahun - Tindakan pencegahan osteoporosis - Tindakan pengobatan bila didapatkan 2 faktor resiko - Ulang densitometri tulang setelah 1 tahun - Tindakan pencegahan dilanjutkan - Tindakan pengobatan osteoporosis - Ulang densitometri tulang dalam 1-2 tahun - Tindakan pencegahan dilanjutkan - Tindakan pengobatan osteoporosis - Tindakan bedah atas indikasi - Ulang densitometri tulang dalam 6 bulan - 1 tahun

VI. PENGELOLAAN