Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat dibuat melalui beberapa tahapan reaksi sebagai berikut: 1. Sulfonasi polistirena dengan asetilsulfat sebagai agen pensulfonasi sulfonating agent Polistirena disulfonasi dengan asetilsulfat yang dibuat dari asetat anhidrida dan asam sulfat pekat dalam pelarut diklorometana, yang akan menghasilkan asam polistirena sulfonat dengan reaksi seperti pada Gambar 4.1 berikut. asetilsulfat H 3 C C OSO 3 H O H 3 C C O C H 3 C O + H 2 SO 4 pekat CH 2 Cl 2 ice bath + asetat anhidrida O CH 3 COOH CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH SO 3 H SO 3 H x + + polistirena asetilsulfat n CH 2 CH asam polistirena sulfonat CH 3 COOH H 3 C C OSO 3 H O Gambar 4.1. Reaksi sulfonasi polistirena dengan asetilsulfat Asam polistirena sulfonat yang diperoleh ada dua jenis yaitu, asam polistirena sulfonat yang larut dalam air dan asam polistirena sulfonat yang tidak larut dalam air namun, larut dalam diklorometana. Kedua jenis asam polistirena sulfonat ini tidak dapat langsung ditentukan derajat sulfonasinya dengan metode titrasi karena masih mengandung sisa asam sulfat dan asam asetat sebagai hasil samping. Namun menurut Kucera dan Jancar Universitas Sumatera Utara 1996, asam polistirena sulfonat yang memiliki derajat sulfonasi di atas 30 bersifat sangat larut dalam air sedangkan, asam polistirena sulfonat yang memiliki derajat sulfonasi di bawah 30 bersifat kurang larut dalam air, namun larut dalam pelarut semipolar seperti diklorometana. Oleh karena itu, asam polistirena sulfonat yang larut dalam air yang diperoleh pada penelitian ini diduga memiliki derajat sulfonasi di atas 30 dan asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana memiliki derajat sulfonasi di bawah 30. 2. Mereaksikan asam polistirena sulfonat dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat Kedua jenis larutan asam polistirena sulfonat yang diperoleh masih mengandung sisa asam sulfat dan asam asetat sebagai hasil samping sehingga, untuk memperoleh kalsium polistirena sulfonat, asam polistirena sulfonat ini tidak dapat langsung direaksikan dengan CaCl 2 . Hal ini disebabkan karena kalsium polistirena sulfonat yang akan dihasilkan dapat bercampur dengan kalsium sulfat dan kalsium asetat yang bersifat tidak larut dalam air sehingga sulit dipisahkan dari kalsium polistirena sulfonat. Oleh karena itu, untuk memudahkan pemisahan maka, larutan asam polistirena sulfonat ini direaksikan terlebih dahulu dengan NaOH sehingga menghasilkan natrium polistirena sulfonat dan hasil samping berupa natrium sulfat dan natrium asetat yang akan dipisahkan dengan penambahan etanol, dimana natrium sulfat dan natrium asetat lebih larut dalam etanol sehingga natrium polistirena sulfonat yang diperoleh menjadi lebih murni. 2.a. Asam polistirena sulfonat yang larut dalam air ditambahkan dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat A dengan reaksi seperti pada Gambar 4.2 berikut. Universitas Sumatera Utara CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH SO 3 H SO 3 H NaOH CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH x SO 3 Na SO 3 Na asam polistirena sulfonat yang larut dalam air natrium polistirena sulfonat A + H 2 O x + Gambar 4.2. Reaksi asam polistirena sulfonat yang larut dalam air dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat A 2.b. Asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana ditambahkan dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat B dengan reaksi seperti pada Gambar 4.3 berikut. CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH SO 3 H SO 3 H NaOH CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH y SO 3 Na SO 3 Na asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana natrium polistirena sulfonat B + H 2 O y + Gambar 4.3. Reaksi asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat B 3. Mereaksikan natrium polistirena sulfonat dengan CaCl 2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat Natrium polistirena sulfonat yang sudah murni ditambahkan dengan CaCl 2 sehingga menghasilkan kalsium polistirena sulfonat. 3.a. Natrium polistirena sulfonat A ditambahkan dengan CaCl 2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat C dengan reaksi seperti pada Gambar 4.4 berikut. Universitas Sumatera Utara + CaCl 2 kalsium polistirena sulfonat C CH 2 CH S CH 2 CH CH 2 CH x S O O O O O Ca O + 2NaCl CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH SO 3 Na SO 3 Na x natrium polistirena sulfonat A Gambar 4.4. Reaksi natrium polistirena sulfonat A dengan CaCl 2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat C 3.b. Natrium polistirena sulfonat B ditambahkan dengan CaCl 2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat D dengan reaksi seperti pada Gambar 4.5 berikut. + CaCl 2 kalsium polistirena sulfonat D CH 2 CH S CH 2 CH CH 2 CH y S O O O O O Ca O + 2NaCl CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH SO 3 Na SO 3 Na y natrium polistirena sulfonat B Gambar 4.5. Reaksi natrium polistirena sulfonat B dengan CaCl 2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat D Kalsium polistirena sulfonat C dan D yang diperoleh bersifat tidak larut dalam air, metanol, etanol, kloroform, diklorometana, maupun n-heksana. Kadar logam Ca pada kalsium polistirena sulfonat C dan D yang diukur dengan metode SSA adalah sebesar 8,60 dan 6,14 sedangkan, derajat sulfonasi kalsium polistirena sulfonat C dan D yang dihitung adalah sebesar 34,83 dan 24,87 . Derajat sulfonasi yang dihitung ini sesuai dengan derajat sulfonasi menurut Kucera dan Jancar di atas. Spektrum FT-IR kalsium polistirena sulfonat C dan D dapat dilihat seperti pada Gambar 4.6 dan 4.7 berikut. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.6. Spektrum FT-IR KBr Pellet Kalsium Polistirena Sulfonat C Universitas Sumatera Utara Gambar 4.7. Spektrum FT-IR KBr Pellet Kalsium Polistirena Sulfonat D Spektrum FT-IR polistirena sebagai bahan awal dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut. Gambar 4.8. Spektrum FT-IR Polistirena Universitas Sumatera Utara Kalsium polistirena sulfonat C dan D memiliki spektrum FT-IR dengan puncak- puncak yang hampir mirip Gambar 4.6 dan 4.7. Adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1683,81 cm -1 dan 1685,16 cm -1 menunjukkan regangan C=C aromatik, pada bilangan gelombang 670,47 cm -1 dan 670,19 cm -1 menunjukkan pita serapan S-O, dan pada bilangan gelombang 1139,67 cm -1 dan 1140,28 cm -1 menunjukkan pita serapan S=O yang merupakan karakteristik garam sulfonat, serta pada bilangan gelombang 601,93 cm -1 dan 602,01 cm -1 menunjukkan pita serapan C-S Silverstein, R.M., dkk, 1963. Jika dibandingkan dengan spektrum FT-IR polistirena sebagai bahan awal pada Gambar 4.8 di atas hanya menunjukkan adanya pita serapan C=C aromatik pada bilangan gelombang 1400-1600 cm -1 sedangkan, pita serapan S-O, S=O, dan C-S tidak terlihat. Munculnya puncak-puncak baru pada spektrum FT-IR Gambar 4.6 dan 4.7 tersebut menunjukkan bahwa reaksi sulfonasi polistirena yang diikuti dengan penggaraman dengan CaCl 2 membentuk kalsium polistirena sulfonat telah terjadi. 4.2. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium polistirena sulfonat Kalsium polistirena sulfonat C dan D digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri kadar total metil ester 95 dengan kandungan tokoferol sebesar 59,9 ppm dan tokotrienol sebesar 129,3 ppm. Campuran metil ester minyak kemiri yang mengandung tokoferol dan tokotrienol dilarutkan dalam etanol, selanjutnya ke dalam campuran ini ditambahkan sejumlah kalsium polistirena sulfonat sehingga terjadi proses adsorpsi. Etanol ini berfungsi untuk melarutkan metil ester asam lemak yang memiliki ikatan rangkap seperti metil oleat, linoleat, dan linolenat, dimana metil ester asam lemak yang bersifat lebih polar daripada tokoferol dan tokotrienol lebih mudah larut dalam etanol Stoker dan Walker, 1991 sehingga tokoferol dan tokotrienol yang terdapat dalam campuran dapat diadsorpsi oleh adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut. Tokoferol berinteraksi dengan gugus nonpolar adsorben sedangkan, tokotrienol berinteraksi dengan gugus nonpolar dan gugus polar logam kalsium pada adsorben. Kalsium polistirena sulfonat C mengadsorpsi tokoferol sebesar 57,9 ppm 96,7 dan tokotrienol sebesar 129,3 ppm 100 sedangkan, kalsium polistirena sulfonat D Universitas Sumatera Utara mengadsorpsi tokoferol sebesar 57,9 ppm 96,7 dan tokotrienol sebesar 128,2 ppm 98,2. Tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh adsorben didesorpsi dengan menggunakan n-heksana. Tokoferol dan tokotrienol yang dapat didesorpsi dari kalsium polistirena sulfonat C sebesar 1,2 ppm 2,1 dan 1,4 ppm 1,1 sedangkan, tokoferol dan tokotrienol yang dapat didesorpsi dari kalsium polistirena sulfonat D sebesar 1,3 ppm 2,3 dan 1,8 ppm 1,4. Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena C dan D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1. Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena sulfonat C dan D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut Jenis Adsorben Tokoferol TP dan tokotrienol TT awal Tokoferol TP dan tokotrienol TT yang teradsorpsi Tokoferol TP dan tokotrienol TT yang terdesorpsi recovery TP ppm TT ppm TP ppm TT ppm TP ppm TT ppm Kalsium Polistirena Sulfonat C 59,9 129,3 57,9 96,7 129,3 100 1,2 2,1 1,4 1,1 Kalsium Polistirena Sulfonat D 59,9 129,3 57,9 96,7 128,2 99,1 1,3 2,3 1,8 1,4 Dari Tabel 4.1 di atas terlihat adanya perbedaan jumlah hasil adsorpsi dan desorpsi tokoferol dan tokotrienol antara kedua adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut. Perbedaan ini dapat dijelaskan melalui konsep Dewar, Chatt, dan Duncanson DCD yang menjelaskan bahwa interaksi antara logam kalsium dengan hidrokarbon tak jenuh terjadi karena adanya donasi densitas elektron dari orbital π yang terisi ke orbital σ pada logam kalsium. Dalam hal ini, tokotrienol yang memiliki ikatan rangkap berinteraksi dengan gugus polar logam kalsium dan gugus nonpolar polistirena sulfonat, sedangkan tokoferol yang tidak memiliki ikatan rangkap hanya berinteraksi dengan gugus nonpolar polistirena sulfonat. Sehingga tokoferol akan lebih mudah didesorpsi dari adsorben karena interaksi antara logam Ca dengan tokotrienol lebih kuat daripada tokoferol. Universitas Sumatera Utara Selain itu, semakin tinggi kadar logam Ca dalam adsorben tersebut maka, kemampuan adsorpsi tokotrienol juga akan semakin besar. Hal ini dibuktikan oleh kalsium polistirena sulfonat A dengan kadar logam Ca 8,60 memiliki kemampuan adsorpsi tokotrienol yang lebih besar daripada kalsium polistirena sulfonat B yang memiliki kadar logam Ca 6,14 . Namun sebaliknya, kemampuan desorpsi kalsium polistirena sulfonat A semakin rendah daripada kalsium polistirena sulfonat B. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kadar logam Ca dalam adsorben tersebut, maka interaksi antara tokotrienol dengan adsorben juga akan semakin kuat sehingga menjadi lebih sulit untuk dilepas dari adsorben. Jika dibandingkan dengan peneliti sebelumnya yaitu Tandale dan Lali 2004 yang mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari minyak jagung yang telah mengalami proses deodorasi terlebih dahulu menggunakan adsorben polimer sintetis tanpa adanya logam kalsium seperti diaion HP20 polimer divinilbenzen-etilstirena menghasilkan persentase adsorpsi hanya sekitar 85 namun, persentase desorpsi mencapai 93,5 sedangkan, pada penelitian ini menggunakan adsorben kalsium polistirena sulfonat, tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi dapat mencapai 96-100 namun, persentase desorpsi hanya mencapai 1-2,4. Dengan demikian, berdasarkan data yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adsorpsi dan desorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri dipengaruhi oleh logam kalsium dengan kadar logam yang berbeda-beda yang terdapat pada kedua jenis adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut.

4.3. Pembuatan Kalsium Stearat

Dokumen yang terkait

Penggunaan Polistirena Sulfonat Sebagai Katalis Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas) Berkadar Asam Lemak Bebas Tinggi

1 48 60

Adsorpsi Β-Karoten Dari Bahan Yang Mengandung Karotenoida Dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat

0 41 55

Studi Penggunaan Adsorben Sintetis Kalsium Maleat – Grafting – High Density Polyethylene (HDPE) Pada Pemisahan Karotenoid Dari Biodiesel Minyak Sawit

0 30 79

Sintesis Metil Ester Sulfonat Dari Asam Stearat Dan Metil Ester Sulfonat Dari Asam Oleat

5 56 83

Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Sulfonasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor (Ricinus communis L)

4 43 67

Pengaruh Katalis H2SO4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate)

0 18 5

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

6 117 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiri - Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

0 1 8

Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

0 0 13