Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

(1)

PERANAN KALSIUM PADA ADSORBEN KALSIUM POLISTIRENA

SULFONAT DAN KALSIUM STEARAT TERHADAP ADSORPSI

DAN DESORPSI TOKOFEROL DAN TOKOTRIENOL DARI

CAMPURAN METIL ESTER MINYAK KEMIRI

SKRIPSI

LOIS LENNY MARITA

090802031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PERANAN KALSIUM PADA ADSORBEN KALSIUM POLISTIRENA

SULFONAT DAN KALSIUM STEARAT TERHADAP ADSORPSI

DAN DESORPSI TOKOFEROL DAN TOKOTRIENOL DARI

CAMPURAN METIL ESTER MINYAK KEMIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

LOIS LENNY MARITA

090802031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena

Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

Kategori : Skripsi

Nama : Lois Lenny Marita

Nomor Induk Mahasiswa : 090802031

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Oktober 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Prof.Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Dr. Nimpan Bangun, M.Sc. NIP.194907181976031001 NIP. 195012221980031002

Disetujui oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PERANAN KALSIUM PADA ADSORBEN KALSIUM POLISTIRENA

SULFONAT DAN KALSIUM STEARAT TERHADAP ADSORPSI

DAN DESORPSI TOKOFEROL DAN TOKOTRIENOL DARI

CAMPURAN METIL ESTER MINYAK KEMIRI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2014

Lois Lenny Marita 090802031


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sumber segala kasih karunia sebab atas berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini indah pada waktu-Nya.

Dengan penuh hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nimpan Bangun, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan kepala laboratorium kimia anorganik serta Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu, dukungan baik materi maupun moril, serta saran dan kritikan yang tajam namun sangat memotivasi dan bermanfaat bagi penulis. Terima kasih kepada Frisda Panjaitan, M.T dari PPKS Medan yang telah memberikan bantuan dana dalam terlaksananya penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rumondang Bulan, M.S dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris departemen kimia FMIPA USU, Dr. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku dosen pembimbing akademik serta seluruh dosen kimia yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama di perkuliahan.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman seperjuangan kimia 2009 yang telah memberikan kenangan yang sangat indah semasa perkuliahan dan praktikum, khususnya kepada sahabat tersayang Putri Naiborhu dan Juliana. Kepada Dr. Ir. Justaman Karo-Karo, M.T dan alumni asisten anorganik Suwanto Gullit, Elisa, Adelina, Karlina, Lina, Sahat, Hamdan, dan Christiana yang telah berbagi pengalaman kepada penulis, serta kepada asisten laboratorium kimia anorganik Rizal, Paulus, Fantoso, Wiyanti, Mars, Nabila, Tio, Rahel, Daniel, Anita, Suryati, dan Juwita yang selalu menyemangati penulis, memberikan doa, tawa, dan kehebohan, serta menjadikan kita bukan hanya sekedar rekan kerja, namun sebagai satu keluarga.

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada papa dan mama tercinta, M. Panggabean dan B. br. Simanjuntak yang selalu memberikan cinta kasih dan membawakan penulis di dalam doa serta kepada adik-adik terkasih, Kristian dan Josua. Penulis juga berterimakasih kepada seluruh keluarga besar dan kepada Jhon Fery Silalahi yang selalu memberikan doa kepada penulis serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, kiranya Tuhan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun, kiranya dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang kimia.


(6)

PERANAN KALSIUM PADA ADSORBEN KALSIUM POLISTIRENA

SULFONAT DAN KALSIUM STEARAT TERHADAP ADSORPSI

DAN DESORPSI TOKOFEROL DAN TOKOTRIENOL DARI

CAMPURAN METIL ESTER MINYAK KEMIRI

ABSTRAK

Telah dilakukan adsorpsi tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan adsorben kalsium polistirena sulfonat (Ca-PSS) dengan kadar logam Ca 8,60% dan 6,14% serta kalsium stearat dengan kadar logam Ca 6,00% dan diikuti dengan desorpsi TP dan TT dari masing-masing adsorben tersebut. Ca-PSS dengan kadar logam Ca 8,60 % mengadsorpsi TP dan TT sekitar 96,7% dan 100% serta TP dan TT yang terdesorpsi sekitar 2,1% dan 1,1%. Ca-PSS dengan kadar logam Ca 6,14% mengadsorpsi TP dan TT sekitar 96,7% dan 99,1% serta TP dan TT yang terdesorpsi sekitar 2,3% dan 1,4%. Kalsium stearat dengan kadar logam Ca 6,00% mengadsorpsi TP dan TT sekitar 90,6% dan 98,8% serta TP dan TT yang terdesorpsi sekitar 2,7% dan 2,3%. Kadar logam kalsium yang terdapat pada ketiga adsorben tersebut mempengaruhi proses adsorpsi dan desorpsi TP dan TT dimana, TP dapat lebih mudah didesorpsi dari adsorben dibandingkan TT serta, semakin tinggi kadar kalsium yang terdapat pada adsorben maka daya adsorpsi terhadap TP dan TT semakin tinggi namun, daya desorpsinya semakin rendah. Selain itu, semakin panjang rantai hidrokarbon yang terikat dengan logam kalsium maka, daya adsorpsi terhadap TP dan TT semakin tinggi namun, daya desorpsinya semakin rendah.


(7)

THE INVOLVE OF CALCIUM IN CALCIUM POLYSTYRENE SULFONATE AND CALCIUM STEARATE AS AN ADSORBENT TO ADSORP AND DESORP TOCOPHEROL AND TOCOTRIENOL

FROM METHYL ESTER OF CANDLENUT OIL

ABSTRACT

The adsorp of tocopherol (TP) and tocotrienol (TT) from methyl ester of candlenut oil by used calcium polystyrene sulfonate (Ca-PSS) with Ca concentration about 8.60% and 6.14% and also calcium stearate with Ca concentration about 6.00% and followed by desorption of TP and TT from each adsorbent. Ca-PSS with 8.60% of calcium adsorps TP and TT approximately 96.7% and 100% while TP and TT which desorped are 2.1% and 1.1%. Ca-PSS with 6.14% calcium adsorps TP and TT about 96.7% and 99.10% while TP and TT which desorp about 2.3% and 1.4%. Calcium stearate with 6.00% of calcium adsorps TP and TT are 90.6% and 98.8% while TP and TT which desorped about 2.7% and 2.3%. Calcium concentration in these three adsorbent effect adsorption and desorption of TP and TT in which TP is easier than TT to desorp and high concentration of Ca in the adsorbent increase adsorption of TP and TT, but the desorption decrease. On the other hand, the longer hydrocarbon chain which bind with Ca effect adsorption of TP and TT is higher but the desorption is lower.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 6

1.3. Tujuan Penelitian 6

1.4. Manfaat Penelitian 6

1.5. Lokasi Penelitian 6

1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat dengan berbagai kadar logam kalsium 7

1.6.2. Pembuatan Kalsium Stearat 8

1.6.3. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat 9

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiri 10

2.2. Tokoferol dan Tokotrienol 11

2.2.1. Metode Memperoleh Tokoferol dan Tokotrienol 12

2.3. Hidrokarbon Tak Jenuh 13

2.4. Kalsium 14

2.5. Polistirena 15

2.6. Reaksi Sulfonasi 16

2.6.1.Reaksi Sulfonasi Polistirena 17

2.7. Kalsium Polistirena Sulfonat 18

2.8. Asam Lemak 18


(9)

Bab 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat 21

3.2. Bahan 21

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Adsorben 22

3.3.1.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

dengan Berbagai Kadar Logam Kalsium 22 3.3.1.2. Pembuatan Kalsium Stearat 24

3.3.2. Adsorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat dan

Kalsium Stearat 24

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Adsorben

3.4.1.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

dengan Berbagai Kadar Logam Kalsium 26 3.4.1.2. Pembuatan Kalsium Stearat 27

3.4.2. Adsorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari

Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat

dan Kalsium Stearat 28

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat 29 4.2. Adsorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran

Metil Ester Minyak Kemiri menggunakan

Kalsium Polistirena Sulfonat 36

4.3. Pembuatan Kalsium Stearat 38

4.4. Adsorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri menggunakan

Kalsium Stearat 41

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 43

5.2. Saran 44


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

1.1. Struktur tokoferol 2

1.2. Struktur toktrienol 2

1.3. Interaksi antara karotenoida dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat 4

1.4. Interaksi antara tokoferol dan tokotrienol dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat 5

2.1. Donasi muatan elektron dari orbital π terisi ke logam 14

2.2. Reaksi Pembuatan Polistirena melalui Polimerisasi Stirena 15

2.3. Reaksi Pembuatan Asam Benzen Sulfonat 16

2.4. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Agen Pensulfonasi Asetil Sulfat 17

4.1. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Asetil Sulfat 29

4.2. Reaksi asam polistirena sulfonat yang larut dalam air dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat A 31

4.3. Reaksi asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat B 31

4.4. Reaksi natrium polistirena sulfonat A dengan CaCl2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat C 32

4.5. Reaksi natrium polistirena sulfonat B dengan CaCl2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat D 32

4.6. Spektrum FT-IR (KBr Pellet) Kalsium Polistirena Sulfonat C 33

4.7. Spektrum FT-IR (KBr Pellet) Kalsium Polistirena Sulfonat D 33

4.8. Spektrum FT-IR Polistirena 35

4.9. Reaksi pembuatan kalsium stearat 39

4.10. Spektrum FT-IR (KBr Pellet) Kalsium Stearat 39

4.11 Spektrum FT-IR (KBr pellet) Asam Stearat 40


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1. Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena sulfonat C dan D serta, yang

terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut 37 4.2. Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh

kalsium stearat serta, yang terdesorpsi dari adsorben tersebut 41 4.3. Perbandingan jumlah tokoferol dan tokotrienol yang

teradsorpsi oleh kalsium stearat dan kalsium polistirena

sulfonat D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut 42


(12)

DAFTAR SINGKATAN

FT-IR = Fourier Transform – Infra Red

UHPLC = Ultra High Pressure Liquid Chromatography

CPO = Crude Palm Oil


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Kromatogram GC Kadar Total Metil Ester Kemiri 49

2. Kromatogram UHPLC Standard Tokoferol dan Tokotrienol 50 3. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol

Dalam Campuran Metil Oleat, Linoleat, dan Linolenat

Hasil Transesterifikasi Minyak Kemiri 51 4. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol

yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat C 52 5. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol

yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat D 53 6. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol

yang Terdesorpsi oleh Kalsium Stearat 54 7. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol

yang Terdesorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat C 55 8. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol

yang Terdesorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat D 56

9. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol


(14)

PERANAN KALSIUM PADA ADSORBEN KALSIUM POLISTIRENA

SULFONAT DAN KALSIUM STEARAT TERHADAP ADSORPSI

DAN DESORPSI TOKOFEROL DAN TOKOTRIENOL DARI

CAMPURAN METIL ESTER MINYAK KEMIRI

ABSTRAK

Telah dilakukan adsorpsi tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan adsorben kalsium polistirena sulfonat (Ca-PSS) dengan kadar logam Ca 8,60% dan 6,14% serta kalsium stearat dengan kadar logam Ca 6,00% dan diikuti dengan desorpsi TP dan TT dari masing-masing adsorben tersebut. Ca-PSS dengan kadar logam Ca 8,60 % mengadsorpsi TP dan TT sekitar 96,7% dan 100% serta TP dan TT yang terdesorpsi sekitar 2,1% dan 1,1%. Ca-PSS dengan kadar logam Ca 6,14% mengadsorpsi TP dan TT sekitar 96,7% dan 99,1% serta TP dan TT yang terdesorpsi sekitar 2,3% dan 1,4%. Kalsium stearat dengan kadar logam Ca 6,00% mengadsorpsi TP dan TT sekitar 90,6% dan 98,8% serta TP dan TT yang terdesorpsi sekitar 2,7% dan 2,3%. Kadar logam kalsium yang terdapat pada ketiga adsorben tersebut mempengaruhi proses adsorpsi dan desorpsi TP dan TT dimana, TP dapat lebih mudah didesorpsi dari adsorben dibandingkan TT serta, semakin tinggi kadar kalsium yang terdapat pada adsorben maka daya adsorpsi terhadap TP dan TT semakin tinggi namun, daya desorpsinya semakin rendah. Selain itu, semakin panjang rantai hidrokarbon yang terikat dengan logam kalsium maka, daya adsorpsi terhadap TP dan TT semakin tinggi namun, daya desorpsinya semakin rendah.


(15)

THE INVOLVE OF CALCIUM IN CALCIUM POLYSTYRENE SULFONATE AND CALCIUM STEARATE AS AN ADSORBENT TO ADSORP AND DESORP TOCOPHEROL AND TOCOTRIENOL

FROM METHYL ESTER OF CANDLENUT OIL

ABSTRACT

The adsorp of tocopherol (TP) and tocotrienol (TT) from methyl ester of candlenut oil by used calcium polystyrene sulfonate (Ca-PSS) with Ca concentration about 8.60% and 6.14% and also calcium stearate with Ca concentration about 6.00% and followed by desorption of TP and TT from each adsorbent. Ca-PSS with 8.60% of calcium adsorps TP and TT approximately 96.7% and 100% while TP and TT which desorped are 2.1% and 1.1%. Ca-PSS with 6.14% calcium adsorps TP and TT about 96.7% and 99.10% while TP and TT which desorp about 2.3% and 1.4%. Calcium stearate with 6.00% of calcium adsorps TP and TT are 90.6% and 98.8% while TP and TT which desorped about 2.7% and 2.3%. Calcium concentration in these three adsorbent effect adsorption and desorption of TP and TT in which TP is easier than TT to desorp and high concentration of Ca in the adsorbent increase adsorption of TP and TT, but the desorption decrease. On the other hand, the longer hydrocarbon chain which bind with Ca effect adsorption of TP and TT is higher but the desorption is lower.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di negara yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina (Koji, T. 2002). Di bidang industri, daging buah kemiri dapat diekstraksi untuk mengambil minyaknya yang dapat digunakan untuk bahan pembuatan sampo, sabun, dan kosmetik (Krisnawati et al. 2011). Minyak kemiri kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh, yaitu asam linoleat 48,5 %, asam linolenat 28,5 %, dan asam oleat 10,5 % (Ketaren, S. 2002). Minyak ini juga mengandung komponen minor antara lain vitamin E sebesar 189,2 ppm yang terdiri dari tokoferol 59,9 ppm dan tokotrienol 129,3 ppm (Morton, J.F. 1992).

Tokoferol dan tokotrienol memiliki struktur yang hampir mirip, yaitu sama-sama memiliki kepala berupa cincin kromanol, namun perbedaan antara keduanya terletak pada bagian ekor. Tokoferol memiliki ekor berupa rantai hidrokarbon jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap), sedangkan tokotrienol memiliki ekor berupa rantai hidrokarbon tak jenuh (mengandung ikatan rangkap). Keduanya memiliki isomer α (alpa), β (beta), γ (gamma), dan δ (delta) seperti terlihat pada Gambar 1.1 dan 1.2 berikut (Aquilar et al. 2008).

O R1

R2 R3 OH

CH3 CH3

CH3

CH3 CH3

Kepala : Kromanol Ekor : rantai hidrokarbon jenuh α-tokoferol R1=R2=R3=CH3

β-tokoferol R1=R3=CH3, R2=H

γ-tokoferol R1=H, R2=R3=CH3

δ-tokoferol R1=R2=H, R3=CH3 Gambar 1.1. Struktur tokoferol


(17)

O R1

R2

R3

OH

CH3 CH3

CH3

CH3

CH3

Kepala : Kromanol Ekor : rantai hidrokarbon tak jenuh

α-tokotrienol R1=R2=R3=CH3

β-tokotrienol R1=R3=CH3, R2=H

γ-tokotrienol R1=H, R2=R3=CH3

δ-tokotrienol R1=R2=H, R3=CH3 Gambar 1.2. Struktur tokotrienol

Tokoferol dan tokotrienol merupakan produk yang bernilai tinggi, karena memiliki peranan penting bagi kesehatan, yaitu sebagai zat antioksidan yang berfungsi untuk menghambat terjadinya oksidasi asam lemak tak jenuh di dalam tubuh sehingga dapat mencegah pertumbuhan sel-sel kanker (Burton dan Traber, 1990).

Karena tokoferol dan tokotrienol ini memiliki nilai yang tinggi dan ekonomis, maka telah banyak dilakukan cara untuk memperoleh tokoferol dan tokotrienol dari berbagai minyak tumbuhan. Salah satunya adalah dengan metode adsorpsi. Metode ini lebih sering digunakan karena menggunakan peralatan yang sederhana, pengerjaannya cukup mudah, tidak memerlukan suhu yang tinggi namun, memberikan hasil yang lebih tinggi, serta adsorben dapat diperoleh kembali. Beberapa adsorben yang telah digunakan adalah adsorben polar, seperti silika gel dan alumina oksida (Chu et al. 2004) dan beberapa adsorben polimer sintetis yang bersifat nonpolar seperti diaion HP20, sepabeads SP700, sepabeads RP-OD, dan sepabeads SP207 (Tandale dan Lali, 2004). Adsorben yang bersifat nonpolar lebih disukai karena adsorben ini memiliki rantai hidrokarbon yang panjang, sehingga dapat berinteraksi dengan tokoferol dan tokotrienol yang juga bersifat nonpolar dan memiliki rantai hidrokarbon yang panjang.

Beberapa jenis adsorben sintetis lain, seperti kalsium polistirena sulfonat (Karlina, 2012) dan kalsium stearat (Rinaldy, E. 2013) telah digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida dalam minyak sawit. Karotenoida merupakan senyawa yang memiliki rantai


(18)

hidrokarbon yang panjang dan mengandung ikatan rangkap. Kedua adsorben diatas memiliki rantai hidrokarbon yang panjang (gugus nonpolar) dan mengandung logam kalsium yang memiliki orbital 3d yang kosong (gugus polar). Gugus nonpolar pada adsorben ini akan berinteraksi dengan rantai hidrokarbon yang panjang pada karotenoida (Gambar 1.3.a) dan logam kalsium akan berinteraksi dengan ikatan rangkap pada karotenoida melalui orbital 3d yang kosong (Gambar 1.3.b). Interaksi antara hidrokarbon tak jenuh dengan logam Ca ini terjadi karena adanya donasi densitas elektron dari orbital π yang terisi ke orbital σ pada logam kalsium. Konsep ini dikenal dengan konsep Dewar, Chatt dan Duncanson (DCD) (Shriver et al. 1999).

H2C

H2C

C H2 CCH3 CCH C HCC H3CC

C H2 CH2 CH2 C CHCH

CHC CHC CHCH CCH CHCH CCH

CH3 CH3 CH CH3 CH3

3 CH3 CH3 CHCH CH3 I II β-karoten H H H π H

COO-

Ca

interaksi

C C

donasi densitas elektron dari ikatan rangkap pada karotenoida yang akan terisi ke orbital 3d yang kosong pada kalsium

gugus polar

gugus nonpolar (stearil atau polistirena sulfonil)

(

)

2

SO

3

-(

)

2

atau

(a) (b)

Gambar 1.3. Interaksi antara karotenoida dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat: (a) interaksi karotenoida dengan gugus nonpolar pada adsorben (b) interaksi ikatan rangkap karotenoida dengan logam kalsium pada adsorben

Tokotrienol memiliki struktur yang mirip dengan karotenoida, yaitu sama-sama memiliki rantai hidrokarbon yang panjang dan mengandung ikatan rangkap sedangkan tokoferol tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga diduga kedua adsorben diatas juga dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol yang dapat dijelaskan dengan Gambar 1.4 berikut.


(19)

H H H π H COO -R1 R2 R3

CH3 CH3

CH3 CH3 CH3 HO

Ca

O R1 R2 R3 HO

CH3 CH3

CH3 CH3 CH3 tokoferol tokotrienol interaksi O C C donasi densitas elektron dari

ikatan rangkap pada tokotrienol yang akan terisi ke orbital 3d yang kosong pada kalsium

gugus polar gugus nonpolar

(stearil atau polistirena sulfonil)

( )2

SO3

-( )2

atau

dan

(a)

(b)

Gambar 1.4. Interaksi antara tokoferol dan tokotrienol dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat: (a) interaksi tokoferol dan tokotrienol dengan gugus nonpolar pada adsorben, (b) interaksi ikatan rangkap tokotrienol dengan logam kalsium pada adsorben

Tokoferol hanya berinteraksi dengan gugus nonpolar pada adsorben, sedangkan tokotrienol dapat berinteraksi dengan gugus polar dan nonpolar pada adsorben tersebut. Dengan demikian pada proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol.

Oleh karena itu, di dalam penelitian ini akan dilakukan adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri dengan menggunakan kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat, yang diikuti dengan desorpsi tokoferol dan tokotrienol untuk membuktikan apakah logam kalsium yang terdapat pada adsorben tersebut dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol.


(20)

1.2.Permasalahan

Apakah logam kalsium yang terdapat pada kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol sehingga ketika dilakukan proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah logam kalsium yang terdapat pada kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol sehingga ketika dilakukan proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peranan logam kalsium yang terdapat pada kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat yang dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada dapat tokoferol sehingga ketika dilakukan proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU Medan dan di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, karakterisasi kalsium stearat dan kalsium polistirena sulfonat menggunakan spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Terpadu LIDA USU Medan dan karakterisasi kadar logam Ca menggunakan


(21)

spektrofotometer serapan atom (SSA) serta analisa kadar tokoferol dan tokotrienol menggunakan metode UHPLC dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat dengan berbagai kadar logam Ca

Ke dalam labu leher tiga dimasukkan asetat anhidrida yang sudah dibuat dalam suhu dingin (ice bath) dalam diklorometana, sambil diteteskan H2SO4 pekat ke dalamnya sambil

diaduk. Kemudian dialirkan gas N2 selama beberapa saat dan diaduk selama 1 jam pada

suhu dingin (ice bath) dan 1 jam pada suhu kamar. Larutan asetil sulfat yang dihasilkan diteteskan ke dalam labu leher tiga yang telah berisi larutan polistirena dalam diklorometana dan dibuat dalam suasana gas N2. Campuran reaksi ini diaduk kuat dan

direfluks selama 3 jam hingga terbentuk larutan coklat. Larutan coklat hasil reaksi sulfonasi didinginkan sampai suhu kamar dan ditambahkan dengan akuades hingga terbentuk 2 lapisan dan terjadi perubahan warna. Bagian lapisan atas menjadi bening, sedangkan lapisan bawah menjadi keruh. Kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan. Lapisan atas diduga asam polistirena sulfonat yang sangat larut dalam air, sedangkan lapisan bawah diduga asam polistirena sulfonat yang kurang larut dalam air, namun larut dalam diklorometana.

Lapisan atas yang diduga adalah asam polistirena sulfonat yang sangat larut dalam air dinetralkan dengan larutan NaOH 30 % hingga pH = 7 sambil diaduk. Lalu larutan ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat (PS-SO3Na), Na2SO4 dan CH3COONa. Padatan PS-SO3Na ini

dipisahkan dari Na2SO4 dan CH3COONa dengan menambahkan etanol, dimana yang larut

dalam etanol adalah Na2SO4 dan CH3COONa sedangkan, yang kurang larut dalam etanol

adalah PS-SO3Na, kemudian PS-SO3Na ini disaring, dan dikeringkan. Selanjutnya,

padatan PS-SO3Na dilarutkan dengan akuades dan diteteskan larutan CaCl2 30 % sampai

terbentuk endapan putih kalsium polistirena sulfonat. Endapan ini disaring dari larutannya, dicuci dengan etanol, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur


(22)

kadar logam Ca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR.

Lapisan bawah yang diduga adalah asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana juga dinetralkan dengan larutan NaOH 30 % hingga pH = 7 sambil diaduk. Lalu larutan ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat (PS-SO3Na) dan Na2SO4. Padatan PS-SO3Na ini

dipisahkan dari Na2SO4 dengan menambahkan etanol, dimana yang larut dalam etanol

adalah Na2SO4, sedangkan yang tidak larut dalam etanol adalah PS-SO3Na, kemudian

PS-SO3Na ini disaring, dan dikeringkan. Selanjutnya, padatan PS-SO3Na dilarutkan dengan

diklorometana, dan diteteskan larutan CaCl2 30 %, sampai terbentuk endapan putih

kalsium polistirena sulfonat. Endapan ini disaring dari larutannya, dicuci dengan etanol, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam Ca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR.

1.6.2. Pembuatan Kalsium Stearat

Ke dalam beaker glass dimasukkan larutan NaOH dalam campuran etanol-air dengan perbandingan volume etanol : air = 3:1, kemudian dimasukkan asam stearat sedikit demi sedikit sambil dipanaskan pada suhu 500C dan diaduk sampai larut. Larutan natrium stearat yang terbentuk selanjutnya ditetesi dengan larutan kalsium klorida sambil dipanaskan pada suhu 500C dan diaduk sehingga terbentuk endapan putih kalsium stearat. Selanjutnya dilakukan penyaringan. Padatan yang tersaring kemudian dicuci dengan etanol panas dan n-heksan, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam Ca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR.


(23)

1.6.3. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat

Campuran metil ester minyak kemiri yang mengandung tokoferol dan tokotrienol ditambahkan dengan etanol dan sejumlah kalsium polistirena sulfonat. Campuran ini diaduk selama 30 menit, dan dimasukkan ke dalam kolom pada kondisi dingin, kemudian akan terjadi proses adsorpsi. Tokoferol, tokotrienol, dan campuran metil ester minyak kemiri yang tidak teradsorpsi oleh adsorben akan keluar terlebih dahulu melewati kolom bersama dengan etanol. Selanjutnya, fraksi yang terlebih dahulu keluar melewati kolom ini diuapkan pelarutnya dengan cara divakum sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning, ditimbang, dan dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan metode UHPLC. Sedangkan tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh adsorben didesorpsi dengan n-heksana, kemudian fase n-heksana ini diuapkan pelarutnya dengan cara divakum sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning, ditimbang, dan dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan metode UHPLC. Adsorben bekas pakai dikeringkan, divakum dan ditimbang.

Dilakukan perlakuan yang sama untuk variasi jenis adsorben kalsium polistirena sulfonat dengan kadar logam Ca yang berbeda dan kalsium stearat.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiri

Kemiri (Aleurites moluccana), juga dikenal dengan candlenut, merupakan tanaman dari famili Euphorbiaceae yang banyak tumbuh di negara-negara yang beriklim tropis, seperti Indonesia, Malaysia, Hawaii, dan Filipina. Di Indonesia, tanaman kemiri banyak tersebar di provinsi Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Daerah Istimewa Aceh. Kemiri tumbuh kira-kira seluas 170.000 ha di Indonesia dan menghasilkan buah kira-kira 60.000 ton per tahun dimana sebesar 40 % lebih banyak tumbuh dan diproduksi di Sulawesi Selatan (Koji, T. 2002).

Pohon kemiri memiliki tinggi kira-kira 20 m dengan diameter 0,9 m. Batang pohon kemiri tidak bercabang dan berwarna abu-abu kecoklatan. Daunnya memiliki panjang 10-20 cm dan berwarna putih keperakan jika masih muda dan akan berwarna hijau jika sudah tua. Bunga kemiri berwarna putih-kehijauan dengan lebar 10-15 cm sedangkan buahnya berbentuk bulat dan berwarna hijau sampai kecoklatan. Di dalam buah berisi 2-3 biji kemiri (Krisnawati et al. 2011). Di dalam biji terdapat daging buah yang mengandung minyak sekitar 55-65 persen. Biji buah ini terlebih dahulu dijemur kemudian, dipecah dengan tangan dan dagingnya dikeluarkan, yang selanjutnya dilakukan pengepresan, baik dengan pengepresan dingin maupun panas. Dengan pengepresan dingin, dapat menghasilkan minyak berwarna kuning sedangkan, dengan pengepresan panas menghasilkan minyak berwarna kuning sampai coklat (Ketaren, S. 2005).

Tanaman kemiri sangat banyak diaplikasikan dalam bidang industri dan bernilai komersial sehingga menjadi salah satu penunjang sektor perekonomian di Indonesia. Kayu kemiri banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan perabot rumah tangga, sedangkan minyaknya dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan sampo, sabun, moisturizer kulit, dan


(25)

obat-obatan (Koji, 2002; Athar dan Nasir, 2005). Minyak kemiri sangat kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat 48,5 %, asam linolenat 28,5 %, dan asam oleat 10,5 % serta komponen-komponen minor seperti vitamin A, C, dan E sebagai antioksidan (Morton, J.F. 1992).

2.2. Tokoferol dan Tokotrienol

Vitamin E merupakan senyawa yang memiliki peranan penting bagi kesehatan, yaitu sebagai zat antioksidan yang berfungsi untuk menghambat terjadinya oksidasi asam lemak tak jenuh di dalam tubuh dan melindungi membran sel dari radikal-radikal bebas. Vitamin ini termasuk ke dalam zat antioksidan golongan fenolik dan bersifat larut dalam lemak (Burton dan Traber, 1990). Vitamin E bersifat essensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh), sehingga harus diperoleh dari makanan. Secara alami, vitamin ini dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, khususnya minyak tumbuhan yang mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi, seperti minyak bunga matahari (asam oleat 40 %, asam linoleat 74 %) (Bailey, S. 2005), minyak kemiri (asam linoleat 48,5 %, asam linolenat 28,5 %, asam oleat 10,5 %) dan minyak jagung (asam oleat 30,1 %, asam linoleat 56,3 %) (Ketaren, S. 2002).

Vitamin E yang diperoleh secara alami terdiri dari tokoferol dan tokotrienol yang sering disebut juga dengan kelompok tokokromanol (Colombo, M.L. 2010). Tokoferol dan tokotrienol masing-masing memiliki isomer, yaitu α (alpha), β (beta), γ (gamma), dan δ (delta) yang dibedakan berdasarkan jumlah dan posisi gugus metil yang terikat. Struktur molekul tokoferol dan tokotrienol hampir mirip, yaitu sama-sama memiliki kepala berupa cincin kromanol, namun perbedaan antara keduanya terletak pada bagian ekor. Tokoferol memiliki ekor berupa rantai hidrokarbon jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap), sedangkan tokotrienol memiliki ekor berupa rantai hidrokarbon tak jenuh (mengandung ikatan rangkap).

Perbedaan struktur molekul antara tokoferol dan tokotrienol ini menyebabkan perbedaan aktivitas antioksidan antara keduanya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tokotrienol memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada tokoferol. Hal ini


(26)

disebabkan karena tokotrienol memiliki tiga buah ikatan rangkap yang menyebabkan tokotrienol lebih cepat menghambat terjadinya oksidasi asam lemak tak jenuh di dalam tubuh dibandingkan tokoferol (Suzuki et al. 1993). Berdasarkan penelitian, tokotrienol telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara pada manusia (Nessaretman et al. 1998), menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Qureshi et al. 2001), dan dapat menembus jaringan kulit 15 kali lebih cepat dibandingkan tokoferol sehingga memiliki potensi yang lebih baik dalam mencegah terjadinya penuaan dini dan kanker kulit (Podda et al. 1996).

2.2.1. Metode-Metode Memperoleh Tokoferol dan Tokotrienol

Metode memperoleh tokoferol dan tokotrienol dari berbagai bahan nabati telah banyak dilakukan oleh para peneliti, salah satunya adalah metode adsorpsi.

1. Chu (2004) mengadsorpsi vitamin E dari fraksi tidak tersabunkan distilat asam lemak minyak sawit (DALMS) dengan variasi beberapa adsorben (silika gel, alumina oksida, poliaromatik SP 207, dan poliaromatik Dowex Optipore L-285) dan membandingkan kemampuan adsorpsi dan desorpsi adsorben tersebut. Fraksi tidak tersabunkan DALMS dicampurkan dengan masing-masing adsorben pada konsentrasi, suhu, dan waktu yang bervariasi, diaduk dengan shacker, selanjutnya fraksi vitamin E yang terjerap oleh adsorben didesorpsi dengan menggunakan isopropanol, dan dianalisa kadar vitamin E yang berhasil terjerap. Hasil yang diperoleh adalah silika gel memiliki kemampuan adsorpsi dan desorpsi yang lebih baik dibandingkan adsorben yang lain, dengan hasil 89,5 %, diikuti dengan alumina oksida, poliaromatik SP 207, dan poliaromatik Dowex Optipore L-285, yaitu 78,6 %, 60 %, dan 50,4 %.

2. Tandale dan Lali (2004) telah berhasil mengadsorpsi vitamin E dari minyak jagung yang telah mengalami proses deodorasi terlebih dahulu dengan menggunakan beberapa adsorben polimer sintetis (diaion HP20, sepabeads SP700, sepabeads RP-OD, dan sepabeads SP207). Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan


(27)

minyak jagung yang telah mengalami proses deodorisasi dengan pelarut dimetilformamida (DMF), kemudian ditambahkan masing-masing adsorben. Tokoferol yang terjerap pada adsorben selanjutnya didesorpsi dengan n-heksan, dan dianalisa kadar tokoferolnya dengan metode HPLC. Hasil yang diperoleh adalah adsorben sepabeads RP-OD memiliki kemampuan adsorpsi dan desopsi yang lebih baik dibandingkan dengan adsorben lain, dengan hasil sebesar 85 %.

Metode adsorpsi ini lebih sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu peralatan yang digunakan lebih sederhana, pengerjaannya cukup mudah, tidak memerlukan suhu yang tinggi, namun memberikan hasil yang lebih tinggi serta adsorben dapat direcovery sehingga dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi selanjutnya.

2.3. Hidrokarbon Tak Jenuh

Hidrokarbon tak jenuh seperti alkena adalah ligan dihapto yang dapat mendonorkan dua elektron karena adanya orbital π ligan yang dapat diisi oleh logam dan orbital π*

ligan yang dapat menerima densitas elektron dari orbital d logam yang terisi. Ikatan antara logam dengan hidrokarbon tak jenuh ini terjadi karena adanya donasi elektron dari orbital π ligan yang terisi ke logam dan penerimaan densitas elektron ke dalam orbital π*

dari ligan tersebut. Model ikatan ini dinamakan model Dewar-Chatt-Duncanson. Donor dan akseptor elektron ini dapat terjadi karena adanya backbonding dari logam dan bergantung pada substituen alkena dan bilangan oksidasi logam. Logam-logam yang memiliki orbital d yang kosong dengan tingkat energi yang tinggi dapat mengalami backbonding karena adanya kelebihan densitas elektron pada orbital π*

alkena sehingga dapat berikatan dan menghasilkan kompleks metallocyclopropana yang dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1 (Shriver et al.1999).


(28)

H H

H C C

π

H M

Gambar 2.1.Donasi muatan elektron dari orbital π terisi ke logam

2.4. Kalsium

Pada umumnya, logam golongan IA dan II A sangat sulit untuk membentuk senyawa kompleks. Hal ini disebabkan karena faktor muatan ion logam yang kecil dan memiliki orbital dengan energi yang sangat rendah untuk berikatan dengan ligan membentuk senyawa kompleks. Namun, logam golongan IIA lebih memungkinkan dan lebih mudah untuk membentuk senyawa kompleks dibandingkan logam golongan IA. Dan diantara logam-logam golongan II A, kompleks magnesium dan kalsium lebih banyak ditemukan, dan biasanya berikatan dengan ligan oksigen (Lee, J.D. 1991). Magnesium dapat berikatan dengan 6 buah ligan H2O membentuk kompleks Mg(H2O)6Cl2 (Madan, R.D. 2003), dan

kalsium dapat berikatan dengan ligan oksigen pengkompleks kelat, seperti ligan EDTA membentuk kompleks Ca(EDTA)2 (Cotton et al. 1987).

2.5. Polistirena

Polistirena adalah polimer linear yang terbentuk dari monomer stirena melalui reaksi polimerisasi. Monomer stirena dibuat dari reaksi antara benzena dan etilen pada suhu 900C yang dikatalisis oleh AlCl3 sehingga dihasilkan etil benzena, yang selanjutnya

dihidrogenasi ke stirena dengan bantuan katalis besi oksida atau magnesium oksida pada suhu 6000C yang akan menghasilkan stirena. Stirena yang dihasilkan dipisahkan dengan metode destilasi. Polimerisasi stirena menjadi polistirena dapat dilakukan dengan bantuan benzoil peroksida sebagai inisiator. Reaksi pembentukan polimer ini adalah sebagai berikut.


(29)

AlCl3 , 900C

CH2 CH

3

-H2

katalis MgO atau Fe2O3, 6000C

CH CH2

benzena etilbenzena stirena

+ CH2 CH2

CH2 polimerisasi

dengan benzoil peroksida

CH2

n

polistirena CH CH2

stirena

Gambar 2.2. Reaksi Pembuatan Polistirena melalui Polimerisasi Stirena

Polistirena merupakan jenis polimer termoplastik yang secara kimia bersifat inert. Polimer ini memiliki suhu transisi gelas 800C, titik lebur 2400C dan gaya tarik mencapai 8000 psi, bersifat kaku, transparan, tahan terhadap zat alkalis, halida asam, dan agen reduksi-oksidasi, serta mudah larut dalam pelarut organik khususnya pelarut hidrokarbon aromatik, seperti benzena, piridin, dan toluena. Karena memiliki indeks bias (1,60) yang tinggi, polistirena dapat berfungsi untuk komponen optik plastik dan sangat baik untuk insulator listrik. Saat ini, polistirena telah banyak dimodifikasi untuk dapat diaplikasikan sebagai resin penukar ion (kation maupun anion). Resin penukar kation dapat dibuat dengan mensulfonasi polistirena dengan suatu agen pensulfonasi seperti asam sulfat untuk mensubstitusi gugus SO3H ke setiap cincin benzena, sedangkan resin penukar anion dapat

dibuat dengan mereaksikan polistirena dengan klorometil eter untuk mensubstitusi gugus klorometil ke setiap cincin benzena (Billmeyer, F.W. 1984).

2.6. Reaksi Sulfonasi

Sulfonasi merupakan reaksi substitusi untuk memasukkan gugus –SO3H ke dalam molekul

organik melalui ikatan kimia pada atom Karbon, atau sangat jarang, pada atom Nitrogen. Reaksi sulfonasi ini adalah reaksi elektrofilik, sehingga sangat bergantung pada jenis gugus


(30)

yang terikat pada cincin aromatis. Agen pensulfonasi yang umumnya digunakan adalah H2SO4 dan SO3. Pada umumnya, reaksi sulfonasi ini digunakan untuk memodifikasi bahan

polimer yang memiliki cincin aromatis sebagai rantai utamanya. Sulfonasi polimer aromatik merupakan reaksi yang sangat kompleks karena reversibilitasnya (Pinto et al.

2006).

Sulfonasi terhadap senyawa aromatis seperti benzena dengan asam sulfat berasap (H2SO4) menghasilkan asam benzensulfonat dapat ditunjukkan pada Gambar berikut.

+ SO3

H2SO4

400C

SO3

H +

SO3H

asam benzenasulfonat (50%)

Gambar 2.3. Reaksi Pembuatan Asam Benzensulfonat

Reaksi ini dapat mudah balik (reversibel) dan menunjukkan efek isotop kinetik yang sedang dimana, ion benzenonium sebagai zat antara dalam reaksi dapat kembali ke benzena atau terus ke asam benzenasulfonat dengan hampir sama mudahnya. Gugus asam sulfonat mudah digantikan oleh aneka ragam gugus lain. Oleh karena itu, pada reaksi sulfonasi, asam arilsulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis (Fessenden dan Fessenden, 1986).

2.6.1. Reaksi Sulfonasi Polistirena

Sulfonasi polistirena merupakan salah satu penelitian yang telah banyak dipelajari, meskipun sangat sedikit literatur yang membahas tentang reaksi ini dan sifat termal yang dihasilkan. Pada umumnya, sulfonasi senyawa polimer ini dapat dilakukan, baik dengan reaksi heterogen maupun reaksi homogen. Reaksi heterogen dilakukan dengan cara bahan polimer dan agen pensulfonasi dicampur dalam fasa yang berbeda, sedangkan reaksi homogen dilakukan dalam fasa yang sama pada pelarut hidrokarbon atau pelarut


(31)

terklorinasi. Agen pensulfonasi selain H2SO4 dan SO3 adalah kompleks dari trietil fosfat

bersama sulfur trioksida dan kompleks asetil sulfat dalam larutan dikloroetana (Martians et al. 2003). Adapun reaksi polistirena dengan agen pensulfonasi asetil sulfat sebagai berikut.

HO- - SO3H+

+

asetil sulfat asetat anhidrat

asam asetat CH3 C

O

CH3 C

O O

CH3 C+

O

CH3 C

O O

-+ SO 3H

CH3 C

OH O

CH3 C

O -O

CH3 C

OSO3H O

CH2 CH CH2 CH CH2 CH

SO3H SO3H

x

CH3-CO-OSO3H +

+ CH3COH O

polistirena

asetil sulfat asam asetat

n

CH2 CH

asam polistirena sulfonat

Gambar 2.4.Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Agen Pensulfonasi Asetil Sulfat Metode untuk mengisolasi asam polistirena sulfonat bergantung pada derajat sulfonasi asam polistirena sulfonat tersebut. Asam polistirena sulfonat dengan derajat sulfonasi di bawah 30 %, akan larut dalam pelarut semipolar, kemudian pelarut diuapkan hingga terbentuk padatan. Sedangkan, untuk asam polistirena sulfonat dengan derajat sulfonasi diatas 30 %, produk dapat larut dengan baik dengan air dan dapat diisolasi dengan menguapkan pelarut hingga terbentuk padatan, kemudian dimurnikan dengan pencucian menggunakan pelarut non-air, seperti dikloroetana. Asam polistirena sulfonat yang terbentuk dikeringkan pada vakum dengan suhu 500C selama 3 hari (Kucera dan Jancar, 1996).

2.7. Kalsium Polistirena Sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat merupakan garam polimer sulfonat berupa padatan berwarna putih sampai krem kecoklatan. Di bidang kesehatan, senyawa ini dapat digunakan sebagai


(32)

resin penukar kation, salah satunya adalah untuk menurunkan kadar potassium di dalam darah (hyperkalemia) yang dapat dikonsumsi oral maupun rektal (Laval, R. 2014).

2.8. Asam Lemak

Asam lemak terdiri dari unsur-unsur seperti karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), yang tersusun menjadi rantai karbon dengan beragam panjang rantai dan memiliki gugus karboksil pada salah satu ujung rantainya (Chow, C.K. 2007). Asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap dari C2 sampai C30 (Winarno, F.G.

1992). Asam lemak dapat berupa asam lemak saturated (tidak memiliki ikatan rangkap),

monounsaturated (memiliki sebuah ikatan rangkap), dan polyunsaturated (memiliki dua atau lebih ikatan rangkap) (Chow, C.K. 2008).

Asam stearat atau asam oktadekanoat (CH3(CH2)16COOH) adalah asam lemak

berantai panjang yang memiliki 18 atom karbon dan merupakan asam lemak saturated

(tidak memiliki ikatan rangkap) (Beeffact, 2007). Asam stearat ini banyak ditemukan pada biji-bijian tanaman tropis dan lemak cadangan beberapa hewan darat dalam konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 25 % dari asam-asam lemak yang ada (Winarno, F.G. 1992).

2.9. Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa terikatnya partikel-partikel alir (gas dan cair) di permukaan zat padat atau zat cair lain. Adsorpsi terjadi apabila zat padat bersinggungan dengan gas atau zat cair, pada batas antara dua zat cair, dan pada permukaan larutan. Karena adsorpsi


(33)

terjadi di permukaan maka daya adsorpsi suatu adsorben sangat bergantung pada luas permukaannya. Daya adsorpsi akan bertambah besar jika luas permukaan adsorben besar.

Adsorpsi pada fase padat dapat diklasifikasikan ke dalam adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Dalam adsorpsi fisika, panas yang dihasilkan rendah yaitu sekitar 10000 kalori, kesetimbangannya cepat tercapai, dan bersifat dapat balik (reversibel). Adsorpsi fisis terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Jenis adsorpsi fisika dapat terlihat pada penjerapan berbagai gas oleh arang. Dalam adsorpsi kimia, panas yang dihasilkan tinggi dari 10000 – 100000 kalori, kesetimbangan adsorpsi tidak dapat balik (nonreversibel) (Sulaiman, A.H. 1997).

Adsorpsi hidrokarbon tak jenuh dalam substrat logam merupakan sebuah interaksi fisika lemah, yang dipengaruhi oleh adanya gaya van der Waals. Interaksi ini pertama kali dikembangkan oleh DCD (Dewar, Chatt, dan Duncanson) yang didasarkan pada konsep orbital terdepan dimana, akan terjadi donasi muatan dari orbital π tertinggi yang terisi ke logam dan substansi backdonation dari muatan logam yang terisi ke orbital π* terendah yang tidak terisi.(Shriver et al. 1999).


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

− Labu leher tiga 500 ml pyrex

− Gelas ukur 25 ml pyrex

− Gelas beaker 500 ml pyrex

− Neraca analitik Sartorius 220

Hot plate stirer Termoscientific

− Pengaduk magnet

− Termometer 3600C Fischer

− Corong penetes − Statif dan klem

− Pompa vakum

− Indikator universal

− Tabung reaksi pyrex

− Corong pyrex

Ultra high Pressure Liquid Chromatography

3.2. Bahan

− Polistirena Sigma Aldrich

− Asetat anhidrid p.a. Merck

− H2SO4(p) p.a. Merck

− Diklorometana Sigma Aldrich


(35)

− HCl p.a. Merck

− CaCl2 p.a. Merck

− Etanol p.a. Merck

− Aquadest − Asam stearat

− N-heksan p.a. Merck

− N2 PT Aneka Gas

− Ester minyak kemiri

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pembuatan Adsorben

3.3.1.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat dengan berbagai kadar logam kalsium

Ke dalam labu leher tiga dimasukkan 60 ml asetat anhidrida (0,6345 mol) yang sudah dibuat dalam suhu dingin (ice bath) dalam 60 ml diklorometana, sambil diteteskan 35 ml H2SO4 pekat (0,6345 mol) ke dalamnya sambil diaduk. Kemudian dialirkan gas N2 selama

beberapa saat dan diaduk selama 1 jam pada suhu dingin (ice bath) dan 1 jam pada suhu kamar. Larutan asetil sulfat (0,6345 mol) yang dihasilkan diteteskan ke dalam labu leher tiga yang telah berisi larutan polistirena dalam diklorometana (60 gr/275 ml ; 0,5769 mol) dan dibuat dalam suasana gas N2. Campuran reaksi ini diaduk kuat dan direfluks selama 3

jam hingga terbentuk larutan coklat. Larutan coklat hasil reaksi sulfonasi didinginkan sampai suhu kamar dan ditambahkan dengan akuades hingga terbentuk 2 lapisan dan terjadi perubahan warna. Bagian lapisan atas menjadi bening, sedangkan lapisan bawah menjadi keruh. Kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan. Lapisan atas diduga asam polistirena sulfonat yang sangat larut dalam air, sedangkan lapisan bawah diduga asam polistirena sulfonat yang kurang larut dalam air, namun larut dalam diklorometana.


(36)

Lapisan atas yang diduga adalah asam polistirena sulfonat yang sangat larut dalam air dinetralkan dengan larutan NaOH 30 % hingga pH = 7 sambil diaduk. Lalu larutan ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat (PS-SO3Na), Na2SO4 dan CH3COONa. Padatan PS-SO3Na ini

dipisahkan dari Na2SO4 dan CH3COONa dengan menambahkan etanol, dimana yang larut

dalam etanol adalah Na2SO4 dan CH3COONa sedangkan yang kurang larut dalam etanol

adalah PS-SO3Na, kemudian PS-SO3Na ini disaring, dan dikeringkan. Selanjutnya,

padatan PS-SO3Na dilarutkan dengan akuades dan diteteskan larutan CaCl2 30 % sampai

terbentuk endapan putih kalsium polistirena sulfonat. Endapan ini disaring dari larutannya, dicuci dengan etanol, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam Ca dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan metode spektroskopi FT-IR.

Lapisan bawah yang diduga adalah asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana juga dinetralkan dengan larutan NaOH 30 % hingga pH = 7 sambil diaduk. Lalu larutan ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat (PS-SO3Na) dan Na2SO4. Padatan PS-SO3Na ini

dipisahkan dari Na2SO4 dengan menambahkan etanol, dimana yang larut dalam etanol

adalah Na2SO4, sedangkan yang tidak larut dalam etanol adalah PS-SO3Na, kemudian

PS-SO3Na ini disaring, dan dikeringkan. Selanjutnya, padatan PS-SO3Na dilarutkan dengan

diklorometana, dan diteteskan larutan CaCl2 30 %, sampai terbentuk endapan putih

kalsium polistirena sulfonat. Endapan ini disaring dari larutannya, dicuci dengan etanol, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam Ca dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan metode spektroskopi FT-IR.


(37)

3.3.1.2 . Pembuatan Kalsium Stearat

Ke dalam beaker glass dimasukkan 100 ml larutan NaOH (13 gram ; 0.3 mol) dalam campuran etanol-air dengan perbandingan volume etanol : air = 3:1, kemudian ditambahkan 80 gram asam stearat (0.3 mol) sedikit demi sedikit, sambil dipanaskan pada suhu 500C dan diaduk sampai larut. Larutan natrium stearat yang terbentuk selanjutnya ditetesi dengan 20 ml larutan CaCl2 (23 gram ; 0.15 mol) sambil dipanaskan pada suhu

500C dan diaduk sehingga terbentuk endapan putih kalsium stearat. Selanjutnya dilakukan penyaringan. Padatan yang tersaring kemudian dicuci dengan etanol panas dan n-heksan, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam Ca dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan metode spektroskopi FT-IR.

3.3.2. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan adsorben kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat

Dua puluh gram campuran metil ester minyak kemiri yang mengandung tokoferol dan tokotrienol ditambahkan dengan 10 ml etanol dan 10 gr kalsium polistirena sulfonat. Campuran ini diaduk selama 30 menit, dan dimasukkan ke dalam kolom pada kondisi dingin, kemudian akan terjadi proses adsorpsi. Tokoferol, tokotrienol, dan campuran metil ester minyak kemiri yang tidak teradsorpsi oleh adsorben akan keluar terlebih dahulu melewati kolom bersama dengan etanol. Selanjutnya, fraksi yang terlebih dahulu keluar melewati kolom ini diuapkan pelarutnya dengan cara divakum sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning, ditimbang, dan dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan metode UHPLC. Sedangkan tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh adsorben didesorpsi dengan n-heksana, kemudian fase n-heksana ini diuapkan pelarutnya dengan cara divakum sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning, ditimbang, dan dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan metode UHPLC. Adsorben bekas pakai dikeringkan, divakum dan ditimbang. Dilakukan perlakuan yang sama untuk variasi jenis


(38)

adsorben kalsium polistirena sulfonat dengan kadar logam Ca yang berbeda dan kalsium stearat.


(39)

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Pembuatan Adsorben

3.4.1.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat dengan berbagai kadar logam kalsium

asetat anhidrid polistirena

larutan asetil sulfat larutan polistirena

larutan coklat

dimasukkan ke dalam labu leher tiga ditambahkan dengan diklorometana dan dibuat pada suhu dingin (ice bath)

diteteskan dengan H2SO4 (p) setetes

demi setetes sambil diaduk dialirkan gas N2

diaduk selama 1 jam pada suhu dingin dan 1 jam pada suhu kamar

dimasukkan ke dalam labu leher tiga dilarutkan dengan diklorometana

dialirkan gas N2

diaduk pada suhu 40oC hingga larut

diteteskan larutan asetil sulfat ke dalam larutan polistirena melalui corong penetes sambil diaduk pada suhu 40oC selama 3 jam didinginkan hingga suhu kamar

ditambahkan akuades

didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan dipisahkan

lar.asam polistirena sulfonat fraksi air lar.asam polistirena sulfonat fraksi dikloreometana dinetralkan dengan lar. NaOH encer

sambil diaduk diuapkan pelarutnya padatan putih ditambahkan etanol disaring endapan filtrat dikeringkan divakum

Natrium Polistirena Sulfonat ditimbang

dilarutkan dengan akuades

diteteskan lar.CaCl2 30% sampai terbentuk padatan putih

endapan filtrat

dikeringkan vakum ditimbang

Kalsium Polistirena Sulfonat

diukur kadar logam Ca dengan SSA dan analisa gugus fungsi

dengan spektroskopi FT-IR disaring

dicuci dengan etanol

ditambahkan etanol disaring padatan putih endapan filtrat dikeringkan divakum ditimbang

Natrium Polistirena Sulfonat

disaring

endapan filtrat

dicuci dengan etanol dikeringkan vakum ditimbang

diukur kadar logam Ca dengan SSA dan analisa gugus fungsi

dengan spektroskopi FT-IR Kalsium Polistirena Sulfonat

dinetralkan dengan lar. NaOH encer sambil diaduk diuapkan pelarutnya

diteteskan lar.CaCl2 30% sampai terbentuk padatan putih

dilarutkan dengan diklorometana


(40)

asam stearat

ditambahkan larutan NaOH dalam etanol:air (3 :1) sambil dipanaskan pada

suhu 50oC dan diaduk hingga larut

diteteskan larutan CaCl2 sambil diaduk disaring

endapan

dicuci dengan etanol panas disaring dalam keadaan panas

filtrat

endapan

dicuci dengan n-heksan disaring

filtrat

dikeringkan divakum ditimbang

diukur kadar logam Ca dengan SSA dan

analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR Kalsium Stearat


(41)

3.4.2. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat

dua puluh gramcampuran metil ester minyak kemiri yang mengandung tokoferol

dan tokotrienol

dimasukkan ke dalam labu

ditambahkan 150 ml etanol dan 10 gr kalsium polistirena sulfonat

diaduk dengan shacker selama 30 menit

dimasukkan ke dalam kolom pada kondisi dingin dan dibiarkan terelusi

fase adsorben fase etanol

ditimbang

dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan UHPLC cairan kental agak kekuningan

diuapkan pelarut dengan cara divakum

didesorpsi dengan menggunakan n-heksan

fase n-heksan

diuapkan pelarut dengan cara divakum ditimbang adsorben dikeringkan divakum ditimbang cairan kental agak kekuningan

dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan UHPLC

adsorben

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk variasi jenis adsorben kalsium polistirena sulfonat dengan kadar logam Ca yang berbeda dan kalsium stearat


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat dibuat melalui beberapa tahapan reaksi sebagai berikut: 1. Sulfonasi polistirena dengan asetilsulfat sebagai agen pensulfonasi (sulfonating agent)

Polistirena disulfonasi dengan asetilsulfat yang dibuat dari asetat anhidrida dan asam sulfat pekat dalam pelarut diklorometana, yang akan menghasilkan asam polistirena sulfonat dengan reaksi seperti pada Gambar 4.1 berikut.

asetilsulfat H3C C

OSO3H

O

H3C C O C H3C

O

+ H2SO4 pekat

CH2Cl2

ice bath

+

asetat anhidrida O

CH3COOH

CH2 CH CH2 CH CH2 CH

SO3H SO3H

x

+ +

polistirena asetilsulfat

n

CH2 CH

asam polistirena sulfonat

CH3COOH H3C C

OSO3H O

Gambar 4.1. Reaksi sulfonasi polistirena dengan asetilsulfat

Asam polistirena sulfonat yang diperoleh ada dua jenis yaitu, asam polistirena sulfonat yang larut dalam air dan asam polistirena sulfonat yang tidak larut dalam air namun, larut dalam diklorometana. Kedua jenis asam polistirena sulfonat ini tidak dapat langsung ditentukan derajat sulfonasinya dengan metode titrasi karena masih mengandung sisa asam sulfat dan asam asetat sebagai hasil samping. Namun menurut Kucera dan Jancar


(43)

(1996), asam polistirena sulfonat yang memiliki derajat sulfonasi di atas 30% bersifat sangat larut dalam air sedangkan, asam polistirena sulfonat yang memiliki derajat sulfonasi di bawah 30% bersifat kurang larut dalam air, namun larut dalam pelarut semipolar seperti diklorometana.

Oleh karena itu, asam polistirena sulfonat yang larut dalam air yang diperoleh pada penelitian ini diduga memiliki derajat sulfonasi di atas 30 % dan asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana memiliki derajat sulfonasi di bawah 30%.

2. Mereaksikan asam polistirena sulfonat dengan NaOH menghasilkan natrium

polistirena sulfonat

Kedua jenis larutan asam polistirena sulfonat yang diperoleh masih mengandung sisa asam sulfat dan asam asetat sebagai hasil samping sehingga, untuk memperoleh kalsium polistirena sulfonat, asam polistirena sulfonat ini tidak dapat langsung direaksikan dengan CaCl2. Hal ini disebabkan karena kalsium polistirena sulfonat yang akan dihasilkan dapat

bercampur dengan kalsium sulfat dan kalsium asetat yang bersifat tidak larut dalam air sehingga sulit dipisahkan dari kalsium polistirena sulfonat. Oleh karena itu, untuk memudahkan pemisahan maka, larutan asam polistirena sulfonat ini direaksikan terlebih dahulu dengan NaOH sehingga menghasilkan natrium polistirena sulfonat dan hasil samping berupa natrium sulfat dan natrium asetat yang akan dipisahkan dengan penambahan etanol, dimana natrium sulfat dan natrium asetat lebih larut dalam etanol sehingga natrium polistirena sulfonat yang diperoleh menjadi lebih murni.

2.a. Asam polistirena sulfonat yang larut dalam air ditambahkan dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat (A) dengan reaksi seperti pada Gambar 4.2 berikut.


(44)

CH2CH CH2CH CH2CH

SO3H SO3H

NaOH

CH2CH CH2CH CH2CH

x

SO3Na SO3Na

asam polistirena sulfonat yang larut dalam air natrium polistirena sulfonat A

+ H2O

x

+

Gambar 4.2. Reaksi asam polistirena sulfonat yang larut dalam air dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat A

2.b. Asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana ditambahkan dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat (B) dengan reaksi seperti pada Gambar 4.3 berikut.

CH2CH CH2CH CH2CH

SO3H SO3H

NaOH

CH2CH CH2CH CH2CH

y

SO3Na SO3Na

asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana

natrium polistirena sulfonat B

+ H2O

y

+

Gambar 4.3. Reaksi asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana dengan NaOH menghasilkan natrium polistirena sulfonat B

3. Mereaksikan natrium polistirena sulfonat dengan CaCl2 menghasilkan kalsium

polistirena sulfonat

Natrium polistirena sulfonat yang sudah murni ditambahkan dengan CaCl2 sehingga

menghasilkan kalsium polistirena sulfonat.

3.a. Natrium polistirena sulfonat A ditambahkan dengan CaCl2 menghasilkan


(45)

+ CaCl2

kalsium polistirena sulfonat C

CH2CH

S

CH2CH CH2CH

x

S

O O

O

O O Ca O

+ 2NaCl

CH2CH CH2CH CH2CH

SO3Na SO3Na

x

natrium polistirena sulfonat A

Gambar 4.4. Reaksi natrium polistirena sulfonat A dengan CaCl2 menghasilkan kalsium

polistirena sulfonat C

3.b. Natrium polistirena sulfonat B ditambahkan dengan CaCl2 menghasilkan

kalsium polistirena sulfonat (D) dengan reaksi seperti pada Gambar 4.5 berikut.

+ CaCl2

kalsium polistirena sulfonat D

CH2CH

S

CH2CH CH2CH

y

S

O O

O

O O Ca O

+ 2NaCl

CH2CH CH2CH CH2CH

SO3Na SO3Na

y

natrium polistirena sulfonat B

Gambar 4.5. Reaksi natrium polistirena sulfonat B dengan CaCl2 menghasilkan kalsium

polistirena sulfonat D

Kalsium polistirena sulfonat C dan D yang diperoleh bersifat tidak larut dalam air, metanol, etanol, kloroform, diklorometana, maupun n-heksana. Kadar logam Ca pada kalsium polistirena sulfonat C dan D yang diukur dengan metode SSA adalah sebesar 8,60 % dan 6,14 % sedangkan, derajat sulfonasi kalsium polistirena sulfonat C dan D yang dihitung adalah sebesar 34,83 % dan 24,87 %. Derajat sulfonasi yang dihitung ini sesuai dengan derajat sulfonasi menurut Kucera dan Jancar di atas.

Spektrum FT-IR kalsium polistirena sulfonat C dan D dapat dilihat seperti pada Gambar 4.6 dan 4.7 berikut.


(46)

(47)

Gambar 4.7. Spektrum FT-IR (KBr Pellet) Kalsium Polistirena Sulfonat D

Spektrum FT-IR polistirena sebagai bahan awal dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut.


(48)

Kalsium polistirena sulfonat C dan D memiliki spektrum FT-IR dengan puncak-puncak yang hampir mirip (Gambar 4.6 dan 4.7). Adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1683,81 cm-1 dan 1685,16 cm-1 menunjukkan regangan C=C aromatik, pada bilangan gelombang 670,47 cm-1 dan 670,19 cm-1 menunjukkan pita serapan S-O, dan pada bilangan gelombang 1139,67 cm-1 dan 1140,28 cm-1 menunjukkan pita serapan S=O yang merupakan karakteristik garam sulfonat, serta pada bilangan gelombang 601,93 cm-1 dan 602,01 cm-1 menunjukkan pita serapan C-S (Silverstein, R.M., dkk, 1963). Jika dibandingkan dengan spektrum FT-IR polistirena sebagai bahan awal pada Gambar 4.8 di atas hanya menunjukkan adanya pita serapan C=C aromatik pada bilangan gelombang 1400-1600 cm-1 sedangkan, pita serapan S-O, S=O, dan C-S tidak terlihat. Munculnya puncak-puncak baru pada spektrum FT-IR Gambar 4.6 dan 4.7 tersebut menunjukkan bahwa reaksi sulfonasi polistirena yang diikuti dengan penggaraman dengan CaCl2

membentuk kalsium polistirena sulfonat telah terjadi.

4.2. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium polistirena sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat C dan D digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri (kadar total metil ester 95 %) dengan kandungan tokoferol sebesar 59,9 ppm dan tokotrienol sebesar 129,3 ppm.

Campuran metil ester minyak kemiri yang mengandung tokoferol dan tokotrienol dilarutkan dalam etanol, selanjutnya ke dalam campuran ini ditambahkan sejumlah kalsium polistirena sulfonat sehingga terjadi proses adsorpsi.

Etanol ini berfungsi untuk melarutkan metil ester asam lemak yang memiliki ikatan rangkap seperti metil oleat, linoleat, dan linolenat, dimana metil ester asam lemak yang bersifat lebih polar daripada tokoferol dan tokotrienol lebih mudah larut dalam etanol (Stoker dan Walker, 1991) sehingga tokoferol dan tokotrienol yang terdapat dalam campuran dapat diadsorpsi oleh adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut.

Tokoferol berinteraksi dengan gugus nonpolar adsorben sedangkan, tokotrienol berinteraksi dengan gugus nonpolar dan gugus polar (logam kalsium) pada adsorben. Kalsium polistirena sulfonat C mengadsorpsi tokoferol sebesar 57,9 ppm (96,7%) dan tokotrienol sebesar 129,3 ppm (100%) sedangkan, kalsium polistirena sulfonat D


(49)

mengadsorpsi tokoferol sebesar 57,9 ppm (96,7%) dan tokotrienol sebesar 128,2 ppm (98,2%).

Tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh adsorben didesorpsi dengan menggunakan n-heksana. Tokoferol dan tokotrienol yang dapat didesorpsi dari kalsium polistirena sulfonat C sebesar 1,2 ppm (2,1%) dan 1,4 ppm (1,1%) sedangkan, tokoferol dan tokotrienol yang dapat didesorpsi dari kalsium polistirena sulfonat D sebesar 1,3 ppm (2,3%) dan 1,8 ppm (1,4%).

Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena C dan D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena sulfonat C dan D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut

Jenis Adsorben

Tokoferol (TP) dan tokotrienol

(TT) awal

Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) yang teradsorpsi

Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) yang terdesorpsi

(recovery)

TP (ppm)

TT

(ppm) TP (ppm/%) TT (ppm/%) TP (ppm/%) TT (ppm/%) Kalsium

Polistirena Sulfonat C

59,9 129,3 57,9 (96,7) 129,3 (100) 1,2 (2,1) 1,4 (1,1)

Kalsium Polistirena Sulfonat D

59,9 129,3 57,9 (96,7) 128,2 (99,1) 1,3 (2,3) 1,8 (1,4)

Dari Tabel 4.1 di atas terlihat adanya perbedaan jumlah hasil adsorpsi dan desorpsi tokoferol dan tokotrienol antara kedua adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut. Perbedaan ini dapat dijelaskan melalui konsep Dewar, Chatt, dan Duncanson (DCD) yang menjelaskan bahwa interaksi antara logam kalsium dengan hidrokarbon tak jenuh terjadi karena adanya donasi densitas elektron dari orbital π yang terisi ke orbital σ pada logam kalsium.

Dalam hal ini, tokotrienol yang memiliki ikatan rangkap berinteraksi dengan gugus polar logam kalsium dan gugus nonpolar polistirena sulfonat, sedangkan tokoferol yang tidak memiliki ikatan rangkap hanya berinteraksi dengan gugus nonpolar polistirena sulfonat. Sehingga tokoferol akan lebih mudah didesorpsi dari adsorben karena interaksi antara logam Ca dengan tokotrienol lebih kuat daripada tokoferol.


(50)

Selain itu, semakin tinggi kadar logam Ca dalam adsorben tersebut maka, kemampuan adsorpsi tokotrienol juga akan semakin besar. Hal ini dibuktikan oleh kalsium polistirena sulfonat A dengan kadar logam Ca 8,60 % memiliki kemampuan adsorpsi tokotrienol yang lebih besar daripada kalsium polistirena sulfonat B yang memiliki kadar logam Ca 6,14 %. Namun sebaliknya, kemampuan desorpsi kalsium polistirena sulfonat A semakin rendah daripada kalsium polistirena sulfonat B. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kadar logam Ca dalam adsorben tersebut, maka interaksi antara tokotrienol dengan adsorben juga akan semakin kuat sehingga menjadi lebih sulit untuk dilepas dari adsorben.

Jika dibandingkan dengan peneliti sebelumnya yaitu Tandale dan Lali (2004) yang mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari minyak jagung yang telah mengalami proses deodorasi terlebih dahulu menggunakan adsorben polimer sintetis tanpa adanya logam kalsium seperti diaion HP20 (polimer divinilbenzen-etilstirena) menghasilkan persentase adsorpsi hanya sekitar 85% namun, persentase desorpsi mencapai 93,5% sedangkan, pada penelitian ini menggunakan adsorben kalsium polistirena sulfonat, tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi dapat mencapai 96-100% namun, persentase desorpsi hanya mencapai 1-2,4%. Dengan demikian, berdasarkan data yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adsorpsi dan desorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri dipengaruhi oleh logam kalsium dengan kadar logam yang berbeda-beda yang terdapat pada kedua jenis adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut.

4.3. Pembuatan Kalsium Stearat

Kalsium stearat dibuat melalui reaksi antara asam stearat dengan larutan NaOH/etanol-air dengan perbandingan volume etanol : air = 3 : 1 pada suhu 500C sambil diaduk, dan dilanjutkan dengan penambahan larutan CaCl2 sehingga terbentuk endapan putih kalsium


(51)

CH3-(CH2)15-CH2-C

O

OH

+ NaOH CH3-(CH2)15-CH2-C

O

ONa

+ H2O

asam stearat natrium stearat

CH3-(CH2)15-CH2-C

O ONa

CaCl2 CH3-(CH2)15-CH2-C

O

O

C-CH2-(CH2)15-CH3

O O

Ca

+ + 2 NaCl

natrium stearat kalsium stearat 2

Gambar 4.9. Reaksi Pembuatan Kalsium Stearat

Kalsium stearat yang diperoleh bersifat tidak larut dalam air, metanol, etanol, kloroform, dan n-heksana. Kadar logam Ca pada kalsium stearat yang diukur dengan metode SSA adalah sebesar 6,00 % dan spektrum FT-IR dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut.

Gambar 4.10. Spektrum FT-IR (KBr pellet) Kalsium Stearat

Spektrum FT-IR asam stearat sebagai bahan awal dapat dilihat pada Gambar 4.11 berikut


(52)

Gambar 4.11. Spektrum FT-IR (KBR pellet) Asam Stearat

Spektrum FT-IR kalsium stearat pada Gambar 4.10 di atas menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 2917,25 cm-1 dan 2849,22 cm-1 yang menunjukkan vibrasi C-H stretch, pada bilangan gelombang 1473 cm-1 dan 1462,91 cm-1 menunjukkan pita serapan C-H bend, dan pada bilangan gelombang 719,16 cm-1 menunjukkan pita serapan C-H rock. Pita serapan C=O dari garam karboksilat berada pada bilangan gelombang 1579,3 cm-1. Jika dibandingkan pita serapan C=O dari asam karboksilat pada spektrum FT-IR asam stearat (Gambar 4.11) berada pada bilangan gelombang 1669,13 cm

-1

(Silverstein, R.M., dkk, 1963). Pita serapan C=O dari garam karboksilat berada pada

bilangan gelombang yang lebih rendah dibandingkan pita serapan C=O dari asam karboksilat. Hal ini disebabkan karena C=O dari garam karboksilat berikatan dengan atom Ca yang memiliki massa atom yang lebih besar. Adanya pergeseran daerah bilangan gelombang ini menunjukkan bahwa reaksi penggaraman asam stearat menjadi kalsium stearat telah terjadi.


(53)

4.4. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium stearat

Kalsium stearat yang diperoleh di atas juga digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri. Adapun jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium stearat serta yang terdesorpsi dari adsorben tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium stearat serta, yang terdesorpsi dari adsorben tersebut

Jenis Adsorben

Tokoferol (TP) dan tokotrienol

(TT) awal

Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) yang teradsorpsi

Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) yang terdesorpsi

(recovery)

TP (ppm)

TT

(ppm) TP (ppm/%) TT (ppm/%) TP (ppm/%) TT (ppm/%)

Kalsium

Stearat 59,9 129,3 54,2 (90,6) 127,7 (98,8) 1,5 (2,7) 2,9 (2,3)

Jika dibandingkan antara kalsium stearat dengan kalsium polistirena sulfonat D yang sama-sama memiliki kadar logam Ca 6 %, maka kemampuan adsorpsi dan desorpsi tokoferol dan tokotrienol oleh kedua adsorben tersebut memiliki perbedaan. Kalsium stearat mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol sebesar 54,2 ppm (90,6%) dan 127,7 ppm (98,8%) sedangkan, kalsium polistirena sulfonat D mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol sebesar 57,9 ppm (96,6%) dan 128,2 ppm (99,1%). Tokoferol dan tokotrienol yang terdesorpsi dari kalsium stearat sebesar 1,5 ppm (2,7%) dan 2,9 ppm (2,3%) sedangkan, tokoferol dan tokotrienol yang terdesorpsi dari kalsium polistirena sulfonat sebesar 1,3 ppm (2,3%) dan 1,8 ppm (1,4%). Perbandingan jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium stearat dan kalsium polistrirena sulfonat D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut seperti pada Tabel 4.3 berikut.


(54)

Tabel 4.3. Perbandingan jumlah tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh kalsium stearat dan kalsium polistirena sulfonat D serta, yang terdesorpsi dari kedua adsorben tersebut Jenis Adsorben Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) awal

Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) yang teradsorpsi

Tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) yang terdesorpsi

(recovery)

TP (ppm)

TT

(ppm) TP (ppm/%) TT (ppm/%) TP (ppm/%) TT (ppm/%)

Kalsium Stearat

59,9 129,3 54,2 (90,6) 127,7 (98,8) 1,5 (2,7) 2,9 (2,3)

Kalsium Polistirena Sulfonat D

59,9 129,3 57,9 (96,6) 128,2 (99,1) 1,3 (2,3) 1,8 (1,4)

Perbedaan kemampuan adsorpsi dan desorpsi dari kalsium stearat dan kalsium polistirena sulfonat D ini disebabkan oleh pengaruh jenis ligan atau rantai hidrokarbon yang diikat oleh logam Ca tersebut. Polistirena sulfonat merupakan golongan senyawa polimer yang memiliki rantai hidrokarbon yang lebih panjang dibandingkan stearat yang merupakan golongan asam lemak. Oleh karena itu, kalsium polistirena sulfonat akan lebih kuat mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dibandingkan kalsium stearat. Namun sebaliknya, kemampuan desorpsi kalsium polistirena sulfonat menjadi lebih rendah karena tokoferol dan tokotrienol berinteraksi lebih kuat dengan rantai polimer tersebut daripada dengan rantai asam lemak (asam stearat).

Dengan demikian, berdasarkan data yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adsorpsi dan desorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri dipengaruhi juga oleh jenis ligan atau rantai hidrokarbon yang terikat dengan logam kalsium pada kalsium stearat dan kalsium polistirena sulfonat.


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa logam kalsium pada kalsium polistirena sulfonat C dan D serta pada kalsium stearat dapat berinteraksi dengan tokotrienol lebih kuat dibandingkan tokoferol sehingga pada proses desorpsi, tokoferol lebih mudah didesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol seperti pada tabel di bawah ini. Jenis Adsorben Tokoferol (TF) dan tokotrienol (TT) awal

Tokoferol (TF) dan tokotrienol (TT) yang teradsorpsi

Tokoferol (TF) dan tokotrienol (TT) yang terdesorpsi

(recovery)

TF (ppm)

TT

(ppm) TF (ppm/%) TT (ppm/%) TF (ppm/%) TT (ppm/%) Kalsium

Polistirena Sulfonat C

59,9 129,3 57,9 (96,7) 129,3 (100) 1,2 (2,1) 1,4 (1,1)

Kalsium Polistirena Sulfonat D

59,9 129,3 57,9 (96,7) 128,2 (99,1) 1,3 (2,3) 1,8 (1,4)

Kalsium Stearat

59,9 129,3 54,2 (90,6) 127,7 (98,8) 1,5 (2,7) 2,9 (2,3)

Jika dibandingkan antara kedua adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut maka, kalsium polistirena sulfonat C (kadar logam Ca 8,6%) memiliki kemampuan adsorpsi tokoferol dan tokotrienol yang lebih tinggi dibandingkan kalsium polistirena sulfonat D (kadar logam Ca 6,14%), namun sebaliknya untuk kemampuan desorpsi.

Dan jika dibandingkan antara kalsium stearat yang memiliki kadar logam hampir sama dengan kalsium polistirena sulfonat D (kadar logam 6,14%), maka kalsium stearat memiliki kemampuan adsorpsi tokoferol dan tokotrienol lebih rendah dibandingkan kalsium polistirena sulfonat D, namun sebaliknya untuk kemampuan desorpsi.


(56)

5.2. Saran

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah tokoferol dan tokotrienol yang terdesorpsi dari masing-masing adsorben sangat rendah. Oleh karena itu, diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan campuran pelarut, seperti etanol-heksana atau isopropanol-heksana untuk mendesorpsi tokoferol dan tokotrienol dari adsorben tersebut.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Athar, M. dan Nasir, S.M. 2005. Taxonomic Perspective of Plant Species Yielding Vegetable Oils Used in Cosmetics and Skin Care Products. African Journal of Biotechnology 4: 36-44.

Aquilar, F., Autrup, H., Barlow, S., Castle, L., dan Crebbeli, R., 2008. Opinion on Mixed Tocopherols, Tocotrienol Tocopherol, and Tocotrienols as Source for Vitamin E Added as A Nutritional Substance in Food Supplements. The EFSA Journal 640: 1-34.

Bailey, S. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition. Volume II. USA : John Willey & Sons.

Beeffacts. 2007. Stearic Acid : A Unique Saturated Fat. USA : National Cattlemen’s Beef Association.

Billmeyer, F.W. 1984. Textbook of Polymer Science. Third Edition. New York : John Willey & Sons.

Burton, G.W. dan Traber, M.G. 1990. Vitamin E : Antioxidant Activity, Biokinetics, and Bioavalaibility. Annu. Nutr. 10: 357-382.

Chow, C.K. 2008. Fatty Acids in Foods and Their Implications. Third Edition. Boca Raton. CRC Press.

Chu, B.S; Baharin, B.S; Cheman, Y.B; Quek, S.Y. 2004. Comparison of Selected Adsorbents for Adsorption and Desorption of Vitamin E from Palm Fatty Acid Distillate. Journal of Food Lipids Malaysia 12: 23-33.

Colombo, M.L. 2010. Review : An Update on Vitamin E, Tocopherol and Tocotrienol-Perspectives. Journal of Molecules. 15: 2103-2110.

Cotton, F.A; Wilkinson, G; Gaus, P.L. 1987. Basic Inorganic Chemistry. Canada : John Willey & Sons.

Karlina. 2012. Adsorpsi β-karoten dari Bahan yang Mengandung Karotenoida dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat. Skripsi. Medan: FMIPA, USU.

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: UI Press.

Koji, T. 2002. Kemiri (Aleurites moluccana) and Forest Resource Management in Eastern Indonesia: An Eco-historical Perspective. Journal of Antropologi Indonesia.


(58)

Krisnawati, H; Kallio, M; dan Kanninen, M. 2011. Aleurites moluccana (L.) Willd.: Ecology, Silviculture and Productivity. Bogor : CIFOR.

Kucera, F; dan Jancar, J. 1996. Preliminary Study of Polystyrene by Homogeneous and Heterogeneous Reaction. Chem.Papers 50: 224-227.

Laval, R. 2014. Resonium Calcium (Calcium Polystyrene Sulfonated). Sanofi-aventis Canada, Inc.

Lee, J.D. 1991. Concise Inorganic Chemistry. Fourth Edition. London : Chapman & Hall.

Madan, R.D. 2003. Modern Inorganic Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd.

Martians, C.R; Ruggeri, G; dan Paoli, M. 2003. Synthesis in Pilot Plant Scale and Physical Properties of Sulfonated Polystyrene. J. Braz. Chem. Soc. Vol: 797 – 802.

Morton, J.F. 1992. The Candlenut Tree, Handsome and Wind-Resistant, is a Neglected Ornamental in Florida. Proc Fla State Hort. 105: 251-256.

Nesaretnam, K., Stephen, R., Dils, R., dan Darbre, P. 1998. Tocotrienols Inhibit The Growth of Human Breast Cancer Cells Irrespective of Estrogen Receptor Status. Lipids 33: 461-469.

Pinto, B.P; Maria, L.C.S. dan Sena, M.E. 2006. Sulfonated Poly(ether imide) : a Versatile Route to Prepare Functionalized Polymers by Homogeneous Sulfonation. Elsevier 61: 2540-2543.

Simultaneous Determination of

Tissues Tocopherol, Tocotrienols, Ubiquinols, and Ubiquinons. Journal of Lipid Research 37: 893-901.

Qureshi, A.A., Peterson, D.M, Hasler-Rapacs, J.O., dan Rapacs, J. 2001. Novel Tocotrienols of Rice Bran Suppres Cholesterogenesis in Hereditary Hypercholesteromic Swine. Journals of Nutritions. 31: 223-230.

Rinaldy, E. 2013. Kalsium Stearat dan Kalisum Oleat Sebagai Adsorben Karotenoid dari CPO. Tesis. Medan : FMIPA USU.

Shriver, D.E.; Atkins, P.W.; dan Langford, C.H. 1999. Inorganic Chemistry. New York : W.H. Freeman and Company.

Sukmariah dan Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Binarupa Aksara. Sulaiman, H. 1997. Kimia Koloid. Medan : USU Press.


(59)

Suzuki, Y.Z. Tsuchiya, M.,Wassal, S.R.,Choo, Y.M., Govil, J.G 1993. Strucural and Dynamic Membrane Properties of Alpha-Tocopherol and Alpha Tocotrienol: Implication to The Molecular Mechanism of Their Antioxidant Potency. Journal of Biophys Acta. 1166: 163 – 170.

Tandale, J. dan Lali, A. 2004. Adsorption Purification of Tocopherols from Deodorized Distillate of Corn Oil. India : Institute of Chemical Technology.


(60)

(61)

(62)

(63)

Lampiran 3. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol dalam Campuran Metil Oleat, Linoleat, dan Linolenat Hasil Transesterifikasi Minyak Kemiri


(64)

Lampiran 4. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat C


(65)

Lampiran 5. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat D


(66)

Lampiran 6. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Stearat


(67)

Lampiran 7. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol Hasil Desorpsi dari Kalsium Polistirena Sulfonat C


(68)

Lampiran 8. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol Hasil Desorpsi dari Kalsium Polistirena Sulfonat D


(69)

Lampiran 9. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol Hasil Desorpsi dari Kalsium Stearat


(1)

Lampiran 4. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat C


(2)

Lampiran 5. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Polistirena Sulfonat D


(3)

Lampiran 6. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol yang Tidak Teradsorpsi oleh Kalsium Stearat


(4)

Lampiran 7. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol Hasil Desorpsi dari Kalsium Polistirena Sulfonat C


(5)

Lampiran 8. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol Hasil Desorpsi dari Kalsium Polistirena Sulfonat D


(6)

Lampiran 9. Kromatogram UHPLC Kadar Tokoferol dan Tokotrienol Hasil Desorpsi dari Kalsium Stearat


Dokumen yang terkait

Penggunaan Polistirena Sulfonat Sebagai Katalis Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas) Berkadar Asam Lemak Bebas Tinggi

1 48 60

Adsorpsi Β-Karoten Dari Bahan Yang Mengandung Karotenoida Dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat

0 41 55

Studi Penggunaan Adsorben Sintetis Kalsium Maleat – Grafting – High Density Polyethylene (HDPE) Pada Pemisahan Karotenoid Dari Biodiesel Minyak Sawit

0 30 79

Sintesis Metil Ester Sulfonat Dari Asam Stearat Dan Metil Ester Sulfonat Dari Asam Oleat

5 56 83

Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Sulfonasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor (Ricinus communis L)

4 43 67

Pengaruh Katalis H2SO4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate)

0 18 5

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

6 117 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiri - Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

0 1 8

Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

0 0 13