Adsorpsi Β-Karoten Dari Bahan Yang Mengandung Karotenoida Dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat
ADSORPSI β
-KAROTEN DARI BAHAN YANG MENGANDUNG
KAROTENOIDA DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN
SINTETIS KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT
SKRIPSI
KARLINA
070802032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
ADSORPSI β
-KAROTEN DARI BAHAN YANG MENGANDUNG
KAROTENOIDA DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN
SINTETIS KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
KARLINA 070802032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
PERSETUJUAN
Judul : ADSORPSI β-KAROTEN DARI BAHAN
YANG MENGANDUNG KAROTENOIDA
DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN
SINTETIS KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT
Kategori : SKRIPSI
Nama : KARLINA
Nomor Induk Mahasiswa : 070802032
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUA
ALAM (FMIPA)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Desember 2011 Komisi Pembimbing :
Pembimbing II, Pembimbing I,
Dr. Nimpan Bangun, MSc Prof. Dr.Seri Bima Sembiring, MSc
NIP.195012221980031002 NIP. 194907181976031001
Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
(4)
NIP.19540830198503200
PERNYATAAN
ADSORPSI β
-KAROTEN DARI BAHAN YANG MENGANDUNG
KAROTENOIDA DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN
SINTETIS KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali bebrapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2011
Karlina 070802032
(5)
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul Adsorpsi β-Karoten dari Bahan yang Mengandung Karotenoida dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak bantuan, motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku pembimbing I sekaligus sebagai ketua Bidang Kimia Anorganik FMIPA USU dan Dr. Nimpan Bangun, M.Sc selaku pembimbing II sekaligus kepala Laboratorium Kimia Anorganik yang telah meluangkan waktunya selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan dan seluruh Staff dan Dosen FMIPA-USU Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman asisten Laboratorium Kimia Anorganik : Alexon, Catherine, Julianto, Elisa, Guliit, Sahat, Hamdan, Adelina, Lina, Paulus, Rizal, Christiana, Fantoso dan Lois yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian hingga selesainya penelitian ini.dan juga teman-teman kuliah stambuk 2007 dan sahabat-sahabat semasa kuliah Maria, Edy, Edyanto, Ricca, Yuki, Indah, Ricki dan sahabat-sahabat terbaik saya Sun Marlin, Ellyssa dan Hadi serta banyak nama yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan doanya.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kakak dan adik saya, Surya Dharma Putra dan Darmawan Putra yang selalu memberikan dukungan kepada saya. Akhirnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta saya, Ng. Fei Tjiong dan Lina yang tanpa henti memberikan semangat, doa dan dukungan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatsan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.
(6)
ABSTRAK
Adsorpsi β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida telah dilakukan dengan menggunakan adsorben sintetis kalsium polistirena sulfonat dengan variasi volume etanol dan jumlah adsorben. Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan bahan yang mengandung karotenoida, etanol dan adsorben yang selanjutnya disentrifugasi. Pada fase adsorben, diekstraksi dengan n-heksana, dibubling dengan gas N2,
ditimbang, diuji kadar β-karoten dan dianalisis bilangan penyabunan. Kadar β-karoten yang diperoleh untuk variasi volume etanol 5, 10 dan 15 mL berturut-turut adalah 68.000 ppm, 86.700 ppm dan 103.300 ppm sedangkan untuk variasi jumlah adsorben 0,5; 1,0 dan 2,0 gram adalah 63.900 ppm, 103.300 ppm dan 116.000 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa β-karoten telah dipekatkan sekitar 193 kali konsentrasi asli di CPO
.
(7)
ADSORPTION OF
β
-CAROTENE OF MATERIAL CONTAINING
CAROTENOIDS WITH SYNTHETIC ADSORBENT CALCIUM
POLYSTYRENE SULFONATE
ABSTRACT
Adsorption of β-carotene of material containing carotenoids has been carried out using a synthetic adsorbent of calcium polystyrene sulfonate with a variation of the volume ethanol and the amount of adsorbent. Adsorption process carried out by mixing the material containing carotenoids, ethanol and adsorbent are then centrifuged. In phase adsorbent, extracted with n-hexane, concentrated by N2 gas, weighed, examined levels of β-carotene and saponification numbers were analyzed. β -carotene levels were obtained for variations in the volume of ethanol 5, 10 and 15 mL respectively was 68.000 ppm, 86.700 ppm and 103.300 ppm while for variations in the amount of adsorbent 0.5; 1,0 and 2,0 grams is 63.900 ppm, 103.300 ppm and 116.000 ppm. These results suggest that β-carotene was concentrated about 193 times the original concentration in CPO.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Bab 1. Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4 1.3. Pembatasan Permasalahan 4 1.4. Tujuan Penelitian 4 1.5. Manfaat Penelitian 4 1.6. Lokasi Penelitian 5 1.7. Metodologi Penelitian 5 Bab 2. Tinjauan Pustaka 6 2.1. Karotenoida 6 2.1.1. Metode-Metode Memperoleh Karotenoida 8 2.2. Polistirena 10
2.2.1. Reaksi Sulfonasi 11
2.2.2. Polistirena Sulfonat 13
2.3. Adsorpsi 13
2.3.1. Sifat-Sifat Umum Proses Adsorpsi 14
2.4. Kalsium 14
2.5. Alkena 15
Bab 3. Metode Penelitian 17
3.1. Alat-alat 17
3.2. Bahan-bahan 18
3.3. Prosedur Percobaan 18
3.3.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat (PS-SO3H) 18
3.3.2. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat 19
( (PS-SO3)2Ca) 3.3.3. Penjerapan β-Karoten oleh Kalsium Polistirena Sulfonat 20
3.4. Bagan Penelitian 22
3.4.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat dan Kalsium 22
Polistirena Sulfonat 3.4.2. Penjerapan β-Karoten oleh Kalsium Polistirena Sulfonat 23
(9)
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 25
4.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat (PS-SO3H) 25
4.2. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat ( (PS-SO3)2Ca) 29
4.3. Penjerapan β-Karoten dari Bahan yang Mengandung 31
Karotenoida Bab 5. Kesimpulan dan Saran 35
5.1 Kesimpulan 35
5.2 Saran 35
Daftar Pustaka 36
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Beberapa jenis dan Komposisi Karoten di Dalam 7 Minyak Kelapa Sawit
Tabel 2.2. Metode- Metode Memperoleh Karotenoida 9 Tabel 4.1. Kandungan β-karoten dan Kandungan Ester Hasil 32
Penjerapan dengan Variasi Volume Etanol
Tabel 4.2. Kandungan β-karoten dan Kandungan Ester Hasil 33 Penjerapan dengan Variasi Jumlah Adsorben
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Isomer dari Karotenoida 1
Gambar 1.2. Donasi Muatan Elektron dari Orbital π Terisi dari 3 Etilen ke Logam
Gambar 1.3. Struktur Kalsium Polistirena Sulfonat 4
Gambar 2.1. Reaksi Pembuatan Polistirena 10
Gambar 2.2. Reaksi Pembuatan Asam Benzensulfonat 11
Gambar 2.3. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Asetil Sulfat 12
Gambar 2.4. Struktur Metallocyclopropana 16
Gambar 4.1. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Asetil Sulfat 26 Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Polistirena Sulfonat (PS-SO3H) 27
Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Polistirena 28
Gambar 4.4. Reaksi Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat 29 ( (PS-SO3)2Ca )
Gambar 4.5. Spektrum FT-IR Kalsium Polistirena Sulfonat 30 ( (PS-SO3)2Ca )
Gambar 4.6. Interaksi antara Kalsium Polistirena Sulfonat dengan 33 Ikatan Rangkap Karotenoida
Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Jumlah Adsorben terhadap 34 Peningkatan % Adsorpsi
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Spektrum FT-IR Senyawa Pembanding Polistirena 40 Lampiran 2. Spektrum FT-IR Polistirena Sulfonat (PS-SO3H) 40
(13)
ABSTRAK
Adsorpsi β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida telah dilakukan dengan menggunakan adsorben sintetis kalsium polistirena sulfonat dengan variasi volume etanol dan jumlah adsorben. Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan bahan yang mengandung karotenoida, etanol dan adsorben yang selanjutnya disentrifugasi. Pada fase adsorben, diekstraksi dengan n-heksana, dibubling dengan gas N2,
ditimbang, diuji kadar β-karoten dan dianalisis bilangan penyabunan. Kadar β-karoten yang diperoleh untuk variasi volume etanol 5, 10 dan 15 mL berturut-turut adalah 68.000 ppm, 86.700 ppm dan 103.300 ppm sedangkan untuk variasi jumlah adsorben 0,5; 1,0 dan 2,0 gram adalah 63.900 ppm, 103.300 ppm dan 116.000 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa β-karoten telah dipekatkan sekitar 193 kali konsentrasi asli di CPO
.
(14)
ADSORPTION OF
β
-CAROTENE OF MATERIAL CONTAINING
CAROTENOIDS WITH SYNTHETIC ADSORBENT CALCIUM
POLYSTYRENE SULFONATE
ABSTRACT
Adsorption of β-carotene of material containing carotenoids has been carried out using a synthetic adsorbent of calcium polystyrene sulfonate with a variation of the volume ethanol and the amount of adsorbent. Adsorption process carried out by mixing the material containing carotenoids, ethanol and adsorbent are then centrifuged. In phase adsorbent, extracted with n-hexane, concentrated by N2 gas, weighed, examined levels of β-carotene and saponification numbers were analyzed. β -carotene levels were obtained for variations in the volume of ethanol 5, 10 and 15 mL respectively was 68.000 ppm, 86.700 ppm and 103.300 ppm while for variations in the amount of adsorbent 0.5; 1,0 and 2,0 grams is 63.900 ppm, 103.300 ppm and 116.000 ppm. These results suggest that β-carotene was concentrated about 193 times the original concentration in CPO.
(15)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karotenoida, suatu senyawa yang termasuk ke dalam kelompok tetraterpena banyak ditemukan pada umbi-umbian dan buah-buahan seperti wortel dan biji sawit dalam bentuk pigmen yang berwarna kuning-orange. Karotenoida dapat digunakan sebagai sumber vitamin A (provitamin A), sedangkan vitamin A sangat berguna bagi kehidupan manusia karena dapat berfungsi sebagai bahan anti kebutaan (xeropthlamia), anti oksidan, pencegah pertumbuhan sel kanker, pencegah penuaan dini dan meningkatkan kekebalan tubuh (Pine, S.H., 1987).
Salah satu sumber karotenoida alami adalah minyak kelapa sawit (CPO) dengan kandungan karotenoida antara 500-700 ppm. Dari seluruh karotenoida yang terdapat dalam CPO tersebut, 56,02% terdapat dalam bentuk β-karoten, 35,16% α
-karoten dan 0,33% γ-karoten dan pada proses pembuatan produk-produk oleokimia (fatty acid dan fatty alcohol) karotenoida ini sering terbuang secara percuma.
Struktur α-, β- dan γ-karoten dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1 di bawah ini (Choo, Y.M., dkk, 1996; Wei, P.C., dkk, 2005; Fruton, J.S., 1963).
H2C
H2C
C H2 CCH3 CCH C HCHC H3CC
C H CH2 CH2 C CHCH
CHC CHC CHCH CCH CHCH CCH
CH3 CH3 CH CH3 CH3
3 CH3 CH3 CHCH CH3 I II α-karoten
H2C H2C
C H2 CCH3 CCH C HCC H3CC
C H2 CH2 CH2 C CHCH
CHC CHC CHCH CCH CHCH CCH
CH3 CH3 CH CH3 CH3
3 CH3 CH3 CHCH CH3 I II β-karoten
H2C
H2C
C H2
CCH3
CCH C
CH3C C H2 CH2 CH C CHCH
CHC CHC CHCH CCH CHCH CCH
CH3
CH3 CH3
CH3 CH
3 CH3 CH3 CHCH CH3 I CHCH γ-karoten
(16)
Berbagai cara telah dilakukan untuk mendapatkan karotenoida dari CPO berkadar lebih tinggi, sampai saat ini sudah mencapai 6% melalui berbagai cara a) dengan menyabunkan CPO dengan NaOH metanolik dan produk penyabunan diuapkan pada suhu 100-1100C dan tekanan 0,001 – 0,0001 mmHg dan karotenoida tertinggal sebagai residu (Blaizot, P., 1956), b) metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut petroleum eter : aseton (Sahidin, S.S., dkk, 2001), c)metode ekstraksi cairan superkritis CO2 yang dilakukan pada suhu 400C dan tekanan 30
MPa (Wei, P.C., dkk, 2005). Proses ekstraksi yang berlangsung pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada karotenoida tersebut (Blaizot, P., 1956). Di samping itu, proses ekstraksi selain memerlukan pelarut yang cukup banyak, juga tidak hanya karotenoida yang akan terlarut, namun dapat juga melarutkan senyawa lainnya sehingga hasilnya kurang baik. Pada metode ekstraksi cairan superkritis CO2, diperlukan peralatan dengan desain khusus untuk menjaga
tekanan, suhu dan laju alir cairan superkritis CO2 yang sangat mempengaruhi
kelarutan karotenoida dalam cairan superkritis CO2.
Selain cara-cara tersebut, karotenoida juga dapat diperoleh dengan metode adsorpsi. Latip menggunakan adsorben kopolimer stirena divinil benzena untuk mengekstraksi karoten dari CPO dengan perolehan hasil 1,5% (Latip, R.A., dkk, 2000). Sementara Zulkipli menggunakan campuran abu sekam padi dan silika gel (25 : 15) sebagai adsorben pada ekstraksi karotenoida dari CPO dengan perolehan hasil 0,2 % (Zulkipli, 2007) sedangkan Serlahwaty dan Hayuningtyas masing-masing menggunakan arang aktif dengan perolehan hasil 0,073 %, bleaching earth dengan perolehan hasil 1,3 % dan bentonit dengan perolehan hasil 0,0375 % (Hayuningtyas, R.I.R, 2007 dan Serlahwaty, D., 2007).
Di antara semua adsorben yang telah digunakan, kopolimer stirena divinil benzena dan bleaching earth memberikan hasil yang paling baik. Stirena divinil benzena merupakan senyawa non-polar dengan rantai hidrokarbon panjang sehingga akan saling menyukai dengan karotenoida yang juga bersifat non-polar sedangkan di dalam bleaching earth, terkandung logam-logam dengan memiliki orbital d sehingga dapat berinteraksi dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida.
(17)
Untuk itu diperlukan adsorben dengan kedua sifat tersebut. Adsorben polimer sintetik yang dapat digunakan adalah kalsium polistirena sulfonat. Kalsium polistirena sulfonat merupakan senyawa polimer dengan rantai hidrokarbon panjang dan akan saling berinteraksi dengan karotenoida yang mempunyai rantai hidrokarbon yang lebih panjang dibandingkan dengan ester yang mempunyai rantai hidrokarbon yang lebih pendek. Selain itu, logam kalsium dapat membentuk ikatan dengan hidrokarbon tak jenuh seperti pada Gambar 1.2 di bawah ini
H H
H C
C
π
H
M
Gambar 1.2. Donasi Muatan Elektron dari Orbital π Terisi dari Etilen ke
Logam
Dalam campuran ester asam lemak dan etanol yang mengandung karotenoida, interaksi seperti di atas dapat juga terjadi antara Ca2+ dari kalsium polistirena sulfonat dan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida dimana kalsium dapat mempolarisasi rantai olefinik dari ikatan rangkap terkonjungasi karotenoida dengan adanya adanya orbital 3d0 pada logam kalsium dengan energi cukup rendah mampu
berikatan dengan ikatan π dari karotenoida sehingga karotenoida akan lebih tertahan pada kalsium polistirena sulfonat dan sebagian ester asam lemak akan terbawa bersama pelarut etanol.
Ikatan antara hidrokarbon tak jenuh dengan logam ini dijelaskan melalui konsep orbital terdepan yang dikembangkan oleh Dewar, Chatt dan Duncanson (DCD) yang menjelaskan bahwa interaksi terjadi dengan adanya donasi muatan
dari orbital π yang terisi ke logam yang diikuti dengan backdonation dari orbtital d logam yang terisi kepada orbital π* terendah yang tidak terisi. Model ini dapat ditunjukkan melalui ikatan kimia antara etilen dengan permukaan logam Cu ataupun Ni (Nilson, A dan L.G. Petterson, 2008). Kalsium polistirena sulfonat ini diduga memiliki struktur seperti :
(18)
CH2CH
S
CH2CH CH2CH
x
S
O O
O
O O Ca O
Gambar 1.3. Struktur Kalsium Polistirena Sulfonat
1.2. Permasalahan
- Apakah dapat disintesis kalsium polistirena sulfonat dengan reaksi sulfonasi polistirena dengan asetil sulfat yang diikuti dengan penggaraman polistirena sulfonat dengan kalsium klorida
- Apakah kalsium polistirena sulfonat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
adsorben untuk mengadsorpsi β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida
1.3. Pembatasan Permasalahan
Permasalahan dibatasi pada proses adsorpsi β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida dengan menggunakan variasi jumlah adsorben sintetis kalsium polistirena sulfonat dan variasi volume etanol.
1.4. Tujuan Penelitian
- Untuk mensintesis kalsium polistirena sulfonat dengan reaksi sulfonasi polistirena dengan asetil sulfat yang diikuti dengan penggaraman polistirena sulfonat dengan kalsium klorida
- Untuk mengadsorpsi β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida dengan menggunakan kalsium polistirena sulfonat
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuatan kalsium polistirena sulfonat yang selanjutnya digunakan untuk mengadsorpsi
(19)
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU Medan, karakterisasi polistirena sulfonat menggunakan spektroskopi FT-IR di Laboratorium bea cukai Belawan, karakterisasi kalsium polistirena sulfonat menggunakan spektroskopi FT-IR di Laboratorium Kimia Organik F-MIPA UGM dan Spektrofotometer UV-Visibel di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU
1.7. Metodologi Penelitian
Untuk Mengadsorpsi β-karoten dari Bahan yang Mengandung
Karotenoida yang Dilakukan dengan Kalsium Polistirena Sulfonat
Polistirena disintesis menjadi polistirena sulfonat dengan mereaksikan polistirena dengan asetil sulfat sebagai agen sulfonasi yang diaduk selama 2 jam pada suhu dingin (ice bath) dan 1 jam pada suhu 500 C. Polistirena sulfonat yang terbentuk digaramkan dengan kalsium klorida menghasilkan kalsium polistirena sulfonat. Bahan yang mengandung karotenoida ditambahkan dengan etanol dan sejumlah kalsium polistirena sulfonat. Campuran ini kemudian disentrifugasi selama 1 jam dan diikuti penyaringan. Karotenoida yang terjerap kemudian diekstraksi dengan heksana. Larutan n-heksana diuapkan dan diperoleh zat kental lalu ditimbang, dihitung kandungan
(20)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karotenoida
Karotenoida merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga,merah jingga, dan bersifat larut dalam minyak. Struktur dasar karotenoida terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh yang dibentuk oleh 40 atom C atau 8 unit isoprena dan memiliki dua buah gugus cincin. Karotenoida dibagi menjadi empat golongan, yaitu (1) karotenoida hidrokarbon C40H56 seperti alfa, beta, gamma karoten dan
likopen; (2) xantofil dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hikdroksil antara lain kriptosantin, C40H55OH dan lutein, C40H54(OH)2; (3) asam karotenoida
yang mengandung gugus karboksil; dan (4) ester xantofil asam lemak (Meyer, H., 1966).
Karotenoida juga dikenal sebagai poliena yang dibentuk oleh unit-unit isoprena. Senyawa hidrokarbon karotenoida juga banyak ditemukan mengandung gugus hidroksil, karbonil, oxiran dan gugus epoksi. Ada beberapa karakteristik umum yang paling dari karotenoida (Sebrell, W.H dan R.S. Harris, 1954) :
1. Kristal pigmen padat
2. Mempunyai susunan unit isopren pada bagian tengah dari molekul jadi gugus metil menempati posisi -1,6 atau -1,5 dan dengan penyusunan tersebut memungkinkan terjadinya pemecahan pada bagian tengah sehingga
menghasilkan vitamin A
3. Mengandung banyak ikatan rangkap karbon-karbon yang terkonjugasi 4. Mengandung paling tidak satu trimetil sikloheksinil atau cincin β-ionon 5. Mempunyai konfigurasi trans
(21)
Karotenoida terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersama-sama dengan klorofil (9.3%) terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade (Winarno, F.G., 1997). Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430 – 480 nm (Schwartz, S.J dan J.H.V. Elbe, 1996). Menurut Meyer (1966) sifat fisika dan kimia karotenoida adalah larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzena, karbon disulfida dan petroleum eter, tidak larut dalam dalam etanol dan metanol dingin, tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, dan mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Adanya ikatan ganda menyebabkan karotenoida peka terhadap oksidasi yang akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi, dan mangan (Walfford, J., 1980).
Kadar karoten dalam minyak kelapa sawit berkisar 500-700 terutama α dan β
karoten dengan γ karoten sebagai jumlah yang paling sedikit. Telah dilaporkan bahwa karoten memegang peranan penting sebagai anti oksidan dalam fasa minyak dengan menjerap radikal bebas (Ammawath, W dan Y.B.C. Man, 2009), prekursor
vitamin A dimana β-karoten mempunyai aktivitas provitamin A yang tertinggi (Goh, S.H., dkk, 1985 ), meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mengkomunikasikan sel (Voet, D., 1995).
Tabel 2.1. Beberapa Jenis dan Komposisi Karoten di Dalam Minyak Kelapa Sawit
Jenis-jenis karoten
Komposisi (%)
γ-Carotene 0,33
δ-Carotene 0,83
Neurosporene 0,29
β-Zeacarotene 0,74
α-Zeacarotene 0,23
Lycopene 1,3
(Wei, P.C., dkk, 2005) Jenis-jenis
karoten
Komposisi (%)
Phytoene 1,27
Cis-β-Carotene 0,68
Phytofluene 0,06
β-Carotene 56,02
α-Carotene 35,16
Cis- α-Carotene 2,49
(22)
2.1.1. Metode-Metode Memperoleh Karotenoida
Metode memperoleh karotenoida dari minyak sawit dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu dengan menyabunkan CPO dengan natrium hidroksida metanolik 2-3% selama beberapa jam pada suhu 30-400 C sehingga hampir 98% minyak terkonversi menjadi ester. Gliserin yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara dekantasi dan produk penyabunan diuapkan pada suhu 100 - 1100 C dalam keadaan vakum bertekanan 0,001 – 0,0001 mmHg sehingga karotenoida tertinggal sebagi residu (Blaizot, P., 1956). Metode esktraksi dengan menggunakan pelarut petroleum eter : aseton ( 1 : 3 ) untuk mengekstraksi karotenoida dari minyak sawit mentah (Sahidin, S.S., dkk, 2001).
Penggunaan CO2 cair sebagai pelarut dapat digunakan untuk memperoleh
karotenoida konsentrat melalui sistem Supercritical Fluid Extraction dimana sampel yang ditempatkan dalam bejana ektraksi pada suhu 400C dan tekanan 30 MPa, kemudian gas CO2 didinginkan pada -50C sebelum pompa HPLC digunakan
untuk memompa CO2 cair ke ekstraktor secara terus menerus pada kondisi spesifik
ekstraksi dengan laju alir yang konstan 5 mL/menit sehingga diperoleh ekstrak karotenoida konsentrat (Wei, P.C., dkk, 2005).
Karotenoida konsentrat dari minyak sawit juga banyak diperoleh melalui proses adsorpsi menggunakan adsorben polimer sintetis diikuti dengan ekstraksi pelarut. Adsorben yang digunakan adalah kopolimer stirena divinil benzena. Proses tersebut pertama dimulai dengan mencampurkan adsorben dengan IPA (isopropanol) kemudian diaduk selama 15 menit. Adsorben dipisahkan dari IPA dan dikeringkan dalam temperatur kamar sehingga dapat digunakan dalam proses adsorpsi. Selanjutnya minyak kelapa sawit dilarutkan dalam IPA (isopropanol). Adsorben kemudian dimasukkan ke dalam kolom diikuti dengan minyak kelapa sawit. Karotenoida kemudian diekstraksi dengan n-heksana untuk memisahkannya dari adsorben. Karotenoida dipekatkan sampai sekitar 15.000 ppm dengan % recovery 30-62 % dengan variasi yang paling sesuai adalah pada 1,5 jam dan temperatur 400 C (Latip, R.A., 2000).
(23)
Selain itu, dapat juga digunakan campuran abu sekam padi dan silika gel sebagai adsorben berdasarkan metode kromatografi adsorpsi dimana adsorben dimasukkan ke dalam kolom yang diikuti dengan metil ester kasar dan dielusi dengan menggunakan pelarut n-heksan kemudian eluat dipekatkan dengan gas N2
dengan perolehan 3754,55 μg/gram dan % recovery adalah 28,8 % (Zulkipli, 2007).
Penggunaan bahan penjerap arang aktif dan belaching earth dalam larutan n-heksana dimana minyak sawit dilarutkan terlebih dahulu dengan n-n-heksana dan ditambahkan dengan bahan penjerap kemudian diaduk selama beberapa saat. Karotenoida yang terjerap dilarutkan dengan campuran n-heksana dan aseton untuk memperoleh karotenoida konsentrat dengan perolehan untuk arang aktif adalah 736,31 μg/gram, % recovery sekitar 16,59 % dan untuk bleaching earth adalah
13103 μg/gram, % recovery adalah 39,16 %(Serlahwaty, D., 2007) dan penggunaan bentonit dimana minyak sawit dan adsorben ( 3 : 1 ) dicampurkan dalam suatu reaktor berpengaduk selama 171 menit. Selanjutnya disaring dengan menggunakan pompa vakum untuk memisahkan minyak dengan adsorben yang
telah mengandung β-karoten. Kemudian, karotenoida pada adsorben didesorpsi dengan pelarut n-heksana dan dipekatkan dengan N2 sehingga diperoleh
karotenoida konsentrat sekitar 375,5 μm/gram dan % recovery adalah 3,7 % (Hayuningtyas, R.I.R., 2007). Adapun ringkasan metode yang telah digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini
Tabel 2.2. Metode-Metode Memperoleh Karotenoida
Metode Keterangan % yield Peneliti
Saponifikasi NaOH metanolik 2-3% 5-6 % Blaizot, P., 1956
Ekstraksi
pelarut petroleum eter dan
aseton (1 : 3) -
Sahidin, S.S., dkk, 2001
cairan superkritis CO2 - Wei, P.C., dkk, 2005
Adsorpsi
kopolimer stirena divinil
benzena 1,5 % Latip, R.A., 2000
campuran abu sekam padi
dan silika gel (25 : 15) 0,38% Zulkipli, 2007 arang aktif dan bleaching
earth
0,073 % dan
1,31 % Serlahwaty, D., 2007
bentonit 0,0375 %
Hayuningtyas, R.I.R., 2007
(24)
2.2. Polistirena
Polistirena adalah polimer linear yang secara kimia besifat inert. Polistirena bersifat kaku, sifat optis yang bagus, tahan terhadap zat alkalis, halida asam dan agen oksidasi-reduksi (Ulrich, H., 1993). Namun, polistirena dapat dinitrasi dengan uap asam nitrat dan disulfonasi dengan asam sulfat pekat pada suhu 1000 C. Polistirena mempunyai bentuk transparan dan indeks bias (1.60) yang tinggi sehingga dapat berguna untuk komponen optik plastik dan baik untuk insulator listrik. Gaya tarik dari polistirena mencapai 8000 psi. Polistirena digunakan untuk injeksi cetakan seperti pada sisir, kancing, mainan, insulator listrik, lensa, radio, televisi, kulkas dan panel pencahayaan. Polistirena dapat dibuat melalui polimerisasi stirena dengan adanya peroksida seperti benzoil peroksida sebagai inisiator. Monomer stirena dibuat dari benzena dan etilena pada suhu 900 C dengan bantuan katalis AlCl3 dimana etil benzena dihidrogenasi ke stirena dengan adanya katalis besi
oksida, magnesium oksida atau aluminium oksida pada suhu 6000 C. Stirena dapat dipisahkan dengan metode destilasi (Dara, S.S., 1986)
AlCl3 , 900C
CH2 CH3
-H2
katalis Al2O3
atau MgO atau Fe2O3, 6000C
CH CH2
benzena etilbenzena stirena
+ CH2 CH2 + H2
CH2
polimerisasi dengan benzoil peroksida
CH2
n
polistirena
Gambar 2.1. Reaksi Pembuatan Polistirena
Terdapat kesukaran dalam pemurnian stirena melalui penyulingan karena monomer mudah terpolimerkan sekalipun pada suhu sedang. Stirena dapat dipolimerkan dengan menggunakan sinar matahari ataupun katalis dimana derajat polimerisasinya bergantung pada kondisi polimerisasi. Polistirena merupakan bahan lentuk-bahang yang bening (kecuali jika ditambahkan pewarna atau pengisi)
(25)
dan dapat dilunakkan pada suhu sekitar 1000C. Polistirena tahan terhadap zat pengarat (korosif) tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor. Dalam propanon (aseton), polistirena hanya mengembung (Cowd, M.A., 1991).
2.2.1. Reaksi Sulfonasi
Sulfonasi adalah suatu reaksi untuk memodifikasi bahan polimer yang memiliki cincin aromatik sebagai rantai utamanya. Karena sulfonasi termasuk ke dalam reaksi elektrofilik maka reaksi ini sangat bergantung pada tipe gugus yang terikat pada cincin aromatis dimana polimer dengan gugus difenil eter dapat disulfonasi di bawah kondisi dingin karena adanya efek donasi elektron dari gugus eter. Sulfonasi dari polimer aromatis bisa menjadi sangat kompleks karena reversibilitasnya. Untuk itu, reproduksibilitas dengan menggunakan kondisi reaksi yang sama bisa menjadi hal yang sangat sulit ( Pinto, B.P., 2006).
Sulfonasi benzena dengan asam sulfat berasap (H2SO4 + SO3) menghasilkan
asam benzena sulfonat
+ SO3
H2SO4
400C
SO3
H
+
SO3H
asam benzenasulfonat (50%)
Gambar 2.2. Reaksi Pembuatan Asam Benzensulfonat
Sulfonasi bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotop kinetik yang sedang dimana ion benzenonium antara dalam sulfonasi dapat kembali ke benzena atau terus ke asam benzenasulfonat dengan hampir sama mudahnya. Gugus asam sulfonat mudah digantikan oleh anekaragamn gugus lain. Oleh karena itu,asam arilsulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis (Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden, 1986).
Sulfonasi polistirena telah banyak dipelajari oleh banyak peneliti meskipun hanya sedikit literatur yang membahas tentang reaksi sulfonasi dan sifat termal
(26)
dari produk yang dihasilkan. Secara umum, sulfonasi bahan polimer dapat dilakukan dengan reaksi heterogen dimana bahan polimer dan agen sulfonasi berada dalam fasa yang berbeda atau dengan reaksi homogen dalam pelarut hidrokarbon atau pelarut terklorinasi. Senyawa seperti H2SO4 dan SO3 adalah agen
sulfonasi untuk berbagai bahan polimer termasuk polistirena. Agen sulfonasi lain yang bisa digunakan adalah kompleks dari trietil fosfat bersama sulfur trioksida dan kompleks asetil sulfat dalam larutan dikloroetana. Adapun reaksi sulfonasi polistirena dengan menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat :
HO- - SO3H+
+
asetil sulfat asetat anhidrat
asam asetat
CH3 C
O
CH3 C
O O
CH3 C+
O
CH3 C
O O
-+ SO 3H
CH3 C
OH O
CH3 C
O -O
CH3 C
OSO3H O
CH2 CH CH2 CH CH2 CH
SO3H SO3H
x
CH3-CO-OSO3H +
+ CH3COH O
polistirena asetil sulfat
polistirena sulfonat (PS-SO3H, 6,24%)
asam asetat
n CH2 CH
Gambar 2.3. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Asetil Sulfat
Bahan polimer yang telah tersulfonasi dianggap sebagai senyawa makromolekul yang mengandung gugus sulfonik –SO3H dengan sifat kimia dan mekanik yang
disukai sehingga banyak diaplikasikan dalam industri seperti untuk bahan penukar ion, membran untuk ultrafiltrasi dan plasticizers untuk komposit konduktif (Martins, C.R., dkk, 2003).
(27)
2.2.2. Polistirena sulfonat
Polistirena sulfonat P(S-SS)x banyak diproduksi dengan sulfonasi post-polimerisasi
dari polistirena yang menangkap gugus asam sulfonik pada posisi para dari cincin fenil dan dapat menghasilkan distribusi yang hampi acak, x mewakili derajat sulfonasi. Sifat unik dari polistirena sulfonat ini adalah kekuatannya, sifat hidrofiliknya dan konduktivitas proton mulai dari penggabungan dari asam sulfonik pada level yang bervariasi. Keistimewaannya ini digunakan secara meluas untuk berbagai aplikasi seperti adhesif, membran fuel cell, transfer ion dalam sistem pemurnian elektromigrasi, katalis. Adanya sintetis senyawa ini dalam ukuran kecil memberikan keuntungan karena dapat meningkatkan area permukaan spesifik (Zhou, N.C., dkk, 2006).
2.3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses satu arah dengan suhu rendah dan adsorben yang digunakan dapat diperoleh kembali. Adsorpsi merupakan proses yang selektif dan hanya merupakan proses satu arah. Bila ada dua larutan dua zat atau lebih, zat yang satu akan diserap lebih kuat daripada yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara, lebih kuat diserap. Makin kompleks zat terlarut, makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi suhu, makin kecil daya serap. Namun demikian pengaruh suhu tidak sebesar pada adsoprsi gas (Sukardjo, 1985).
Adsorpsi pada fase padat diklasifikasikan ke dalam adsorpsi fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi kimia (kemisorpsi). Dalam adsorpsi fisik , molekul gas tertahan pada permukaan padatan yang relatif lemah karena terjadi ikatan intermolekular Van der Waals. Dalam kemisorpsi, reaksi kimia terjadi pada permukaan padatan dan gas tertahan pada permukaan padatan yang relatif merupakan ikatan kimia yang kuat. Adsorpsi fisika tidak terlalu spesifik misalnya, N2 secara fisik akan teradsorpsi
pada permukaan padatan yang tersedia dengan temperatur yang cukup rendah. Kemisorpsi sama seperti reaksi kimia yang bersifat lebih spesifik. Seperti N2
(28)
dikemisorpsi pada suhu kamar pada Fe, W, Ca dan Ti tetapi tidak pada Ni, Ag, Cu atau Pb (Levine, I.R., 2002).
2.3.1. Sifat-Sifat Umum Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi suatu bahan tergantung pada berbagai faktor yang dapat dibagi dalam 5 kategori yaitu (Sukmariah dan Kamianti,1990) :
1. Adsorpsi adalah proses kesetimbangan proses kesetimbangan antara konsentrasi pada satu bidang permukaan dan konsentrasi lain di bidang mana komponen itu terkandung. Jadi keadaaannya adalah reversibel.
2. Banyaknya komponen yang diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan zat adsorben.
3. Daya adsorpsi tiap jenis adsorben terhadap suatu zat berbeda, bahkan cara pembuatan adsorben yang berbeda menyebabkan daya adsorpsi yang berlainan.
4. Daya adsorpsi akan berkurang bila suhu bertambah tinggi 5. Adsorpsi diikuti oleh pengeluaran panas(energi).
Adsorpsi hidrokarbon tak jenuh dalam substrat logam merupakan sebuah interaksi fisik lemah, dimana lebih didominasi oleh gaya Van der Waals. Ikatan hidrokarbon tak jenuh dengan logam pertama kali dikembangkan oleh Dewar, Chatt dan Duncanson yang sekarang dikenal sebagai model DCD yang didasarkan pada konsep orbital terdepan . Pada model ini, interaksi ditunjukkan dengan adanya
donasi muatan dari orbital π tertinggi yang terisi ke logam dan substansi
backdonation dari muatan logam yang terisi ke orbital π* terendah yang tidak terisi (Nilson, A dan L.G. Petterson, 2008).
2.4. Kalsium
Unsur golongan IIA dapat membentuk kompleks dengan 6H2O, seperti
Mg(H2O)6Cl2 mengindikasikan bahwa unsur ini memberikan ikatan melalui
kontribusi orbital d sekalipun energi tinggi. (Madan, R.D., 2003). Untuk logam kalsium, energi orbital d lebih tinggi dari unsur transisi lainnya. Pemakaian ba
(29)
mungkin sedikit berbeda dengan kalsium dalam tingkat besar lobe orbital (4d dan 3d orbital). Sifat ini perlu dikaji untuk mendapatkan reaktifitas dan stabilitas sebagai bahan pemantap senyawa dengan ikatan tidak jenuh (Shriver, D.E., dkk, 1990).
Kemampuan untuk menukar basa berhubungan dengan kekuatan basa logam tersebut : semakin tinggi tingkat kebasaan, semakin mudah menukar basa. Untuk logam golongan , dimana sifat kebasaan meningkat dari lithium ke natrium dan ke kalium, lebih mudah unutk menukar kalium daripada untuk menukar lithium. Pada logam golongan II, sifat kebasaan meningkat dari magnesium ke stronsium ke barium; dimana lebih mudah untuk menukar barium daripada untuk menukar magnesium ( Rizvi, S., 2003).
2.5. Alkena
Alkena adalah senyawa hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap karbon-karbon. Alkena yang paling sederhana adalah etena dengan rumus C2H4. Ikatan rangkap terkonjungasi adalah ikatan rangkap yang dipisahkan oleh
masing-masing satu ikatan tunggal. Adanya ikatan rangkap terkonjungasi dalam suatu molekul akan memberikan sifat fisik dan kimia yang khusus. Banyak molekul yang mengandung sistem ikatan rangkap terkonjungasi mengadsorpsi panjang gelombang spesifik dari sinar tampak (Stoker, H.S dan E.B. Walker, 1991).
Ikatan rangkap karbon-karbon mempunyai dua bagian yaitu ikatan sigma yang dibentuk karena tumpang tindih dari dua orbital sp2 dan ikatan pi yang dibentuk karena tumpang tindih dari dua orbital p. Kekuatan ikatan dari ikatan rangkap alkena lebih besar daripada ikatan tunggal karbon-karbon (Murry, J.M., 1994).
Alkena (etilena) adalah ligan dihapto yang dapat mendonorkan dua elektron
karena adanya orbital π terisi ke logam dan orbital π*
dari ligan dapat menerima densitas elektron dari orbital logam terisi. Adanya ikatan logam-alkena karena
(30)
elektron ke dalam orbital π* antibonding dari ligan disebut dengan model Dewar-Chatt. Keseluruhan ikatan dijelaskan dalam teori molekul orbital dimana dalam kompleks alkena, terjadinya backbonding tergantung dari sifat alkena, logam dan ligan lainnya. Logam-logam yang mempunyai orbital d dengan tingkat energi yang tinggi mengalami backbonding karena adanya kelebihan densitas elektron pada
orbital π*
alkena sehingga menghasilkan komples yang dikenal sebagai metalocyclopropana. Antara hidrokarbon polimer dengan hidrokarbon dapat terjadi interaksi. Interaksi ini diperkuat oleh adanya interaksi antara ikatan π dengan orbital LUMO dari logam kalsium sehingga kalsium polistiren sulfonat dapat berfungsi sebagai adsorben. (Shriver, D.E., dkk, 1990).
CH2
CH2 M
(31)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat
- Labu leher tiga 500 ml Pyrex
- Gelas ukur 25 ml Pyrex
- Gelas beaker 250 ml Pyrex
- Neraca analitik Mettler PM 480
-Hot Plate Termo scientific
- Thermosetting
- Pengaduk magnet Termo scientific
- Batang magnet
- Termometer 360oC Fischer
- Corong penetes - Statif dan klemp - Alat vakum
- Indikator universal
- Alat uji titik lebur Gallenkamp
- Spektrofotometer UV-Vis Spektronik 20 Milton Roy
Company
- Tabung reaksi Pyrex
- Kaca arloji
- Corong Pyrex
- Sentrifugator Fisher Scientific
- Buret 25 mL Pyrex
- Pipa kapiler
(32)
- Bola karet - Pipet volume
- Gelas erlenmeyer 250 mL Pyrex
3.2 Bahan- bahan
- n-heksana
- Aseton p.a.Merck
- Polistirena - Asetat anhidrat
- H2SO4 98% p.a.Merck
- Kloroform p.a.Merck
- Etanol p.a.Merck
- Bahan yang mengandung karotenoida Pusat Penelitian Kelapa Sawit
- Kalsium klorida p.a.Merck
- Metanol p.a.Merck
- N2 PT Aneka Gas
- Aquadest
- KOH p.a.Merck
- NaOH p.a. Merck
- HCl p.a.Merck
- Fenolftalein p.a. Merck
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1. Pembuatan Polistiren Sulfonat (PS-SO3H)
Ke dalam labu leher tiga dimasukkan 10 mL kloroform dan ditambahkan dengan 10 mL asetat anhidrat yang sudah dibuat dalam suhu dingin (ice bath). Kemudian, diteteskan H2SO4(p) sebanyak 15 mL ke dalamya sambil
diaduk. Setelah itu, dialirkan dengan gas N2 selama beberapa saat untuk
membuat atmosfer N2 dan diaduk selama 1 jam pada suhu dingin dan 1 jam
pada suhu kamar. Kemudian, larutan ini diteteskan ke dalam labu leher tiga yang berisi suspensi polistirena dalam kloroform yang didinginkan dengan
(33)
ice bath. Reaksi dibuat berlangsung dalam kondisi atmosfer N2 pada suhu
rendah ( < 00 C ). Setelah reaksi sempurna sekitar 2 jam, maka campuran reaksi dipanaskan sampai suhu 500C selama 1 jam. Campuran hasil reaksi kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan diendapkan dengan menggunakan metanol. Setelah terbentuk endapan, didekantasi dan dicuci secara berulang kali dengan aquadest dan metanol, dikeringkan, dihaluskan dan divakum. Padatan yang diperoleh berwarna putih ( 84,9% ) dengan suhu transisi gelas 1780C, derajat sulfonasi 6,24 % , larut dalam aseton, tidak larut dalam etanol, metanol, kloroform, aquadest dan n-heksan (Martins, C.R., dkk, 2003). Setelah itu, dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR (KBr pellet) menunjukkan timbulnya puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 1329,67 dan 1274,51 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi S=O asimetris, pada bilangan gelombang 1089 dan 1049,50 cm-1 menunjukkan vibrasi S=O simetris. Adanya pita serapan pada 880,63 cm-1 menunjukkan bahwa gugus SO3H yang telah tersubstitusi pada posisi para dan pada
bilangan gelombang 666,76 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi S-O.
3.3.2. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat ( (PS-SO3)2Ca )
Sebanyak 10 gram polistirena sulfonat dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dilarutkan dengan 250 mL aseton. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan batang pengaduk dan ditambahkan dengan 10 mL larutan NaOH metanolik 3% kemudian ditambahkan 15 mL larutan CaCl2 metanolik 0,5 M
setetes demi setetes sambil direfluks selama 1 jam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari larutannya dan dicuci dengan metanol. Selanjutnya, dikeringkan, dihaluskan lalu divakum. Padatan putih yang diperoleh tidak larut dalam aseton, etanol, metanol kloroform, aquadest maupun n-heksana. Kemudian padatan ini dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR. Spektrum FT-IR (PS-SO3)2Ca menunjukkan timbulnya pita serapan baru pada bilangan
gelombang 1172,72, 1126,43 dan 1033,85 cm-1 yang merupakan karakteristik garam sulfonat. Selain itu, adanya pita serapan pada bilangan gelombang 694,37 cm-1 menunjukkan adanya gugus S-O yang terikat pada logam kalsium
(34)
3.3.3. Penjerapan β-karoten oleh Kalsium Polistirena Sulfonat
Bahan yang mengandung karotenoida adalah campuran ester asam lemak
yang mengandung β-karoten sebanyak 3,4 %. Karotenoida lebih sukar larut pada etanol dibandingkan dengan ester asam lemak sedangkan kemampuan penjerap tergantung pada jumlah adsorben karena itu perlu dipelajari pengaruh volume etanol dan jumlah adsorben. Hasil penjerapan dikontrol dengan uji kandungan β-karoten dan kandungan ester.
A. Pengaruh Volume Etanol pada Penjerapan β-karoten
Dimasukkan 2 gram bahan yang mengandung karotenoida ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 mL etanol dan 1 gram kalsium polistirena sulfonat. Dikocok dan disentrifugasi selama 1 jam. Hasilnya disaring dimana pada fase adsorben, karotenoida didesorpsi dengan n-heksana dalam lingkungan gas N2 yang selanjutnya divakum sehingga diperoleh cairan kental merah
orange. Diulangi perlakuan yang sama dengan variasi volume etanol yaitu 10 mL dan 15 mL kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 450 nm. Untuk 5 mL etanol diperoleh kadar β-karoten sebesar 6,8%, 10 mL etanol sebesar 8,67% dan 15 mL etanol sebesar 10,33%.
B . Pengaruh Jumlah Adsorben pada Penjerapan β-karoten
Dimasukkan 2 gram bahan yang mengandung karotenoida ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 15 mL etanol dan 0,5 gram kalsium polistirena sulfonat. Dikocok dan disentrifugasi selama 1 jam. Hasilnya disaring dimana pada fase adsorben, karotenoida didesorpsi dengan n-heksana dalam lingkungan gas N2 yang selanjutnya divakum sehingga diperoleh cairan kental merah
orange. Diulangi perlakuan yang sama dengan variasi jumlah adsorben yaitu 1 gram dan 2 gram kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 450 nm. Untuk 0,5 gram adsorben diperoleh kadar β-karoten sebesar 6,39%, 1 gram adsorben sebesar 10,33% dan 2 gram adsorben sebesar 11,60%
(35)
C. Penentuan Bilangan Penyabunan
Bahan yang mengandung karotenoida merupakan campuran antara ester-ester dan karotenoida. Besarnya kandungan ester ditentukan dengan bilangan penyabunan, dengan menimbang 0,1 gram karotenoida hasil penjerapan di dalam gelas erlenmeyer, ditambahkan ke dalamnya 25 mL KOH 3% etanolik, lalu dipanaskan selama 10 menit dan dititrasi dengan menggunakan HCl 1,677 N dengan penambahan indikator phenolftalein 1% sebanyak 3 tetes . Prosedur yang sama dilakukan juga untuk blanko. Bilangan penyabunan ditetapkan dengan :
Bilangan penyabunan = (Vol.blanko – Vol.sampel) x N HCl x 56,1
(36)
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat dan Kalsium Polistirena Sulfonat
dilarutkan dengan aseton dan ditambahkan dengan larutan NaOH metanolik
ditetesi dengan larutan CaCl2 metanolik sambil direfluks selama 1 jam
endapan filtrat
dikeringkan dan dihaluskan divakum
dicuci dengan aquadest dan metanol asetat anhidrat
dimasukan ke dalam labu leher tiga
ditambahkan dengan kloroform dan dibuat pada suhu dingin (icebath)
diteteskan H2SO4 (p) setetes demi setetes sambil diaduk
dialirkan gas N2
diaduk selama 1 jam pada suhu dingin (icebath) dan 1 jam pada suhu kamar
diteteskan asetil sulfat ke dalam suspensi polistirena melalui corong penetes sambil diaduk pada suhu 00 C selama 2 jam dan 500 C selama 1 jam larutan coklat
dimasukkan ke dalam labu leher tiga dilarutkan dengan kloroform diaduk pada suhu 40oC hingga larut
dialirkan gas N2
diendapkan dengan metanol endapan putih
dipisahkan dari larutan dengan dekantasi didinginkan hingga suhu kamar
dicuci dengan aquadest dan metanol dikeringkan dan dihaluskan divakum
polistirena sulfonat
polistirena
kalsium polistirena sulfonat
(37)
3.4.2. Penjerapan β-karoten oleh Kalsium Polistirena Sulfonat
A. Pengaruh Volume Etanol pada Penjerapan β-karoten
2 gram bahan yang mengandung karotenoida
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi
ditambahakan 1 gram kalsium polistirena sulfonat
ditambahkan etanol 5; 10 dan15 mL ke dalam masing-masing tabung
dikocok
disentrifugasi selama 1 jam disaring
fase adsorben
didesorpsi karotenoida dengan menggunakan
n-heksana dalam lingkungan gas N2
divakum dan ditimbang
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada cairan kental merah orange
fase etanol
λ= 450 nm
B . Pengaruh Jumlah Adsorben pada Penjerapan β-karoten
2 gram bahan yang mengandung karotenoida
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi
ditambahakan 0,5; 1,0 dan 2,0 gram kalsium polistirena sulfonat
ditambahkan 15 mL etanol ke dalam masing-masing tabung
dikocok
disentrifugasi selama 1 jam disaring
fase adsorben
didesorpsi karotenoida dengan menggunakan n-heksana dalam lingkungan gas N2
divakum dan ditimbang
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada cairan kental merah orange
fase etanol
(38)
3.4.3. Penentuan Bilangan Penyabunan
karotenoida hasil penjerapan
larutan KOH 3% dalam etanol
dipanaskan pada suhu 70o C selama 10 menit didinginkan hingga suhu kamar
3 tetes indikator phenolftalein
dititrasi dengan HCl hingga tercapai titik akhir dicatat volume HCl yang terpakai
data bilangan penyabunan hasil
dihitung bilangan penyabunan
Keterangan :
- Analisis dilakukan dengan 3 kali pengulangan - Dilakukan pengujian terhadap blanko
- Dilakukan prosedur yang sama untuk menentukan bilangan penyabunan dari sampel bahan yang mengandung karotenoida
(39)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan Polistirena Sulfonat (PS-SO3H)
Proses sulfonasi sejauh ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu sulfonasi menggunakan oleum, asetil sulfat dan memakai klorosulfonat. (Tricoli, V dan N. Carretta, 2002; Pinto, B.P., dkk, 2006). Dalam penelitian ini, proses sulfonasi dipilih dengan menggunakan asetil sulfat yang dibuat dari asetat anhidrat dengan asam sulfat pekat dalam pelarut kloroform untuk menjaga kestabilan asetil sulfat.
Polistirena sulfonat dibuat melalui reaksi sulfonasi menggunakan asetil sulfat dengan polistirena dengan perbandingan mol polistirena : mol asetil sulfat = 1 : 1. Reaksi sulfonasi polistirena dibuat berlangsung dalam kondisi atmosfer N2 pada
suhu rendah ( < 00 C ). Setelah reaksi sempurna sekitar 2 jam, maka campuran reaksi dipanaskan sampai suhu 500C selama 1 jam. Campuran hasil reaksi diendapkan dengan metanol, endapan dipisahkan dengan dekantasi dan ditambahkan dengan aquadest untuk menghidrolisis asetil sulfat dan dicuci dengan metanol lalu dikeringkan. Polistirena sulfonat yang dihasilkan berwarna putih dengan yield reaksi adalah 84,9 % dengan suhu transisi gelas 1780C, larut dalam aseton namun tidak larut dalam air, n-heksana, kloroform, metanol maupun etanol. Dalam reaksi ini tidak semua gugus fenil dari polistirena tersulfonasi, hanya sebanyak 6,24 %. Derajat sulfonasi ditentukan dengan cara menitrasi polistirena sulfonat dengan NaOH. Reaksi sulfonasi polistirena dengan asetil sulfat adalah sebagai berikut (Martins, C.R., dkk, 2003).
(40)
HO- - SO3H+
+
asetil sulfat asetat anhidrat
asam asetat
CH3 C O
CH3 C O
O
CH3 C+ O
CH3 C O O
-+ SO 3H
CH3 C
OH O
CH3 C O
-O
CH3 C
OSO3H O
CH2 CH CH2 CH CH2 CH
SO3H SO3H
x
CH3-CO-OSO3H +
+ CH3COH O
polistirena asetil sulfat
polistirena sulfonat
(PS-SO3H, 6,24%)
asam asetat
n CH2 CH
Gambar 4.1. Reaksi Sulfonasi Polistirena dengan Asetil Sulfat
Dari spektrum FT-IR PS-SO3H 6,24% (KBr pellet) menunjukkan timbulnya
puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 1329,67 dan 1274,51 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi S=O asimetris, pada bilangan gelombang 1089 dan 1049,50 cm-1 menunjukkan vibrasi S=O simetris. Adanya pita serapan pada 880,63 cm-1 menunjukkan bahwa gugus SO3H yang telah tersubstitusi pada posisi para
dan pada bilangan gelombang 666,76 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi S-O (Gambar 4.2) sedangkan pada spektrum FT-IR polistirena (Gambar 4.3), tidak tampak adanya pita serapan pada 1329,67 ; 1274,51 ; 1089 ; 1049,50 ; 880,63 dan 666,76 cm-1 (Pavia, D.L., dkk, 1979). Hal ini menunjukkan bahwa reaksi sulfonasi polistirena telah terjadi meskipun tidak semua gugus fenil tersulfonasi.
(41)
(42)
(43)
4.2. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat ( (PS-SO3)2Ca )
Kalsium polistirena sulfonat dibuat dengan mereaksikan larutan polistirena sulfonat dalam aseton dengan larutan NaOH metanolik dan ditambahkan dengan larutan kalsium klorida metanolik, lalu direfluks selama 2 jam. Kalsium polistirena sulfonat yang terbentuk berwarna putih dengan yield 86,4 %, mempunyai sifat tidak larut dalam air, aseton, kloroform, etanol, metanol maupun n-heksana dengan spektrum FT-IR yang dapat dilihat pada Gambar 4.5. Reaksinya adalah sebagai berikut :
CH2CH CH2CH CH2CH
SO3H SO3H
NaOH CH3OH
CH2CH CH2CH CH2CH
x
SO3Na SO3Na
polistirena sulfonat (PS-SO3H, 6,24%)
natrium polistirena sulfonat (PS-SO3Na)
+CaCl2 CH3OH
kalsium polistirena sulfonat ( (PS-SO3)2Ca )
CH2CH
S
CH2CH CH2CH
x
S
O O
O
O O Ca O
+ H2O
+ 2NaCl
x
CH2CH CH2CH CH2CH
SO3Na SO3Na
+
x
natrium polistirena sulfonat (PS-SO3Na)
(44)
(45)
Spektrum FT-IR (PS-SO3)2Ca menunjukkan timbulnya pita serapan baru pada
bilangan gelombang 1172,72, 1126,43 dan 1033,85 cm-1 yang merupakan karakteristik garam sulfonat (Silverstein, R.M., dkk, 1963). Selain itu, adanya pita serapan pada bilangan gelombang 694,37 cm-1 menunjukkan adanya gugus S-O yang terikat pada logam kalsium dimana pada FT-IR polistirena sulfonat, bilangan gelombang untuk S-O adalah 666,76 cm-1. Adanya pergeseran ini mengindikasikan bahwa kalsium polistirena telah terbentuk (Silverstein, R.M., dkk, 1963).
4.3. Penjerapan β-karoten dari Bahan yang Mengandung Karotenoida
Penjerapan β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida dilakukan dengan menggunakan (PS-SO3)2Ca. Untuk mendapatkan kondisi penjerapan yang
optimum, dilakukan variasi jumlah adsorben kalsium polistirena sulfonat dan volume etanol. Pada karotenoida hasil penjerapan, yang diukur adalah kandungan
β-karoten yang dibandingkan dengan standard β-karoten yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa sawit, Medan.
a. Pengaruh Volume Etanol pada Penjerapan β-Karoten
Secara fisik campuran antara bahan yang mengandung karotenoida dengan etanol membentuk 2 lapisan. Lapisan atas adalah fase etanol dan lapisan bawah berwarna kemerahan terdiri dari karotenoida dalam ester asam lemak. Ester asam lemak dan etanol membentuk interface yang lebih besar (kelarutan yang besar) dibandingkan karotenoida dengan etanol sehingga dengan adanya etanol maka ester asam lemak akan terekstraksi ke dalam etanol dan kandungan karotenoida dalam campuran semakin besar. Dalam penelitian ini, penjerapan β-karoten dilakukan dengan menggunakan variasi volume etanol 5, 10 dan 15 mL dan variabel lain tetap.
Adapun data kandungan β-karoten dan kandungan ester hasil penjerapan dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini
(46)
Tabel 4.1. Kandungan β-karoten dan Kandungan Ester hasil Penjerapan dengan Variasi Volume Etanol
No. Volume Etanol (mL) Kadar β
-karoten
Bilangan Penyabunan (mg KOH/L)
1. 0 3,40% 436,19
2. 5 6,80% 416,12
3. 10 8,67% 278,16
4. 15 10,33% 149,03
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin banyak etanol yang digunakan,
kadar β-karoten hasil penjerapan semakin banyak. Dalam hal ini, etanol sebagai pelarut memiliki peranan yang sangat penting dalam proses adsorpsi dimana semakin banyak etanol yang digunakan, maka ruang gerak dari molekul ester asam lemak akan semakin bertambah sehingga difusi ester asam lemak ke fase etanol akan meningkat yang diikuti penurunan kandungan ester asam lemak dalam karotenoida hasil penjerapan. Adanya penurunan kandungan ester dalam karotenoida hasil penjerapan menunjukkan bahwa etanol telah melarutkan sebagian
ester asam lemak pada bahan yang mengandung karotenoida sehingga kadar β -karoten hasil penjerapan semakin bertambah. Penggunaan etanol sangat berpengaruh pada adsorpsi karotenoida dimana ester asam lemak bersifat larut dalam pelarut etanol (Stoker, H.S dan E.B. Walker, 1991).
b. Pengaruh Jumlah Adsorben pada Penjerapan β-karoten
Penjerapan β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida oleh kalsium polistirena sulfonat dipengaruhi oleh jumlah adsorben yang digunakan dimana semakin banyak jumlah adsorben, interaksi yang terjadi antara adsorben dan ikatan
rangkap terkonjungasi dari karotenoida akan semakin besar. Penjerapan β-karoten dari bahan yang mengandung karotenoida dilakukan dengan variasi jumlah adsorben 0,5 ; 1,0 dan 2 gram dan variabel lain tetap. Hasil penjerapan karotenoida dari bahan yang mengandung karotenoida dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini
(47)
Tabel 4.2. Kandungan β-karoten dan Kandungan Ester hasil Penjerapan dengan Variasi Jumlah Adsorben
No. Jumlah Adsorben (gram) Kadar β -karoten
Bilangan Penyabunan (mg KOH/L)
1. 0 3,40% 436, 19
2. 0,5 6,39% 208,48
3. 1 10,33% 149,03
4. 2 11,60% 103,49
Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa semakin banyak jumlah adsorben yang
digunakan, kadar β-karoten yang diperoleh semakin meningkat. Dalam penjerapan ini, ada 2 peranan penting yaitu a) interaksi yang terjadi antara logam kalsium pada kalsium polistirena sulfonat dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida seperti terlihat pada Gambar 4.6 di bawah ini
CH2
H2C
H2C
H3CC CCH
C
CCH H3CC
CH2
H2C CH2 C
CHCH
CHC CHC CHCH
CCH CCH CHCH CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 CHCH CH3 I II
Ca(PS-SO
3)
2Gambar 4.6. Interaksi antara Kalsium Polistirena Sulfonat dengan Ikatan Rangkap Karotenoida
Interaksi logam kalsium dari kalsium polistirena sulfonat dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida dijelaskan melalui konsep orbital terdepan dikembangkan oleh Dewar, Chatt dan Duncanson (DCD) yang menjelaskan bahwa
interaksi terjadi dengan adanya donasi muatan dari orbital π yang terisi ke logam yang diikuti dengan backdonation dari orbtital d logam yang terisi kepada orbital
π*
terendah yang tidak terisi dimana logam kalsium dapat mempolarisasi rantai olefinik dari ikatan rangkap terkonjungasi karotenoida dengan adanya orbital 3d0
(48)
pada logam kalsium dengan energi cukup rendah mampu berikatan dengan ikatan π dari karotenoida sehingga semakin banyak adsorben, semakin banyak karotenoida yang akan tertahan pada kalsium polistirena sulfonat (Nilson, A., dkk, 2008), b) kemampuan kalsium polistirena sulfonat untuk mengikat lebih kuat karotenoida daripada ester asam lemak karena adanya rantai hidrokarbon panjang dari kalsium polistirena sulfonat dimana karotenoida mempunyai rantai hidrokarbon yang lebih panjang dibandingkan dengan rantai hidrokarbon ester asam lemak sehingga karotenoida akan lebih tertahan pada kalsium polistirena sulfonat dibandingkan bercampur dengan ester asam lemak. Namun, peningkatan % adsorpsi dalam penjerapan ini tidak terus bertambah dengan banyaknya kalsium polistirena sulfonat seperti terlihat pada Gambar 4.7
Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Jumlah Adsorben terhadap Peningkatan % Adsorpsi
Dari Grafik 4.7 di atas, terlihat bahwa peningkatan % adsorpsi terjadi pada penggunaan kalsium polistirena sulfonat 0,5 dan 1,0 gram dan menurun dengan penggunaan kalsium polistirena sulfonat 2 gram. Hal ini disebabkan karena ukuran wadah yang kecil dan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah kalsium polistirena sulfonat dan etanol yang digunakan sehingga ruang gerak molekul
kalsium polistirena sulfonat untuk mengadsorpsi β-karoten menjadi lebih kecil
yang menyebabkan penjerapan β-karoten dari bahan yang mengandung menjadi tidak optimal. 0% 1% 2% 3% 4% 5%
0 0,5 1 1,5 2 2,5
P e ni ng k a ta n % A ds o rps i
(49)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kalsium polistirena sulfonat hasil sintesis digunakan untuk mengadsorpsi β -karoten dari bahan yang mengandung -karotenoida dipengaruhi oleh jumlah kalsium polistirena sulfonat dan volume etanol dimana semakin banyak jumlah
kalsium polistirena sulfonat dan volume etanol, kadar β-karoten yang
diperoleh semakin besar. Kadar β-karoten yang paling maksimal diperoleh
adalah 116.000 ppm yang menunjukkan bahwa β-karoten telah dipekatkan 193 kali konsentrasi asli di CPO ( Crude Palm Oil).
5.2.Saran
- Penggunaan variasi pelarut seperti propanol dan butanol yang memiliki rantai karbon lebih panjang sehingga dapat lebih melarutkan ester asam lemak rantai panjang.
- Peningkatan derajat sulfonasi dari polistirena sulfonat agar semakin banyak logam kalsium yang tergaramkan pada polistirena sulfonat sehingga penggunaan kalsium polistirena sulfonat akan lebih maksimal dimana semakin banyak logam kalsium yang dapat berinteraksi dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida.
(50)
DAFTAR PUSTAKA
Ammawath, W dan Y.B.C. Man. 2009. A Rapid Method for Determination of Commercial β-carotene in RBD Palm Olein by Fourier Transform Infrared Spectroscopy. As. J. Food Ag-Ind. 3(04), 443-452.
Blaizot, P. 1956. Method of Obtaining Carotene from Palm Oil. United States Patent Office No. 2,741,644.
Choo, Y.M; A.N. Ma; H.Yahaya; Y.Yamauchi; Separation of Crude Palm Oil Components by Semipreparative Supercritical Fluid Chromatography. JAOCS Vol. 73 No. 4 : 523-525.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : ITB Press.
Dara, S.S. 1986. A Text Book Of Engineering Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd.
Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Fruton, J.S. 1963. General Bochemistry. Second Edition. New York : John Wiley & Sons.
Goh, S.H; Y.M. Choo dan S.H. Ong. 1985. Minor Constituents of Palm Oil. JAOCS
Hayuningtyas, R.I.S. 2007. Kinetika Adsorpsi Isotermal β-Karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Latip, R; B.S. Baharin; Y.B.C. Man dan R.A. Rahman. 2000. Evaluation of Different Types of Synthetic Adsorbent for Carotene Extraction From Crude Palm Oil. JAOCS Vol. 77 No.12 : 1277-1282.
Levine, I.R. 2002. Physical Chemistry. Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Company.
Madan, R.D. 2003. Modern Inorganic Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd.
Martins, C.R; G. Ruggeri dan M.A.D. Paoli. 2003. Synthesis in Pilot Scale and Physical Properties of Sulfonated Polystyrene. Vol.14 No.5 : 797-802.
Meyer, H. 1996. Food Chemsitry. Fourth Edition. New York : Reinhold Publishing Coorporation.
(51)
Murry, J.M. 1994. Fundamentals Of Organic Chemistry. Third Edition. California : Brooks/ Cole Publishing Company.
Nilson, A dan L.G. Petterson. 2008. Chemical Bonding at surface and Interfaces. USA : Elsevier B.V.
Pavia, D.L; G.M. Lampman dan G.S. Kriz. 1979. Introduction to Spectroscopy : A Guide for Students of Organic Chemistry. Washington : Saunders College Publishing.
Pine, S.H. 1987. Organic Chemistry. Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Book Company.
Pinto, B.P; L.C.S. Maria dan M.E. Sena. 2006. Sulfonated Poly(Ether Imide) : a Versatile Route to Preapare Functionalized Polymers by Homogenous Sulfonation. Elsevier. 61 : 2540-2543.
Rizvi, S. 2003. Lubricant Additives Chemsitry and Application. USA : Marcel Dekker, Inc.
Sahidin; Sabirin Matsjeh dan Eka Nuryanto. 2001. Pemisahan β-karoten dari Minyak sawit Mentah dengan Metode Ekstraksi dan kromatografi Kolom. Warta PPKS 2001, Vol.9(1):17-21
Scwartz, S.J dan J.H.V. Elbe. 1996. Food Chemistry. Third Edition. O.R. Fennena (Ed.) New York : Marcell Dekker Inc.
Sebrell,W.H dan R.S. Harris. 1954. The Vitamins. Volume I. New York : Academic Press, Inc.
Serlahwaty, D. 2007. Kajian Isolasi Karotenoid dari Minyak Sawit Kasar dengan Metode Adsorbsi Menggunakan Penjerap Bahan Pemucat. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Shriver, D.E; P.W. Atkins dan C.H. Langford .1999. Inorganic Chemistry. New York : W.H. Freeman and Company.
Silverstein, R.M; G.C. Bassler dan T.C. Morrill. 1981. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Fourth Edition. USA : John Wiley and Sons.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Bina Aksara.
Sukmariah dan Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Binarupa Aksara.
(52)
Stoker, H.S dan E.B.Walker. 1991. Fundamentals Of Chemistry General, Organic, and Biological. Second Edition. AS: Allyn And Bacon.
Tricoli, V dan N. Carretta. 2002. Polymer Electrolyte Membranes Formed of Sulfonated Polystyrene. Elsevier. 4 : 272-276.
Ulrich, H. 1993. Introduction To Industrial Polymers. Second Edition. New York : Hanser Publishers.
Voet, D dan J.G.Voet. 1995. Biochemistry. Second Edition. New York : John Wiley & Sons,Inc.
Walfford, J. 1980. Development in Food Colours. London : Applied Science Publishers, Ltd.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Wei, P.C; C.Y. May; M.A. Ngan dan C.C. Hock. 2005. Supercritical Fluid Extraction of Palm Carotenoids. American Journal of Environmental Sciences 1 (4): 264-269.
Zhou, N.C; W.R.Burghardt dan K.I. Winey. 2006. Phase Behaviour Of Sulfonated Polystyrene Systems. U.S. Army Research Office.
Zulkipli. 2007. Optimasi Penggunaan Adsorben pada Proses Pemisahan Karotenoid dari Metil Ester Minyak Sawit dengan Metode Kromatografi Kolom Adsorpsi. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
(53)
(54)
Lampiran 1. Spektrum FT-IR Senyawa Pembanding Polistirena
(55)
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Ammawath, W dan Y.B.C. Man. 2009. A Rapid Method for Determination of Commercial β-carotene in RBD Palm Olein by Fourier Transform Infrared Spectroscopy. As. J. Food Ag-Ind. 3(04), 443-452.
Blaizot, P. 1956. Method of Obtaining Carotene from Palm Oil. United States Patent Office No. 2,741,644.
Choo, Y.M; A.N. Ma; H.Yahaya; Y.Yamauchi;
Separation of Crude Palm Oil Components by Semipreparative Supercritical Fluid Chromatography. JAOCS Vol. 73 No. 4 : 523-525.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : ITB Press.
Dara, S.S. 1986. A Text Book Of Engineering Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd.
Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Fruton, J.S. 1963. General Bochemistry. Second Edition. New York : John Wiley & Sons.
Goh, S.H; Y.M. Choo dan S.H. Ong. 1985. Minor Constituents of Palm Oil. JAOCS
Hayuningtyas, R.I.S. 2007. Kinetika Adsorpsi Isotermal β-Karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Latip, R; B.S. Baharin; Y.B.C. Man dan R.A. Rahman. 2000. Evaluation of Different Types of Synthetic Adsorbent for Carotene Extraction From Crude Palm Oil. JAOCS Vol. 77 No.12 : 1277-1282.
Levine, I.R. 2002. Physical Chemistry. Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Company.
Madan, R.D. 2003. Modern Inorganic Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd.
Martins, C.R; G. Ruggeri dan M.A.D. Paoli. 2003. Synthesis in Pilot Scale and Physical Properties of Sulfonated Polystyrene. Vol.14 No.5 : 797-802.
(2)
Murry, J.M. 1994. Fundamentals Of Organic Chemistry. Third Edition. California : Brooks/ Cole Publishing Company.
Nilson, A dan L.G. Petterson. 2008. Chemical Bonding at surface and Interfaces. USA : Elsevier B.V.
Pavia, D.L; G.M. Lampman dan G.S. Kriz. 1979. Introduction to Spectroscopy : A Guide for Students of Organic Chemistry. Washington : Saunders College Publishing.
Pine, S.H. 1987. Organic Chemistry. Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Book Company.
Pinto, B.P; L.C.S. Maria dan M.E. Sena. 2006. Sulfonated Poly(Ether Imide) : a Versatile Route to Preapare Functionalized Polymers by Homogenous Sulfonation. Elsevier. 61 : 2540-2543.
Rizvi, S. 2003. Lubricant Additives Chemsitry and Application. USA : Marcel Dekker, Inc.
Sahidin; Sabirin Matsjeh dan Eka Nuryanto. 2001. Pemisahan β-karoten dari Minyak sawit Mentah dengan Metode Ekstraksi dan kromatografi Kolom. Warta PPKS 2001, Vol.9(1):17-21
Scwartz, S.J dan J.H.V. Elbe. 1996. Food Chemistry. Third Edition. O.R. Fennena (Ed.) New York : Marcell Dekker Inc.
Sebrell,W.H dan R.S. Harris. 1954. The Vitamins. Volume I. New York : Academic Press, Inc.
Serlahwaty, D. 2007. Kajian Isolasi Karotenoid dari Minyak Sawit Kasar dengan Metode Adsorbsi Menggunakan Penjerap Bahan Pemucat. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Shriver, D.E; P.W. Atkins dan C.H. Langford .1999. Inorganic Chemistry. New York : W.H. Freeman and Company.
Silverstein, R.M; G.C. Bassler dan T.C. Morrill. 1981. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Fourth Edition. USA : John Wiley and Sons.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Bina Aksara.
Sukmariah dan Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Binarupa Aksara.
(3)
Stoker, H.S dan E.B.Walker. 1991. Fundamentals Of Chemistry General, Organic, and Biological. Second Edition. AS: Allyn And Bacon.
Tricoli, V dan N. Carretta. 2002. Polymer Electrolyte Membranes Formed of Sulfonated Polystyrene. Elsevier. 4 : 272-276.
Ulrich, H. 1993. Introduction To Industrial Polymers. Second Edition. New York : Hanser Publishers.
Voet, D dan J.G.Voet. 1995. Biochemistry. Second Edition. New York : John Wiley & Sons,Inc.
Walfford, J. 1980. Development in Food Colours. London : Applied Science Publishers, Ltd.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wei, P.C; C.Y. May; M.A. Ngan dan C.C. Hock. 2005. Supercritical Fluid Extraction
of Palm Carotenoids. American Journal of Environmental Sciences 1 (4): 264-269.
Zhou, N.C; W.R.Burghardt dan K.I. Winey. 2006. Phase Behaviour Of Sulfonated Polystyrene Systems. U.S. Army Research Office.
Zulkipli. 2007. Optimasi Penggunaan Adsorben pada Proses Pemisahan Karotenoid dari Metil Ester Minyak Sawit dengan Metode Kromatografi Kolom Adsorpsi. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
(4)
(5)
Lampiran 1. Spektrum FT-IR Senyawa Pembanding Polistirena
(6)