3. Pengadilan Hubungan Industrial Pihak yang menolak anjuran mediatorkonsiliator, dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial PHI. Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan
didirikan di tiap kabupaten kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta
menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial PHI mengadili jenis perselisihan lainnya: i Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, ii perselisihan kepentingan dan iii perselisihan antar serikat pekerja.
4. Kasasi Mahkamah Agung Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung
mengajukan kasasi tidak melalui banding atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
49
B. Pengadilan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkup peradilan umum atau biasa disebut Pengadilan Negeri Pasal
55 UU No 2 Tahun 2004. Pengertian pengadilan khusus di sini bukan hanya dari objek perkara yang berupa sengketa perburuhan dalam hubungan perburuhan,
tetapi juga dari segi susunan majelis hakim yang terdiri atas hakim biasa karir
49
https:www.facebook.comMoch.Farhan.Ismailposts137940339705659 diakses 8 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
dan hakim ad hoc ahli, cara-cara beracara khusus, seperti tidak adanya upaya
hukum banding dan penjadwalan waktu penyelesaian perkara yang terbatas. Proses beracara di Perselisihan Hubungan Industrial, sebagaimana disebutkan Pasal 57
UU No 2 Tahun 2004 adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Perbedaannya hanya terletak pada pokok gugatan,
yaitu perkara dalam surat gugatan hubungan industrial khusus berhubungan dengan ketenagakerjaan. Selain itu, perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata,
penyelesaian sengketa melalui PHI hanya melalui dua
tingkat pemeriksaanpersidangan, yaitu PHI sebagai Pengadilan Tingkat Pertama dan
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tingkat Terakhir. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara di tingkat
pertama mengenai perselisihan hak; di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan di tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh dalam satu perusahaan.
50
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum, yang bertugas dan berwenang untuk
memeriksa dan memutus :
1.
Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja;
2.
Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja serikat buruh dalam satu perusahaan.
51
50
Jurnal Hukum Bisnis, Akreditas Jurnal Ilmiah SK No.52DIKTIKep.2002, Volume 32 No.2 Tahun 2013, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, hlm 143-144
51
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 158
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial untuk pertama
kalinya dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten Kota di setiap ibukota provinsi yang mempunyai daerah hukum meliputi seluruh wilayah provinsi
bersangkutan dan pada Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Untuk Kabupaten Kota yang padat industri juga dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat. Susunan hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari Hakim, Hakim Ad-Hoc, Panitera Muda dan Panitera
Pengganti.
52
Di mana Ketua Pengadilan Hubungan Industrial adalah Ketua Pengadilan Negeri setempat, dengan Majelis Hakim terdiri dari 1 satu Ketua
Majelis dari Hakim Karier, 2 dua anggota Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung.
53
Sedangkan susunan hakim pada Mahkamah Agung terdiri dari Hakim Agung, Hakim Agung Ad-Hoc dan Panitera.
54
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum kecuali bila ada hal-hal yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Para
pihak yang berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial tidak dikenakan biaya
52
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2007, hlm. 169.
53
Moch Faisal Salam, Penyelesaian Perburuhan Industrial di Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Jakarta, 2009, hlm. 163.
54
Maimun, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
apapun juga termasuk biaya eksekusi apabila nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah dalam proses beracara.
55
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur pengadilan dilakukan dengan pengajuan gugatan yang daerah hukumnya meliputi tempat
pekerja buruh. Di mana dalam pengajuan gugatan harus dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasi dan konsiliasi. Bila gugatan tersebut tidak dilampiri
dengan risalah tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan tersebut kepada penggugat.
56
Dalam hal suatu perselisihan melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa
khusus. Serikat pekerja serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk
mewakili anggotanya.
57
Hakim yang menerima pengajuan gugatan wajib memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan
gugatannya. Kemudian, Ketua Pengadilan Negeri harus sudah menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perselisihan hubungan industrial
tersebut selambat-lambatnya 7 tujuh hari setelah menerima gugatan.
58
Setelah Majelis Hakim ditetapkan, Ketua Majelis Hakim harus sudah menentukan tanggal persidangan dalam waktu selambat-lambatnya 7 tujuh hari
sejak penetapan Majelis Hakim tersebut. Pemanggilan para pihak yang berselisih untuk datang ke persidangan dilakukan secara sah dengan surat panggilan sidang,
di mana pemberian surat panggilan sidang kepada pihak yang dipanggil atau
55
Ibid, hlm. 173
56
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hlm. 162
57
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hlm.131.
58
Ibid, hlm. 163.
Universitas Sumatera Utara
melalui orang lain harus dilakukan dengan bukti tanda terima.
59
Namun apabila salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak tidak dapat hadir tanpa alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan pada sidang pertama, maka Ketua Majelis Hakim harus menetapkan hari sidang berikutnya paling lambat tujuh hari kerja sejak
tanggal penundaan sidang pertama di mana penundaan tersebut hanya dapat dilakukan paling banyak dua kali. Jika penggugat atau kuasa hukumnya tidak
menghadap pengadilan pada sidang penundaan terakhir maka gugatannya dianggap gugur tetapi masih diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan sekali lagi.
Sedangkan bagi pihak tergugat ataupun kuasa hukumnya yang tidak datang pada persidangan penundaan terakhir, majelis hakim tetap dapat memeriksa dan
memutus perkara tanpa kehadiran tergugat.
60
Selain pemeriksaan dengan acara biasa, dalam Pengadilan Hubungan Industrial juga dikenal pemeriksaan dengan acara cepat. Apabila ada permohonan
pemeriksaan dengan acara cepat, maka dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah diterimanya permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan
penetapan mengenai dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.
61
59
Maimun, Op.Cit, hlm. 174.
Terhadap penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum misalnya banding, kasasi ataupun peninjauan kembali sebab hanya merupakan penetapan.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat 1 dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 tujuh hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan
60
Adrian sutedi, Op.Cit, hlm 41.
61
Ibid, hlm. 133.
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam ayat 2 menentukan Majelis Hakim, hari, tempat dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan.
62
Proses beracara di Perselisihan Hubungan Industrial, sebagaimana disebutkan Pasal 57 UU No 2 Tahun 2004 adalah sama dengan Hukum Acara
Perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Perbedaannya hanya terletak pada pokok gugatan, yaitu perkara dalam surat gugatan hubungan industrial khusus
berhubungan dengan ketenagakerjaan. Selain itu, perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata, penyelesaian sengketa melalui PHI hanya melalui dua tingkat
pemeriksaanpersidangan, yaitu PHI sebagai Pengadilan Tingkat Pertama dan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tingkat Terakhir. Pengadilan Hubungan
Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; di tingkat pertama mengenai perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan Gugatan
perdata yang diajukan dan diperiksa oleh Hakim PHI ini terutama merupakan kasus perselisihan ketenagakerjaan yang tidak dapat diselesaikan di Tingkat
Konsiliasi dan atau Tingkat Mediasi. Timbulnya perselisihan sampai terjadi gugatan ke PHI, umumnya adalah karena tidak terjadinya kesepakatan para pihak
yang berperkara mengenai besarkecilnya uang pesangon, uang jasa, ganti rugi perumahan dan pengobatan, dan sebagainya dalam perundingan di Tingkat
Konsiliasi atau Tingkat Mediasi. Atau mungkin juga karena salah satu pihak beperkara ingkar terhadap Perjanjian BersamaAkta Perdamaian yang disepakati di
62
Lihat Pasal 99 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Bipartit, atau Tingkat Konsiliasi, atau Tingkat Arbitrase, atau Tingkat Mediasi. Kalau yang terakhir terjadi, maka salah satu pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua PHI. Hakim Kasasi adalah Majelis Hakim di Mahkamah Agung RI yang terdiri
atas satu Hakim Agung dan dua Hakim Ad Hoc. Hakim Kasasi berwenang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hak dan PHK serta Peninjauan
Kembali PK terhadap putusan Arbitrase. Hakim Kasasi ini wajib mengeluarkan putusan paling lambat 30 hari kerja setelah menerima permohonan kasasi atau PK.
Kehadiran PHI ini tidak hanya merupakan aset hukum bagi dunia peradilan kita, tetapi juga merupakan kekuatan baru bagi pekerja dalam rangka mencari
perlindungan hukum; terlebih adanya putusan PHI berupa sita eksekusi. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi pengusaha yang berani bertindak semena-
mena terhadap pekerjanya. Kita berharap bahwa UU No 2 Tahun 2004 dan PHI ini diimbangi peran serta konsiliator, arbiter, mediator, dan Hakim PHI yang benar-
benar menegakkan hukum dengan tegas, jujur, adil, bersih dari korupsi kroniisme dan nepotisme KKN, serta netral tidak memihak. Semua anjuran tertulis dari
konsiliator, arbiter, dan mediator, maupun putusan PHI benar-benar berdasarkan atas hukum, keadilan, dan kepatutan. Sudah saatnya dan sudah seharusnya
perselisihan perburuhan yang merupakan sengketa perdata itu diadili oleh peradilan umum sejak awal. Namun, bagi pencari keadilan, pekerja terutama, yang
terpenting bukan pada institusi dan mekanisme penyelesaiannya, melainkan bagaimana hak-hak mereka dapat diperoleh secara wajar tanpa harus bersentuhan
dengan keruwetan birokrasi dan calo keadilan.
Universitas Sumatera Utara
Kekhawatiran terhadap hal yang demikian adalah wajar, karena walaupun telah dilakukan penyederhanaan institusi dan mekanisme, PHI masih
menggunakan Hukum Acara Perdata dalam pelaksanaan eksekusinya, baik eksekusi putusan PHI sendiri maupun eksekusi hasil mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh para pihaknya. Masalah eksekusi ini merupakan masalah yang sangat krusial, karena di sinilah penentuan
dan letak akhir sebuah proses. Menjadi tidak bernilai sebuah putusan jika sulit untuk dieksekusi. Dalam praktik peradilan kita, eksekusi bukanlah sesuatu yang
“pasti” mudah dilakukan meskipun sebuah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada tahapan ini masih banyak ruang yang menggoda terjadinya
permainan. Apabila pada tahap mediasi atau konsiliasi tidak tercapai kesepakatan,
maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yang
berada pada lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang, memeriksa dan memutus:
1. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
2. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
3. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
4. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat
pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan Pasal 56 UU PPHI. Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri
dari: a. Hakim;
Universitas Sumatera Utara
b. Hakim Ad-Hoc; c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti. Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung MA
terdiri dari: a. Hakim Agung;
b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan c. Panitera. Pasal 60 UU PPHI
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI Pasal 57 UU PPHI. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan
Industrial tidak membuka kesempatan untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang menyangkut
perselisihan hak dan perselisihan PHK dapat langsung dimintakan kasasi ke MA. Sedangkan menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerjaSB dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke MA.
Secara singkat prosedur pengajuan gugatan dan persidangan di PHI sebagai berikut:
63
1. Gugatan diajukan ke PHI yang daerah hukumnya meliputi tempat domisili
pekerja.
63
Libertus Jehani, Hak-hak pekerja Bila di PHK, Penerbit Visi Media, Jakarta, 2006, hlm.25-26
Universitas Sumatera Utara
2. Gugatan harus dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasi atau
konsiliasi. Jika risalah tidak disertakan Pengadilan wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat.
3. Gugatan harus mencantumkan pokok-pokok persoalan yang menjadi
perselisihan beserta identitas para pihak dan dokumen yang menguatkan gugatan.
4. Apabila perselisihan tersebut menyangkut perselisihan hak kepentingan yang
diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, pengadilan hubungan industrial memutuskan terlebih dahulu perkara perselisihan hak atau
kepentingan Pasal 87 UU PPHI. 5.
Apabila proses beracaranya adalah proses cepat sesuai permohonan tertulis salah satu pihak maka dalam tujuh hari kerja setelah permohonan diterima,
Ketua PN mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau ditolaknya permohonan tersebut. Bila permohonan dikabulkan ketua PN dalam jangka
waktu tujuh hari kerja setelah keluar penetapan menentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpa prosedur pemeriksaan. Tenggat waktu
untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja Pasal 98 dan Pasal 99 UU PPHI.
6. Apabila dengan proses acara biasa, maka dalam waktu paling lama tujuh hari
kerja setelah penetapan majelis hakim, Ketua majelis akan melakukan sidang pertama.
7. Apabila dalam sidang pertama secara nyata-nyata pengusaha terbukti tidak
melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah serta hak-hak lainnya selama menunggu penyelesaian PHK, hakim Ketua sidang segera
Universitas Sumatera Utara
menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja yang bersangkutan.
8. Apabila pengusaha mengabaikan putusan sela tersebut maka hakim ketua
sidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah penetapan Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebutpun tidak dapat diadakan upaya
perlawanan atau upaya hukum Pasal 96 UUPPHI. 9.
Selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama Majelis Hakim memberikan putusannya.
10. Putusan Majelis Hakim tentang perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar pekerja dalam satu perusahaan bersifat final. Sedangkan putusan Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak dan PHK
mempunyai kekuatan hukum yang tetap apabila dalam waktu 14 hari kerja tidak diajukan permohonan kasasi oleh pihak yang hadir atau 14 hari kerja
setelah putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir. Proses beracara di PHI, sebagaimana disebutkan Pasal 57 UU No 22004
adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Perbedaannya hanya terletak pada pokok gugatan, yaitu dalam surat
gugatan hubungan industrial khusus perkara yang ada hubungannya dengan ketenagakerjaan. Selain itu, perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata, dalam
penyelesaian sengketa melalui PHI hanya melalui dua tingkat pemeriksaanpersidangan, yaitu PHI sebagai pengadilan tingkat pertama dan
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tingkat Terakhir. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara di tingkat
pertama mengenai perselisihan hak;di tingkat pertama dan terakhir mengenai
Universitas Sumatera Utara
perselisihan kepentingan;di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar
serikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan. Gugatan perdata yang diajukan dan diperiksa oleh hakim PHI ini terutama
kasus perselisihan ketenagakerjaan yang tidak dapat diselesaikan di Tingkat Konsiliasi dan atau Tingkat Mediasi. Timbulnya perselisihan sampai terjadi
gugatan ke PHI, umumnya adalah karena tidak terjadinya kesepakatan para pihak yang berperkara mengenai besar-kecilnya uang pesangon, uang jasa, ganti rugi
perumahan dan pengobatan, dsb dalam perundingan di Tingkat Konsiliasi atau Tingkat Mediasi. Atau bisa juga karena salah satu pihak beperkara ingkar terhadap
Perjanjian BersamaAkta Perdamaian yang disepakati di Tingkat Bipartit, atau Tingkat Konsiliasi, atau Tingkat Arbitrase, atau Tingkat Mediasi. Kalau yang
terakhir terjadi, maka salah satu pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua PHI.
Hakim kasasi adalah majelis hakim di Mahkamah Agung RI, terdiri atas satu Hakim Agung dan dua Hakim Ad-Hoc. Hakim Kasasi berwenang memeriksa
dan mengadili perkara perselisihan hak dan PHK serta Peninjauan Kembali PK terhadap putusan Arbitrase. Hakim Kasasi ini wajib mengeluarkan putusan paling
lambat 30 hari kerja setelah menerima permohonan kasasi atau PK. Kehadiran PHI ini tidak hanya merupakan aset hukum bagi dunia peradilan
kita, tetapi juga merupakan kekuatan baru bagi pekerja dalam rangka mencari perlindungan hukum. Terlebih adanya putusan PHI berupa sita eksekusi. Dengan
demikian, diharapkan tidak ada lagi pengusaha yang berani bertindak semena- mena terhadap pekerjanya. Adalah harapan kita semua, dengan UU No 22004 dan
Universitas Sumatera Utara
PHI ini diimbangi peran serta konsiliator, arbiter, mediator, dan hakim PHI yang benar-benar menegakkan hukum dengan tegas, jujur, adil, bersih dari KKN serta
netral tidak memihak. Semua anjuran tertulis dari konsiliator, arbiter, dan mediator, maupun putusan PHI benar-benar berdasarkan atas hukum, keadilan, dan
kepatutan. Perselisihan perburuhan yang merupakan sengketa perdata itu, sudah
saatnya dan sudah seharusnya diadili oleh peradilan umum sejak dari awal. Namun bagi pencari keadilan, Pekerja terutama, yang terpenting bukan pada institusi dan
mekanisme penyelesaiannya, melainkan bagaimana hak-hak mereka dapat diperoleh secara wajar tanpa harus bersentuhan dengan keruwetan birokrasi dan
calo keadilan. Kekhawatiran terhadap hal yang demikian adalah wajar, karena walaupun telah dilakukan penyederhanaan institusi dan mekanisme, PHI masih
menggunakan Hukum Acara Perdata dalam pelaksanaan eksekusinya, baik eksekusi putusan PHI sendiri maupun eksekusi hasil mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh para pihaknya. Masalah eksekusi ini merupakan masalah yang sangat krusial, karena disinilah penentuan
dan letak akhir sebuah proses. Menjadi tidak bernilai sebuah putusan jika sulit untuk dieksekusi. Dalam praktek peradilan kita, eksekusi bukanlah sesuatu yang
pasti mudah dilakukan meskipun sebuah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada tahapan ini masih banyak ruang yang menggoda terjadinya
permainan yang memanfaatkan pihak yang bersengketa oleh oknum pengadilan. Oleh sebab itu sudah seharusnya pula dibentuk hukum yang baru mengenai
eksekusi putusan pengadilan, setidaknya eksekusi putusan PHI, yang sekurang- kurangnya merupakan penyederhanaan waktu proses eksekusi.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu pembentukan PHI pada setiap peradilan umum dalam wilayah yang padat industri harus menjadi perhatian Presiden agar tidak tertunda dan
segera diwujudkan. Dengan demikian keberadaan PHI yang diharapkan dapat mewujudkan penyelesaian perselisihan perburuhan secara cepat, tepat, adil, dan
murah, akan mampu merubah sikap pesimis dan anggapan masyarakat bahwa berurusan dengan pengadilan adalah identik dengan ketidakpastian dan biaya
mahal, apalagi kekecewaan dan keraguan masyarakat semakin menggunung dengan merebaknya kasus mafia peradilan yang seperti tidak pernah berhenti. Oleh
karenanya, jika penyelesaian perselisihan perburuhan masih tetap tidak efektif melalui PHI, maka tentu tidak ada bedanya penyelesaian melalui Badan
Administasi Negara dengan Peradilan Umum.
64
Ini adalah tantangan bagi penyelenggara PHI kepada masyarakat Indonesia, khususnya pihak-pihak yang
terkait dalam masalah ketenagakerjaan.
C. Hak-hak Tenaga Kerja yang di PHK