Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Perlindungan Kesehatan

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Perlindungan Kesehatan

36 1. Hak dan Kewajiban Pihak RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska a. RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian. b. RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska wajib memastikan formulir Laporan Medis Rawat Inap yang disediakan PPKS Medan sudah dilengkapi dengan sebagaimana mestinya dan dicantumkan secara jelas nama dan tanda tangan dokter yang merawat pasien. c. RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska, berhak mendapat pembayaran atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. 2. Hak dan Kewajiban Pihak PPKS Medan a. Pasien merupakan tangggung jawab PPKS Medan dan berhak atas pelayanan kesehatan yang holistik dan profesional dari RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska. b. PPKS Medan wajib menyerahkan surat jaminan perawatan yang sekaligus menjadi surat jaminan pembayaran pada saat penagihan pembayaran diajukan oleh Pihak RSU Permata Bunda maupun RS Martha Friska kepada pihak PPKS Medan. 36 Perjanjian Kerjasama tentang Pelayanan Kesehatan antara RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska dengan PPKS Medan. Universitas Sumatera Utara c. PPKS Medan wajib melakukan pembayaran kepada RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska atas biaya pelayanan kesehatan yang telah dilakukan oleh RSU Permata Bunda sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian kerja sama ini. E. Penyelesaian Klaim Kepada Rumah Sakit Terhadap Staf, Karyawan, dan Pensiunan PPKS Medan yang dirawat di Rumah Sakit Suatu perjanjian dibuat untuk dilaksanakan oleh para pihak, yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah, realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi, tujuan suatu perjanjian tidak dapat dicapai tanpa adanya pelaksanaan perjanjian oleh para pihak. Pelaksanaan isi perjanjian bisa dilakukan sendiri oleh para pihak dalam perjanjian, atau dilakukan dengan bantuan orang lain yaitu wali atau pengampunya atau dilakukan oleh pihak ketiga untuk kepentingan dan atas nama para pihak dalam perjanjian tersebut. Hal-hal yang wajib dilaksanakan oleh para pihak dapat dlihat dari beberapa sumber perikatan, yaitu undang-undang, akta atau surat perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan melihat tujuan streking serta sifat perjanjian yang dibuat. Dalam pelaksanaan perjanjian, masing-masing pihak diharapkan berusaha secara sempurna dan sukarela melaksanakan isi perjanjian. Pelaksanaan perjanjian yang baik dan sempurna menurut M. Yahya Harahap didasarkan pada ‘kepatutan’ Universitas Sumatera Utara atau beharlijk artinya debitur telah melaksanakan kewajibannya menurut yang ‘sepatutnya’, serasi dan layak menurut semestinya sesuai dnegan ketentuan yang telah mereka setujui bersama. 37 Inti pelaksanaan perjanjian adalah melaksanakan prestasi. Prestasi dalam perjanjian meliputi memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu Pasal 1234 KUH Perdata. Namun demikian adakalanya salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi. Dalam hukum Perdata, seseorang dianggap melakukan wanprestasi apabila tidak melakukan prestasi sama sekali, melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan prestasi. Setiap wanprestasi yang menimbulkan kerugian, mewajibkan debitur untuk membayar ganti rugi Pasal 1239 KUH Perdata. Dalam hal terjadi wanprestasi, pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan dengan kemungkinan tuntutan dengan cara, pelaksanaan perjanjian meskipun terlambat, penggantian kerugian, dan pembatalan perjanjian. Selain karena wanprestasi, pelaksanaan perjanjian juga tidak dapat terwujud karena terjadinya resiko. Menurut Subekti, risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksud dalam perjanjian. 38 Untuk dapat mengetahui kapan seseorang harus melakukan prestasi, terlebih dahulu harus diperhatikan bagaimana ketentuan dalam perjanjian yang dianut oleh kedua belah pihak. Apabila perjanjian dibuat di dalamnya ditentukan 37 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, hal. 56. 38 Subekti, Op. Cit. hal. 147. Universitas Sumatera Utara kapan debitur harus melakukan kewajibannya, maka apabila sampai waktu yang tertera dalam perjanjian itu debitur tidak juga melaksanakannya kewajibannya, maka debitur dalam hal ini telah dapat dikategorikan melakukan wanprestasi. Kalau dalam perjanjian tidak ditentukan kapan debitur harus melakukan isi perjanjian, maka harus diperhatikan bagaimana ketentuan yang lazim pada masyarakat itu untuk memenuhi prestasinya. Hal ini jelas dikemukakan oleh M. Yahya Harahap yang menegaskan, “ukurannya didasarkan pada keputusan sesuai dengan yang disetujui bersama”. Apakah pelaksanaan perjanjian telah dilakukan degan selayaknya atau sepatutnya, harus dilihat pada saat sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian. Kreditur tidak dapat mempersoalkan kekurangan sempurna persiapan pelaksanaan. Cukup atau tidak persiapan semata-mata adalah masalah yang ada pada kekuasaan debitur. Sejak saat itu pelaksanaan perjanjian menjadi tangung jawab yang ditagih pada debitur, terutama tentang segala kekurangan dari pelaksanaan perjanjian. Sebagaimana konsekwensi logis, apabila debitur tidak memenuhi isi perjanjian, maka kreditur akan dirugikan. Kerugian inilah yang perlu dilihat korelasinya dengan wanprestasi dalam perjanjian. Namun secara umum, kerugian yang timbul dari perbuatan yang disebabkan tindakan wanprestasi antara lain adalah kerugian berupa biaya yang dikeluarkan untuk membuat perjanjian, kerugian atas keuntungan yang diharapkan apabila perjanjian tidak dipenuhi dan Universitas Sumatera Utara kerugian atas perkembangan dan kenaikan bunga tersebut berupa uang pinjaman terutama dari dunia perbankan yang bunganya tetap naik. Kerugian yang diderita baik biaya untuk melakukan perjanjian, rugi dan bunga harus mempunyai hubungan secara yuridis dengan terjadinya tindakan wanprestasi. Dengan kata lain kreditur harus dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya memang benar-benar disebabkan oleh wanprestasi debitur. Apabila debitur dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan disebabkan oleh wanprestasi yang dilakukannya, maka debitur tidak dapat dituntut untuk memenuhi ketentuan membayar ganti rugi sebab kerugian itu bukanlah sebagai akibat wanprestasi yang dilakukannya. Dari penjelasan tersebut di atas, jelaslah bahwa antara kerugian yang timbul dengan perbuatan ingkar janji harus sejalan dan timbal balik. Tegasnya harus jelas hubungan antara kerugian dengan wanprestasi, sebab dapat saja kerugian itu muncul bukan karena wanprestasi, tetapi karena tindakan atau keadaan memaksa force majeure yang menyebabkan debitur tidak dapat melaksanakan prestasi secara utuh seperti yang disepakati semula. Keadaan memaksa force majeure merupakan salah satu alasan untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk membayar ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 1244 dan 1445 KUH Perdata. Dalam perjanjian kerjasama perlindungan dan pelayanan kesehatan antara PPKS Medan dengan RSU Permata Bunda maupun RS Martha Friska diatur Universitas Sumatera Utara mengenai sistem pembayaran dan tata cara pengajuan klaim pembayaran atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh kedua rumah sakit tersebut. Pengajuan klaim pembayaran pelayanan kesehatan dilakukan dengan terlebih dahulu, Pihak RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska akan memperhitungkan segala biaya yang timbul atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada staf, karyawan, pensiunan beserta tanggungan yang syah batihnya dari pihak perusahaan PPKS Medan. Setelah perhitungan selesai dilakukan, maka pihak rumah sakit akan mengajukan tagihan pembayaran yang disampaikan kepada pihak PPKS Medan. Pihak PPKS akan melakukan pembayaran selambat-lambatnya 30 tigapuluh hari setelah berkas tagihan diterima oleh perusahaan PPKS Medan. 39 Pengajuan klaim pembayaran atas jasa pelayanan kesehatan diajukan untuk setiap bulan berjalan dengan dilengkapi Surat Pengantar Jaminan Perusahaan yang asli, Rincian Perawatan, Copy resep obat yang diberikan kepada pasien dan Copy Resume Medis dari pasien yang bersangkutan. Dalam hal pihak rumah sakit RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska lalai melaksanakan kewajibannya yang sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan, maka pihak PPKS Medan akan memberikan teguran secara lisan maupun secara tertulis. Apabila pihak rumah 39 Perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara sakit tidak mengindahkan teguran tersebut, maka dalam hal ini pihak PPKS dapat membatalkan perjanjian secara sepihak oleh pihak PPKS Medan. 40 Ketentuan tentang force majeure juga diatur dalam perjanjian kerjasama, yaitu, jika dalam pelaksanaan kesepakan kerjasama ini terjadi hal-hal yang berada di luar kemampuan manusia, seperti bencana alam, peperangan, epidemic dan kebijakan pemerintah dalam bidang moneter, maka hal tersebut bukanlah merupakan kelalaian dan selanjutnya dalam waktu 2 x 24 jam dua hari, pihak yang terkena force majeure harus memberitahu kepada pihak yang menandatangani perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan ini untuk menentukan perencanaan selanjutnya. 41 Untuk hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian akan dibicarakan oleh kedua belah pihak secara musyawarah dan jika diperlukan tambahan maka akan dituangkan dalam surat perjanjian tambahan atau addendum yang merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan dari surat perjanjian kerjasama tersebut. Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul antara pihak rumah sakit dengan pihak PPKS sehubungan dengan atau sebagai akibat dari adanya perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah. Apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak dalam perjanjian sepakat untuk memilih domisili yang tetap dan umum di kantor Panitera Pengadilan Negeri Medan. 40 Ibid. 41 Ibid. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN