Asas-Asas Perjanjian RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN

E. Asas-Asas Perjanjian

Dalam khasanah hukum perjanjian di kenal beberapa asas yang menjadi dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu oerjanjian. Asa perjanjian itu harus merupakan suatu kebenaran yang bersifat fundamental, disamping itu asas semestinya tidak dapat ditimpangi, kecuali ada hal-hal yang dianggap luar biasa dan lebih jelas kandungan materi kabenarannya 18 Adapun beberapa asas dalam perjanjian itu antara lain : . 19 1. Asas Konsensualisme persesuaian kehendak Sejalan dengan arti konsensualisme petsesuaian kehendak itu sendiri yang merupakan kesepakatan, maka atas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. 20 18 Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta , Sinar Grafika, 1994, hal. 68. Dapat dikatakan bahwa saat terjadinya adalah pada saat dicapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Sejak terjadinya kesepakatan itu, maka saat itu perjanjian menjadi mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Keterangan tentang kata sepakat menjadi asas dalam suatu perjanjian dapat pula dilihat bunyi pasal 1320 KUH Perdata bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yang satu diantaranya adalah kata sepakat. Dengan tercapainya kata 19 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1991, hal. 71. 20 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Jakarta Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 47.- Universitas Sumatera Utara sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan mengikat para pihak. 2. Asas kebebasan berkontrak Menurut asas ini, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Asas kebebasan berkontrak ini dapat kita lihat di dalam pasal 1339 KUH Perdata yang menyebutkan : Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan adanya penyatuan semacam ini sebenarnya kebebasan para pihak di dalam melahirkan suatu perjanjian menjadi tidak bebas lagi. Namun demikian dengan adanya pembatasan ini setiap orang menjadi sadar bahwa perjajian itu haruslah ditujukan demi untuk kebaikan dan tidak merugikan orang lain. Dalam satu putusannya Mahkamah Agung pernah memperlihatkan bahwa betapa asas kebebasan berkontrak itu harus berpegang pada keputusan sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No. 935KPdt1985 dalam kasus sewa beli mobil. Salah satu pertimbanganya, Mahkamah Agung berpendapat isi perjanjian yang melenyapkan hak beli sewa atas barang yang telah dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau kesulitan pembayaran angsuran tanpa mempertimbangkan jumlah angsuran yang telah dibayar, sebagai perbuatan yang tidak patut dari segi keadilan dan moral. Dalam perjanjian sewa beli mobil Universitas Sumatera Utara tersebut telah diperjanjikam kemacetan angsuran mengakibatkan penjual sewa mengambil mobil kembali tanpa mengembalikan uang angsuran yang telah diterimanya 21 3. Asas kepribadian . Perjanjian ini merugikan pihak pembeli sewa, karena haknya tidak seimbang. Asas kepribadian ini terdapat di dalam Pasal 1315 KUH Perdata, yang dinyatakan : Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkanya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Berdasarkan ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata ini, seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan dirinya untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian. Pihak ketiga tidak dapat diperjanjikan oleh pihak yang mengadakan perjanjian, karena salah satu syarat sahnya perjanjian harus ada kata sepakat, yang berarti pula bahwa dalam perjanjian itu pihak ketiga hadir untuk memberi kata sepakat. Logikanya, kalau dalam suau perjanjian ditetapkan suatu janji untuk pihak ketiga, maka akan merugikan pihak ketiga yang tidak tahu apa-apa dan tidak mengikatkan dirinya 22 21 Ibid. Hal. 48. . Namun demikian Undang-undang memberikan kekecualian terhadap asas ini sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1316 KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan pasal ini bahwa pihak yang mengadakan perjanjian, diperbolehkan menetapkan janji untuk pihak ketiga sebagai penanggung akan berbuat sesuatu. 22 Ibid. Hal. 50. Universitas Sumatera Utara Di samping ketiga asas yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada lagi beberapa asas pelengkap tersebut mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang- undang. Tetapi apabila dalam perjanjian mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini pokoknya hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak.

F. Wanprestasi dalam Perjanjian