BAB V PROFIL RESPONDEN
Profil responden dapat dilihat dari usia, pengalaman menjadi anak jalanan, status pendidikan, tingkat pendidikan,  jenis pekerjaan, pengalaman  menjadi  anak
jalanan,  perilaku  menyimpang,  tipe  anak  jalanan  dan  tingkat  kekerasan  yang dialami  anak  jalanan.  Jumlah  anak  jalanan  yang  dijadikan  responden  dalam
penelitian ini sebanyak 30 orang dengan jenis kelamin laki-laki.
5.1 Usia
Anak  jalanan  yang  dijadikan  responden  dibagi  menjadi  dua  kategori  usia yaitu 15 sampai 18 tahun dan 19 sampai 22 tahun. Berdasarkan Gambar 2 terlihat
bahwa jumlah responden pada dua kategori hampir sama. Responden dengan usia 15  sampai  18  tahun  sebanyak  53  persen  dan  responden  yang  berusia  19  tahun
sampai 22 tahun sebanyak 47 persen.
5.2 Tingkat Pendidikan
Hampir  seluruh  responden  memiliki  status  pendidikan  tidak  bersekolah. Sebagian  dari  besar  dari  mereka  berhenti  sekolah  disebabkan  tidak  ada  biaya.
Setelah  putus  sekolah,  mereka  mulai  berkerja  di  jalanan  untuk  membantu  orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.
DDS  15  tahun  merupakan  responden  yang  putus  sekolah  disebabkan ketidakmampuan  keluarga  untuk  membiayai  sekolah.  Ia  putus  sekolah  ketika
kelas  dua  SD  kemudian  ia  membantu  orang  tuanya  mencari  nafkah  dengan
53 47
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
15 sampai 18 tahun 19 sampai 22 tahun
berjualan  kantung  plastik  di  pasar  dan  menjadi  kuli  panggul  di  pasar.  Berbeda halnya dengan SYN 18 tahun. Ia merupakan anak jalanan yang berhenti sekolah
karena  dikeluarkan  oleh  sekolah.  Ia  berasal  dari  keluarga  yang  berkecukupan namun kurang perhatian dari orang tuanya.  Ia jarang masuk sekolah dan tingkah
lakunya buruk terhadap guru. Setelah putus sekolah kemudian ia kabur dari rumah dan  mulai  bekerja  di  jalanan  sebagai  pengamen.  Dua  kasus  di  atas
memperlihatkan  bahwa  tidak  berlanjutnya  pendidikan  anak  jalanan  tidak  hanya disebabkan  oleh  alasan  ekonomi,  tetapi  juga  ketidaktertarikan  terhadap
pendidikan. Tabel 1.   Jumlah  dan  Persentase  Responden  Berdasarkan  Usia  dan  Status
Pendidikan, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.
Usia Status Pendidikan
Total Tidak bersekolah
Bersekolah n
n n
15 sampai 18 tahun 14
46,7 2
6,7 16
53,3 19 sampai 22 tahun
13 43,3
1 3,3
14 46,7
Total 27
90 3
10 30
100
Sebanyak  sepuluh  persen  responden  yang  sedang  bersekolah  di  sekolah formal.  Mereka  memiliki  motivasi  yang tinggi untuk bersekolah, oleh karena  itu
biaya sekolah mereka ditanggung oleh RSBAP. Pada kenyataannya, banyak anak jalanan  yang  dibiayai  sekolahnya  oleh  RSBAP  tapi  mereka  berhenti  sekolah
karena  malas.  Kurangnya  pengawasan  dari  orang  tua  dan  keterbatasan  pembina rumah  singgah  dalam  mengawasi  kegiatan  bersekolah  anak  binaan  merupakan
salah satu penyebabnya. Seluruh  anak  jalanan  pernah  bersekolah  di  sekolah  formal.  Berdasarkan
Tabel  2  diketahui  bahwa  sebagian  besar  dari  mereka  60  persen  tingkat pendidikannya rendah. Artinya, mereka bersekolah hingga tingkat SD atau hingga
tingkat SMP namun tidak tamat. Proporsi anak jalanan dengan usia 15 sampai 18 tahun dan 19 sampai 22 tahun pada tingkat pendidikan rendah hampir sama.
JGM 18 tahun  merupakan anak  jalanan  yang putus sekolah ketika kelas dua SD. Kemudian ia kabur dari rumah dan bekerja di jalanan. Walaupun pernah
bersekolah  tetapi  ia  buta  huruf.  RSBAP  sudah  berusaha  untuk  memberikan pendidikan  kepadanya  namun  ia  sering  kabur  jika  ada  kegiatan  pembelajaran.
Berbeda dengan ASA 18 tahun, ia juga putus sekolah pada kelas dua SD namun memiliki  semangat  belajar  yang  tinggi.  Karena  terhambat  dengan  usianya  yang
sudah menginjak usia 15 tahun, ia menamatkan SD dengan pengikuti ujian Paket A. Saat ini ia berusia 18 tahun dan akan mengikuti ujian Paket B pada tahun 2011.
“Saya  pengen  banget  sekolah  tinggi,  kayak  kakak,  bisa  kuliah  di kampus.  Saya  tadinya  mau  di  sekolahin  tapi  saya  malu,  saya  kan
udah  tua  masa  masih  sekolah  di  SD,  jadinya  saya  ikut  paket  A. Tahun depan saya udah daftar untuk ikut paket  B. Kalo  saya lulus,
saya  minta  ke  pembina  untuk  nyekolahin  saya  ke  SMA.  Semenjak saya  masuk  rumah  singgah  ini  saya  sadar  kak  kalo  pendidikan  itu
penting.  Kalo  pengen  kerja  yang  enak  kayak  di  kantoran,
pendidikannya harus tinggi” ASA 18 tahun.
Tabel 2.   Jumlah  dan  Persentase  Responden  Berdasarkan  Usia  dan  Tingkat Pendidikan Anak Jalanan, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.
Usia Tingkat Pendidikan
Total Rendah
Sedang
Tinggi n
n
n N
15 sampai 18 tahun 9
30
7 23,3
16 53,3
19 sampai 22 tahun 9
30
2 6,7
3 10
14 46,7
Total 18
60
9 30
3 10
30 100
Anak  jalanan  dengan  tingkat  pendidikan  sedang  sebanyak  30  persen. Tingkat pendidikan yang dikategorikan sedang ialah jika anak jalanan lulus SMP
atau pada tingkat SMA  namun tidak  lulus.  Jumlah  anak  jalanan  yang  berusia 15 sampai  18  tahun  dengan  tingkat  pendidikan  sedang  lebih  banyak  dibandingkan
dengananak jalanan yang berusia 19 sampai 22 tahun. Anak jalanan yang tingkat pendidikan  sedang  ini  sebagian  besar  berhenti  saat  di  bangku  SMA.  Mereka
dikeluarkan oleh sekolah karena sering tidak  masuk sekolah dan tidak  mengikuti ujian. Ada pula anak jalanan yang sedang bersekolah, contohnya ANT 17 tahun.
Ia  sekarang  sedang  bersekolah  di  SMK  Yapimda.  Ketika  SD  ia  putus  sekolah namun  ia  mendapatkan beasiswa dari RSBAP sehingga  masih  bersekolah  hingga
saat ini. Walaupun sudah menjadi seorang pelajar, ANT masih mengamen di bus
metro  mini  ketika  hari  libur.  Tidak  jarang  pula  ia  membolos  untuk  mengamen karena ajakan temannya.
Anak  jalanan  dengan  tingkat  pendidikan  tinggi  sebesar  sepuluh  persen. Artinya  mereka  sudah  lulus  SMA  dan  sederajat.  ALS  22  tahun  merupakan
responden yang sedang melaksanakan pendidikan  di bangku kuliah. Pada tingkat dua SD ia membiayai sekolahnya sendiri dengan berjualan kantung plastik dan es
mambo  di pasar karena orang tuanya  sudah tidak  sanggup  membiayainya. Selain untuk membiayai sekolah, sebagian uang hasil berjualan kantung harus disetorkan
kepada ayahnya. Namun ia putus sekolah pada tingkat empat SD karena ia sudah tidah sanggup lagi membiayai sekolah. Selain itu, ia mendapat tekanan psikis oleh
teman  sekolah.  Ia  sering  diejek  karena  berjualan  kantung  plastik  di  pasar. Kemudian  ia  kabur  dari  rumah  karena  tidak  sanggup  lagi  memberi  setoran  uang
kepada  orang  tuanya  dan  memilih  untuk  hidup  di  jalanan.  Kemudian  ia mendaftarkan diri menjadi anak binaan RSBAP.  Melihat motivasi ia yang tinggi
untuk belajar maka RSBAP bersedia membiayai sekolah hingga perguruan tinggi.
5.3 Jenis Pekerjaan