Penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dan hubungannya dengan perilaku mereka

(1)

PERILAKU MEREKA

Kasus Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan

LAILA SAKINA

I34070070

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

This study describes the assessment by street children toward the open house’s

services. This assessment based on the street childreen’s satisfaction toward the

open house’s services. The objective of this study is to analyse: (1) The

assessment towards the open house’s services, (2) The factors that affect the street

children’s assessment and (3) the correlation between the assessment of the open

house’s services toward the street children’s behaviour. The functions of the open house are meeting point, assessment and referral center, facilitator, protection, curative-rehabilitative, information center,and providing access to social services and social reintegration. The result of this study showed most of the respondent

(street children) were satisfied toward the open house’s services. Yet, there are

two of open house’s functions, as a facilitator and as an assessment and referral

center, that considered with low level of satisfaction. Then, the factors that

affecting the assessment of the street children toward the open house’s services is

the level of interaction of the street children at the open house. This means that the higher level of interaction happened, the higher level of assessment will be given by the street children to the open house services. After all, it was proved that the level of satisfaction give an influential effect toward their behavior. That is, the higher level of assessment will provide the better behavior of street children.

Keyword: street children, the assessment, the level of satisfication, open house‟s services


(3)

RINGKASAN

LAILA SAKINA. Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah dan Hubungannya dengan Perilaku Anak Jalanan: Kasus Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi. (Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS)

Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakan seluruh aspek kehidupan bangsa terutama sendi-sendi perekonomian bangsa. Kemiskinan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan diyakini juga telah mengakibatkan meningkatnya eksploitasi terhadap anak. Fenomena ini terutama terjadi di daerah urban dan menyebabkan munculnya anak jalanan.

Upaya untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak jalanan dengan memenuhi hak-haknya yang dirumuskan di dalam UU No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Realisasi dari peraturan negara ini adalah dengan dilaksanakannya rumah singgah untuk anak jalanan. Rumah singgah adalah suatu wahana yang dipersiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai tempat pertemuan, pusat asesmen dan rujukan, fasilitator, rehabilitasi-kuratif, perlindungan, pusat informasi, akses terhadap pelayanan sosial, dan resosialisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah, (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah, dan (3) menganalisis hubungan penilaian anak jalanan terhadap rumah singgah dengan perilaku mereka. Populasi dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang mendapat pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi. Penetapan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Data kuantitatif yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik melalui uji Chi-square,

Rank-spearman dan Mann-whitney dengan mengunakan software SPSS for


(4)

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak jalanan memiliki penilaian yang positif yakni mereka merasa puas terhadap fungsi rumah singgah sebagai tempat pertemuan, perlindungan, pusat informasi, kuratif-rehabilitatif, pelayanan sosial dan resosialisasi. Namun, terdapat dua fungsi rumah singgah yang dinilai tidak memuaskan anak jalanan yaitu fungsi rumah singgah sebagai pusat asesmen dan rujukan dan sebagai fasilitator.

Penilaian anak jalanan terhadap pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi tidak berhubungan dengan usia anak jalanan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, alasan menjadi anak jalanan, tipe anak jalanan, pengalaman anak jalanan di rumah singgah dan tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan. Pelayanan yang diberikan rumah singgah disesuaikan dengan karakteristik anak jalanan, sehingga tingkat kepuasan tidak dipengaruhi oleh faktor tersebut. Faktor yang mempengaruhi penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah adalah tingkat interaksi anak jalanan di rumah singgah. Semakin tinggi tingkat interaksi anak jalanan di dalam rumah singgah semakin baik pula penilaiannya terhadap pelayanan rumah singgah.

Penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah berkorelasi positif dengan perilaku anak jalanan. Artinya, semakin baik penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah maka semakin baik perilaku mereka. Pelaksanaan rumah singgah dapat dikatakan efektif untuk menangani permasalahan anak jalanan. Oleh karena itu, pembina rumah singgah seharusnya memperhatikan pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah anak jalanan untuk mengurangi keberadaan anak jalanan.


(5)

PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN

RUMAH SINGGAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN

PERILAKU MEREKA

Kasus Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, Kelurahan Jatipadang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan

LAILA SAKINA

I34070070

SKRIPSI

Sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Laila Sakina

NRP : I34070070

Judul : Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah dan Hubungannya dengan Perilaku Mereka (Kasus Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. NIP. 19600315 198503 1 002

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH

SINGGAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU MEREKA”

BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI

LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH TULISAN INI.

Bogor, Februari 2011

Laila Sakina I34070070


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Dede Purnawarman dan Ibu Resmuni Yuliati. Pendidikan formal ditempuh penulis di SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2004 hingga 2007. Setelah lulus SMA, penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) Tahun 2007 dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat, Fakutas Ekologi Manusia.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, seperti UKM Music Agriculture X-pression!! (MAX!!), UKM Gentra Kaheman, dan Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA). Dalam organisasi, penulis pernah memegang jabatan sebagai Bendahara UKM MAX!! periode 2008/2009, Divisi Seni Tari UKM Gentra Kaheman periode 2009/2010 dan Bendahara Divisi Public

Relation HIMASIERA periode 2009/2010. Penulis juga dipercaya untuk terlibat

dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya sebagai Bendahara Festival Musik MIXMAX!!, Divisi Acara ETNIX!!, Divisi Acara FRESH, Divisi Basket OMI dan berbagai kepanitiaan lainnya.

Penulis pernah mengikuti program magang pada divisi Editing di PT Mirage Rabbani. Sebagai bentuk pengabdian terhadap bidang pendidikan, penulis menjalankan amanah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Dasar-dasar Komunikasi selama tiga semester pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah dan Hubungannya dengan Perilaku Mereka” ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dan pengaruhnya terhadap perilaku anak jalanan.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi pmerintah, pengelola rumah singgah dan masyarakat dalam upaya pemberdayaan anak jalanan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran perbaikan dan masukan yang membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2011

Laila Sakina I34070070


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya akhirnya skripsi berjudul “Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah dan Hubungannya dengan Perilaku Mereka” dapat terselesaikan. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang telah memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA. selaku penguji utama dan Ibu Ir. Yatri I. Kusumastuti, MSi. selaku penguji perwakilan departemen yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.

3. Bapak Martua Sihaloho, SP. MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan demi kelancaran kegiatan akademik penulis.

4. Ibunda tercinta Resmuni Yuliati dan ayahanda terkasih Dede Purnawarman yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa tiada henti kepada penulis.

5. Kakak dan adik tersayang, Ridwan Mukorrobin dan Hanif Alghifary yang memberikan doa dan semangat kepada penulis.

6. Faiz Nasrullah Samara beserta keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis.

7. Kak Abdus Saleh Maller selaku pimpinan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, Ali Santoso sebagai pendamping selama penelitian dan seluruh anak binaan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi.

8. Keluarga Besar Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 44 atas kebersamaan dan persahabatan yang telah terjalin selama ini.


(11)

9. Navalinesia, Dimitra, Asri, Biola, Fera, Karina, Maya, Astri dan seluruh sahabat penulis yang memberikan keceriaan dan kebersamaannya.

10.Seluruh teman-teman seperjuangan akselerasi, Astri, Dina, Maya, Zuhaida, Amanda, Bio, Navalinesia, Syifa, Frisca, Debos, Nyimas, Nendy, Thresa, Isma, Yunita, Ummi, MV dan Geidy, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.

11.Keluarga Kuliah Kerja Profesi A1, Bio, Dewi, Adiarti, Dida, dan Gilang atas perhatian, kerjasama, dan kebersamaan.

12.Keluarga baru di Griya Biru dan Zulfa yang memberikan pengalaman dan keceriaan selama masa kuliah.

13.Teman-teman UKM MAX!! dan HIMASIERA atas kerjasama, pengalaman, dan ilmu yang bermanfaat.

14.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 4

2.1 Tinjauan Pustaka ... 4

2.1.1 Anak Jalanan ... 4

2.1.2 Model Penanganan Anak Jalanan ... 9

2.1.3 Rumah Singgah... 10

2.1.4 Pemberdayaan ... 14

2.1.5 Perilaku ... 15

2.1.6 Penilaian ... 17

2.2 Kerangka Pemikiran ... 20

2.3 Hipotesis Penelitian ... 23

2.4 Definisi Operasional ... 24

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ... 29

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Metode Penelitian... 29

3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5 Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 33

4.1 Gambaran Umum Lokasi... 33

4.2 Gambaran Umum Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi ... 34

4.2.1. Sejarah ... 34

4.2.2. Visi, Misi dan Tujuan ... 35


(13)

4.2.4. Anak Binaan ... 37

4.2.5. Rekruitment Anak Binaan ... 38

4.2.6. Model Layanan ... 39

4.2.7. Program Kegiatan ... 40

4.2.8. Fasilitas ... 43

BAB V PROFIL RESPONDEN ... 45

5.1. Usia... 45

5.2. Tingkat Pendidikan ... 45

5.3. Jenis Pekerjaan ... 48

5.4. Alasan Menjadi Anak Jalanan ... 50

5.5. Tipe Anak Jalanan ... 53

5.6. Pengalaman Menjadi Anak Jalanan ... 54

5.7. Tingkat Kekerasan yang Dialami ... 55

5.8. Perilaku Menyimpang ... 57

5.9. Ikhtisar ... 60

BAB VI PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SINGGAH ... 62

6.1 Tempat Pertemuan (Meeting Point) ... 62

6.2 Pusat Asesmendan Rujukan ... 64

6.3 Fasilitator ... 65

6.4 Perlindungan ... 67

6.5 Pusat Informasi ... 68

6.6 Kuratif-Rehabilitatif ... 70

6.7 Akses Terhadap Pelayanan ... 72

6.8 Resosialisasi ... 73

6.9 Ikhtisar ... 74

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SINGGAH ... 77

7. 1 Faktor Internal ... 77

7.1.1 Hubungan Usia dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah ... 77


(14)

7.1.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penilaian Anak

Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah ... 79

7.1.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah ... 80

7.1.4 Hubungan Alasan Utama Menjadi Anak Jalanan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah.... 82

7.1.5 Hubungan Tipe Anak Jalanan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah ... 84

7.1.6 Hubungan Pengalaman di Rumah Singgah dengan Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah Singgah... 86

7. 2 Faktor Eksternal ... 87

7.2.1 Hubungan Tingkat Kekerasan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah ... 87

7.2.2 Hubungan Tingkat Interaksi dalam Rumah Singgah dengan Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah Singgah .. 89

7.2.3 Ikhtisar ... 91

BAB VIII HUBUNGAN PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SINGGAH DENGAN PERILAKU MEREKA ... 92

8.1 Hubungan Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah Singgah dengan Perilaku Anak Jalanan ... 93

8.2 Perubahan Perilaku Anak Jalanan ... 95

8.3 Ikhtisar ... 97

BAB IX PENUTUP ... 99

9.1 Kesimpulan ... 99

9.2 Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan Status Pendidikan, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi,

2010………. 46

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan Tingkat Pendidikan Anak Jalanan, Rumah Singgah Bina Anak

Pertiwi, 2010……… 47

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Pekerjaan, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010………… 49 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan Tipe

Anak Jalanan, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010…….. 53 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan

Pengalaman Menjadi Anak Jalanan, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010…..………...……. 55 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan

Pernah Tidaknya Mengkonsumsi Minuman Keras, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010………... 58 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan

Pernah Tidaknya Mengkonsumsi Narkoba, Rumah Singgah

Bina Anak Pertiwi, 2010……… 58

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan Pernah Tidaknya Melakukan Hubungan Seksual Sebelum Menikah, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010………….. 59 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan

Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Bina Anak Pertiwi, 2010………. 77

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.………..…… 79 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010……….. 81 Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Alasan

Menjadi Anak Jalanan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010….……… 83 Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tipe Anak

Jalanan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010……….. 85


(16)

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tipe Anak Jalanan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010….……….. 86 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Kekerasan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010……….. 88 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Kekerasan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010……….. 90 Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku dan

Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Bina Anak Pertiwi, 2010………. 93

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Anak Jalanan Sebelum dan Setelah Menjadi Anak Binaan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010………... 95


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir……….. 23

Gambar 2. Jumlah Anak Jalanan yang Dibina Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi Berdasarkan Kelompok Usia……….. 37 Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia……….. 45 Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Utama Menjadi

Anak Jalanan……… 51

Gambar 5. Distribusi Responden Berdasakan Tingkat Kekerasan

Non-fisik……… 56

Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kekerasan Fisik... 57 Gambar 7. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

Sebagai Tempat Pertemuan……….. 63

Gambar 8. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

Sebagai Pusat Asesmen dan Rujukan………... 64

Gambar 9. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

sebagai Fasilitator………..... 66

Gambar 10. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah Sebagai Tempat Perlindungan……….. 67 Gambar 11. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

Sebagai Pusat Informasi……….……….. 69 Gambar 12. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

dalam Upaya Kuratif-Rehabilitatif….……….. 70 Gambar 13. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

Sebagai Akses Pelayanan Sosial……….. 72 Gambar 14. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Fungsi Rumah Singgah

Melakukan Resosialisasi………... 73 Gambar 15. Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah


(18)

1.1 Latar Belakang

Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakan seluruh aspek kehidupan bangsa terutama sendi-sendi perekonomian bangsa. Krisis moneter mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menjadi sekitar 80 juta penduduk dan diperkirakan sekitar 20 juta angkatan kerja menganggur. Akibatnya mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Kemiskinan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan diyakini telah mengakibatkan peningkatan eksploitasi terhadap anak dalam melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan dan keahlian tertentu, seperti pemulung, pedagang asongan, dan prostitusi. Fenomena ini terutama terjadi di daerah urban dan menyebabkan munculnya anak jalanan dan terlantar (Depdiknas, 2002).

Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial anak jalanan pada tahun 1999 yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dan Departemen Sosial dengan dukungan Asia Development Bank, jumlah anak jalanan adalah 39.861 orang, yang tersebar di 12 kota besar. Pada tahun 2004, menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, jumlah anak jalanan sebesar 98.113 orang, yang tersebar di 30 provinsi. Khusus di wilayah Bandung kurang lebih berjumlah 5.500 anak jalanan; di wilayah Bogor 3.023 orang; dan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta kurang lebih berjumlah 8.000 orang (Sugiharto, 2004).

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktu sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan atau tempat umum lainya (Departemen Sosial, 2005). Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan. UNDP & Departemen Sosial sebagaimana dikutip Saripudin dkk (2009) menjelaskan bahwa anak jalanan menghadapi situasi di mana hak-hak sebagai anak kurang terpenuhi, baik dari aspek pendidikan, kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan pelindungan. Selain itu, Ennew sebagaimana dikutip oleh


(19)

Triyanti (2001) menjelaskan bahwa anak jalanan berada dalam lingkungan yang tidak kondusif baik bagi fisik maupun kejiwaan sebagai anak, sebab anak jalanan rentan terhadap berbagai bentuk penindasan, baik yang secara nyata maupun terselubung.

Melihat permasalahan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka diperlukan upaya perlindungan dan kesejahteraan anak jalanan dengan memenuhi hak-haknya. Di Indonesia, untuk mewujudkan hak-hak anak telah dikeluarkan UU No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No. 23 Tahun2002 tentang Perlindungan Anak. UU tersebut menjelaskan bahwa anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh perawatan, pelayanan, asuhan dan perlindungan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Rumah singgah merupakan model penangan anak jalanan sebagai perwujudan daru UU tersebut (Krismiyarsi dkk, 2004).

Munajat (2001) menjelaskan rumah singgah merupakan salah satu pendekatan untuk mengatasi masalah anak jalanan. Rumah singgah adalah suatu wahana yang dipersiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Tujuan umum diselenggarakannya rumah singgah adalah membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Adapun tujuan khusus rumah singgah antara lain: (1) membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, (2) mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau di panti dan lembaga pengganti lainya jika diperlukan dan (3) memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak.

Rumah Singgah memiliki beberapa fungsi, yaitu tempat pertemuan, pusat asesmen dan rujukan, fasilitator, rehabilitasi-kuratif, perlindungan, pusat informasi, akses terhadap pelayanan, dan resosialisasi. Untuk mengetahui keberfungsian rumah singgah maka dapat dilihat dari segi proses maupun hasil proses rumah singgah, salah satunya yaitu dengan melihat penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dan perilaku anak jalanan setelah mendapat layanan rumah singgah. Terkait dengan hal tersebut maka penelitian evaluatif


(20)

mengenai penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dan hubungannya dengan perilaku mereka perlu dilakukan.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi penialaian anak jalanan terhadap

pelayanan rumah singgah?

3. Bagaimana hubungan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dengan perilaku mereka?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

3. Menganalisis hubungan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dengan perilaku mereka.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah anak jalanan, yaitu:

1. Kalangan akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai anak jalanan dan rumah singgah terkait dengan pemberdayaan masyarakat 2. Praktisi, pemerintah, dan swasta dapat bermanfaat sebagai sebuah

pertimbangan dalam mengambil kebijakan mengenai penanganan dan pelayanan anak jalanan melalui rumah singgah

3. Masyarakat, dapat memperluas wawasan mengenai pelaksanaan rumah singgah dan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah ringgah.


(21)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Anak Jalanan

UNICEF mendefinisikan anak jalanan sebagai those who have abandoned their home, school, and immediate communities before they are sixteen yeas of

age have drifted into a nomadic street life (anak-anak berumur di bawah 16 tahun

yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekat, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah). Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya (Departemen Sosial, 2005).

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Penampilan anak jalanan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, dan sampah masyarakat yang harus diasingkan (Arief, 2002).

Pusdatin Kesos Departemen Sosial RI sebagaimana dikutip oleh Zulfadli (2004) menjelaskan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan di jalanan atau di tempat-tempat umum, dengan usia antara 6 sampai 21 tahun yang melakukan kegiatan di jalan atau di tempat umum seperti: pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, dan lain-lain.Kegiatan yang dilakukan dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum. Anak jalananan merupakan anak yang berkeliaran dan tidak jelas kegiatannya dengan status pendidikan masih sekolah dan ada pula


(22)

yang tidak bersekolah. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga yang tidak mampu.

Berdasarkan intensitasnya di jalanan, anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama (Depdiknas, 2002), yaitu:

1. Chidren of the street

Anak yang hidup/tinggal di jalanan dan tidak ada hubungan dengan keluarganya. Kelompok ini biasanya tinggal di terminal, stasiun kereta api, emperan toko dan kolong jembatan.

2. Children on the street

Anak yang bekerja di jalanan. Umumnya mereka adalah anak putus sekolah, masih ada hubungannya dengan keluarga namun tidak teratur yakni mereka pulang ke rumahnya secara periodik.

3. Vulberable children to be street children

Anak yang rentan menjadi anak jalanan. Umumya mereka masih sekolah dan putus sekolah, dan masih ada hubungan teratur (tinggal) dengan orang tuanya.

Jenis pekerjaan anak jalanan oleh Departemen Sosial yang dikutip oleh Yudi (2006) dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:

1. Usaha dagang yang terdiri atas pedagang asongan, penjual koran, majalah, serta menjual sapu atau lap kaca mobil.

2. Usaha di bidang jasa yang terdiri atas pembersih bus, pengelap kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu dan kenek.

3. Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam alat musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio karaoke dan lain-lain.

4. Kerja serabutan yaitu anak jalanan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, dapat berubah-ubah sesuai dengan keinginan mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2008) memaparkan bahwa pola kerja anak jalanan dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk strategi bertahan hidup yaitu bertahan hidup kompleks, sedang dan sederhana. Sebagian besar anak


(23)

jalanan memiliki strategi bertahan hidup kompleks dan sedang dengan jenis pekerjaan pengamen.

Menurut Sanusi sebagaimana dikutip Yudi (2006), latar belakang anak turun ke jalan secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kondisi ekonomi keluarga

Kegiatan anak-anak di jalanan berhubungan dengan kemiskinan keluarga di mana orangtua tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) dari anggota keluarganya sehingga dengan terpaksa ataupun sukarela mencari penghidupan di jalan untuk membantu orangtua. 2. Konflik dengan/antar orangtua

Selain faktor ekonomi, perselisihan dengan orangtua ataupun antar orangtua (disharmoni keluarga) menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan dan akhirnya menjadi anak jalanan. 3. Mencari pengalaman

Tidak jarang anak melakukan aktivitas di jalan dengan alasan mencari pengalaman untuk memperoleh penghasilan sendiri. Kebanyakan dari mereka berasal dari luar Jakarta yang pergi ke Jakarta untuk mencari pengalaman baru dan kehidupan baru yang lebih baik. Sebagian besar dari mereka tidak datang bersama orangtua, melainkan saudara atau teman sebaya.Hal ini berhubungan dengan motivasi untuk bekerja.

Menurut Suhartini (2008) karakter anak jalanan dapat dilihat berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan alasan anak turun ke jalan. Usia anak jalanan berusia 13 sampai 18 tahun. Sebagian besar anak jalanan adalah laki-laki dengan jenis pekerjaan sebagai pengamen. Alasan anak turun ke jalan sangat bervariasi, sebagian dari mereka turun ke jalan karena kesulitan ekonomi dan sebagian lagi untuk tambahan uang saku dan rekreasi. Sebagian besar anak jalanan hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), diantara SD dan SMP tersebut ada yang tidak tamat sekolah. Pada kategori pekerjaan, mayoritas anak jalanan adalah pengamen.

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam proses tumbuh dan berkembangnya seorang anak. Menurut Zulfadli (2004) keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anaknya, atau ayah


(24)

dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang keluarga berkaitan erat dengan perginya anak ke jalanan.

Pada anak jalanan, salah satu permasalahan yang dihadapi mereka adalah telah bergesernya fungsi keluarga, salah satu contohnya fungsi ayah sebagai pencari nafkah yang digantikan oleh anak-anak mereka. Orang tua sangat mempengaruhi keputusan anak dalam rangka mencari nafkah. Dukungan ini dapat berupa dukungan langsung maupun tidak langsung. Dukungan ini ditunjukkan

dengan perilaku orang tua yang meminta uang „setoran‟ pada anak jalanan.

Keadaan sosial ekonomi keluarga yang serba kekurangan mendorong anak jalanan untuk mendapatkan penghasilan lebih. Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat dilihat salah satunya melalui pekerjaan orang tua (Purwaningsih, 2003). Selain itu, berdasarkan penelitian Suhartini (2008) tingkat ekonomi keluarga anak jalanan dapat dilihat dari jumlah penghasilan orangtua anak jalanan.

Hartini dkk. sebagaimana dikutip oleh Pramuchtia (2008) menyatakan bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang dialami anak jalanan dibagi ke dalam empat jenis, yaitu:

1. Kekerasan ekonomi

Kekerasan ekonomi cenderung dilakukan oleh anak jalanan laki-laki yang lebih tua darinya dan atau oleh aparat keamanan. Secara tidak langsung kekerasan ekonomi juga dilakukan oleh orang tua mereka. Kekerasan ekonomi yang dilakukan oleh orang tua mereka sendiri dapat berupa pemaksaan terhadap anak-anaknya yang masih di bawah usia untuk ikut serta memberi sumbangan secara ekonomi bagi keluarga. Kekerasan orang tua biasanya dilakukan dengan memarahi anak mereka jika beristirahat atau harus cepat-cepat berlari mendekati mobil apabila lampu merah menyala agar mendapat uang lebih banyak.

Kekerasan ekonomi juga dilakukan oleh aparat yang sering dilakukan cakupan pada anak jalanan. Cakupan dilakukan oleh petugas keamanan seperti Polisi Kotamadya (maksud Satpol PP) dan Hansip. Penangkapan yang dilakukan oleh petugas sebagai wujud pemerintah kota untuk menjaga ketertiban dan salah satu solusi yan dapat menyelesaikan permasalahan kota besar, sebaliknya justru dianggap sebagai tindak kekerasan ekonomi dan psikis bagi anak jalanan karena jika mereka sampai tertangkap, anak jalanan akan dimintai uang. Jika tidak diberi


(25)

uang, anak jalanan tersebut diancam akan dimasukkan ke tempat penampungan-penampungan yang ada di daerah tersebut.

2. Kekerasan psikis

Bentuk kekerasan ini adalah berupa ancaman tidak diperbolehkan beroperasi/mengamen/mengemis di tempat tertentu, dimaki-maki dengan kata kasar sampai ancaman dengan menggunakan senjata tajam. Kekerasan psikis yang dilakukan baik oleh sesama anak jalanan atau aparat, cenderung memberikan dampak yang sangat traumatik.

3. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang sangat mudah diketahui dengan melihat akibat yang ditimbulkan. Kekerasan fisik ini biasanya berupa tamparan, tendangan, gigitan, benturan dengan benda keras, sampai luka akibat terkena senjata tajam.

4. Kekerasan seksual

Kekerasa seksual merupakan bentuk pelecehan seksual yang dialami anak jalanan mulai yang sangat sederhana seperti mencolek pantat, pegang-pegang payudara sampai diajak ke tempat-tempat yang biasa digunakan untuk melakukan hubungan seksual (losmen atau hotel-hotel kecil). Kekerasan seksual yang sering terjadi pada anak jalanan perempuan di Surabaya lebih sering dilakukan pada anak jalanan perempuan yang telah menginjak remaja (12 tahun ke atas).

Marliana (2006) membagi kekerasan ke dalam dua kategori yaitu kekerasan fisik dan kekerasan non-fisik. Emotional abuse dan verbal ebuse dapat dikategorikan sebagai kekerasan non-fisik yang dapat berakibat pada psikis anak, sehingga dapat menghambat pertumbuhan anak. Sedangkan physical abuse dan

sexual abuse dapat dikategorikan sebagai kekerasa fisik yang berakibat pada

jasmani anak. Tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan dalam penelitiannya tegolong dalam kategori rendah. Bentuk kekerasan yang dialami anak jalanan antara lain diejek teman, dimarahi teman karena melewati batas wilayah, dipaksa teman untuk menuruti kata-katanya, dipukul orang tua karena tidak memberi uang, digebukin teman karena melanggar wilayah kerja, dihajar preman karena tidak membayar uang keamanan dan pelecehan seksual.


(26)

2.1.2 Model Penanganan Anak Jalanan

Departemen Sosial sebagaimana dikutip Krismiyarsi dkk (2004) menjelaskan bahwa penanganan anak jalanan dilakukan dengan metode dan teknik pemberian pelayanan yang meliputi:

1. Street based

Street based merupakan pendekatan di jalanan untuk menjangkau dan

mendampingi anak di jalanan. Tujuannya yaitu mengenal, mendampingi anak, mempertahankan relasi dan komunikasi, dari melakukan kegiatan seperti: konseling, diskusi, permainan, literacy dan lain-lain. Pendampingan di jalanan terus dilakukan untuk memantau anak binaan dan mengenal anak jalanan yang baru. Street based berorientasi pada menangkal pengaruh-pengaruh negatif dan membekali mereka nilai-nilai dan wawasan positif.

2. Community based

Community based adalah pendekatan yang melibatkan keluarga dan

masyarakat tempat tinggal anak jalanan. Pemberdayaan keluarga dan sosialisasi masyarakat, dilaksanakan dengan pendekatan ini yang bertujuan mencegah anak turun ke jalanan dan mendorong penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak.

Community based mengarah pada upaya membangkitkan kesadaran, tanggung

jawab dan partisipasi anggota keluarga dan masyarakat dalam mengatasi anak jalanan.

3. Bimbingan sosial

Metode bimbingan sosial untuk membentuk kembali sikap dan perilaku anak jalanan sesuai dengan norma, melalui penjelasan dan pembentukan kembali nilai bagi anak, melalui bimbingan sikap dan perilaku sehari-hari dan bimbingan kasus untuk mengatasi masalah kritis.

4. Pemberdayaan

Metode pemberdayaan dilakukan untuk meningkatkan kapasitas anak jalanan dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Kegiatannya berupa pendidikan, keterampilan, pemberian modal, alih kerja dan sebagainya.


(27)

2.1.3 Rumah Singgah

Munajat (2001) menjelaskan rumah singgah merupakan perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang membantu mereka. Rumah singgah bertujuan membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian rumah singgah bukan merupakan lembaga pelayanan sosial yang membantu menyelesaikan masalah, namun merupakan lembaga pelayanan sosial yang memberikan proses informal dengan suasana resosialisasi bagi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial Depsos sebagaimana dikutip oleh Krismiyarsi (2004) mendefinisikan rumah singgah sebagai berikut:

a. Anak jalanan boleh tinggal sementara untuk tujuan perlindungan, misalnya: karena tidak punya rumah, ancaman di jalan, ancaman/kekerasan dari orang tua dan lain-lain. Biasanya hal ini dihadapi anak yang hidup di jalanan dan tidak mempunyai tempat tinggal.

b. Pada saat tinggal sementara mereka memperoleh intervensi yang intensif dari pekerja sosial sehingga tidak tergantung terus kepada rumah singgah. c. Anak jalanan datang sewaktu-waktu untuk bercakap-cakap, istirahat,

bermain, mengikuti kegiatan dan lain-lain.

d. Rumah singgah tidak memperkenankan anak jalanan untuk tinggal selamanya.

e. Anak jalanan yang masih tinggal dengan orang tua atau saudaranya atau sudah mempunyai tempat tinggal tetap sendirian maupun berkelompok tidak diperkenankan menetap di rumah singgah, kecuali ada beberapa situasi yang bersifat darurat.

f. Anak jalanan yang sudah mempunyai tempat tinggal tetap merupakan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang membutuhkan rumah singgah sebagai tempat tinggal sementara, seperti: kelompok anak yang hidup di jalanan.

Melalui proses informal dalam resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, diharapkan mampu mencapai tujuan penyelenggaraan rumah singgah. Tujuan penyelenggaraan rumah singgah itu


(28)

sendiri ada dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Adapun tujuan khusus rumah singgah adalah:

a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau di panti dan lembaga pengganti lainya jika diperlukan.

c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak.

Departemen Sosial RI sebagaimana dikutip oleh Triyanti (2001) mengemukakan fungsi rumah singgah sebagai berikut:

1. Tempat pertemuan (meeting point) pekerja sosial dengan anak jalanan Dalam fungsi ini, rumah singgah merupakan merupakan tempat bertemu antara pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan, assessment dan melakukan program kegiatan.

2. Pusat assessment dan rujukan

Rumah singgah menjadi tempat asesmen (assessment) terhadap masalah dan kebutuhan anak jalanan serta melakukan rujukan (refeal) pelayanan sosial bagi anak jalanan.

3. Fasilitator

Rumah singgah memiliki fungsi sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya. Anak jalanan diharapkan tidak terus-menerus bergantung pada rumah singgah, melainkan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik melalui atau setelah proses yang dijalani.

4. Perlindungan

Rumah singgah dianggap sebagai tempat perlindungan anak dari kekerasan, penyimpangan seks dan bentuk-bentuk lain yang terjadi di jalanan.


(29)

5. Pusat informasi

Dalam fungsi ini, Rumah singgah menyediakan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anak jalanan seperti data dan informasi tentang anak jalanan, bursa kerja, pendidikan, kursus keterampilan dan lain-lain.

6. Kuratif-Rehabilitatif

Rumah singgah diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak jalanan dan memperbaiki sikap dan perilaku sehari-hari yang akhirnya akan dapat menumbuhkan keberfungsian anak.

7. Akses terhadap pelayanan

Sebagai persinggahan, rumah singgah menyediakan akses kepada berbagai pelayanan sosial. Pekerja sosial membantu anak mencapai pelayanan tersebut.

8. Resosialisasi

Lokasi rumah singgah berada di lingkungan masyarakat sebagai upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Dengan harapan adanya pengakuan, tujuan dan upaya dari warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak.

Prinsip-prinsip rumah singgah yang dikemukakan Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak sebagaimana dikutip oleh Krismiyarsi (2009), yaitu:

1. Semi institusional

Anak jalanan sebagai penerima pelayanan boleh bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara maupun hanya untuk mengikuti kegiatan.

2. Terbuka 24 jam

Anak jalanan boleh datang kapan saja, siang hari maupun malam hari, terutama bagi anak jalanan yang baru mengenal rumah singgah. Anak jalanan yang sedang dibina atau dilatih datang pada jam yang telah ditentukan, misalnya paling malam pukul 22.00 waktu setempat. Hal ini memberikan kesempatan kepada anak jalanan untuk memperoleh perlindungan kapan pun. Para pekerja sosial siap dikondisikan untuk menerima anak dalam 24 jam tersebut, oleh karena itu harus ada pekerja sosial yang tinggal di rumah singgah.


(30)

3. Hubungan informal (kekeluargaan)

Hubungan-hubungan yang terjadi di rumah singgah bersifat informal seperti perkawanan atau kekeluargaan. Anak jalanan dibimbing untuk merasa sebagai anggota keluarga besar di mana para pekerja sosial berperan sebagai teman, saudara atau orang tua. Hubungan ini membuat anak merasa diperlakukan seperti anak lainnya dalam sebuah keluarga dan merasa sejajar karena pekerja sosial menempatkan diri sebagai teman dan sahabat. Dengan cara ini diharapkan anak-anak mudah mengadukan keluhan, masalah, dan kesulitan sehingga memudahkan penanganan masalahnya.

4. Bebas terbatas untuk apa saja bagi anak

Anak dibebaskan untuk melakukan apa saja di rumah singgah seperti: tidur, bermain, bercanda, bercengkrama, mandi, dan sebagainya. Tetapi anak dilarang untuk perilaku yang negatif, seperti: perjudian, merokok, minuman, keras dan sejenisnya. Dengan cara ini diharapkan anak-anak betah dan terjaga dari pengaruh buruk. Peraturan dibuat dan disepakati oleh anak-anak.

5. Persinggahan dari jalanan ke rumah atau alternatif lain

Rumah singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi jalanan menuju situasi lain yang dipilih dan ditentukan oleh anak, misalnya kembali ke rumah, mengikuti saudara, masuk panti, kembali ke sekolah, alih kerja ke tempat lain, dan sebagainya.

6. Partisipasi kegiatan yang dilaksanakan di rumah singgah didasarkan pada prinsip partisispasi dan kebersamaan. Pekerja sosial dan anak jalanan memahami masalah, merencanakan dan merumuskan kegiatan penanganan. Dengan cara ini anak dilatih belajar mengatasi masalahnya dan merasa memiliki atau memikirkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

7. Belajar bermasyarakat

Anak jalanan seringkali menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda dengan norma masyarakat karena lamanya mereka tinggal di jalanan. Rumah singgah ditempatkan di tengah-tengah masyarakat agar mereka


(31)

kembali belajar norma dan menunjukkan sikap dan perilaku yang berlaku dan diterima masyarakat

2.1.4 Pemberdayaan

Pemberdayaan secara konseptual pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan merupakan the missing ingrident dalam mewujudkan partisipasi masyarakat yang aktif dan kreatif. Secara sederhana, pemberdayaan mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumberdaya yang penting. Oleh karena itu, pemberdayaan dan partisipasi di tingkat komunitas merupakan dua konsep yang erat kaitannya dalam konteks ini pernyataan Craig dan Mayo, bahwa empowerment is road to

participation adalah sangat relevan (Nasdian, 2006).

Ife sebagaimana dikutip Suharto (2005) pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidunya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, mandiri dalam melaksanakan kegiatan sosial dan tugas-tugas kehidupannya.

Person et.al. sebagimana dikutip Soeharto (2005) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Namun dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas; dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem di luar dirinya.


(32)

Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan

(empowerment setting), yaitu:

1. Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task center approach).

2. Aras mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya,

3. Aras makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar

(large sistem strategy), karena sasaran perubahan diarahkan kepada sistem

lingkungan yang lebih luas. Strategi ini memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri. Dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

2.1.5 Perilaku

Walgito (2002) menjelaskan perilaku yang dilakukan seseorang disebut sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Perilaku juga dikaitkan sebagai reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antar individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan. Calhoun dan Joan sebagaimana dikutip Prayifto (2010) menjelaskan bahwasannya perilaku seseorang terhadap suatu objek dapat dilihat dari beberapa dimensi, yakni:

1. Frekuensi

Menunjukkan jumlah atau kuantitas dari perilaku seseorang. 2. Kepada siapa berperilaku

Perilaku yang dilakukan biasanya tidak hanya ditujukan untuk diri sendiri tetapi juga dilakukan bagi orang lain.


(33)

3. Untuk apa

Perilaku yang dilakukan seseorang itu mempunyai manfaat dan tujuan untuk dirinya sendiri ataupun orang lain.

4. Bagaimana

Menunjukkan upaya atau cara yang dilakukan oleh seseorang dalam berperilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Perilaku merupakan suatu rangkaian aktivitas, yang dapat berubah apabila kebutuhan yang ada meningkat kekuatannya, sehingga menjadi motif yang paling tinggi. Lima konsep penguatan utama yang dapat membantu dalam upaya mengubah perilaku adalah: penguatan positif (positive reinforcement) terhadap perilaku baru yang diinginkan sesegera mungkin, penguatan negatif (negatif

reinforcement), hukuman (punisment), pemunahan, dan jadwal penguatan. Hal ini

terkait dengan teori modifikasi perilaku yang memusatkan perhatian pada perilaku yang diamati dan menggunakan tujuan atau ganjaran di luar diri seseorang untuk memodifikasi dan membentuk perilaku ke arah prestasi yang diinginkan (Hersey dan Blanchard yang dikutip Sugiharto, 2004).

Perubahan perilaku hanya bisa terjadi apabila dua faktor yaitu pribadi yang bersangkutan dan orang-orang di sekelilingnya sama-sama dalam situasi menginginkan perubahan tersebut terjadi. Adapun faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya perubahan perilaku pada diri seseorang pada dasarnya ada dua, yaitu : a) kesadaran yang timbul dari dirinya sendiri, dengan ini perubahan yang terjadi lebih bersifat menetap, karena perubahan tanpa adanya kesadaran hanya bersifat sementara (palsu) dan b) pengaruh dari lingkungan dengan cara; ajakan (persuative) dengan menerapkan metode edukatif, bersifat manusiawi tetapi memerlukan waktu yang relatif lama namun hasilnya akan lebih mantap dan meyakinkan; paksaan dengan menggunakan metode indoktrinasi

(brainwashing) ialah dengan jalan mengisolasi orang yang dikehendaki dari

semua perangsang dan pengaruh, kepadanya hanya diberikan ide-ide tertentu supaya tumbuh dan merasuk dalam jiwa orang yang bersangkutan (Sugiharto, 2004).

Self learning atau belajar mandiri diharapkan anak jalanan dapat


(34)

sehingga terjadi perubahan yang terinternalisasi di dalam dirinya. Juga terjadi pembiasaan dan penyesuaian dalam diri anak jalanan. Diharapkan dengan adanya kesadaran tersebut pada akhirnya penyandang masalah (termasuk anak jalanan) dapat mengubah diri atau mengubah perilakunya. Kesediaan anak jalanan untuk berubah dengan kesadaranya sendiri ini, merupakan langkah awal dalam upaya mereka kelak menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berada di sekitarnya, manakala ia tidak lagi hidup di jalanan (Sugiharto, 2004)

Dari kondisi seperti digambarkan di atas, hal yang penting untuk mendapat perhatian adalah bahwa anak jalanan dapat dirubah perilakunya melalui aktivitas

kegiatan yang modifikasi dengan melibatkan keinginan dan kesadarannya untuk

mau belajar dan mempelajari perubahan yang terjadi dalam kehidupannya secara mandiri, agar tidak lagi maladjusment dan anormatif. Melalui proses belajar mandiri atau self learning, anak juga dibiasakan untuk dapat mengatasi hambatan yang terjadi dalam upayanya menyesuaikan diri dan merubah perilakunya. Sehingga diharapkan dihasilkan perilaku baru yang terinternalisasi untuk dapat digunakan saat mereka keluar dari kehidupannya di jalanan (Sugiharto, 2004).

Penelitian Munajat (2001) mengkaji mengenai efektivitas rumah singgah terhadap perubahan sikap dan perilaku anak jalanan. Untuk melihat perkembangan perilaku anak jalanan dapat dilihat dari; lokasi tidur, lama di jalanan, pekerjaan yang dilakukan, kebiasaan dalam berpakaian, hubungannya dengan oran tua, status pendidikan, kebiasaan negatif, hubungan sosial, kegiatan keagamaan, sopan santun, kebiasaan makan, kebiasaan bangun tidur, kebiasaan mandi, kebiasaan berobat, dan kelompok sosial. Sedangkan perubahan sikap dilihat dari berbagai aspek, antara lain; pandangan mengenai pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, perilaku kriminal, perilaku anti sosial, dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan rumah singgah efektif untuk mengubah sikap dan perilaku anak jalanan.

2.1.6 Penilaian

Penilaian anak jalanan terhadap rumah singgah didasarkan pada kepuasan yang mereka rasakan ketika menerima pelayanan rumah singgah. Menurut Kotler sebagaimana dikutip Listiawati (2010) kepuasan adalah perasaan senang atau


(35)

kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas atau senang.

Rangkuti (2008) menjelaskan kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respons pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut.

Tingkat kepentingan pelanggan diukur berdasarkan persepsi pelanggan. Dari berbagai persepsi tingkat kepentingan pelanggan kita dapat merumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan. Diharapkan dengan memakai konsep tingkat kepentingan ini, kita dapat menangkap persepsi yang lebih jelas mengenai pentingnya variabel tersebut di mata pelanggan. Selanjutnya, kita dapat mengkaitkan pentingnya variabel ini dengan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan.

Menurut Gerson yang dikutip oleh Listiawati (2010), terdapat tujuh alasan utama mengapa perlu dilakukan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:

a. Mempelajari persepsi pelanggan

b. Menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan pelanggan c. Menutup kesenjangan

d. Memeriksa apakah peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan sesuai harapan pelanggan atau tidak

e. Peningkatan kinerja membawa peningkatan laba

f. Mempelajari bagaimana sebenarnya kinerja perusahaan dan apa yang harus dilakukan perusahaan di masa depan

g. Menerapkan proses perbaikan berkesinambungan


(36)

Rangkuti (2008) menjelaskan ada beberapa cara untuk mengukur tingkat kepuasan, yaitu:

1. Traditional Approach

Berdasarkan pendekatan ini, konsumen diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (pada umumnya dengan skala Likert), yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali). Selanjutnya konsumen juga diminta memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan.

2. Analisis secara Deskriptif

Analisis statistik secara deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis ini sebaiknya dilakukan dengan cara membandingkan hasil kepuasan tahun lalu dengan tahun ini, sehingga kecenderungan perkembangannya dapat ditentukan. 3. Pendekatan secara Terstruktur (Structured Approach)

Pendekatan ini paling sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik yang paling popular adalah dengan menggunakan prosedur scaling. Caranya responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk atu fasilitas dengan produk atau fasilitas lainnya, dengan variabel yang diukur sama.

4. Analisis Tabel Kontingensi

Jika ingin mengetahui apakah perbedaan jenis kelamin mempengaruhi tingkat kepuasan yang pelanggan rasakan pada waktu menggunakan suatu produk atau jasa, maka dapat digunakan analisis tabel kontingensi. Selanjutnya untuk melihat seberapa jauh hubungan antara jenis kelamin dan tingkat kepuasan tersebut kita dapat melakukan pengujian dengan menggunakan analisis Chi-Square.

5. Analisis Importance dan Performance Matrix yang sudah disempurnakan. Tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Selanjutnya,


(37)

tingkat kepentingan pelanggan dikaitkan dengan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pelayanan sosial rumah singga yang baik menuntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada anak jalanan. Penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dapat diketahui dengan melihat tingkat kepuasan anak jalanan terhadap fungsi rumah singgah. Penilaian anak jalanan dilakukan terhadap delapan fungsi rumah singgah, yaitu: sebagai tempat pertemuan, pusat asesmen dan rujukan, fasilitator, perlindungan, pusat informasi, kuratif-rehabilitatif, pelayanan sosial dan resosialisasi.

Penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah diduga dipengaruhi oleh karakteristik anak jalanan. Karakteristik anak jalanan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan ciri-ciri yang melekat dalam diri anak jalanan yang terdiri atas usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, alasan utama menjadi anak jalanan, tipe anak jalanan dan pengalaman menjadi anak jalanan. Faktor eksternal terdiri atas tingkat kekerasan dan tingkat interaksi anak jalanan dalam rumah singgah.

Anak jalanan dengan usia yang lebih dewasa memiliki kebutuhan yang lebih kompleks dibanding dengan anak jalanan berusia lebih muda. Hal ini diduga akan berpengaruh kepada penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Sebagian besar anak jalanan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Anak jalanan sangat membutuhkan pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan pengetahuan. Terdapat kecenderungan semakin rendah tingkat pendidikan anak jalanan maka penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah semakin positif.

Jenis pekerjaan anak jalanan oleh Departemen Sosial yang dikutip oleh Yudi (2006) dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: usaha dagang, usaha di bidang jasa, pengamen, dan kerja serabutan. Pekerjaan yang dijalani anak jalanan memiliki banyak resiko. Diduga terdapat perbedaan penilaian anak jalanan berdasarkan jenis pekerjaan anak jalanan.


(38)

Terdapat tiga hal yang melatarbelakangi anak turun ke jalan, yakni kondisi ekonomi keluarga, disharmoni keluarga, dan mencari pengalaman kerja (Sanusi yang dikutip Yudi, 2006). Alasan menjadi anak jalanan karena ekonomi yang rendah diduga akan merasa senang mendapatkan pelayanan rumah singgah karena kebutuhan hidup mereka data tercukupi, seperti kebutuhan makan, pakaian dan uang saku. Anak jalanan dengan kondisi keluarga yang disharmonis, merasa rumah singgah ialah keluarga baru mereka di mana mereka dapat merasakan kasih sayang. Anak jalanan yang dilatarbelakangi oleh motivasi mencari pengalaman kerja yang tinggi merasa rumah singgah dapat memberikan tempat untuk berlindung ketika mereka selesai bekerja. Diduga terdapat perbedaan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah berdasarkan alasan utama mereka turun ke jalan.

Depdiknas (2002) membagi tipe anak jalanan berdasarkan hubungannya dengan keluarga dan dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu children of the street,

children on the street dan vulnerable to be street children. Anak jalanan yang

tidak memiliki keluarga (children of the street) memenuhi segala kebutuhannya sendiri dan sangat membutuhkan perlindungan baik secara fisik maupun psikologi. Maka terlihat kecenderungan semakin tinggi hubungan anak jalanan dengan keluarganya maka semakin baik penilaian anak jalanan.

Anak jalanan mendapatkan berbagai pelayanan sosial di dalam rumah singgah. Semakin lama pengalaman anak jalanan di rumah singgah maka pelayanan yang didapatkan semakin banyak. Oleh karena itu, diduga semakin lama pengalaman anak jalanan di rumah singgah maka semakin positif penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

Anak jalanan menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat umum untuk tinggal, bekerja dan bermain. Kondisi seperti ini membuat anak jalanan rentan mendapatkan kekerasan dari berbagai pihak, yakni teman, preman, petugas keamanan maupun mayarakat umum. Rumah singgah memberikan tempat tinggal sebagai sarana untuk melindungi dari kekerasan yang ada di jalanan. Diduga semakin tinggi tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan maka positif penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.


(39)

Anak jalanan sebagai penerima pelayanan rumah singgah bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara maupun hanya untuk mengikuti kegiatan. Hubungan-hubungan yang terjadi di rumah singgah bersifat informal seperti pertemanan atau kekeluargaan. Anak jalanan dibimbing untuk merasa sebagai anggota keluarga besar di mana para pekerja sosial berperan sebagai teman, saudara atau orang tua. Hubungan ini membuat anak merasa diperlakukan seperti anak lainnya dalam sebuah keluarga dan merasa sejajar karena pekerja sosial menempatkan diri sebagai teman dan sahabat (Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak sebagaimana dikutip oleh Krismiyarsi, 2009). Pola interaksi yang terjadi di rumah singgah berupa kehadiran dalam kegiatan rumah singgah maupun keakraban dengan pembina maupun dengan anak binaan lainnya tersebut diduga berhubungan dengan tingkat kepuasan anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Semakin tinggi tingkat interaksi anak jalanan di dalam rumah singgah maka semakin positif pula penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.


(40)

Keterangan

: berhubungan

2.3 Hipotesis Penelitian

1. Faktor internal anak jalanan (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, alasan menjadi anak jalanan, tipe anak jalanan, pengalaman di rumah singgah) diduga berhubungan dengan penilaiannya terhadap pelayanan rumah singgah.

2. Faktor eksternal anak jalanan (tingkat interaksi dalam rumah singgah dan tingkat kekerasan) diduga berhubungan dengan penilaiannya terhadap pelayanan rumah singgah.

Faktor Eksternal

a. Tingkat kekerasan b. Tingkat interaksi

Gambar 1. Kerangka Berpikir Faktor Internal

a. Usia

b. Tingkat pendidikan c. Jenis pekerjaan d. Alasan menjadi anak

jalanan

e. Tipe anak jalanan f. Pengalaman di rumah

singgah

Penilaiam Anak Jalanan a. Tempat pertemuan

b. Pusat assessment dan rujukan c. Fasilitator

d. Perlindungan e. Pusat informasi f. Kuratif-Rehabilitatif g. Akses terhadap pelayanan h. Resosialisasi


(41)

3. Penilaian anak jalanan terhadap rumah singgah diduga berhubungan dengan perilaku anak jalanan.

2.4 Definisi Operasional

1. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Usia responden berada pada selang 15 tahun sampai 22 tahun dan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu:

a. 15 sampai 18 tahun b. 19 sampai 22 tahun

2. Tingkat pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dilakukan responden. Dan dikategorikan menjadi:

a. Rendah : Tidak lulus SD hingga tamat SD b. Sedang : Lulus SMP

c. Tinggi : Lulus SMA

3. Jenis pekerjaan adalah cara yang paling sering digunakan reponden untuk mendapatkan penghasilan. Jenis pekerjaan responden dibagi ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Usaha dagang : pedagang asongan, penjual koran, majalah, serta menjual sapu atau lap kaca mobil

b. Usaha di bidang jasa : pembersih bus, pengelap kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu dan kenek atau calo

c. Pengamen

d. Kerja serabutan, yaitu berganti-ganti pekerjaan.

4. Alasan utama menjadi anak jalanan adalah hal utama yang melatarbelakangi responden untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat umum. Alasan utama menjadi anak jalanan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:

a. Ekonomi keluarga yang rendah b. Disharmoni keluarga


(42)

5. Tipe anak jalanan adalah karakteristik anak jalanan berdasarkan pola hubungannya dengan keluarga. Anak jalanan dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:

a. Children of the street¸ yaitu anak yang hidup dan bekerja di jalanan

dan tidak ada hubungan dengan keluarganya.

b. Children on the street, yaitu anak jalanan yang bekerja di jalanan dan

masih memiliki hubungan dengan keluarganya namun tidak teratur.

c. Vulnerable to be street children, yaitu anak yang rentan menjadi anak

jalanan dan masih memiliki hubungan teratur dengan keluarganya. 6. Pengalaman di rumah singgah adalah lama responden menjadi anak binaan

rumah singgah. RSBAP telah berdiri selama 12 tahun. Pengalaman anak jalanan di rumah singgah dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. < 5 tahun

b. 5 tahun sampai 8 tahun c. > 8 tahun

7. Tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan adalah frekuensi kekerasan berupa kekerasan fisik dan non-fisik yang dialami responden selama menjadi anak jalanan. Terdapat 20 pertanyaan yang diajukan kepada responden dan akan direspon dengan pilihan jawaban tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2) atau sering (skor 3). Kemudian skor dari jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 33,3

b. Sedang : skor antara 33,4 sampai 46,6 c. Tinggi : skor > 46,6

8. Tingkat kekerasan non-fisik adalah tingkat kekerasan terhadap mental responden yang dilakukan oleh orang tua, teman ataupun petugas keamanan, dan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 16,7

b. Sedang : skor antara 16,8 sampai 23,3 c. Tinggi : skor > 23,3


(43)

9. Tingkat kekerasan fisik adalah tingkat kekerasan terhadap fisik responden yang dilakukan oleh orang tua, teman ataupun petugas keamanan, dan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 16,7

b. Sedang : skor antara 16,8 sampai 23,3 c. Tinggi : skor > 23,3

10.Tingkat interaksi dalam rumah singgah adalah frekuensi aktivitas yang dilakukan anak jalanan di dalam rumah singgah yang dilihat dari tingkat kehadiran dan tingkat keakraban. Terdapat 13 pertanyaan yang diajukan kepada responden dan akan direspon dengan pilihan jawaban tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2) atau sering (skor 3). Kemudian skor dari jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 21,7

b. Sedang : skor antara 21,8 sampai 30,3 c. Tinggi : skor > 30,3

11.Tingkat kehadiran adalah frekuensi kehadiran responden dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah singgah. Tingkat kehadiran dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 10

b. Sedang : skor 10,1 sampai 14 c. Tinggi : skor > 14

12.Tingkat keakraban adalah tingkat kedekatan hubungan responden dengan pembina dan anak binaan lainnya di rumah singgah. Tingkat keakraban dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 11,7

b. Sedang : skor antara 11,8 sampai 16,3 c. Tinggi : skor < 16,3

13.Penilaian terhadap rumah singgah dioperasionalkan sebagai tingkat kepuasan anak jalanan mengenai fungsi (pelayanan) rumah singgah yang diterima oleh anak jalanan. Fungsi rumah singgah yang dinilai oleh anak jalanan, antara lain:


(44)

1) Tempat pertemuan (meeting point) yaitu rumah singgah merupakan tempat bertemu antara pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan dan kegiatan.

2) Pusat asesmendan rujukan yaitu rumah singgah memetakan kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak jalanan serta mencari penyelesaiannya secara tepat dan cepat.

3) Fasilitator yaitu rumah singgah sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lain yang dapat bermanfaat bagi mereka.

4) Perlindungan yaitu rumah singgah sebagai tempat perlindungan anak dari kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di jalanan.

5) Pusat informasi yaitu rumah singgah menyediakan informasi tentang bursa kerja, pendidikan, kursus keterampilan, pendidikan agama serta fasilitas yang menunjang.

6) Kuratif-rehabilitatif yaitu rumah singgah mengatasi permasalahan anak jalanan dan memperbaiki sikap dan perilaku sehari-hari yang akhirnya akan dapat menumbuhkan keberfungsian anak.

7) Akses terhadap pelayanan yaitu rumah singgah menyediakan akses kepada berbagai pelayanan sosial. Pelayanan yang diberikan yaitu menyediakan makan tiga kali sehari, tempat berlindung, pelayanan kesehatan, kasih sayang, uang saku dan pakaian.

8) Resosialisasi yaitu rumah singgah mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan.

Sebanyak 26 pertanyaan diajukan kepada responden mengenai penilaian responden akan fungsi rumah singgah yang direspon dengan jawaban sangat tidak puas (skor 1), tidak puas (skor 2), puas (skor 3), dan sangat puas (skor 4). Penilaian anak jalanan terhadap pelayaan rumah singgah akan dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan interval kelas.

a. Sangat tidak puas : skor ≤ 45,5

b. Tidak puas : skor antara 45,6 sampai 65 c. Puas : skor antara 65,1 sampai 84,5 d. Sangat puas : skor > 84,5


(45)

14.Perilaku anak jalanan adalah tindakan yang dilakukan responden dan dapat dilihat dari kebiasaan hidup mereka, yaitu: lokasi tidur, lama di jalanan, kebiasaan dalam berpakaian, kebiasaan negatif seperti merokok dan memakai narkoba, hubungan sosial, kegiatan keagamaan, sopan santun, kebiasaan makan, kebiasaan bangun tidur, kebiasaan mandi, dan kebiasaan berobat. Perilaku anak jalanan diukur menurut sudut pandang anak jalanan bukan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan keberadaan orang tua yang tersebar di berbagai lokasi di Indonesia. Sebanyak 20 pertanyaan diajukan mengenai perilaku dan jawaban meliputi: tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3) dan selalu (skor 4). Kemudian skor jawaban dari setiap pertanyaan diakumulasikan dan dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Buruk : skor ≤ 35

b. Kurang baik : skor antara 35,1 sampai 50 c. Baik : skor antara 50,1 sampai 65 d. Sangat baik : skor > 65


(46)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Rumah singgah yang menjadi objek penelitian adalah Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi di Jalan Bacang No.46 Kelurahan Jatipadang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sebelum menentukan tempat penelitian, peneliti melakukan observasi melalui studi pustaka, internet dan artikel-artikel mengenai rumah singgah.

Pemilihan kasus dilakukan secara sengaja (purposive). Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi dipilih karena telah melaksanakan berbagai pelayanan sosial kepada anak jalanan sejak tahun 1998 dan belum ada penelitian mengenai tpenilaian anak jalanan terhadap rumah singgah tersebut. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan November 2010 sampai dengan bulan Desember 2010.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipilih adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah teknik survei dengan kuisioner. Metode penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh dicatat, diolah dan dianalisis. Data kualitatif digunakan untuk memperkuat metode kuantitatif sehingga didapatkan suatu pemahaman yang lebih mendalam.

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory atau

confirmatory). Peneliti menghimpun fakta dan menjelaskan hubungan antar

variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 2006). Peneliti memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena tentang anak jalanan dan rumah singgah. Peneliti juga menjelaskan hubungan antara faktor internal dan eksternal anak jalanan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Selain itu, peneliti menjelaskan bagaimana


(47)

keterkaitan antara penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dengan perilaku mereka.

3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi responden dan informan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak tiga orang yaitu pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi, pimpinan RSBAP dan seorang staff RSBAP. Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang terdaftar sebagai anak binaan RSBAP. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 30 orang karena dalam penelitian ini data dianalisa dengan uji korelasi statistik, oleh karena itu jumlah sampel harus besar karena nilai-nilai atau skor yang diperoleh distribusinya harus mengikuti distribusi normal.

Peneliti menyusun kerangka sampling terlebih dahulu berdasarkan data anak binaan RSBAP karena yang menjadi anak binaan RSBAP tidak hanya anak jalanan namun ada pula dhuafa dan yatim piatu. Responden merupakan anak jalanan yang masih aktif mengikuti kegiatan RSBAP. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Setelah menyusun daftar nama anak jalanan binaan RSBAP kemudian dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan responden yang akan dijadikan subjek penelitian. Teknik simple random sampling yakni sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel (Singarimbun, 2006). Simple random sampling dilakukan dengan teknik undian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan merupakan dokumen-dokumen yang tertulis, seperti data profil kelurahan, company profile rumah singgah, dan bahan pustaka yang mendukung penelitian ini.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner di mana responden dipandu dalam menjawab kuesioner dan peneliti yang mengisikan jawaban ke


(1)

Periode 2010-2011

Hari

Jam

Mata Pelajaran

Nama Guru

Senin 09.00-10.15

10.30-11.45

Pendidikan Agama Islam B. Inggris / Motivasi

Ali Muhtar Robert

Selasa 09.00-10.15

10.30-1145

Matematika Kewirausahaan

Ali Muhtar Ahmad Zayyadi

Rabu 09.00-10.15

10.30-11.45

IPA IPS

Siti Wahdah, S.Th.I. Abdus Saleh Maller

Kamis 09.00-11.00 PPKN

B. Indonesia

Ali Santoso Suhardi

Sabtu 10.00-12.00 Keterampilan Ali Muhtar/Sutarji

b.

Pelatihan Keterampilan

No

Kegiatan

Peserta

Tempat

Penyelenggara

1 Pelatihan dan Kegiatan Pemberdayaan Sosial Keluarga Miskin melalui Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) April 2010

17 orang tua anak binaan

Dinas Sosial SKI Jakarta

Dinas Sosial DKI Jakarta

2. Pelatihan Teknisi HP

(19 Agustus - 2 September 2010)

30 orang Masjid Atta;awun, Puncak, Bogor Yayasan Bina Anak Pertiwi Bekerjasama dengan CSR Telkomsel 3. Workshop Pengembangan Model

Kreatifitas Anak

25 sampai 27 November 2010

30 orang Hotel Delamar Palasari Indah Puncak

Kementrian Soisal

4. Penyuluhan Kesehatan dan

Reproduksi Remaja dan

Penyuluhan Tubelcolosis (TBC) 10 Desenber 2010

40 orang Yayasan Bina Anak Pertiwi

Yayasan Bina Anak Pertiwi

bekerjasama dengan Puskesmas Pasar Minggu

3.

Pengembangan Minat dan Bakat (Seni Budaya)

No Kegiatan

Peserta

Tempat

Penyelenggara

1. Children Talent Competitions V Se-Jabodetabek

31 Juli 2010

5 orang Yayasan

Rumah Kita (RK)

Yayasan Rumah Kita (RK)

2. Gema Ramadan untuk Anak

Jalanan

26 Agustus 2010

150 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi

Yayasan Bina Anak Pertiwi 3. Lomba Kreativitas Musik Anak

Jalanan (Juara I)

30 September – 3 Oktober 2010

5 orang

JHCC

Jakarta

Kemnentrian Sosial RI


(2)

4.

Kegiatan Lainnya pada Tahun 2010

NO. KETERANGAN VOLUME TEMPAT PENYELENGGARA

1. Program Beasiswa Bagi Anak Jalanan, Rentan

ke jalan, Anak Terlantar dan Dhuafa 115 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi Yayasan Bina Anak Pertiwi

2. Assesment Anak Jalanan 47 Orang Lampu Merah Blok M

Bulungan Jakarta Selatan

Dinas Sosial bekerjasama dengan Rumah Singgah, Sudin Sosial, PSM, Tagana, Karang Taruna dll

3. Oprasi Erlangga Nusantara 1 Orang

Rumah Sakit Polri Keramat Jati Jakarta Timur

Yayasan Bina Anak Pertiwi, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit POLRI Keramat Jati Jakarta Timur

4. Operasi Kanker Payudara Puji Astuti 1 Orang Rumah Sakit Fatmawati

Operasi dapat terlaksana berkat kerjasama Bina Anak Pertiwi dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Rumah Sakit Fatmawati.

5. Tatap Muka PMKS dengan Gubernur dan

Mensos 1000 Orang

Gor Pemuda Otista Jakarta Timur

Dinas Sosial DKI Jakarta Bekerjasama dengan Forum Rumah Singgah DKI Jakarta 6. General Chek Up dan Pengobatan Gratis 200 Orang Yayasan Bhakti Nurul Iman PKPU

7. Pembukaan Rekening Tabungan Untuk 40

Anak Asuh 40 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi Yayasan Bina Anak Pertiwi

8. Buka Puasa dan Penyerahan Buku

TABUNGANKU untuk anak asuh 40 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi Yayasan Bina Anak Pertiwi 9. Buka puasa bersama Anak jalanan dengan PT.

ITM Pembangunan Tbk. 30 Orang

GOR Tanah Abang Jakarta

Pusat PT. ITM Pembangunan Tbk.

10. Buka Puasa dan Santunan Anak Jalanan dan

Dhuafa 35 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi

Mahasiswa Gizi Pecinta Alam (Magipala)


(3)

11. Buka puasa bersama dan santunan lebaran anak asuh

70 orang

Yayasan Bina Anak Pertiwi Bunda Raisis A. Panigoro

12.

Buka Puasa Bersama Anak Jalanan dan Keluarga Anak Jalanan sekaligus santunan untuk keluarga anak jalanan berupa paket sembako

20 Orang Kementerian Sosial RI Kementerian Sosial RI

13. Operasi Mata Tahap Kedua Abdul Rahman 1 Orang RSCM Yayasan Bina Anak Pertiwi, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, RSCM 14. Buka Puasa Bersama Anak Jalanan, Pemulung

Anak, dan keluarga 150 Orang

PLK Bumi Pertiwi Yayasan Bina Anak Pertiwi

Yayasan Bina Anak Pertiwi, Kelompok Arisan Kudrumaya dan Kelompok Kajian Islam Raudhah 15. Perawatan Abdul Qodir Jilani Selama 18

Bulan 1 Orang Rumah Sakit Fatmawati

Yayasan Bina Anak Pertiwi, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Rumah Sakit Fatmawati

16. Gema Ramadan & Santunan Anak-anak

Daerah Terpencil 2010 150 Orang

Lereng Gunung Siem Sukadamai Sukamakmur Bogor Jawa Barat

Yayasan Bina Anak Pertiwi

17. Sahur bersama anak jalanan dan keluarga anak

jalanan 200 orang Yayasan Bina Anak Pertiwi Mahasiswa FK UI Depok

18. Buka Puasa Anak Jalanan Bersama Artis 40 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi Bang Rully dkk 19. Buka Puasa Bersama dan Santunan Anak

Yatim dan Dhuafa 30 Anak Yayasan Bina Anak Pertiwi Ibu Emma dan Teman-teman Artis 20. Buka Puasa bersama anak jalanan, yatim, dan

dhuafa 50 Orang Yayasan Bina Anak Pertiwi Ibu Lynn Yunus

21.

Rapat Hari Anak Nasional 2010 di Kementrian Sosial RI {Mempersiapkan pelaksanaan peringatan hari anak nasional yang diselenggarakan oleh kementrian social}

1 Orang Kemensos RI Peksos & Kementrian Sosial RI

22. Pendampingan anak kesekolah (Bridging course) Menghantarkan anak pada sekolah

2 Orang SMK YAPIMDA Peksos, Pengurus yayasan & pihak sekolah


(4)

formal SMK YAPIMDA

23.

Peringatan Hari Anak Nasional 2010 di Kementrian Sosial RI

{Mendampingi anak untuk mengetahui ruangan-ruangan yang ada di kementrian social}

12 Orang

Kemensos RI

Peksos, Kementrian Sosial RI dan Anak Jalanan

24. Mengikuti kegiatan Puncak Hari Anak Nasional 2010 di TMII bersama Presiden RI

40 Orang TMII Kemendiknas RI

25.

Home Visit

1. {Terjadi kasus anak bunuh diri yaitu Alm. Basir, anak laki-laki usia 11 tahun. Alm.Basir memiliki dua adik yang tidak bersekolah. Yaitu Novi berusia 9 tahun dan M.Rizky yang berusia 7 tahun}

2. Silahturahmi dengan keluarga anak korban bunuh diri. Dan Membawakan bingkisan untuk keluarga korban dari Yayasan Bina Anak Pertiwi

2 Orang Pasar Penampungan Pasar Pasar Minggu Jakarta Selatan

Peksos & Keluarga Korban dan Yayasan Bina Anak Pertiwi

26.

Pendaftaran anak sekolah (Bridging Course) 1. {Pihak sekolah menyambut dan

menerima dengan baik kedua anak tersebut untuk bersekolah di MI Al-Hikmah}

2. {Mendaftarkan anak sekolah (Novianti dan M.Rizky) di MI Al-Hikmah}

4 Orang Sekolah Al-Hikmah Jati

Padang Pasar Minggu Sakti Peksos

27.

Mendampingi Sidak Menteri Sosial

{Terjadi kasus anak yang melakukan bunuh diri dipasar impress pasar minggu Jakarta Selatan}

10 Orang Pasar Pempungan Pasar Minggu Jakarta Selatan

Kemensos RI dan Yayasan Bina Anak Pertiwi


(5)

(6)