Kepemilikan Perahu, Sistem Bagi Hasil, dan Hasil Tangkapan Rata-rata

kemiskinan nelayan. Berdasarkan analisis tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang kemiskinan nelayan tradisional di Muara Angke.

7.1 Kepemilikan Perahu, Sistem Bagi Hasil, dan Hasil Tangkapan Rata-rata

Kepemilikan perahu sangat terkait dengan sistem bagi hasil yang pada akhirnya akan menentukan pendapatan yang diterima oleh nelayan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bagi hasil yang diterapkan nelayan adalah bagi dua pada perahu jaring rampus dan bagi rata pada perahu jaring Rajungan dan perahu jaring Udang. 7.1.1 Perhitungan Bagi Hasil dan Pendapatan Nelayan Jaring Rampus Nelayan jaring rampus terbagi menjadi tiga status, yaitu terikat-price taker penerima harga, terikat-bidding tawar menawar, dan tidak terikat. Nelayan terikat-price taker memperoleh harga jual yang ditentukan secara sepihak oleh bakul. Nelayan tidak berhak mengajukan tawaran dan tidak diperbolehkan menjual hasil tangkapannya ke bakul lain karena statusnya telah terikat. Nelayan terikat-bidding memperoleh harga melalui proses tawar menawar dengan bakul yang mengikatnya. Selanjutnya, bakul akan memperoleh komisi sebesar 5 bila bakul hanya memasarkan hasil tangkapan nelayan atau 10 bila bakul ikut membantu perbekalan nelayan. Nelayan tidak terikat terjadi pada pemilik perahu yang menjadi bakul atau memiliki keluarga yang berprofesi sebagai bakul. Nelayan tidak terikat menentukan harga secara tawar menawar dan berhak menjual hasil tangkapannya pada bakul manapun. Perhitungan bagi hasil untuk nelayan jaring Rampus diperoleh dengan cara menghitung jumlah rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh nelayan dikali dengan harga jual Ikan Kembung. Nilai jual yang diperoleh dikurangi dengan biaya ransum dan komisi untuk bakul dan nahkoda. Hasil ini dibagi dua untuk pemilik dan ABK. Bagi hasil untuk ABK dibagi 4 karena jumlah nelayan yang melaut sebanyak 4 orang. Kemudian, bagi hasil yang didapat dikalikan waktu trip melaut selama 25 hari. Jumlah tangkapan rata-rata yang diperoleh nelayan sebesar 30 kg Ikan Kembung. Harga jual Ikan Kembung sebesar Rp 11.000,00kg untuk nelayan berstatus terikat-price taker, Rp 18.000,00kg untuk nelayan berstatus terikat-bidding dan nelayan berstatus tidak terikat. Hasil analisis menunjukan bahwa bagi hasil tertinggi diperoleh nelayan pemilikjuragan sebesar 4-5 kali bagian nelayan ABK. Bagi hasil rata-rata yang diperoleh nelayan jaring rampus berkisar antara Rp 646.875,00 hingga Rp 1.237.500,00 per bulan untuk nelayan ABK, Rp 1.221.875,00 hingga Rp 1.787.500,00 per bulan untuk nahkoda, dan Rp 3.234.375,00 hingga Rp 6.737.500,00 per bulan untuk nelayan pemilik. Nahkoda memperoleh bagian yang lebih besar dari ABK karena nahkoda mendapat komisi sebesar 5 sebagai upah atas ketrampilannya dalam mengemudikan perahu dan mencari fishing ground. Dari ketiga kondisi yang terjadi diketahui bahwa bagi hasil terendah diperoleh nelayan berstatus terikat-price taker, yaitu sebesar Rp 646.875,00 untuk ABK, Rp 1.221.875,00 untuk nahkoda, dan Rp 3.234.375,00 untuk juragan. Bagi hasil tertinggi diperoleh nelayan berstatus tidak terikat, sebesar 2,5 kali bagi hasil nelayan berstatus terikat-price taker, yaitu Rp 1.237.500,00 untuk ABK, Rp 1.787.500,00 untuk nahkoda, dan Rp 6.737.500,00 untuk juragan. Hal ini terjadi karena nelayan dapat menetapkan harga jual Ikan Kembung sesuai harga pasar tanpa mengeluarkan komisi untuk bakul atau pedagang pengumpul yang mengikatnya. Penjelasan tentang bagi hasil nelayan jaring rampus dapat dilihat pada Lampiran 1 hal. 109. Perhitungan pendapatan nelayan dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu musim sedang, musim panen, dan musim sepi. Pembagian ini dilakukan karena pendapatan yang diperoleh pada tiap musim berbeda sesuai dengan ketersediaan hasil tangkapan di laut. Musim sedang berlangsung selama 6 bulan, yaitu bulan Februari dan bulan Juni hingga bulan Oktober. Pendapatan rata-rata yang diperoleh nelayan Jaring Rampus sebesar Rp 2.500.000,00 - Rp 6.250.000,00 per bulan untuk juragan, Rp 750.000,00 - Rp 2.250.000,00 per bulan untuk nahkoda, dan Rp 500.000,00 - Rp 1.250.000,00 per bulan untuk nelayan ABK. Pendapatan tertinggi diperoleh nelayan yang menerima harga secara tawar menawar terikat-bidding dan tidak terikat, yaitu Rp 1.250.000,00 untuk ABK, Rp 2.250.000,00 untuk nahkoda, dan Rp 6.250.000,00 untuk juragan. Pendapatan terendah diperoleh nelayan berstatus terikat-price taker, yaitu Rp 500.000,00 untuk ABK, Rp 750.000,00 untuk nahkoda, dan Rp 2.500.000,00 untuk juragan. Musim panen Ikan Kembung berlangsung selama 3 bulan, yaitu selama bulan Maret hingga bulan Mei. Pendapatan nelayan saat musim panen Ikan Kembung berkisar antara Rp 8.906.250,00 hingga Rp 12.500.000,00 untuk juragan, Rp 2.531.250,00 hingga Rp 3.530.000,00 untuk nahkoda, dan Rp 1.781.250,00 hingga Rp 2.500.000,00 untuk nelayan ABK. Akan tetapi, adakalanya pendapatan yang diperoleh melebihi nilai ini. Hasil analisis menunjukan bahwa nelayan yang berstatus terikat-price taker memperoleh pendapatan terendah dibandingkan nelayan yang berstatus terikat-bidding dan berstatus tidak terikat. Nelayan berstatus terikat-price taker memperoleh pendapatan sebesar Rp 1.781.250,00 untuk ABK, Rp 2.531.250,00 untuk nahkoda, dan Rp 8.906.250,00 untuk juragan. Musim sepi Ikan Kembung berlansung selama 3 bulan, yaitu mulai bulan November hingga bulan Januari. Pendapatan nelayan saat musim sepi Ikan Kembung berkisar antara Rp 443.750,00 hingga Rp 1.000.000,00 untuk juragan, Rp 125.000,00 hingga Rp 300.000,00 untuk nahkoda, dan Rp 87.500,00 hingga Rp 200.000,00 untuk nelayan ABK. Namun, sering kali pendapatan yang diperoleh nelayan jauh lebih rendah dari nilai ini. Bahkan, sering kali hasil tangkapan yang diperoleh tidak mencukupi biaya ransum sehingga nelayan tidak dapat melanjutkan melaut esok harinya karena kekurangan modal melaut. Hasil analisis menunjukan bahwa nelayan yang berstatus terikat-price taker memperoleh jumlah pendapatan terendah, yaitu Rp 87.500,00 untuk ABK, Rp 125.000,00 untuk nahkoda, dan Rp 443.750,00 untuk juragan. Nelayan berstatus terikat-bidding dan berstatus tidak terikat memperoleh pendapatan tertinggi, yaitu Rp 200.000,00 untuk ABK, Rp 300.000,00 untuk nahkoda, dan Rp 1.000.000,00 untuk juragan. Penjelasan ini ditampilkan di Lampiran 1 hal 109. 7.1.2 Perhitungan Bagi Hasil dan Pendapatan Nelayan Rajungan Perhitungan bagi hasil untuk nelayan jaring Rajungan diperoleh dengan cara menghitung jumlah rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh nelayan dikali dengan harga jual Rajungan. Nilai jual yang diperoleh hanya dikurangi dengan biaya ransum. Perahu Rajungan tidak memerlukan posisi khusus sebagai nahkoda sehingga tidak ada bagi hasil untuk nahkoda. Hasil penjualan Rajungan kemudian dibagi rata: Pertama 4 bagian untuk alat tangkap jaring, yaitu 1 bagian untuk perahu, dan 3 bagian untuk tiga ABK; Kedua alat tangkap bubu di tingkat pengumpul 5 bagian 1 bagian perahu, 1 bagian mesin, 1 bagian jaring, dan 2 bagian ABK dan di tingkat bakul enam setengah bagian 1 bagian perahu, 0,5 bagian mesin, 1 bagian bubu, dan 4 bagian ABK. Setelah itu, bagi hasil yang didapat dikalikan waktu trip melaut selama 25 hari. Jumlah tangkapan rata-rata yang diperoleh nelayan jaring sebanyak 8,5 kg Rajungan sedangkan nelayan bubu sebanyak 16,5 kg Rajungan. Harga jual Rajungan pada nelayan pengguna alat tangkap jaring sebesar Rp 15.000,00kg di tingkat bakul dan Rp 13.000,00kg di tingkat pengumpul sedangkan pada nelayan pengguna alat tangkap bubu sebesar Rp 15.000,00kg di tingkat pengumpul dan Rp 18.000,00kg di tingkat bakul. Hasil analisis bagi hasil nelayan Rajungan menunjukan bahwa nelayan pengguna jaring memperoleh bagi hasil sebesar Rp 1.006.250,00 - Rp 1.031.250,00 per bulan untuk juragan dan Rp 503.125,00 - Rp 515.625,00 per bulan untuk ABK. Nelayan pengguna bubu memperoleh bagi hasil sebesar Rp 2.769.230,00 - Rp 3.000.000,00 per bulan untuk juragan dan Rp 750.000,00 - Rp 923.075,00 per bulan untuk ABK. Bagi hasil yang diperoleh nelayan bubu lebih besar dari pada nelayan jaring karena harga jual Rajungan dari nelayan bubu dinilai lebih tinggi baik oleh pengumpul dan bakul. Selain itu, jumlah tangkapan rata-rata yang diperoleh nelayan bubu lebih besar dan lebih banyak dari nelayan jaring. Analisis perhitungan bagi hasil nelayan Rajungan ditampilkan pada Lampiran 1 hal. 108. Musim sedang berlangsung selama 6 bulan, yaitu bulan Maret hingga bulan April, bulan Juni hingga bulan Agustus, dan bulan November. Pendapatan ABK sebesar Rp 350.000,00 - Rp 450.000,00 per bulan baik untuk pengguna jaring maupun pengguna bubu. Akan tetapi, pendapatan juragan berbeda dan cenderung lebih besar pada pengguna bubu. Pendapatan juragan Rp 700.000,00 - Rp 900.000,00 per bulan pada pengguna jaring dan Rp 1.000.000,00 - Rp 1.400.000,00 per bulan pada pengguna bubu. Perhitungan pendapatan ini. Musim panen Rajungan berlansung selama 3 bulan, yaitu bulan Februari dan bulan September hingga bulan Oktober. Ketika musim panen, pendapatan nelayan berkisar antara Rp 1.800.000,00 - Rp 2.000.000,00 untuk juragan perahu jaring dan Rp 2.400.000,00 - Rp 3.500.000,00 untuk juragan perahu bubu. Pendapatan yang diperoleh ABK sebesar Rp 900.000,00 - Rp 1.000.000,00 untuk perahu jaring dan Rp 600.000,00 - Rp 1.000.000,00 untuk perahu bubu. Akan tetapi, adakalanya pendapatan yang diperoleh melebihi nilai ini. Musim sepi Rajungan berlansung selama 3 bulan, yaitu bulan Desember hingga bulan Januari dan bulan Mei. Ketika musim sepi, pendapatan nelayan berkisar antara Rp 300.000,00 - Rp 600.000,00 untuk juragan perahu jaring dan Rp 800.000,00 - Rp 875.000,00 untuk juragan perahu bubu. Pendapatan yang diperoleh ABK sebesar Rp 150.000,00 hingga Rp 300.000,00 untuk perahu jaring, dan Rp 200.000,00 - Rp 250.000,00 untuk perahu bubu. Akan tetapi, sering kali pendapatan yang diperoleh jauh lebih rendah dari nilai ini. Bahkan, yang sering terjadi, nelayan tidak memperoleh hasil tangkapan sama sekali sehingga nelayan lebih memilih pulang ke daerah asalnya sampai menunggu kondisi yang lebih baik. Penjelasan ini ditampilkan di Lampiran 1 hal. 110. 7.1.3 Perhitungan Bagi Hasil dan Pendapatan Nelayan Jaring Udang Perhitungan bagi hasil untuk nelayan jaring Udang diperoleh dengan cara menghitung jumlah rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh nelayan dikali dengan harga jual Udang. Nilai jual yang diperoleh hanya dikurangi dengan biaya ransum. Seperti halnya perahu Rajungan, perahu jaring Udang tidak memerlukan posisi khusus sebagai nahkoda sehingga tidak ada bagi hasil untuk nahkoda. Hasil penjualan Udang kemudian dibagi rata 5 bagian, yaitu 1 bagian perahu, 1 bagian mesin, 1 bagian jaring, dan 2 bagian untuk 2 ABK. Setelah itu, bagi hasil yang didapat dikalikan waktu trip melaut selama 25 hari. Jumlah tangkapan rata-rata yang diperoleh nelayan jaring Udang sebanyak 5 kg Udang size 40. Harga jual Udang size 40 sebesar Rp 45.000,00kg di tingkat bakul 1 dan Rp 46.000,00kg di tingkat bakul 2. Hasil analisis perhitungan bagi hasil menunjukan bahwa juragan memperoleh bagi hasil sebesar Rp 2.600.000,00 - Rp 2.700.000,00 per bulan sedangkan ABK memperoleh bagian sebesar Rp 650.000,00 - Rp 675.000,00 per bulan. Hasil yang sangat berbeda akan didapatkan bila melakukan kroscek kepada nelayan. Menurut nelayan, pendapatan yang mereka peroleh saat musim sedang sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan untuk juragan dan Rp 250.000,00 per bulan untuk nelayan ABK. Hal ini terjadi karena perhitungan bagi hasil menggunakan taksiran jumlah tangkapan rata-rata yang yang diperoleh nelayan. Akan tetapi kenyataannya, hasil tangkapan nelayan sangat fluktuatif dan terdiri dari berbagai ukuran dengan tingkatan harga yang berbeda per size-nya. Penjelasan ini ditampilkan pada Lampiran 1 hal. 110. Musim sedang berlangsung selama 1 bulan saja, yaitu bulan Juli. Seperti yang telah dijelaskan di atas, saat musim sedang tiba, nelayan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan untuk juragan dan Rp 250.000,00 per bulan untuk nelayan ABK. Musim panen Udang berlangsung selama 2 bulan, yaitu bulan Juni dan bulan September. Pendapatan yang diperoleh nelayan sebesar Rp 3.000.000,00 per bulan untuk juragan dan Rp 750.000,00 per bulan untuk nelayan ABK. Pendapatan ini merupakan pendapatan rata-rata yang diperoleh nelayan saat musim panen Udang tiba tetapi adakalanya pendapatan yang diperoleh melebihi nilai ini. Musim sepi Udang berlangsung selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus dan bulan Oktober. Pendapatan yang diperoleh nelayan sebesar Rp 600.000,00 per bulan untuk juragan dan Rp 150.000,00 per bulan untuk ABK. Pendapatan diperoleh nelayan saat musim sepi Udang sering kali pendapatan yang diperoleh jauh lebih rendah dari nilai ini. Bahkan, seringkali nelayan tidak memperoleh hasil tangkapan sama sekali sehingga nelayan lebih memilih pulang ke daerah asalnya sampai menunggu kondisi yang lebih baik. Penjelasan ini ditampilkan di Lampiran 1 hal. 110. Bila bagi hasil dan pendapatan yang diperoleh nelayan diperbandingkan maka diketahui bahwa nelayan jaring Rampus memiliki rata-rata bagi hasil dan pendapatan tertinggi sedangkan nelayan jaring Udang memiliki rata-rata bagi hasil dan pedapatan terendah. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah tangkapan rata-rata nelayan jaring Rampus lebih tinggi daripada nelayan Rajungan maupun nelayan jaring Udang. Selain itu, harga jual Ikan Kembung relatif tinggi dibandingkan harga jual Rajungan, yaitu sebesar Rp 11.000,00 hingga Rp 18.000,00 per kg. Walaupun harga jual Udang lebih tinggi dibandingkan kedua komoditi lainnya tapi karena hasil tangkapan yang diperoleh nelayan lebih sedikit maka bagi hasil dan pendapatan yang diperoleh pun rendah.

7.2 Persentase Bagi Hasil Antara Nelayan Pemilik dengan ABK