Gambar 3. Struktur Kelembagaan Pemerintahan Desa Teluk Tahun 2008
Sumber : Profil Desa Teluk Tahun 2008 Kedua, kelembagaan adat. Pada lembaga adat tidak ditemukan aturan-
aturan secara formal dan tertulis, namun aturan-aturan tidak tertulis itu ditaati dan dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat setempat. Misalnya : dalam
pernikahan, acara berbalas pantun untuk memasuki rumah perempuan setelah selesai baru dipersilahkan masuk. Pengantin lelaki juga diwajibkan membawa
barang-barang hantaran sebagaimana telah disepakati pada saat lamaran. Kelembagaan ini juga diharapkan dapat memecahkan dan membantu aparat
desa dalam mengatasi persoalan-persoalan adat di desa tersebut. Ketiga, kelembagaan pendidikan, terdiri dari pendidikan formal mulai dari
taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan tingkat atas SLTA dan pendidikan nonformal yang dilakukan di wilayah ini adalah pendidikan keagamaan yaitu
pendidikan agama Islam diluar sekolah formal TPA. Umumnya berlokasi di sekitar masjid. Anak-anak diberikan pelajaran tentang ajaran agama Islam
karena mayoritas masyarakat beragama Islam. Sekolah Dasar Negeri dan SLTP serta yang sederajatMTs tersebar di hampir setiap desa. Sementara SLTA
hanya berada di Desa Selat dan Kelurahan Jembatan Mas Kelembagaan keagamaan, berupa kelompok pengajian yang diasuh oleh
masing-masing da’i yang secara rutin memberikan penyuluhan atau ceramah agama setiap 3 hari sekali. Keberadaan da’i untuk Kabupaten Batang Hari ini
telah di SK-kan oleh Bupati dan diberikan honor oleh Pemerintah Kabupaten Batang Hari. Di masing-masing desa juga berdiri masjid dan mushala dengan
Kepala Desa HASAN. R
Kadus III A.Wahab.Y
Sekretaris Desa Abdussomad
Kadus I Hasan. R
Kaur Pemerintahan
Hamdi
Kaur Umum
Abdullah Hs
Kadus II A. Ripai
Kaur Pembangunan
A. Kamal
Kadus IV Bustomi
KPMD L Lukman
KPMD P Siti Patimah
Kader Teknis Lapangan
M.Yusuf
jumlah yang cukup memadai. Masjid dan mushala selain difungsikan sebagai rumah ibadah shalat juga dipergunakan sebagai tempat untuk perayaan hari
besar Islam, seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Perayaan Tahun Baru Islam Muharam dan juga pengajian untuk anak-anak di desa setempat.
Dalam hal kepemimpinan, hampir tidak berbeda dengan wilayah lainnya, hal yang menentukan adalah status sosial, keturunan putra daerah, dukungan
dan kepercayan dari masyarakat serta pekerjaan dan jabatan yang diemban baik formal atau informal. Informal bisa berupa pengaruh dalam adat, status dalam
klan, ketokohan, maupun dalam kepemilikan materi. Oleh sebab itu di komunitas tersebut terdapat tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh formal atau pemerintahan
desa dan juga tokoh pemuda. Kepemimpinan yang berjalan secara formal di Desa Teluk, didukung oleh
figur dari seorang kepala desa dan aparaturnya, tidak hanya semata karena faktor tingkat pendidikan, tetapi karena posisinya dalam klan. Seseorang yang
dating dari klan yang lebih kecil, apalagi didukung oleh unsur keturunan yang non pribumi akan menghadapi kesulitan jika tidak mampu mendekati tokoh yang
berpengaruh dalam desa. Kemampuan mengakomodasi para tokoh dalam pengambilan keputusan menjadi potensi yang besar dalam menunjang
berjalannya kepemimpinan yang lebih efektif. Pengaruh yang besar, tidak diutamakan pada mereka yang berpendidikan tinggi tetapi pada unsur ketokohan
dan status seseorang untuk layak atau tidak menjadi pemimpin lokal. Dalam perjalanan kepemimpinan dapat dilihat dari berhasil tidaknya
beberapa program yang masuk bagi masyarakat, contohnya adalah program RASKIN beras untuk keluarga miskin, ASKESKIN asuransi kesehatan keluarga
miskin dan BLT bantuan langsung tunai. Dalam perjalanannya, hampir merata dibagikan kepada kalangan miskin, walau tidak sepenuhnya dapat memuaskan
semua warga karena alasan teknis yang mengakibatkan tidak semua kalangan dapat terlayani.
Sistem Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia dan sumber daya alam atau fisik dan non fisik. Demikian dengan
aktifitas anggota komunitas di Kecamatan Pemayung terdapat berbagai sumber daya local yang sebenarnya dapat menunjang kehidupan penduduknya. Sumber
daya alam tersebut belum dapat dikelola maksimal karena faktor sumber daya manusia yang masih lemah.
Secara umum di hampir semua desa dalam Kecamatan Pemayung Potensi lahan tanah yang digunakan sebagai sandaran ekonomi masyarakat
adalah untuk lahan perkebunan Kelapa Sawit, Karet, Buah-buahan duku dan durian dan tanaman pangan padi sawah, jagung, ubi kayu ubi jalar, kacang
tanah dan ubi jalar. Selain itu pemanfaatan sumber daya lahan juga digunakan untuk peternakan yang dikelola oleh masyarakat desa antara lain sapi, kerbau,
kambing, domba, ayam kampungburas, ayam ras dan itik. Sementara pada lahan-lahan berdataran rendah dan yang berada di tepian Sungai Batanghari
umumnya warga memanfaatkannya untuk pembuatan kolam dan Keramba Ikan terutama untuk Ikan Nila dan Ikan Patin.
Penduduk Desa Teluk secara umum, bekerja di sektor pertanian, yakni kebun atau ladang, peternakan dan perikanan. Dahulu ketika hutan masih
banyak, beberapa warga juga bekerja di hutan, mengambil hasil hutan kayu dan menjadikannya bahan bangunan papan dan tiang, tetapi sekarang karena
jumlah hutan yang semakin terbatas ditambah dengan penertiban illegal logging yang cukup gencar akhir-akhir ini kegiatan ini semakin berkurang. Pekerjaan
tersebut dilakukan menyesuaikan dengan kondisi alam dan musim. Artinya mereka akan terkonsentrasi melakukan pekerjaan tertentu ketika alam cocok
dengan pilihan usaha mereka. Misalnya pada musim penghujan, umumnya mereka akan menanam padi, sementara pada musim kering mereka beralih ke
palawija. Pada musim panen buah mereka fokus menunggu dan mengumpulkan buah di kebun dan menjualnya kepada pedagang pengumpul atau dijajakan di
pinggir jalan lintas dan meninggalkan untuk sementara aktifitas yang lain. Seiring perjalanan waktu, usaha warung dan kios juga menjadi salah satu
pekerjaan yang dilakukan penduduk desa. Akan tetapi menurut penuturan salah seorang warga, pilihan utama pekerjaan adalah bertani dan menjadi pedagang
sebenarnya sebagai batu lompatan saja, artinya jika yang bersangkutan telah memiliki modal untuk membuka lahan atau membeli kebun dan kebun tersebut
telah menghasilkan, pekerjaan berdagang perlahan-lahan akan dihentikan. Hal ini terlihat jelas, warung dan kios terbanyak ada di dusun II dan IV yang notabene
banyak yang belum memiliki lahan atau kebun. Hal kontras terlihat pada dusun I dan II, umumnya warga memiliki kebun karet dan sawit dan umumnya
kehidupannya lebih mapan.
PELAKSANAAN KEGIATAN PNPM MANDIRI PERDESAAN DI KECAMATAN PEMAYUNG
Sekilas PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Pemayung
Informasi umum tentang aktivitas PNPM MPd peneliti mulai telusuri dengan melalukan wawancara dengan Bapak Mularambe. S.Sos. Beliau adalah
PJOK PNPM MPd Kabupaten Batang Hari. Menurutnya Kabupaten Batang Hari sangat serius dalam menjalankan Program ini sejak tahun 2003 dulu masih
dengan nama PPK. Keseriusan ini membuahkan hasil dan mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan Batang Hari
menjadi Kabupaten terbaik tingkat nasional untuk implementasi PNPM MPd Tahun 2008 bersama tiga Kabupaten lain di Indonesia, yaitu Kabupaten Boyolali,
Jawa Tengah; Minahasa Selatan, Sulawesi Utara; dan Ngada, Nusa Tenggara Timur. Reward dari keberhasilan ini, keempat kabupaten tersebut kemudian
mendapatkan apresiasi dari Dirjen PMD Depdagri dengan penunjukannya sebagai lokasi pilot projet P2SPP Program Pengembangan Sistem
Pembangunan Partisipatif. Bapak Mularambe juga menjelaskan bahwa saat ini kegiatan PNPM MPd
juga sudah diintegrasikan dengan kegiatan pembangunan daerah regular lainnya, seperti pembangunan yang didanai oleh ADD maupun APBD Kabupaten
Batang Hari. Proses integrasi ini dimulai dari Musrenbang di tingkat desa hingga tingkat kabupaten dengan mengadopsi pola dan sistem yang ada pada PNPM
MPd yang partisipatif dengan mengedepankan kebutuhan masyarakat yang paling riil di lapangan. Hal ini sejalan dengan tujuan dari P2SPP yaitu
mengintegrasikan model sistem pembangunan partisipatif ke dalam sistem pembangunan daerah. Berikut adalah ungkapan Bapak Mularambe :
“Pengintegrasian ini kita dilakukan sebagai kebijakan dan proses untuk menyatupadukan sistem nilai, mekanisme dan pelaku pembangunan
partisipatif ke dalam sistem pembangunan reguler. Adapun aspek-aspek yang akan diintegrasikan dari sistem yang dimaksud adalah : 1 Proses
perencanaan partisipatif; 2 Pelaksanaan kegiatan pembangunan perdesaan dengan pola swakelola oleh masyarakat; 3 Model
pendampingan yang akan dilakukan oleh fasilitator dan setrawan dan 4 Pola kontrol dan pertanggungjawaban yang transparan”.
Ditambahkan juga oleh Bapak Mularambe, dalam kaitan dengan tujuan PNPM MPd untuk pengentasan kemiskinan, kontribusi riil dari kegiatan program
dapat terlihat dari bertambahnya pendapatan RTM, berkurangnya pengangguran
dan yang juga tidak kalah palingnya adalah terjadinya desentralisasi keuangan hingga sampai ke desa-desa lokasi program.
Sebagai daerah yang dianggap sukses melaksanakan PNPM MPd Kabupaten Batang Hari sering di kunjungi oleh tim dari pusat, seperti Dirjen PMD
Depdagri, Bappenas, Bank Dunia serta beberapa daerah lain di Indonesia terutama di wilayah Provinsi Jambi untuk melihat dari dekat proses dan
implementasi PNPM MPd di daerah ini. Menurut Fasilitator PNPM MPd Kabupaten Batang Hari, yaitu Bapak Bastian dan Ibu Darma Etika ada beberapa
wilayah yang menurut mereka memiliki keunggulan dan dianggap berhasil melaksanakan program diantaranya adalah Kecamatan Pemayung, Batin XXIV,
Mersam dan Tembesi. Kecamatan Pemayung sendiri tercatat sebagai daerah yang paling kerap dikunjungi oleh beberapa daerah untuk melakukan studi
banding. Gambar 4. Kunjungan Dirjen PMD Depdagri RI dan Salah satu event
Komunikasi pada PNPM MPd MAD III di Kecamatan Pemayung
Hal inilah yang peneliti jadikan pertimbangan untuk menggali informasi aktivitas PNPM MPd di Kecamatan Pemayung dan menjadikan kecamatan ini
sebagai lokasi penelitian. Kesuksesan daerah melaksanakan program terungkap dari pernyataan Bapak Bastian dan Ibu Darma Etika berikut ini :
“Hasil pemantauan dan evaluasi kami, perputaran modal dana BLM terutama SPP simpan pinjam khusus perempuan dan semangat
masyarakat mengembangkannya dalam bentuk usaha bersama cukup baik, tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap event sangat tinggi
sekali, misalnya pada MMDD menggagas masa depan desa dan MKP musyawarah khusus perempuan. Hal lain yang menggembirakan adalah
dukungan dari birokrat, baik camat hingga aparat desa sangat tinggi sekali. Terutama dalam hal membantu menyelesaikan masalah di
lapangan. Kemandirian UPKnya juga sangat baik. Dari hasil kerja kerasnya UPK Kecamatan Pemayung saat ini telah memiliki kantor
sendiri yang sudah permanen dengan perlengkapan administrasi yang cukup memadai dibandingkan kecamatan lain”.
Aktivitas PNPM MPd di Kecamatan Pemayung dimulai sejak PPK Fase II Siklus IV Tahun 2003 dan berlanjut hingga saat ini menjadi PNPM MPd.
Secara detil data tentang aktivitas PPK dan PNPM MPd di Kecamatan Pemayung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kegiatan PPK dan PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Pemayung
JENIS KEGIATAN PPK FASE I
PPK FASE II PNPM-MP
PNPM-MP SIKLUS
IV SIKLUS
V SIKLUS
VI SIKLUS
IX SIKLUS X
Tahun I Tahun II
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 INFRASTRUKTUR
Jalan Unit 2
3 -
- -
2 2
Panjang Jalan Kilometer
8 10,3
- -
- 4
3,5 Jembatan Unit
2 5
- -
- 1
- Irigasi Unit
- -
1 -
- -
- Panjang Irigasi
Kilometer -
- 450
- -
- -
Jumlah Hari Orang Kerja HOK
7.090.34 7.342.58
6.913.57 5.313
3.003 3.850
- EKONOMI
Jumlah Kelompok SPP
8 3
4 7
8 Pemanfaat SPP
105 32
40 146
105
PENDIDIKAN KESEHATAN
Sekolah Baru 1
- 4
4 4
2 1
Rehab Gd. Sekolah 4
1 2
- -
- -
Paket Beasiswa 1
- 3
- -
- -
Penerima Beasiswa 9
- 32
- -
- -
Lain-lain Pendidikan 11
- 32
- -
- -
Sumber : Profil PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Pemayung 2009 Menurut pengurus UPK dan fasilitator saat ini 17 desa dan satu kelurahan
di Kecamatan Pemayung telah memanfaatkan PNPM MPd ini dengan dua bentuk kegiatan utama yaitu: pembangunan infrastruktur dan SPP. Semua desa
dan kelurahan setelah melalui proses kompetisi yang cukup ulet telah merasakan program ini. Untuk pembangunan infrastruktur umumnya warga masyarakat
memanfaatkannya dalam bidang pendidikan, misalnya untuk pembangunan dan rehab TK, Madrasah dan SD; pada bidang kesehatan, misalnya untuk
pembangunan posyandu; dan pembangunan jalan untuk membuka akses penduduk serta memperlancar mengeluarkan hasil kebun keluar desa dalam
bentuk pembangunan jalan rabat beton dan perkerasan jalan desa serta pembangunan jembatan dan irigasi.
Gambar 5. Fasilitas infrastruktur bangunan PNPM MPd dan Aktivitas Simpan Pinjam Khusus Perempuan SPP di Kecamatan Pemayung
Tugu PNPM berdiri di samping kiri muara bangunan perkerasan jalan
adalah program
pembangunan infrastruktur PNPM MPd di Desa Teluk
Tahun 2008
Bangunan Gedung MIS adalah salah satu
program pembangunan
Infrastruktur PNPM MPd di Desa Serasah Tahun 2007
Pembinaan Kelompok SPP oleh UPK Kecamatan Pemayung di Desa Pulau
Raman merupakan salah satu program PNPM MPd Tahun 2008
Ada hal menarik dari wawancara dengan fasilitator, ternyata dari 17 Desa dan 1 Kelurahan di Kecamatan Pemayung, proporsi penerima program PNPM
MPd tidaklah merata. Beberapa desa sering mendapatkan program sementara ada juga beberapa desa yang justru sebaliknya, belum mendapatkan sama
sekali rencananya baru tahun 2009 ini akan menerima program. Desa Teluk dan Desa Lopak Aur tercatat paling banyak menerima program sementara Desa
Awin dan Desa Teluk Ketapang baru akan mendapatkan program pada tahun ini. Menurut fasilitator yang juga diamini oleh pengurus UPK, proses
mendapatkan program dilakukan dengan sistem kompetisi dari masing-masing utusan desa yang dilakukan pada MAD prioritas usulan di tingkat kecamatan.
Oleh karenanya untuk memenangkan kompetisi tersebut dan berhak mendapatkan program dibutuhkan strategi dan taktik dari masing-masing desa.
Tim enam yang terdiri dari Kepala desa, Sekretaris desa, Ketua BPD dan tiga orang utusan perempuan mesti memiliki proposal usulan yang bagus dan
meyakinkan. Anggota tim enam juga harus piawai berargumentasi serta melakukan lobi dengan tim enam dari desa lain pada saat MAD prioritas usulan
tersebut. Disampaikan juga oleh fasilitator jika tim enam tidak solid atau usulan kurang meyakinkan dapat dipastikan tidak akan memenangkan kompetisi atau
tidak mendapatkan program. Gambar 6. Peneliti bersama Fasilitator Usai melakukan Wawancara
di Ruang UPK PNPM MPd Kecamatan Pemayung
Peneliti sempat khawatir jangan-jangan ada desa yang sebenarnya sangat layak dan membutuhkan program tetapi karena minimnya sumberdaya
lokal, misalnya aparat desa dan tokoh masyarakat yang menjadi tim 6 rendah SDMnya justru tidak bisa mendapatkan program karena usulan dari desanya
selalu kalah dalam kompetisi. Ketika hal ini peneliti pertanyakan, mereka mengakui dengan terbuka. Persoalan mendasar mengapa desa tersebut tidak
memenangkan kompetisi adalah karena tim 6 yang tidak solid dan umumnya tingkat partisipasinya rendah, misalnya jarang hadir pada pertemuan yang
difasilitasi oleh fasilitator sehingga kemampuan anggota tim tidak sebagus pada desa-desa yang aktif mengikuti pertemuan. Karena kemampuan yang terbatas
mereka juga selau kalah strategi terutama dalam hal melakukan lobi dengan desa-desa lain untuk menggolkan usulan program. Penentuan lokasi bantuan
dengan cara kompetisi antar desa menyebabkan desa yang telah mampu dan berpengalaman akan mempunyai peluang mendapatkan bantuan terus menerus.
Dan jika pola kompetisi ini di teruskan setiap tahun akan menghambat partisipasi dan memberikan ruang kesenjangan. Desa yang maju semakin maju dan desa
terbelakang akan semakin miskin. Rincian pemetaan desa-desa penerima program dan alokasi dana PNPM
MPd sejak PPK Tahun 2003 terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pemetaan Pembangunan Infrastruktur dan Pembiayaan PPK-PNPM MPd di Kecamatan Pemayung
DESA SARANA DAN
PRASARANA VOLUME
ALOKASI DANA
OPERASIONAL TOTAL
BIAYA UPK 2
TPK 3
PPK SIKLUS 4
P. Raman Perkerasan Jalan
5 x 2.540 m 328,418,800.00
6,914,050.00 10,371,100.00
345,703,950.00 Awin
Pembangunan Jalan 3 x 2.500 m
146,050,750.00 3,264,200.00
4,896,300.00 154,211,250.00
Lubuk Ruso
Rehab MIS dan Pemb Ktor
4 lkl + 1 ktr 108,890,300.00
2,492,400.00 3,738,600.00
115,121,300.00 Lopak Aur
Rehab MIS Pemb MTS
4 lkl 3 lkl 200,578,100.00
4,222,650.00 6,334,000.00
211,134,750.00 Teluk
Pemb MTS 3 lkl
97,548,210.00 2,053,600.00
3,080,450.00 102,682,260.00
PPK SIKLUS 5
Serasah Pemb Jln gorong
60 cm 3 x 3530
5 unit 260,845,250.00
5,491,450.00 8,237,200.00
274,573,900.00 Kaos
Pemb Jalan + Jembatan
5 x 3514 m + 3 x 12
492,537,850.00 10,369,200.00
15,553,800.00 518,460,850.00
Kubu Kandang
Rehab Madrasah + Moebeler
2 lkl 32,131,950.00
676,450.00 1,014,650.00
33,823,050.00 Ture
Perkerasan Jalan 3 x 1280 m
135,968,850.00 2,862,500.00
4,293,750.00 143,125,100.00
PPK SIKLUS 6
Sp.Kubu Kandang
Pemb Pesantren + MCK + Mobeler
3 lkl 173,796,600.00
3,858,900.00 5,788,350.00
183,443,850.00 Jembatan
Mas Gedung TK
7 x 13 m 123,658,800.00
2,919,550.00 4,379,300.00
130,957,650.00 Olak
Rambahan Pemb Madrasah
2 lkl + 1 ktr 85,118,600.00
2,120,900.00 3,181,350.00
90,420,850.00 Pulau
Betung Pemb Madrasah
3 lkl 152,048,900.00
3,453,500.00 5,180,250.00
160,682,650.00 Kuap
Rehab Madrasah + Kelas Baru
7 x 15 m + 7 x 16 m
178,167,300.00 4,283,800.00
6,425,750.00 188,876,850.00
Senaning Pompanisasi
1 Paket 150,258,800.00
3,163,350.00 4,745,000.00
158,167,150.00 PPK SIKLUS 9
Selat Pemb Gedung TK
1 lkl + 1 ktr 140,309,750.00
3,353,900.00 5,030,850.00
148,694,500.00 Lopak Aur
Pemb Gedung TK 2 lkl + 1 ktr
218,949,500.00 4,925,250.00
7,387,900.00 231,262,650.00
Pulau Raman
Pemb Madrasah 3 lkl + 1 ktr
233,368,250.00 5,586,700.00
8,380,050.00 247,335,000.00
Teluk Pemb Madrasah
3 lkl + 1 ktr + MCK
175,372,500.00 3,692,050.00
5,538,100.00 184,602,650.00
PPK SIKLUS 10
Lubuk Ruso
Pemb Madrasah 2 lkl + 1 ktr
183,021,400.00 3,853,100.00
5,779,650.00 192,654,150.00
Lopak Aur Pemb Madrasah
3 lkl + 1 ktr 221,226,900.00
5,331,150.00 7,996,600.00
234,554,650.00 Selat
Pemb Madrasah 2 lkl + 1 ktr
161,569,550.00 3,696,150.00
5,544,300.00 170,810,000.00
Serasah Pemb Madrasah
2 lkl + 1 ktr 160,182,150.00
3,372,300.00 5,058,400.00
168,612,850.00 PNPM - MP 2008
Teluk Perkerasan Jalan +
Jembatan Box 1500 m + 3
x 3,6 m 210,932,400.00
4,440,650.00 6,661,000.00
222,034,050.00 Lubuk
Ruso Perkerasan Jalan
2500 m 188,031,250.00
3,958,550.00 5,937,800.00
197,927,600.00 Senaning
Pemb. Madrasah 2 lkl + 1 ktr
184,849,950.00 3,891,550.00
5,837,350.00 194,578,850.00
Dari wawancara dengan fasilitator dan pengurus UPK juga diungkapkan tentang keberhasilan Desa Teluk yang sering memenangkan kompetisi dalam
MAD prioritas usulan. Sejak tahun 2003, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 5 hampir setiap tahun Desa Teluk selalu memenangkan kompetisi dalam MAD
prioritas usulan di kecamatan. Fasilitator dan pengurus UPK Kecamatan juga
menceritakan strategi-strategi yang digunakan oleh Desa Teluk sehingga dapat memenangkan kompetisi tersebut. Kerja tim enam dalam MAD prioritas usulan di
Kecamatan sangat menentukan hasil kompetisi ini. Desa Teluk dinilai memiliki kader tim 6 yang handal dan mempunyai kemampuan serta siap melakukan
kompetisi dengan desa lain. Salah satu strategi dari tim enam adalah melakukan lobi dengan desa-
desa lain yang dianggap bisa membantu menggolkan usulan desa dengan cara saling membantu memberi dukungan. Lobi ini ternyata tidak hanya dilakukan
oleh anggota tim enam tetapi juga oleh perwakilan masyarakat yang lain. Pada saat MAD prioritas usulan di kecamatan, utusan enam Desa Teluk juga
membawa rombongan sekitar 20 orang yang berpartisipasi secara sukarela dengan biaya sendiri untuk memberi support sekaligus melakukan lobi dengan
utusan dari desa lain. Mereka juga melakukan ikhtiar spiritual. Sebelum keberangkatan rombongan utusan desa ke kecamatan, Kepala desa, tokoh
agama dan adat mengumpulkan warga di Masjid desa untuk melakukan acara ritual yaitu yasinan, tahlil dan do’a bersama untuk kesuksesan tim enam dalam
mengikuti kompetisi pada acara MAD prioritas usulan tersebut. Disamping itu mereka juga menyatakan persiapan untuk kompetesi ini
sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum hari H, seperti untuk usulan jalan rabat beton PNPM MP tahun 2009 saat ini sedang dalam penyususunan RAB dan
desain gambar telah disiapkan sejak tahun 2008 yang lalu sehingga ketika dilakukan verifikasi oleh pihak kecamatan tidak menemui masalah dan
dinyatakan layak. Alur Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
Alur tahapan kegiatan PNPM MP di Kecamatan Pemayung sebagaimana diatur oleh PTO petunjuk teknis operasional dapat diihat pada Gambar 6.
Gambar 7. Alur Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
PNPM MPd memulai kegiatan dengan melakukan orientasi terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk. Kegiatan yang dilakukan dalam orientasi desa
antara lain: 1 mengidentifikasi potensi dan sumberdaya yang dapat mendukung pelaksanaan PNPM di tingkat desa, termasuk pelaku-pelaku pada tahap
sebelumnya; 2. Kondisi kegiatan atau bangunan yang telah dibiayai melalui
MADSosialisasi
Musdes Sosialisasi
PENGGALIAN GAGASAN
Pelatihan Kader Pember-dayaan
Masyarakat DesaKelurahan
Musy. Desa Khusus
Perempuan
Musdes Perencanaan
MAD Prioritas Usulan
Penulisan Usulan dngtanpa desain
RAB
Verifikasi Usulan
Musdes Informasi
Hasil MAD Musdes
Pertanggungjawaban 2X
Musdes Serah Terima
Supervisi Pelaksanaan dan Kunjungan Antar
Desa Pencairan Dana dan
Pelaksanaan Kegiatan
Supervisi Pelaksanaan,
Kunjungan Antar Desa, Pelatihan
Tim Pemliharaan
Operasional Pemeliharaan
Evaluasi
MAD Penetapan
Usulan
ALUR TAHAPAN PNPM MANDIRI PERDESAAN
Desain RAB,
Verifikasi
Pencairan Dana dan Pelaksanaan Kegiatan
ORIENTASI DAN PENGAMATAN LAPANG
Musrenbang Kab
Forum SKPD
Form; survey dusun
criteria kesejahteraan pemetaan RTM
diagram kelembagaan kalender musin
peta sosial
1. Visi Desa 2. Peta Sosial Desa
3. Usulan Desa
BLM, ADD, PJM, Lainnya
4. PJM RPT Des, RPJMDes
5.
Renstra Desa
-Rangking Usulan -Renstra Kecamatan
-
Penetapan Pendanaan,
-utusan kecamatan
PNPM MPd pada tahap sebelumnya; 3. Inventarisasi data kependudukan, pembangunan desa yang ada di desa calon penerima PNPM MPd.
Kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi PNPM MPd, baik secara formal maupun informal kepada masyarakat di masing-masing desa calon lokasi. Tahap
ini dimanfaatkan oleh seluruh pelaku PNPM MPd di semua tingkatan, mulai dari desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi sebagai upaya untuk mendorong
partisipasi dan pengawasan dari berbagai pihak, sehingga semua pelaku PNPM MPd memiliki pemahaman atau persepsi yang sama dalam menjalankan
program. Kegiatan sosialisasi ini dilakukan pada setiap saat atau kesempatan oleh pelaku-pelaku PNPM MPd baik melalui pertemuan formal maupun informal.
Pertemuan formal biasa mengambil moment pada acara-acara di pemerintahan sedangkan pertemuan informal dilakukan pada acara rutin yang berlangsung di
desa, seperti kegiatan yasinan, arisan maupun acara adat. Untuk Kecamatan Pemayung kegiatan perencanaan dilaksanakan melalui
MAD sosialisasi di Aula Kecamatan Pemayung dengan mengundang utusan dari masing-masing desa; MUSDES Sosialisasi dilakukan di setiap desa yang
waktunya diatur oleh pihak kecamatan; Pelatihan pelaku PNPM MPd dan KPMD yang dilakukan di aula kecamatan; Penggalian gagasan atau lebih dikenal
dengan istilah MMDD; MKP; penulisan usulan desa dalam bentuk proposal kegiatan; verifikasi usulan yang dilakukan oleh tim dari kecamatan terdiri dari
dinas pendidikan, kesehatan, Kimpraswil dengan jumlah minimal lima orang; MAD prioritas usulan yang diwakili oleh enam orang dari masing-masing desa
selanjutnya disebut dengan tim enam yaitu Kades, Ibu Kades, Ketua BPD dan tiga orang perwakilan dari tokoh masyarakat tiga orang diantaranya diharuskan
perempuan; Desain dan RAB; MAD penetapan usulan; MUSDES informasi hasil MAD; MUSDES Pertanggungjawaban dan MUSDES serah terima.
MAD sosialisasi merupakan forum pertemuan antar desa untuk melakukan sosialisasi tentang tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur maupun hal-
hal yang berkaitan dengan PNPM MPd serta untuk menentukan kesepakatan- kesepakatan antar desa dalam melaksanakan PNPM MPd. Nara sumber dalam
pertemuan tersebut adalah Camat Pemayung Adnan, S.Si, PJOK kecamatan Parlaungan Lubis, SH, FK Ependi, ST, BKAD Habibullah dan Setrawan
Kecamatan Darmawi. MAD sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 24 Nopember 2008 di aula kecamatan yang diikuti utusan dari 17 desa dan satu
kelurahan dengan agenda menetapkan desa-desa yang dapat mengikuti proses PNPM MPd.
MUSDES sosialisasi merupakan forum pertemuan masyarakat desa sebagai ajang sosialisasi atau penyebarluasan informasi PNPM MPd tingkat
desa. Untuk tingkat Kecamatan Pemayung MUSDES sosialisasi dilaksanakan tanggal 27 Nopember s.d 03 Desember 2009. Sedangkan untuk Desa Teluk
sebagai fokus penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 September 2008. Pelatihan pelaku PNPM MPd tingkat desa, seperti KPMD, TPU, TP3,
kader teknik dan TPK yang telah terpilih dalam musyawarah desa sosialisasi. Peserta pelatihan ini selanjutnya akan memandu serangkaian tahapan kegiatan
PNPM MPd yang diawali dengan proses penggalian gagasan di tingkat RT, dusun dan kelompok masyarakat. Untuk persiapan dan menambah
kapasitasnya, maka pelaku tingkat desa mendapat pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan TPU dilaksanakan tanggal 27 s.d 28 Januari 2009 sedangkan pelatihan
TP3 dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2009 berjumlah 12 orang. TP3 dibentuk untuk melakukan pengelolaan kegiatan yang telah didanai oleh PNPM
MPd pada tahun sebelumnya. Untuk tahun 2009 ini pelatihan KPMD tidak dilaksanakan karena ada kendala teknis. Pada tahun-tahun sebelumnya selalu
dilaksanakan dengan peserta dua utusan dari masing-masing desa satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.
Untuk proses penggalian gagasan diawali dengan mengadakan pertemuan di tingkat RT dan dusun untuk membuat peta sosial kemiskinan
bersama-sama dengan warga setempat. Metode atau teknik yang digunakan dalam pembuatan peta sosial dalam pertemuan dusun adalah penentuan
klasifikasi kesejahteraan, penyusunan peta sosial dan menggali masa depan desa MMDD. Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang utusan-utusan dari
masing-masing RT pada MMDD di tingkat dusun dan utusan dari masing-masing dusun pada MMDD di tingkat desa. Hasil yang diharapkan dari pertemuan-
pertemuan penggalian gagasan tersebut adalah : 1. Masyarakat memahami keperluan dan kebutuhannya; 2. Menganalisis permasalahan dan penyebab
kemiskinan di tengah masyarakat desa; 3. Menemukan gagasan-gagasan kegiatan maupun visi ke depan dari masyarakat desa untuk mengatasi
permasalahan dan penyebab kemiskinan tersebut. Kegiatan MKP dihadiri oleh kaum perempuan dan dilakukan dalam
rangka membahas gagasan-gagasan dari kelompok-kelompok perempuan dan
menetapkan usulan kegiatan PNPM MPd yang merupakan aspirasi khusus dari perempuan. MKP ini dilaksanakan pada 15 Januari s.d 20 Februari 2009. Untuk
Desa Teluk dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2009. Usulan hasil musyawarah tersebut selanjutnya dibawa dalam forum MUSRENBANGDES dan
menjadi usulan yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat untuk dibawa dalam MUSRENBANG di tingkat Kecamatan, artinya desa hanya menetapkan usulan
untuk di sahkan sebagai bagian dari usulan desa. Hasil yang diharapkan melalui pertemuan itu adalah gagasan-gagasan kegiatan dan visi kedepan dari kelompok
perempuan di desa dalam mengatasi penyebab kemiskinan, ditetapkannya usulan kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan, ditetapkannya usulan yang
merupakan aspirasi perempuan selain kegiatan simpan pinjam, seperti peningkatan kapasitas perempuan dalam bentuk pelatihan keterampilan dan
terpilihnya calon-calon wakil perempuan utusan tim enam yang akan hadir dan berkompetisi di MAD prioritas usulan.
Penulisan usulan desa merupakan kegiatan menguraikan secara tertulis gagasan kegiatan masyarakat yang sudah disetujui sebagai usulan desa yang
akan diajukan pada musyawarah antar desa. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari s.d 01 Februari 2009. sebelum melakukan penulisan, TPU
dari masing-masing desa akan mendapatkan pelatihan atau penjelasan terlebih dahulu dari fasilitator kecamatan, baik fasilitator pemberdayaan maupun
fasilitator teknik. Kegiatan pelatihan TPU ini berlangsung pada tanggal 27 dan 28 Januari 2009. Hasil yang diharapkan dari proses penulisan usulan adalah
dokumen proposal usulan kegiatan desa yang terlebih dahulu telah disetujui dalam musyawarah desa perencanaan dan musyawarah khusus perempuan,
termasuk data isian formulir pendukungnya. Verifikasi usulan merupakan tahap kegiatan yang bertujuan untuk
memeriksa dan menilai kelayakan usulan kegiatan dari masing-masing desa yang akan didanai PNPM MPd. Verifikasi usulan dilakukan oleh TV yang
dibentuk tanggal 28 Januari 2009 berdasarkan SK dari Camat Pemayung di tingkat kecamatan dengan beranggotakan 6 orang yang memiliki keahlian sesuai
usulan kegiatan, yaitu Udayana ahli konstruksi, Nawaliah ahli kesehatan, Ruslan dan Sutarjo ahli Simpan Pinjam, A. Rahman dan Martamba ahli
pendidikan. Sebelum menjalankan tugasnya TV memperoleh pelatihan OJT on job training terlebih dahulu dari fasilitator kecamatan FK, fasilitator teknik dan
KM Kabupaten. TV menilai setiap usulan kegiatan untuk melihat kesesuaian
usulan dengan kriteria penilaian usulan kegiatan yang meliputi : lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin, mendesak untuk dilaksanakan, bisa dikerjakan oleh
masyarakat, tingkat keberhasilan dan keberlanjutan cukup tinggi dan didukung oleh sumber daya yang ada di masyarakat atau desa.
MAD prioritas usulan adalah forum untuk membuat perankingan usulan dari masing utusan-utusan tiap desa. Masing-masing utusan dengan berbagai
strategi berupaya untuk mendapatkan point tertinggi agar bisa lolos dalam kompetisi ini. .Pimpinan rapat dalam forum ini adalah Ketua BKAD Habibullah
dan sebagai Notulen adalah Sekretaris BKAD Mubarok. Sedangkan sebagai Narasumber adalah Bapak Adnan, S.Si Camat, Ependi, ST FK, Oktaria FT,
Parlaungan Lubis PJOK dan Darmawi. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2009 dengan menghasilkan perangkingan sebagai berikut : 1. Desa
Pulau Raman Pembangunan Jalan Rabat Beton; 2. Desa Ture Pembangunan Gedung TK; 3 Desa Teluk Pembangunan Jalan Rabat Beton;
dan 4 Desa Kubu Kandang Pembangunan Gedung Posyandu. MAD penetapan usulan merupakan forum untuk mengambil keputusan
terhadap usulan yang akan didanai PNPM MPd. Keputusan pendanaan harus mengacu pada tingkat usul yang telah dibuat pada saat musyawarah antar desa
prioritas usulan. Jika pada saat musyawarah antar desa prioritas usulan, seluruh usulan atau proposal telah selesai dibuat berikut detail desai gambar dan
RABnya, maka keputusan penetapan usulan yang akan didanai oleh PNPM MPd bisa langsung diselenggarakan setelah agenda musyawarah antar desa
penetapan usulan diselesaikan. Namun jika belum selesai desain RABnya, maka musyawarah antar desa penetapan usulan dilakukan pada waktu yang berbeda.
Musyawarah desa informasi hasil merupakan forum sosialisasi atau penyebarluasan hasil penetapan alokasi dana PNPM MPd yang diputuskan
dalam MAD penetapan usulan. Forum ini dilaksanakan baik desa yang mendapatkan dana maupun tidak. Forum ini sekaligus memberikan informasi
kepada desa yang memenangkan dan tidak memenangkan kompetisi secara sehat yang telah dilaksanakan dalam musyawarah sebelumnya.
Jenis Kegiatan dalam PNPM Mandiri Perdesaan
Jenis kegiatan yang dibiayai melalui dana BLM, diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi kriteria : 1. Lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin;
2. Mendesak untuk dilaksanakan; 3. Bisa dikerjakan oleh masyarakat; 4.
Didukung oleh sumberdaya yang ada di masyarakat; dan 5. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan. Jenis kegiatan yang dimaksudkan tersebut
meliputi : 1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana dasar infrastruktur pedesaan yang dapat memberikan manfaat social ekonomi bagi
masyarakat dan 2. Kegiatan simpan pinjam khusus bagi kelompok perempuan SPP.
Pelaksanaan dan Pelestarian Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
Program yang matang dan terencana serta tetap megacu pada prinsip dan asas PNPM MPd sebagai kegiatan persiapan untuk menjamin kualitas
proses pelaksanaan program. Persiapan ditujukan kepada penyiapan aspek sumber daya manusia. Seperti : masyarakat, TPK dan seluruh pelaku PNPM
MPd lainnya. Masyarakat dipersiapkan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan di desa mereka. TPK dipersiapkan untuk melaksanakan
kegiatan yang telah diputuskan bersama. Kegiatan persiapan berupa rapat koordinasi awal di kecamatan yang
merupakan MAD sosialisasi dan rapat persiapan pelaksanaan di desa melalui MUSDES sosialisasi sampai dengan tahap pengesahan surat perjanjian
pemberian bantuan seperti telah dibahas bagian sebelumnya Tahap pelaksanaan kegiatan PNPM MPd terdiri dari : pencairan dana,
pengadaan tenaga kerja, pengadaan bahan dan alat, dan rapat evaluasi TPK. Tahapan kegiatan ini telah diatur oleh PNPM MPd dan dibatasi oleh waktu.
Peraturan tersebut mengikat kegiatan yang dilaksanakan. Peraturan cenderung membatasi kreatifitas keluarga miskin. Misalnya : pencairan dana yang
ditentukan bulan tertentu dan dengan waktu yang sangat dekat kurang memberikan keleluasaan keluarga miskin untuk terlibat dalam kegiatan
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilaksanakan secara tergesa-gesa tersebut mengakibatkan keluarga miskin tidak puas karena tidak
sesuai dengan kebutuhan mereka. Tetapi hasil keputusan tersebut menguntungkan PNPM MPd dan kalangan elit desa, sehingga pencapaian target
hanya bersifal politis. Musyawarah desa pertanggungjawaban dilaksanakan untuk mewujudkan
transparansi dalam proses pelaksanaan PNPM MPd, TPK wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara bertahap kepada masyarakat. Musyawarah
pertanggungjawaban minimal dilakukan dua kali yaitu setelah memanfaatkan dana PNPM MPd tahap pertama dan tahap kedua.
Sertifikasi adalah penerimaan hasil pekerjaan berdasarkan spesifikasi teknis oleh FT untuk mendorong kualitas pekerjaan atau kegiatan. Kegiatan
dilakukan sertifikasi dengan harapan fokus TPK dialihkan dari mengejar target fisik ke target kualitas. Namun demikian, seperti telah dibahas pada bagian
sebelumnya, pencapaian target hanya bersifat politis dan belum menyentuh kebutuhan keluarga miskin.
Pelaku PNPM MPd melakukan revisi kegiatan, jika pada tahap pelaksanaan program kegiatan terjadi kesalahan di lapangan atau terjadi
bencana alam. Revisi dilakukan dengan tidak menambah jumlah anggaran dana yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan yang telah diputuskan melalui
musyawarah desa. Revisi tersebut dibuat oleh TPK dan disetujui oleh PJOK, ketua TPK dan FK serta secara terbuka ada pemberitahuan kepada masyarakat.
Revisi bertujuan untuk mencapai efektivitas program dalam mencapai target yang telah ditentukan. Revisi juga diperlukan untuk meminimalisir hambatan-
hambatan yang menggagalkan tujuan yang akan dicapai. Kegiatan yang dimaksud adalah penyelesaian tiap jenis kegiatan yang
telah dilaksanakan sebagai bagian pertanggungjawaban TPK di desa. Kegiatan ini meliputi : pembuatan laporan penyelesaian pelaksanaan kegiatan, pembuatan
realisasi kegiatan dan biaya, musyawarah desa serah terima, pembuatan dokumen
penyelesaian, pelaksanaan
kegiatan, pembuatan
dokumen penyelesaian, pembuatan berita acara status pelaksanaan kegiatan pada
kondisi khusus.
Kegiatan PNPM MPd diatur dan dipelihara untuk memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan tersebut dilaksanakan agar
bermanfaat pada semua pihak sehingga kegiatan memberikan dampak perubahan positif dan berkelanjutan bagi partisipan penerima program. Hasil
kegiatan PNPM MPd yang berupa pembangunan infrastruktur dan SPP merupakan asset bagi masyarakat desa yang harus dipelihara, dikembangkan
dan dilestarikan. Untuk menjaga agar pelestarian kegiatan bisa berjalan pemerintah sebagai penanggung jawab program memberikan sanksi yang telah
ditentukan, bahwa jika hasil kegiatan tidak dikelola dengan baik seperti tidak terpelihara bahkan tidak bermanfaat bagi masyarakat atau pengembalian macet
bagi dana SPP maka desa atau kecamatan tersebut tidak akan mendapat lagi dana PNPM MPd untuk tahun berikutnya.
Pelestarian kegiatan merupakan tahapan pasca pelaksanaan yang dikelola dan merupakan tanggung jawab masyarakat. Untuk mendukung
pelestarian kegiatan diperlukan hal-hal sebagai berikut : 1. Peningkatan kemampuan teknis dan manajerial yang harus mampu dimiliki oleh kelompok-
kelompok masyarakat, TPK, serta pelaku-pelaku lain PNPM MPd di desa dan kecamatan, 2 Penyediaan sistem dan mekanisme monitoring, evaluasi,
perencanaan pengendalian secara partisipatif yang memungkinkan anggota masyarakat dapat mengetahui serta ikut mengontrol kegiatan-kegiatan yang
direncanakan, sedang berjalan, maupun yang sudah diselesaikan; 3 Penguatan lembaga-lembaga masyarakat di kecamatan dan desa, termasuk lembaga
pengelola prasarana dan sarana. Sistem pemeliharaan PNPM MPd diarahkan kepada adanya perawatan
dan pengembangan berbagai sarana dan prasarana yang ada, sehingga dapat secara terus menerus dimanfaatkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien.
FK dibantu FKab wajib memberikan pelatihan kepada tim pemeliharaan atau yang ditunjuk pada waktu pelaksanaan program hampir selesai. Dalam
pelatihan tersebut, masyarakat diberi penjelasan mengenai kepentingan pemeliharaan, organisasi pengelola dan pemeliharaan, dan teknik-teknik yang
digunakan seperti teknik membuat inventarisasi masalah dan teknik memperbaikinya. Disamping itu akan dilakukan praktek lapangan agar materi
pelatihan dapat dipahami.
PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang
dimilikinya. Kenyataannya seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat
dengan pihak luar atau adanya intervensi dari fasilitator yang bekerja secara profesional. Dalam aktivitas pada PNPM MPd di lapangan fasilitator ini berperan
sebagai pendamping sosial bagi partisipan penerima program. Peran seorang fasilitator di lapngan ini dapat peneliti uraikan menjadi tiga bagian, yaitu peran
teknik, fasilitasi, dan pendidik.
Peran Teknik
Peran teknik dilakukan oleh fasilitator untuk menjamin bahwa PNPM MPd mengakibatkan partisipan atau masyarakat penerima program mendapat
prasarana yang bermutu baik sebagai hasil karya sendiri, dan masyarakat menjadi semakin mampu dalam proses pengelolaan pembangunan secara
mandiri. Pada acara musyawarah desa pertama, masyarakat akan memilih kader‐kader desa, di antaranya satu orang kader teknik. Kader teknik merupakan
asistennya Fasilitator Teknik di desa, sehingga harus banyak menambah ilmu teknik sipil dan manajemen konstruksi. Produk utama dari peran teknik seorang
fasilitator adalah gambar desain serta perhitungan kebutuhan bahan, tenaga, peralatan, dan biaya. Kebutuhan untuk program pemberdayaan masyarakat tidak
sama dengan kebutuhan di pekerjaan yang diborongkan kepada kontraktor atau perusahaan swasta. Gambar desain yang dibutuhkan adalah gambar yang dapat
dipegang oleh masyarakat sebagai dasar konstruksi dan gambar yang merupakan dasar perhitungan volume pekerjaan di desa lokasi kegiatan.
Masyarakat di Desa Teluk mengungkapkan bahwa kualitas dan volume bangunan yang dibuat oleh PPK maupun PNPM MPd jauh lebih baik ketimbang
proyek yang dikerjakan oleh rekanan Dinas PU. Mereka mencontohkan ada bangunan madrasah dengan nilai hampir 400 juta yang dikerjakan oleh rekanan
Dinas PU dengan sumber dana dari APBD kabupaten, volumenya lebih kecil, yaitu hanya mampu membangun tiga ruang kelas dengan kualitas rendah yang
mengecewakan jika dibandingkan dengan bangunan yang dikerjakan oleh
masyarakat melalui PNPM MPd dengan biaya yang jauh lebih murah yaitu hanya sekitar 200 juta rupiah, tetapi berhasil membangun empat ruang kelas dengan
kualitas yang jauh baik. Alhasil bangunan madrasah yang dikerjakan oleh rekanan Dinas PU tersebut sampai kini belum diserahterimakan dan ditolak oleh
warga karena beberapa bagian dari bangunan tersebut ternyata sudah banyak yang retak sebagaimana juga terlihat dari dekat ketika peneliti melakukan
observasi di lapangan. Gambar 8. Bangunan Infrastruktur Madrasah yang dikerjakan oleh rekanan
Dinas PU di Desa Teluk
Berbeda dengan gambar di atas, bangunan madrasah yang dibangun oleh PNPM MPd yang berada persis di sampingnya terlihat kokoh, rapi dan lebih
berkualitas. Saat ini bangunan madrasah tersebut terus digunakan untuk aktivitas pendidikan agama sekolah sore bagi anak-anak warga Desa Teluk. Diyakini
bahwa faktor fasilitator dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan madrasah dan selalu menjaga agar kualitas
bangunan betul-betul maksimal menjadi sangat menentukan. Beberapa mantan pelaku PPK yang terlibat dalam pembangunan madrasah tersebut menuturkan
bahwa fasilitator sangat rajin memberikan motivasi dan mengajak semua komponen masyarakat untuk terlibat dalam setiap tahapan pembangunan.
Masyarakat, terutama pelaku ditingkat desa TPK bersama-sama komponen masyarakat lain ikut mempersiapkan, mengerjakan dan memantau hingga
pembangunan madrasah tersebut kelar.
Gambar 9. Bangunan Madrasah yang dikerjakan oleh Masyarakat melalui PPK
di Desa Teluk
Selain bangunan madrasah seperti terlihat pada gambar di atas, tahun 2004 juga dibangun rehab MTs di desa tersebut dengan kualitas yang juga
sangat memuaskan warga. Seorang tokoh agama di Desa Teluk yaitu Ustadz Zawawi yang juga pernah menjadi anggota tim enam PPK tahun 2003
menyatakan bahwa untuk pembangunan sarana fisik, beliau mengakui bahwa kualitas maupun manfaat dari bangunan yang dikerjakan oleh PPK sangat
dirasakan oleh masyarakat. Berikut adalah penuturan beliau: “Bangunan madrasah ini sudah hampir roboh sementara anak-anak harus
terus bersekolah, jadi setelah ada pembangunan gedung baru oleh PPK kita merasa bersyukur sekali dan aktifitas sekolah kembali lancar. Apalagi
bangunannya cukup kokoh dan permanen jika dibandingkan sebelumnya”.
Bagaimana dengan bangunan fisik yang dikerjakan oleh PNPM MPd? Tahun 2008 di Desa Teluk telah dibangun jalan desa perkerasan jalan yang
melintasi areal perkebunan kelapa sawit dan durian milik warga. Jalan tersebut saat ini dimanfaatkan oleh warga untuk mempermudah akses mengeluarkan
hasil panen kebun mereka. Berbeda dengan pembangunan madrasah, pembangunan jalan ini selain dikerjakan oleh sebagian warga Desa Teluk, juga
melibatkan tenaga kerja dari luar Desa Teluk. Menurut pengurus TPK Desa Teluk, hal ini dilakukan karena ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan
keahlian dan untuk menjamin kualitas bangunan diperlukan tenaga dari luar desa. Pendapat ini agak berbeda dengan penuturan beberapa RTM yang sempat
peneliti temui. Mereka menyatakan, sebenarnya semua komponen pekerjaan itu bisa dilakukan oleh warga desa sehingga mereka yang tergolong RTM bisa
mendapatkan tambahan penghasilan dari pekerjaan tersebut. Mereka juga kurang paham maksud atau tujuan dari pengurus TPK, mengapa harus merekrut
tenaga kerja dari luar desa. Beberapa warga yang lain menuturkan, terlepas siapa yang mengerjakan yang penting bangunan tersebut memberikan manfaat
yang besar bagi warga terutama bagi mereka yang memiliki kebun yang dilintasi jalan tersebut. Harus diakui memang, proyek fisik yang dikerjakan oleh PPK
maupun PNPM MPd melalui pendampingan yang intensif oleh fasilitator memberikan dampak positif bagi warga setempat.
Pendapat tentang hal serupa juga muncul dari Bapak Habibullah. Beliau adalah mantan pelaku PPK dan sekarang menjadi ketua BKAD Kecamatan
Pemayung. Menurutnya, peran fasilitator dari aspek fisik diakui cukup berhasil. Hal ini bisa ditunjukkan oleh begitu banyak pembangunan sarana fisik yang telah
dibangun di wilayah Kecamatan Pemayung, seperti pembangunan jalan rabat beton, perkerasan jalan desa, pembangunan gedung TK, madrasah dan irigasi.
Kesemua bangunan tersebut sangat terjamin kualitasnya karena melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengerjaan bangunan pada setiap tahapan.
Berikut adalah penuturan dari beliau: “Harus kita akui bahwa proses pembangunan fisik, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi memang melibatkan masyarakat desa. Pengawasan yang cukup rapi dari seluruh komponen
masyarakat desa mampu meningkatkan efisiensi dan lebih manjamin kualitas bangunan, terutama jika dibandingkan dengan proyek yang
dibangun oleh rekanan seperti proyek APBN maupun APBD yang lain.
Ketika peneliti berjalan ke desa-desa lokasi kegiatan PNPM MPd yang lain memang terlihat, bahwa peran teknik dari fasilitator yang ber-output
bangunan fisik ini sangat menonjol ketimbang peran-peran lain. Hal ini bisa dimaklumi karena memang aktivitas program umumnya adalah pembangunan
sarana fisik yang membutuhkan pendampingan kepada partisipan pada aspek teknis. Dalam dokumen-dokumen yang peneliti telusuri juga terlihat jelas begitu
padatnya aktivitas fasilitator dalam menjalankan peran teknis, apalagi sejak tahun 2007 cakupan lokasi kegiatan PNPM MPd yang diperluas ditambah lagi
program P2SPP yang juga membutuhkan pendampingan dari fasilitator yang sama. Dokumen tersebut menjelaskan aktivitas teknis yang mesti diselesaikan
secara tepat waktu, misalnya pembuatan RAB dan desain gambar bangunan pada masing-masing desa lokasi.
Untuk melakukan pendampingan di lapangan, sebenarnya dipersiapkan dua orang fasilitator yaitu fasilitator pemberdayaan dan fasilitator teknik, tetapi
karena volume dan cakupan lokasi pekerjaan pada aspek teknis sangat besar serta dituntut oleh target dan waktu yang sangat mekanistis. fasilitator
pemberdayaanpun juga kerap terjebak sibuk dengan aktivitas fisik yang seyogianya dijalankan oleh fasilitator teknis, sehingga peran-peran lain termasuk
aktivitas sosial fasilitator seperti berkunjung, berdiskusi dan mendengar keluhan dan kebutuhan warga ke desa-desa lokasi di luar konteks kerja teknis menjadi
jarang dilakukan. Suatu ketika yaitu pada tanggal 24 Maret 2008, peneliti juga sempat
mengikuti ekspose hasil audit dari BPKP dari Provinsi Jambi tentang implementasi P2SPP dan PNPM MPd se-Kabupaten Batang Hari yang digelar di
aula kantor bupati setempat. Uraian hasil ekspose audit tersebut hampir keseluruhan mengevaluasi dan memonitoring kerja-kerja teknis di lapangan,
misalnya menyangkut apakah kualitas dan volume bangunan jalan, jembatan, sekolah dan posyandu dikerjakan sesuai dengan PTO? Bagaimana penggunaan
dana untuk kegiatan tersebut benar-benar transparan?. Hanya sedikit sekali disinggung evaluasi tentang aktivitas pemberdayaan bagi partisipan. Hal ini tentu
saja akan mendorong dan menjadikan fasilitator serta pelaku lainnya selalu mengoptimalkan kerja-kerja fisik dan karena keterbatasannya tersebut bisa
menjadikan peran-peran lain menjadi sulit dijalankan. Untuk memperkuat kemampuannya dalam menjalankan peran teknik ini,
fasilitator akan menerima In Service Training IST yang biasanya disampaikan oleh FKab satu bulan sekali. In‐Service Training IST yang diterima di tingkat
kabupaten topik dan lamanya ditentukan oleh Fasilitator Kabupaten, kecuali ada hal-hal tertentu yang telah di atur secara khusus oleh tim PNPM MPd pusat atau
dari provinsi. IST menyangkut topik topik pelatihan yang dianggap perlu diketahui oleh fasilitator, termasuk topik teknis, topik manajemen, topik aturan
atau prinsip
program, topik
pengembangan profesi,
serta topik
keterampilan keterampilan yang perlu dikuasai oleh seorang fasilitator. Karena tuntutan peran teknis yang begitu besar umumnya materi IST juga dominan
menyangkut hal-hal yang bersifat teknis.
Peran Fasilitasi
Selain pembangunan infrastrukur atau fisik, PNPM MPd di Desa Teluk juga menyelengggarakan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan SPP.
Beberapa desa sudah memanfaatkannnya sejak beberapa tahun yang lalu. Sedangkan untuk Desa Teluk baru digulirkan pada tahun ini. Bergulirnya
program ini ternyata menuai kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat. Menurut beberapa warga hampir seluruh tokoh masyarakat terutama tokoh
agama dan adat menolak SPP, karena bunga pinjaman dalam SPP tersebut di anggap riba haram tetapi oleh pihak kecamatan tetap dipaksakan untuk
diterima dan warga desa tak kuasa menolak. Penolakan di Desa Teluk ini dituturkan oleh beberapa tokoh masyarakat berikut ini :
“Kita kebobolan dan ini menjadi kemunduran bagi warga desa serta menjadi catatan sejarah yang tidak baik. Program SPP itu dipaksakan
untuk diterima oleh warga. Kalau ada warga yang mau pinjam uang di Bank dan ada bunganya itu adalah persoalan individu tetapi untuk SPP ini
kita semua dipaksa secara bersama untuk melegalkan praktek riba ini” Uz.
“Ada intimidasi dari pihak-pihak tertentu kalau tidak mau menerima SPP maka program lain misalnya pembangunan infrastruktur akan dianggap
tidak layak dan tidak akan diverifikasi. Ada pencucian otak secara sistematis oleh tim dari kecamatan sehingga SPP masuk dalam daftar
usulan desa” Ib.
Kasus penolakan SPP oleh warga di atas merupakan salah satu contoh dimana fasilitator belum mampu melaksanakan peran fasilitasi secara baik.
Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain untuk
memberdayakan partisipan. Dalam proses pemberdayaan, fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan
masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya bukan dengan cara-cara pemaksaan yang justru menjauhkan fasilitator dari
partisipan. Aturan simpan pinjam, pada SPP yang mengadopsi sistem sebagaimana
yang berlaku pada perbankan secara umum di desa-desa tertentu ternyata menuai protes. Fasilitator sesungguhnya bisa memerankan diri dengan
memfasilitasi dan menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi oleh partisipan sesuai konteks lokal tanpa harus menyeragamkan
aturan di tempat lain yang justru mengundang kontroversi tidak produktif. Bersama dengan beberapa tokoh agama, peneliti sempat berdiskusi dan
menanyakan apa sebenarnya keinginannya dalam konteks SPP. Mereka tidak memungkiri membutuhkan modal untuk pengembangan usaha, tetapi apakah
tidak ada cara lain selain membungakan “riba” uang. Sebenarnya ada solusi yang bisa ditawarkan oleh fasilitator bersama pelaku PNPM MPd dengan
menawarkan jasa pinjaman uang SPP dengan sistem syariah mengingat Desa Teluk sangat kental dan menjaga agar nilai-nilai agama Islam tetap lestari.
Kegiatan fasilitasi bukan hanya sekedar menjejalkan sejumlah pengetahuan dan pengalaman fasilitator maupun pelaku PNPM MPd dari tempat
lain kepada partisipan melainkan upaya penyadaran melalui proses belajar
bersama dan mendorong prakarsa masyarakat secara mandiri untuk menentukan keputusannya. Fasilitator di samping melakukan transfer
pengetahuan dan pengalaman juga harus mau belajar kepada budaya lokal agar program yang dibawa bisa diterima oleh partisipan. Lalu bagaimana dengan
desa-desa lain? apakah program SPP ini berjalan semestinya? Beberapa desa yang sempat peneliti telusuri, kegiatan SPP memang
telah bergulir sejak PPK dan tidak dipersoalkan oleh warga tentang “keabsahan” program. Akan tetapi program mendapatkan kritik terutama dari RTM karena
ternyata dana yang digulirkan justru dimanfaatkan oleh mereka yang sudah mapan ekonominya. Alasannya adalah RTM dianggap tidak mampu membayar
cicilan secara rutin kepada pengurus UPK. Hal ini tentu sangat kontras dengan tujuan program untuk memberdayakan RTM “kaum marginal”. Dalam konteks ini
dapatlah dinyatakan bahwa belumtidak terjadi proses pemberdayaan khususnya bagi warga miskin karena tidak terjadi transfer daya kepada warga
miskin, sebab program lebih dimanfaatkan oleh kelompok yang mampu. Apa dampaknya kemudian ? RTM menjadi enggan untuk terlibat dalam program-
program berikutnya. Rapat-rapat sebagai instrument menggali gagasan yang
“partisipatif” menjadi sulit untuk menghadirkan RTM.
Konsultan Manajemen KM PNPM MPd Provinsi Jambi ketika dikonfirmasi oleh peneliti tentang aktivitas PNPM MPd di wilayahnya memberikan
tanggapan yang cukup relevan sebagaimana yang peneliti temukan di lapangan. Untuk program pembangunan infrastruktur beliau mengakui bahwa selama ini
berharap ada peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai multiplier effect dari kegiatan, misalnya terbukanya lapangan kerja baru bagi RTM.
Pemberdayaan dalam artian sesungguhnya yang mampu membangun kesadaran bagi RTM untuk keluar dari lingkaran kemiskinan memang belum
maksimal kita dapatkan. Sementara untuk kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan SPP harus diakui bahwa perkembangannya di UPK cukup pesat.
Untuk Kecamatan Pemayung, saat ini telah memiliki omset kurang lebih satu Milyar. Tetapi persoalannya kelompok perempuan miskin yang sejatinya
memanfaatkan untuk mengembangkan ekonomi keluarga ternyata tidak memperoleh akses untuk memanfaatkan program ini. Lebih lanjut beliau secara
terbuka juga menceritakan alur aktivitas PNPM MPd yang menurutnya akan sulit membawa misi pemberdayaan. Beliau mengakui bahwa ada penurunan kualitas
pada aktivitas program ketimbang pada PPK sebelumnya sebagaimana diungkapan oleh beliau berikut ini :
“Kita harus akui bahwa proses yang berjalan dalam PNPM ini sangat mekanistis sekali. Aktivitas yang berjalan selalu berpedoman pada PTO
yang dikejar oleh target sehingga pemberdayaan masyarakat yang mestinya bisa didapat pada setiap tahapan program sangat sulit
dijalankan”.
Pada sisi lain juga terungkap bahwa TPK PNPM MPd di Desa Teluk mengeluhkan aturan main untuk pelaksanaan program mulai tahun ini tahun
2009. Mereka mengungkapkan bahwa sejak tahun ini diminta untuk mengumpulkan dana swadaya dari masyarakat yang jumlahnya sudah
ditetapkan oleh pihak kabupaten sebesar lima persen. Menurutnya selama ini warga memang selalu diminta untuk menyumbang selama pelaksanaan program.
Beberapa warga ada yang menyumbangkan bahan-bahan material seperti pasir, semen dan batu, tenaga kerja dan peralatan pekerjaan yang nilainya bisa jadi
lebih dari lima persen karena merasakan bahwa program ini penting bagi kepentingan mereka tetapi ini dilakukan dengan prinsip sukarela tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Mereka berpendapat dengan penetapan angka minimal lima persen apalagi jika dilakukan secara terus menerus justru akan
menyebabkan warga menyumbang karena ada unsur keterpaksaan dari pihak atas. Ketika persoalan ini peneliti pertanyakan kepada pengurus UPK di tingkat
kecamatan mereka menyatakan sebenarnya tentang persoalan ini sudah sering dilakukan protes oleh mereka dan teman-teman dari UPK yang lain tetapi tidak
ada respon dari pihak kabupaten. Menurut orang di kabupaten ketentuan ini sudah menjadi aturan baku yang tidak bisa dirubah.
Kegiatan pendampingan
untuk mendidik
partisipan bukanlah
memaksakan apalagi memberikan materi yang “tidak sehat” kepada partisipan melainkan upaya penyadaran melalui proses belajar bersama dan mendorong
prakarsa masyarakat secara mandiri untuk menentukan keputusanya. Untuk mendukung usaha ini profesi sebagai fasilitator memang membutuhkan
keseriusan dan ketekunan yang cukup tentang masyarakat. Deskripsi di atas menunjukkan bahwa proses dialog yang mesti muncul
dalam pengambilan keputusan pada setiap aktivitas program ternyata belum terjadi. Dalam dialog seharusnya fasilitator membuka ruang “berbicara dan
mendengar” yang setara” sehingga komunikasi antara fasilitator dan pelaku PNPM MPd dengan partisipan tidak terkesan menggurui atau bahkan
memaksakan kehendak.
Di lokasi penelitian, peran fasilitasi memang tidak begitu tampak dijalankan oleh fasilitator. Kegiatan fasilitasi umumnya hanya dilakukan dalam
rangka aktivitas teknis yang menjadi unggulan dari program. Misalnya memfasilitasi setiap pertemuan dalam pelaksanaan tahapan PNPM MPd,
fasilitasi dan membantu survey lapangan, melakukan survey harga satuan dan menerapkannya dalam RAB dan memfasilitasi dalam penanganan dan
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan program fisik. Beberapa warga dalam beberapa kesempatan ngobrol dengan peneliti juga
menyampaikan bahwa fasilitator hanya datang ketika proyek akan berjalan. Sementara untuk fasilitasi program-program yang lain termasuk hadir dan
berkunjung ke desa sekedar untuk merajut kebersamaan dengan warga jarang dilakukan. Kegiatan memfasilitasi yang merupakan tugas paling rutin fasilitator
adalah pendampingan pembelajaran bersama kelompok yang harus diawali dengan interaksi sosial yang harmoni antara fasilitator dan partisipan. Apapun
kegiatannya, proses fasilitasi yang dikembangkan oleh fasilitator harus selalu berorientasi pada proses pembelajaran yang bertumpu pada partisipan.
Dalam beberapa kesempatan sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang pelaku PNPM MPd, fasilitator bersama pelaku PNPM MPd yang lain
pernah menjadi mediator ketika terjadi ketegangan dan konflik antar kelompok yang berlawanan. Pernah suatu ketika terjadi ketegangan antara warga
masyarakat dengan kontraktor yang melaksanakan pekerjaan pembangunan jalan. Saat itu sebagaimana dituturkan oleh Ketua BKAD, kontraktor meminta
dibayar lunas sementara pekerjaan belum selesai. Warga tetap bersikukuh untuk tidak membayar. Kontraktor sempat mengancam dan mengadukan persoalan ini
kepada Kejaksaan Negeri Muara Bulian. Oknum kejaksaan bersama kontraktor tersebut sempat mengeluarkan ancaman untuk membawa persoalan ini ke meja
hukum. Akhirnya setelah melalui proses mediasi persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan baik antara warga dan pihak kontraktor.
Sebenarnya peran fasilitasi mediasi yang lain yang bisa dilakukan misalnya membantu masyarakat untuk bisa mengakses potensi-potensi dan
sumber daya yang dapat mendukung pengembangan dirinya, seperti sektor swasta, perguruan tinggi, LSM dan peluang pasar. Akan tetapi peran-peran ini
belum muncul. Sering ditemui di lapangan bahwa masyarakat jarang mengetahui dan mengenal potensi dan kapasitasnya sendiri. Seorang fasilitator mestinya
mampu merangsang dan mendorong masyarakat untuk menemukenali potensi
dan kapasitasnya sendiri. Dengan fungsinya tersebut fasilitator mampu mendorong masyarakat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan
pembangunan secara mandiri.
Peran Pendidik
Peran pendidik yang mesti dijalankan oleh fasilitator di lokasi kegiatan PNPM MPd adalah berperan aktif dalam proses pengembangan guna
merangsang dan mendukung kegiatan-kegiatan partisipan. Kegiatan itu tidak saja sekedar membantu, namun lebih-lebih harus punya input dan arahan-
arahan positif dari hasil pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh fasilitator. Pendidikan dalam artian ini adalah upaya berbagi pengetahuan dalam
membangun suatu kesadaran bersama dalam memahami kenyataan sehari-hari. Pengertian ini merujuk pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan kemudahan terhadap berbagai akses
bantuan saja tetapi secara proaktif juga melakukan intervensi langsung kepada masyarakat. Disisi inilah fasilitator mencoba mengambil peran sebagai perantara
atau katarsis untuk mempercepat proses belajar dan peningkatan kesejahteraan. Kegiatan yang dimungkinkan dapat dilakukan adalah melalui pelatihan
keterampilan bagi partisipan. Menurut penuturan beberapa warga, termasuk pelaku PNPM MPd,
aktivitas PNPM MPd hanya ditunjukkan oleh pembangunan sarana fisik. Sementara program-program pemberdayaan, seperti pelatihan-pelatihan bagi
RTM nyaris tidak pernah ada sebagaimana dituturkan oleh ketua BKAD warga berikut ini :
Kegiatan PNPM-MPd yang betul-betul menyentuh kebutuhan dan memberdayakan masyarakat miskin sebagaimana tujuan PNPM MPd
terutama yang terkait dengan upaya peningkatan keterampilan berusaha ekonomi bagi warga miskin tidak pernah ada. Seperti pelatihan
menjahit, border, industri rumah tangga. Hampir semua usulan dari desa yang pernah muncul terkait dengan pelatihan selalu tidak mendapatkan
prioritas termasuk dari tim. Selalu saja yang diunggulkan dan mendapatkan prioritas usulan adalah bangunan fisik saja, walaupun pada
tahun-tahun sebelumnya telah pernah mendapatkan program PNPM juga dalam bentuk bangunan fisik sehingga keberadaan orang miskin di desa
tidak pernah mengalami perubahan. Mereka tetap miskin dan tidak berdaya”
Ketua BKAD juga mengungkapkan bahwa dalam rapat-rapat di tingkat kecamatan kita selalu mengingatkan agar selalu melibatkan dan mengutamakan
kebutuhan RTM, tetapi selalu saja mentah dalam forum. Utusan dari masing-
masing desa beralasan kalau sarana fisik yang dibangun diperlukan semua orang, sementara kalau pelatihan atau yang sejenis hanya beberapa orang saja
yang bisa memanfaatkan. Dengan demikian kepentingan program untuk memberdayakan orang miskin selalu terabaikan. Mengapa selalu terjadi hal
demikian ? Menurutnya hal ini dikarenakan usulan program selalu dibawa oleh tim enam yang umumnya adalah elit desa. Beberapa usulan program yang
digagas sejak MMDD, baik di tingkat RT, dusun dan desa maupun MKP, terkesan hanya sebagai prasyarat program saja, toh yang akan membawa dan
memperjuangkan untuk mendapatkan program adalah tim enam juga. Sehingga yang terjadi adalah usulan dari RTM dan perempuan tidak benar-benar
diperjuangkan oleh tim enam pada MAD prioritas usulan kompetisi di kecamatan. Hal lain yang menjadi persoalan adalah tidak adanya keterlibatan
stakeholder lain yang mendukung aktivitas pemberdayaan di lapangan. Seharusnya dalam Musrenbang baik di tingkat desa maupun kecamatan
menghadirkan dinas-dinas terkait yang dibutuhkan oleh masyarakat penerima program untuk pemberdayaan mereka.
Catatan penting yang juga dapat peneliti ungkap di lapangan terkait
dengan aspek pendidikan adalah adanya situasi yang memaksa perilaku “tidak jujur” dari pelaku kepada partisipan PNPM MPd. Salah seorang pelaku di Desa
Teluk menceritakan kepada peneliti tentang hal ini. Menurutnya ada kesan skenario yang tidak jujur dari pelaku di tingkat desa TPK dan diajarkan oleh tim
verifikasi di kecamatan serta kabupaten. Pada aspek pelestarian kegiatan, fasilitas yang pernah dibangun oleh PPK dan PNPM MPd pada tahun-tahun
sebelumnya dengan berbagai cara harus disulap sehingga seolah-olah sangat terawat atau paling tidak ada tanda-tanda upaya ingin dirawat, misalnya ada
tumpukan material di samping bangunan sehingga usulan desa bisa lolos untuk verifikasi program pada tahun berikutnya. Kondisi ini sebenarnya tidak mesti
terjadi ketika monitoring dan evaluasi rutin dilakukan oleh pelaku program. Dalam sebuah obrolan dengan pelaku di kabupaten disebutkan, dahulu pada program
PPK, monitoring ini rutin dilakukan bahkan oleh tim dari Depdagri dan Bank Dunia. Akan tetapi sejak PNPM MPd monitoring menjadi jarang dilakukan. Dalam
konteks pendidikan hal ini tentu sangat tidak arif dilakukan oleh pelaku PNPM MPd ditingkatan yang lebih tinggi yang seyogianya harus mendorong
transparansi “apa adanya” sebagai ciri program pemberdayaan.
Beberapa kegiatan pada aspek pendidikan yang pernah diselenggarakan oleh fasilitator di lokasi penelitian juga belum maksimal dijalankan. Pelatihan
hanya diberikan kepada pelaku PNPM MPd saja bukan kepada warga komunitas apalagi RTM. Hanya KPMD, TPU, TP3, kader teknik dan TPK yang terpilih dalam
musyawarah desa sosialisasi yang akan menerima pelatihan. Peserta pelatihan ini selanjutnya diharapkan akan memandu serangkaian tahapan kegiatan PNPM
MPd yang diawali dengan proses penggalian gagasan di tingkat RT, dusun dan kelompok masyarakat. Pelatihan TPU dilaksanakan tanggal 27 s.d 28 Januari
2009 sedangkan pelatihan TP3 dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2009 berjumlah 12 orang. Ironisnya untuk tahun 2009 ini pelatihan bagi KPMD tidak
dilaksanakan. Padahal KPMD adalah perpanjangan tangan fasilitator yang akan membantu kerja-kerja pemberdayaan di tingkat desa. KPMD sendiri umumnya
selalu berganti setiap tahun di setiap desa. Artinya kemampuan kognisi KPMD mestinya di up grade secara rutin untuk menjadi pelopor pemberdayaan di
desanya. Menurut pengurus UPK karena ada kendala teknis sehingga pelatihan batal dilakukan. Pada tahun-tahun sebelumnya selalu dilaksanakan dengan
peserta dua utusan dari masing-masing desa satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.
Sebagai pendidik, sesungguhnya fasilitator bisa menjadi nara sumber resource person karena keahliannya berperan sebagai sumber informasi
sekaligus mengelola, menganalisis dan mendesiminasikan dalam berbagai cara atau pendekatan yang dianggap efektif. Fasilitator juga bisa menjadi pelatih
trainer melakukan tugas pembimbingan, konsultasi atas masalah yang dihadapi warga dan penyampaian materi untuk peningkatan kapasitas dan perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik bagi partisipan.
Ikhtisar
Realitas di lokasi penelitian menunjukkan bahwa peran fasilitator dominan pada aspek teknik, sementara peran fasilitasi dan pendidikan terkesan
terabaikan. Kegiatan PNPM MPd sebagai bagian dari policy pemerintah yang termuat dalam PTO menuntut sistem kerja yang mekanisitis dan dominan pada
aspek teknis yaitu pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur. Sehingga walaupun di lapangan dipersiapkan dua orang fasilitator yaitu fasilitator
pemberdayaan dan fasilitator teknik, karena volume dan cakupan lokasi pekerjaan pada aspek teknis sangat besar serta dituntut oleh target dan waktu
yang telah ditetapkan program maka fasilitator pemberdayaanpun ikut terjebak pada kerja teknis sehingga peran fasilitasi dan pendidikan sebagai ruh dari
proses pemberdayaan terkesan diabaikan.
PEMAKNAAN KREDIBILITAS FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd
Pembahasan mengenai kredibilitas fasilitator menjadi penting karena faktor kredibilitas diyakini terkait dengan sukses tidaknya seorang fasilitator
menjalankan peran pendampingan bervisi pemberdayaan. Kredibilitas diartikan sebagai suatu tingkat sampai sejauhmana sumber pesan dapat dipercaya oleh
penerima Hamidi 2007. Kredibilitas ini penting karena pada kenyataannya partisipan terlebih dahulu akan memperhatikan siapa fasilitator yang membawa
pesan sebelum ia mau menerima pesan yang dibawanya. Apabila kredibilitas fasilitator tidak meyakinkan, maka bagaimanapun baiknya pesan yang
disampaikan, partisipan tidak akan menerimanya. Dalam konteks implementasi PNPM MPd, kredibilitas seorang fasilitator akan menentukan keberhasilan
implementasi program di lapangan termasuk didalamnya adalah bagaimana seorang fasilitator mampu membangun komunikasi partisipatif sebagai instrumen
penting pemberdayaan masyarakat. Ungkapan tentang makna kredibilitas fasilitator ini peneliti dapatkan dari penelusuran dan diskusi bersama partisipan
penerima program dan pelaku pada kegiatan PNPM MPd di lokasi penelitian.
Kredibilitas Fasilitator: Perspektif Partisipan 1. Kompetensi
Ketika peneliti mengajukan pertanyaan kepada tokoh masyarakat dan partisipan penerima program hampir semua informan memberikan jawaban yang
serupa dan menginginkan pendamping lapangan yang memiliki keahlian, jenius dan mempunyai pengalaman yang memadai tentang bidang yang dikerjakannya.
Profesi fasilitator PNPM MPd oleh anggota komunitas dipahami sebagai orang yang harus bisa berperan sebagaimana guru, mengajar, membimbing dan
memberi pelatihan kepada masyarakat yang umumnya memang masih rendah SDMnya. Berikut ini adalah salah satu ungkapan harapan dari salah seorang
tokoh masyarakat : “Kita menginginkan fasilitator yang ditempatkan di sini, memang betul-
betul pintar dan paham sehingga masyarakat kita bisa belajar banyak dari mereka. Khusus untuk FT misalnya, kalau dia tidak paham dengan ilmu
teknik kita khawatir bangunan infrastruktur menjadi tidak berkualitas. BT
Ada dua fasilitator yang bekerja sebagai pendamping PNPM MPd di Kecamatan Pemayung yaitu, fasilitator pemberdayaan dan fasilitator teknis.
Fasilitator Pemberdayaan atau di lapangan di sebut Fasilitator Kecamatan FK
bertugas bagaimana menjaga agar proses pemberdayaan yang ada di desa dan di kecamatan dapat terus berlangsung. FK ini mempunyai latar belakang
pendidikan dari bidang ilmu yang bebas. Sementara Fasilitator Teknik FT adalah orang yang memiliki kualifikasi
teknis untuk membantu masyarakat melakukan hal‐hal teknis yang berkaitan dengan pembangunan prasarana fisik desa. Mereka adalah seorang sarjana
teknik sipil yang ditempatkan sebagai salah satu pelaku PNPM MPd, bersama dengan FK
bekerja terutama untuk menjaga kualitas pembangunan prasarana yang diinginkan oleh desa serta manajemen konstruksi. FT
juga berperan dalam proses pemberdayaan masyarakat di desa. Selain membantu dalam proses
pemberdayaan yang umum, dia mempunyai peran khusus bidang teknik, untuk menjamin bahwa masyarakat mempunyai pengalaman positif dalam upaya
pemberdayaan. Kalau proses pemberdayaan berakibat pembangunan prasarana yang berkualitas jelek, masyarakat tidak akan memilih proses yang lebih berdaya
untuk kegiatan‐kegiatan selanjutnya. Harus dibuktikan bahwa proses pemberdayaan mengakibatkan masyarakat mendapat prasarana yang bermutu
baik sebagai hasil karya sendiri, dan masyarakat menjadi semakin mampu dalam proses pengelolaan pembangunan sendiri. Harapannya adalah desa yang sudah
cukup mampu membangun prasarana sendiri bisa menjadi desa yang mandiri secara teknis dan tidak lagi bergantung pada pemerintah atau konsultan untuk
segalanya. Dari wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat secara umum
diakui bahwa FK dan FT yang ditempatkan memiliki keahlian yang cukup memadai. Saat ini FK dan FT yang ditempatkan di Kecamatan Pemayung
semuanya berlatar belakang disiplin Ilmu teknik sipil. Bagi warga Desa Teluk karena kegiatan PNPM MPd yang dilakukan selama ini selalu kegiatan fisik,
maka keberadaan fasilitator tersebut sangat mendukung dengan pekerjaannya. Seorang fasilitator juga dituntut untuk tahu dan mampu bagaimana
sesuatu itu harus dikerjakan, artinya latar belakang pendidikan saja tidak cukup. Dia harus mampu menunjukkan kepada anggota komunitas bahwa secara teknis
ia mampu mengerjakan, mampu mengendalikan proses pelaksanaan pekerjaan dan tidak hanya sekedar ahli berteori saja. Seorang fasilitator juga diharapkan
menguasai informasi-informasi lain yang dapat menunjang aktivitasnya melakukan pendampingan di lapangan sebagaimana disampaikan oleh salah
seorang masyarakat berikut ini :
“Kita berharap
fasilitator jangan
hanya pintar
berteori saja,
demonstrasikan apa yang disampaikan, sehinggga masyarakat bisa langsung melihat dan belajar dengan nyata Mb
Menurut fasilitator di tingkat Kabupaten Batang Hari, dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya, FK dan FT akan
mendapatkan pelatihan pratugas sebagai calon FK dan FT, pembekalan, yang dilakukan di provinsi satu hari, di kabupaten dua hari, dan di
kecamatan tempat bertugas dua hari, dengan agenda penjelasan beberapa tugas persiapan dan kebijaksanaan lokal. Setelah pembekalan
kedua fasilitator akan bekerja di satu kecamatan selama satu tahun anggaran untuk membantu masyarakat di desa desa yang ada di
kecamatan yang bersangkutan. Kontrak kerja dibuat untuk satu tahun, dengan kemungkinan besar akan diperpanjang bila bekerja dengan baik,
asalkan program masih berlanjut. Perpanjangan juga sering dilakukan dengan mutasi ke tempat lain untuk alasan penyegaran.
FK dan FT juga disupervisi oleh fasilitator yang ada di tingkat kabupaten, yaitu FasKab dan FT Kabupaten. Kedua orang ini akan
menyelenggarakan pertemuan rapat koordinasi tingkat kabupaten sekali atau dua kali sebulan di kabupaten untuk seluruh fasilitator yang ada,
teknis maupun pemberdayaan. Fasilitator juga akan menerima In Service Training IST yang biasanya disampaikan oleh FKab satu
bulan sekali. In‐Service Training IST yang diterima di tingkat kabupaten topiknya dan lamanya ditentukan oleh kedua Fasilitator Kabupaten,
kecuali ada hal-hal tertentu yang telah di atur secara khusus oleh tim PNPM MPd pusat atau dari provinsi. IST seharusnya menyangkut
topik topik pelatihan yang dianggap perlu diketahui oleh fasilitator, termasuk topik teknis, topik manajemen, topik aturan atau prinsip program,
topik pengembangan profesi, serta topik keterampilan keterampilan yang perlu dikuasai oleh seorang fasilitator.
Seorang fasilitator yang bekerja sebagai pendamping PNPM MPd mesti memiliki kompetensi atau keahlian dan berpengalaman sesuai dengan
bidangnya. Ini dapat dimaklumi karena “source credibility” dari komunikan
ditunjukkan oleh bagaimana seorang fasilitator atau komunikator mampu membuktikan bahwa ia memang pakar dalam bidangnya. Kepercayaan
partisipan terhadap fasilitator ditentukan oleh keahlian komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya. Kepercayaan kepada fasilitator mencerminkan bahwa pesan
yang disampaikan kepada partisipan dianggap olehnya sebagai suatu kebenaran dan sesuai dengan kenyataan empiris.
Komponen kompetensi berikutnya adalah percaya diri. Warga masyarakat akan terbangun kepercayaannya atas materi yang
disampaikan oleh fasilitator jika fasilitator mempunyai keyakinan diri yang tinggi akan kemampuan dirinya. Sebagaimana diungkap oleh salah
seorang informan berikut : “Bagaimana mungkin kita akan percaya dengan omongannya kalau
pembicaranya sendiri grogi di depan masyarakat” Am
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri tersebut diantaranya adalah: berani menerima dan menghadapi penolakan
orang lain berani menjadi diri sendiri, punya pengendalian diri yang baik emosinya stabil dan tidak mudah menyerah pada keadaan serta tidak
tergantung atau mengharapkan bantuan dari orang lain.
Kepercayaan diri adalah sikap positif dari seorang fasilitator yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan
kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin dan mampu meyakinkan orang lain, mampu
dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Dari uraian tentang pengertian kompetensi yang diungkap oleh partisipan di atas dapatlah didefinisikan bahwa pengertian kompetensi adalah kemampuan
untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi atas keterampilan, dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut
oleh pekerjaan tersebut.
2. Berkarakter