3. Koefisien regresi ROA sebesar -1,375, hal ini menunjukkan jika nilai ROA perusahaan ditingkatkan sebesar satu satuan, maka nilai
underpricing akan mengalami penurunan sebesar 1,375 satuan.
4. Koefisien regresi EPS sebesar -0,001, hal ini menunjukkan jika nilai EPS perusahaan ditingkatkan sebesar satu satuan, maka nilai
underpricing akan mengalami penurunan sebesar 0,001 satuan.
5. Koefisien regresi umur perusahaan sebesar 9,273E-5, hal ini menunjukkan jika nilai umur perusahaan ditingkatkan sebesar satu satuan, maka nilai
underpricing akan mengalami penambahan sebesar 9,273E-5 satuan. 6. Koefisien regresi ukuran perusahaan sebesar 1,474E-9, hal ini menunjukkan
jika nilai ukuran perusahaan ditingkatkan sebesar satu satuan, maka nilai underpricing akan mengalami penambahan sebesar 1,474E-9 satuan.
7. Koefisien regresi prosentase penawaran saham sebesar 0,042, hal ini menunjukkan jika nilai prosentase penawaran saham ditingkatkan sebesar
satu satuan, maka nilai underpricing akan mengalami penambahan sebesar
0,042 satuan.
4.2.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan perhitungan statistik regresi berganda untuk mengetahui variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama
– sama, maka diadakan pengujian asumsi klasik. Berikut ini hasil pengujian asumsi
klasik dalam penelitian ini :
4.1.5.1 Uji Multikolonieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi berganda ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak.
Gejala multikolonieritas dapat diketahui dengan melihat nilai V ariance inflation
Faktor VIF. Hasil Uji Multikolonieritas dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah
ini. Tabel 4.5
Pengujian Multikolinieritas
Collinearity Statistics Toleran
VIF DER
ROA EPS
Umur Ukuran
Prosentase .641
.771 .924
.907 .739
.885 1.561
1.297 1.083
1.102 1.353
1.130
Sumber : Data yang diolah Hasil pengujian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua variabel
independen mempunyai nilai tolerance 0,10 dan nilai VIF 10. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi multikolonieritas diantara variabel
independen.
4.1.5.2 Uji Autokolerasi
Uji Autokolerasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar residual satu observasi dengan observasi lain. Ada tidaknya penyimpangan
autokolerasi dalam penelitian ini dapat diketahui dengan melakukan pengujian terhadap nilai statistik
Durbin-Watson. Hasil regresi dengan level of signifikan 0,05 α = 0,05 dengan jumlah variabel independen k = 3 dan banyak data n
= 55 . Hasil uji autokolerasi seperti yang terlihat pada tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Autokolerasi Uji Durbin-Watson
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .434
a
.189 .087
.22339 1.837
a. Predictors: Constant, prosentase, DER, EPS, Umur, ROA, Ukuran b. Dependent Variable: Underpricing
Sumber : Data yang diolah Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin
Watson. Jika nilai DW berada diantara du dan 4 – du maka menunjukkan tidak
adanya masalah autokotrelasi dalam model regresi.. Sedangkan penelitian ini memperoleh nilai DW sebesar 1,837. Nilai DW tersebut lebih besar dari du =
1,294 dan nilai DW kurang dari 4 – 1,294 yang berarti tidak adanya masalah
autokorelsi dalam model regresi.
4.1.5.3 Uji Heteroskedastisitas
Penjujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian residual yang satu dengan yang lain. Model regresi
yang baik dan memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian adalah data yang tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas pada penelitian
ini dapat dilihat dari grafik Scatterplot pada gambar 4.2 :
Gambar 4.2 Grafik Scatterplot
Sumber : Data yang diolah Terlihat dari grafik Scatterplot bahwa titik
– titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai.
4.1.6 Analisis Uji Hipotesis