Pengaruh Ownership Retention,Underpricing,Investment,Dan Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan Yang Melakukan IPO Di Bursa Efek Indonesia(BEI)

(1)

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERPRICING, INVESTMENT, DAN FIRM SIZE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Oleh Titi Khairunnisa

(104081002596)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERPRICING, INVESTMENT DAN FIRM SIZE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana

Ekonomi Oleh Titi Khairunnisa NIM: 104081002596

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 150317955

Titi Dewi Warninda. SE., M Si NIP. 150 368 746

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERPRICING, INVESTMENT DAN FIRM SIZE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana

Ekonomi Oleh Titi Khairunnisa NIM: 104081002596 Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 150317955

Titi Dewi Warninda. SE., M Si NIP. 150 368 746

Penguji Ahli

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 131 474 891 JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Hari ini Selasa Tanggal 10 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Titi Khairunnisa NIM: 104081002596 dengan judul Skripsi “PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERPRICING, INVESTMENT DAN FIRM SIZE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Juni 2008 Tim Penguji Ujian Komprehensif

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Ketua

Herni Ali , SE, MM Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Titi Khairunnisa

2. Tempat & Tgl. Lahir : Serang, 31 Januari 1986

3. Alamat : Komplek Cigadung Mandiri Blok i No.6 RT 01/ RW 10 Kecamatan Karang Tanjung, Kelurahan Cigadung, Kabupaten Pandeglang, Banten 42254

4. Telepon : 085693397741

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN Catihan Pandeglang : 1992 s/d 1998

2. MTs Assa’adah Serang : 1998 s/d 2001

3. MA Negeri 2 Serang : 2001 s/d 2004

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2004 s/d 2008 III.PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Kursus Komputer di Lembaga Komputer Stapkom – Serang : 2003 2. Kursus Bahasa Inggris di Lembaga bahasa LIA – Ciputat : 2005 s/d 2006

3. Pelatihan Operasional Perbankan Fakultas Ekonomi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006

4. Pelatihan ZahirAccounting : 2007

IV.PENGALAMAN ORGANISASI

1. Div. Keuangan Organisasi Kopma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006 2. Kabid Keuangan Kopma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 3. Pengawas Bid. Keuangan Kopma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2008


(6)

ABSTRACT

This study aims to analyze signaling hypothesis in initial public offering context. Its predicts whether ownership retention, the level of underpricing, the level of investment, and firm size have a positif influence to value of the firm.

This study examines whether the stock price of the company executing IPO has a tendency of underpricing in a secondary market using one sample t test. This study also examines the influence of ownership retention, the level of underpricing, the level of investment, and firm size toward value of the firm using an ordinary least square regression (OLS).

Using sample of 84 firms that go public at Indonesia Stock Exchange (IDX) for periods of 2001-2007, the result of one sample t test show that the stock price of the company executing IPO is underpricing. The result of an ordinary least square regression show that ownership retention, the level of underpricing, and the level of investment have a positif influence to value of the firm. While firm size, has no significant influence to value of the firm. Its contrast to the expectation which predicts a significant influence to value of the firm.

This study also finds that there is no significant difference between raw return or adjusted return as the underpricing’s measurement.

Keywords: Initial Public Offering, Ownership Retention, Underpricing, Investment, Firm Size, Value of The Firm.


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang signaling hypothesis (teori sinyal) dalam konteks penawaran saham perdana. Diduga bahwa ownership retention, underpricing, investment, dan firm size mempengaruhi nilai perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pengujian dilakukan terhadap 84 sampel perusahaan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2001-2007 dengan menggunakan one sample t test untuk membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan IPO mengalami underpricing. Penelitian ini juga menguji pengaruh ownership retention, underpricing, investment, dan firm size terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di BEI dengan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil uji one sample t test menunjukkan bahwa terjadi underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di BEI. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa ownership retention, underpricing, dan investment berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di BEI sedangkan firm size tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan pengukuran tingkat underpricing yang belum disesuaikan dengan return pasar (raw underpricing) dengan underpricing yang telah disesuaikan dengan return pasar (adjusted underpricing).

Kata Kunci : Penawaran Umum Perdana, Ownership Retention, Underpricing, Investment, Firm Size, Nilai Perusahaan


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji serta syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kemudahan, kesabaran, dan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Rasulullah SAW junjungan umat, semoga kita sebagai umatnya menjadi bagian dari orang yang mendapat syafaat darinya.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ownership Retention, Underpricing, Investment, dan Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai manusia biasa yang memiliki kekurangan dan keterbatasan, tentu saja banyak pihak yang dengan tulus membantu selama penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Faisal Badroen, MBA. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM dan Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, membimbing, dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.


(9)

3. Seluruh dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan pelajaran hidup yang telah diberikan kepada peneliti selama masa studi.

4. Ibu dan Abah yang selalu memberikan do’a, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi tanda terima kasih dan baktiku atas segala apa yang telah ibu dan abah berikan demi kebaikan dan keberhasilanku. You are really the great parents…...I’ll love you all the way. 5. Kakak-kakak serta adik-adikku, terima kasih atas segala motivasi, nasehat,

dan keceriaan yang telah kalian berikan selama ini.

6. Habibie, Thank 4 everything u do n you’re the one that Allah has sent to me.. 7. Untuk sahabat-sahabatku : Santi, Lia, Harni, Ceu2, Miftah, Dodo, Rahman,

Vandy, Apri, dan Hendro, kalian semua membuatku semakin mengerti apa arti persahabatan.

8. Anak-anak Manajemen E angkatan 2004 & Kopma UIN serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih ’n luv u all...

Segala daya upaya serta kemampuan penulis curahkan sepenuhnya demi terselesaikan skripsi ini, namun semua itu tidak lepas dari segala kekurangan yang ada. Akhir kata penulis berharap agar apa yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

Wassalamualaikum wr.wb

Jakarta, 15 September 2008


(10)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan...ii

Daftar Riwayat Hidup...v

Abstract...vi

Abstrak...vii

Kata Pengantar………...……….……..viii

Daftar Tabel………...……….……....xii

Daftar Gambar...xiv

Daftar Grafik...xv

Daftar Lampiran...xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Perumusan Masalah………..11

C. Tujuan Penelitian………..11

D. Manfaat Penelitian………11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Initial Public Offering (IPO)……….………….…….…13

B. Nilai Perusahaan………..………….………...26

C. Ownership Retention……….……..……27

D. Firm Size………..……….…...28

E. Signaling Theory………..……….…..29


(11)

G. Underpricing...35

1. Hubungan Underpricing Dengan Nilai Perusahaan...36

2. Teori-Teori Tentang Underpricing...38

H. Penelitian Terdahulu...43

I. Kerangka Pemikiran...46

J. Hipotesis...51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian………...……..52

B. Metode Penentuan Sampel………...……….52

C. Metode Pengumpulan Data………...……56

D. Metode Analisis………...…….57

E. Operasional Variabel Penelitian...65

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Sejarah dan Perkembangan Bursa Efek di Indonesia...71

B. Analisis Deskriptif………...81

C. Analisis Statistik……….…84

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan...108

B. Implikasi...109

DAFTAR PUSTAKA...111


(12)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal.

3.1 : Proses Pemilihan Sampel...53

3.2 : Daftar Sampel Perusahaan yang Melakukan IPO Tahun 2001 s/d 2007 Di Bursa Efek Indonesia (BEI)...54

3.3 : Kriteria Keputusan Durbin Watson...61

4.1 : Statistik Deskriptif ...81

4.2 : Frekuensi Firm Size...83

4.3 : Uji Normalitas Initial Return Model 1...85

4.4 : Uji Normalitas Initial Return Model 2...85

4.5 : One Sample t Test Inial Return Model 1...87

4.6 : One Sample t Test Inial Return Model 1...87

4.7 : Uji Normalitas Regresi Model 1...88

4.8 : Uji Normalitas Regresi Model 2...89

4.9 : Uji Multikolinearitas Model 1...90

4.10 : Uji Multikolinearitas Model 1...90

4.11 : Uji Autokorelasi Model 1...93

4.12 : Uji Autokorelasi Model 2...94

4.13 : Hasil Uji t Model 1...94

4.14 : Hasil Uji t Model 2...95

4.15 : Hasil Uji F Model 1...100

4.16 : Hasil Uji F Model 2...101


(13)

No. Keterangan Hal. 4.18 : Hasil Analisis Regresi Model 2...103 4.19 : Koefisien Determinasi Model 1...106 4.20 : Koefisien Determinasi Model 2...106


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal.

2.1 : Skema Tahapan-Tahapan Dalam IPO……… 26 2.2 : Kerangka Pemikiran Untuk Model 1...49 2.3 : Kerangka Pemikiran Untuk Model 2...50


(15)

DAFTAR GRAFIK

No. Keterangan Hal.

4.1 : Scaterplot Heteroskedastisitas Model 1...91 4.2 : Scaterplot Heteroskedastisitas Model 2...92


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal.

1 : Data Variabel Nilai Perusahaan, Ownership Retention,

Raw Underpricing, Adjusted Underpricing, dan Investment……..…...114

2 : Data Perusahaan yang Memiliki Initial Return Positif (Mengalami Underpricing)………..……..…...117

3 : Variabel Dummy Firm Size……….…...119

4 : Underpricing………....121

5 : Adjusted Underpricing……….…...…122

6 : Uji Asumsi Klasik Regresi Ownership Retention, Underpricing, Investment, dan Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan Yang Melakukan IPO (Model 1)……….……123

7 : Uji Asumsi Klasik Regresi Ownership Retention, Underpricing, Investment, dan Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan Yang Melakukan IPO (Model 2)……….…...125

8 : Regresi Ownership Retention, Underpricing, Investment, dan Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan Yang Melakukan IPO (Model 1)……..….127

9 : Regresi Ownership Retention, Underpricing, Investment, dan Firm Size Terhadap Nilai Perusahaan Yang Melakukan IPO (Model 2)……..….129


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Setiap perusahaan yang berkembang (grow up) akan memerlukan dana untuk ekspansi dan/atau keperluan investasi baru. Salah satu alternatif sumber permodalan yang dipilih perusahaan yaitu melakukan go public. Proses go public ini melalui initial public offering (IPO), merupakan penawaran saham perdana dari emiten kepada investor dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder (Khomsiyah, 2005).

Keputusan Perusahaan untuk menjadi perusahaan publik (go public) merupakan suatu keputusan yang tidak tanpa perhitungan karena dengan go public perusahaan dihadapkan pada beberapa konsekuensi langsung baik yang bersifat menguntungkan (benefit) maupun yang merugikan (cost). Salah satu alasan utama perusahaan untuk go public adalah adanya dorongan atas kebutuhan modal (capital need). Perusahaan yang go public biasanya adalah perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.

Alasan lain dari keputusan go public adalah kemungkinan akses kepada pihak luar. Dengan go public, suatu perusahaan akan otomatis lebih dikenal oleh khalayak ramai (publik). Apabila sebelumnya akses perusahaan mungkin terbatas pada pihak-pihak tertentu saja, maka go


(18)

public akan semakin memungkinkan perusahaan untuk bersosialisasi dengan lebih baik.

Keuntungan bagi para investor dari adanya IPO adalah mereka dapat memilih efek dalam upaya mendiversifikasikan portofolio efeknya, sehingga jika menginvestasikan dananya ke berbagai perusahaan yang dianggap potensial bisa mendatangkan keuntungan baik berupa dividen maupun capital gain.

Setiap perusahaan, memiliki tujuan untuk dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang go public tercermin dalam harga pasar saham perusahaan (Fama, 1978 ; Wrights & Ferris,1997; Walker, 2000 dalam Sri Hasnawati 2005). Harga saham digunakan sebagai proksi nilai perusahaan karena harga saham merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila investor ingin memiliki suatu perusahaan. Jadi semakin tinggi nilai perusahaan semakin besar kemakmuran yang akan diterima pemilik perusahaan.

Para investor menilai bahwa nilai perusahaan yang akan go public, tersirat dari beberapa sinyal yang melekat pada perusahaan tersebut. Untuk itu, para pemilik perusahaan harus selalu berusaha menunjukan kepada investor sinyal-sinyal yang menyiratkan bahwa nilai perusahan mereka tinggi. Penilaian investor terhadap kondisi dan prospek perusahaan akan menentukan besarnya dana yang dapat diakumulasi perusahaan (emiten) dari pasar modal.


(19)

Bagi investor, harus diakui bahwa investasi saham di pasar perdana secara teoritis lebih sulit dibandingkan dengan investasi pada saham yang sudah go public. Hal ini terkait dengan keberadaan informasi untuk keperluan analisis. Pada perusahaan yang sudah listed, informasi yang terkait dengan perusahaan lebih mudah diperoleh karena memang perusahaan memiliki kewajiban untuk menerbitkan atau melaporkan segala aktifitasnya kepada publik. Perusahaan non publik tidak memiliki kewajiban untuk menerbitkan atau melaporkan segala kegiatan yang terjadi serta rencana yang akan dilakukan. Selain itu, ada kecenderungan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang akan go public tidak dapat diketahui dengan mudah. Jadi, dalam banyak hal, informasi yang terkait untuk keperluan analisis pada perusahaan pribadi (non public) lebih sulit diakses.

Investor perlu mengetahui sinyal-sinyal apa saja yang dapat menunjukkan bahwa prospek perusahaan tersebut baik di masa yang akan datang sehingga dapat meminimalisasi ketidakpastian.

Bagi Issuer, penetapan pada harga berapa sebuah sekuritas (saham) seharusnya ditawarkan kepada calon pembeli merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena suatu kesalahan kecil dapat menyebabkan gagalnya suatu IPO. Harga saham pada saat IPO ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten (issuer) dengan penjamin emisi (underwriter). Penjamin emisi (underwriter) harus melakukan analisis menyeluruh untuk dapat menyimpulkan bahwa harga yang ditetapkan


(20)

merupakan harga yang paling wajar. Perusahaan penerbit sekuritas (issuer) menghadapi biaya potensial terhadap kesalahan dalam penetapan harga sekuritas. Harga jual yang terlalu mahal akan menyebabkan sekuritas tidak laku. Sebaliknya, harga yang terlalu murah akan menyebabkan perusahaan menghadapi opportunity loss yang berdampak negatif pada tingkat kesejahteraan pemilik lama.

Menurut Husnan (1996), bahwa di Indonesia terdapat kecenderungan underpricing saat Initial Public Offering (IPO) yaitu harga saham hari pertama di pasar sekunder lebih tinggi dari harga saham penawaran perdananya (Prihartanto, 2002 dalam Apriliani Triani dan Nikmah, 2006). Underpricing di satu sisi, merupakan keuntungan yang diterima oleh investor di pasar perdana, bila mereka menjual saham, tetapi sebaliknya, merupakan kerugian potensial bagi perusahaan yang melakukan penawaran saham (issuers), karena perusahaan issuers dinilai lebih rendah dari kondisi yang sebenarnya sehingga potensi untuk meraup dana lebih besar tidak dapat diraih. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor (Beatty, 1989 dalam Apriliani Triani dan Nikmah, 2006).

Hal yang sebaliknya dapat dikatakan terjadi pada adanya overpricing, yaitu investor di pasar perdana mengalami kerugian karena saham yang mereka beli di pasar perdana mengalami penurunan harga. Sementara di sisi issuers, overpricing tidak dapat dikatakan sebagai


(21)

keuntungan, karena secara eksplisit memang tidak ada uang yang masuk ke perusahaan. Dari sudut pandang issuers, tidak terjadinya perubahan harga saham merupakan cermin dari ‘ketepatan’ dalam penentuan harga penawaran, dengan catatan bahwa selama hari perdagangan pertama di pasar ada perubahan harga, baik naik ataupun turun, dan ditutup dengan harga awal, yaitu harga pada saat penawaran.

Guinness (1992) dalam Apriliani Triani dan Nikmah (2006) menjelaskan terjadinya underpricing karena adanya asymmetric information antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi dan antara investor yang memiliki informasi tentang prospek perusahaan emiten dengan investor yang tidak memiliki informasi prospek perusahaan emiten. Informasi yang disajikan dalam prospektus memberikan gambaran perusahaan emiten yang berguna bagi investor untuk membuat keputusan. Adanya asymmetric information menyebabkan harga saham pada penawaran perdana lebih rendah dari pada harga saham di pasar sekunder (Cheung et.al., 1994 dalam Khomsiyah, 2005). Ibbotson (1991) dalam Almira Santosa dan Titik Indrawati (2007) mengemukakan bahwa asymmetric information pada saat IPO, underwriter memiliki informasi penting yang lebih baik dari emiten. Perusahaan menggunakan underpricing sebagai sinyal yang dapat dipercaya investor untuk menandai kualitas perusahaan (Allen dan Faulhaber, 1988 dalam Almira Santosa dan Titik Indrawati, 2007). Hal ini berarti bahwa perusahaan yang baik atau bagus dapat memberikan sinyal tentang tipe dan kondisi perusahaannya


(22)

dengan melakukan penetapan IPO yang underpricing. Sementara perusahaan yang jelek atau buruk tidak mau melakukan underpricing karena tidak bisa menutupi kerugian akibat underpricing. Motivasi dari pengiriman sinyal lewat underpricing adalah asumsi bahwa keuntungan masa datang dari underpricing IPO lebih besar dari kerugiannya. Hal tersebut serupa dengan yang dinyatakan Grinblat dan Hwang (1989) dalam Budhi Sumarno (2002), bahwa untuk mengatasi asymmetric information, issuer akan memberi sinyal akan nilai perusahaannya dengan cara melakukan underpricing. Hal ini dikarenakan investor menganggap bahwa hanya perusahaan yang berkualitas baik dapat menutupi kerugian akibat underpricing.

Tatang A Gumanti (2004) melakukan penelitian tentang hubungan antara nilai perusahaan, underpricing, dan ownership retention pada perusahaan yang baru go public di BEJ yang hasil penelitiannya menunjukan bahwa ownership retention berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan underpricing berhubungan secara negatif dengan nilai perusahaan

Presentase kepemilikan yang ditahan oleh pemilik (insiders) menunjukan adanya private information yang dimiliki pemilik (Balvers et.al., 1988 dalam Khomsiyah, 2005). Entrepreneur (pemilik sebelum perusahaan go public) akan tetap menginvestasikan pada perusahaannya apabila mereka yakin akan prospek di masa mendatang. Informasi tingkat kepemilikan saham oleh entrepreneur akan digunakan oleh investor


(23)

sebagai pertanda bahwa prospek perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan (atau semakin kecil presentase saham yang ditawarkan) akan memperkecil tingkat ketidakpastian di masa mendatang berarti semakin kecil tingkat underpricing. Hal ini berhasil dibuktikan oleh Beatty (1989); Caster dan Dark (1993); How et. al. (1995) dalam Khomsiyah (2005).

Leland dan Pyle (1977) dalam Luciana Spica Almilia dan Meliza Silvy (2003) menyatakan bahwa prosentase retensi kepemilikan oleh pemilik (insider ownership) menunjukan adanya informasi privat yang dimiliki hanya oleh pemilik. Retensi kepemilikan oleh pemilik lama mengisyaratkan bahwa mereka yakin akan prospek perusahaan. Informasi ini digunakan oleh investor sebagai pertanda prospek perusahaan yang baik di masa mendatang sehingga menurunkan ketidakpastian investor.

Penurunan persentase kepemilikan oleh pemegang saham lama adalah suatu konsekuensi yang harus dipertimbangkan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan IPO. Bila mereka yakin bahwa saham perusahaan akan terjual pada harga yang cukup menguntungkan sehingga dapat mengumpulkan dana yang signifikan bagi pembiayaan perusahaan. (Aggarwal et. al., 2001 dalam Helen dan Sulistio, 2005) membuktikan bahwa underpricing berasosiasi positif dengan semakin rendahnya jumlah saham yang diterbitkan dan semakin tinggi pemegang saham lama. Konsisten dengan penelitian Aggarwal, penelitian Ljunfqvist dan Wilhelm (2003) dalam Helen dan Sulistio (2005) mendapati kecenderungan initial


(24)

return yang semakin tinggi dengan semakin tingginya proporsi pemegang saham lama.

Proporsi kepemilikan saham yang ditahan pemilik saham lama menggambarkan tingkat kepercayaan manajemen dan pemegang saham lama akan keberhasilan IPO. Pemegang saham lama dan manajemen tidak akan melepaskan proporsi kepemilikan dalam perusahaan bila mereka tidak yakin akan keberhasilan IPO sehingga proporsi kepemilikan yang ditahan oleh pemegang saham lama dapat dipertimbangkan sebagai factor yang turut membangun keyakinan investor akan keberhasilan IPO perusahaan.

How dan Low (1993) dalam Almira Santosa dan Titik Indrawati (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan (firm value) yang melakukan IPO bisa dihubungkan dengan volume penawaran. Perusahaan pada umumnya memiliki proyek tunggal. Nilai perusahaan tersebut akan sangat tergantung pada pembiayaan investasi pada proyek tunggal tersebut. IPO disinyalir merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mendanai proyek tunggal. Jadi semakin besar volume penawaran semakin besar dana yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Semakin tinggi investasi, semakin tinggi pula penilaian pasar terhadap nilai perusahaan.

Ukuran perusahaan (firm size) turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Semakin besar perusahaan maka semakin dikenal masyarakat, hal ini berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Kemudahan mendapatkan informasi akan


(25)

meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian karena investor dapat mengambil keputusan lebih tepat bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi. Banz (1981) dalam Helen dan Sulistio (2005) mengungkapkan kecenderungan perusahaan berukuran kecil mengalami abnormal return yang besar dibandingkan dengan perusahaan besar. Ritter (1987); Hanley (1993) dalam Helen dan Sulistio, (2005) menyatakan bahwa perusahaan berukuran kecil cenderung mengalami underpricing.

Reese, Jr (1998) menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan terjadinya underpricing dan besarnya volume penjualan. Hasil penelitian Andri Rachmawati dan Hanung Triatmoko (2007) membuktikan bahwa firm size berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, hal ini menandakan bahwa pasar lebih mengapresiasi perusahaan besar. Ukuran perusahaan yang besar dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan mempunyai komitmen yang tinggi untuk terus memperbaiki kinerjanya, sehingga pasar akan mau membayar lebih mahal untuk mendapatkan sahamnya karena percaya akan mendapatkan pengembalian yang menguntungkan dari perusahaan tersebut.

Apriliani Triani dan Nikmah (2006) menunjukkan bahwa firm size berpengaruh positif dan signifikan terhadap return awal dan kinerja perusahaan satu tahun setelah IPO. Ini mengindikasikan bahwa investor menggunakan ukuran perusahaan untuk membeli saham perusahaan pada


(26)

saat IPO. Sehingga dimata investor, ukuran perusahaan pun dapat memproksikan nilai perusahaan yang akan go public.

Almira Santosa dan Titik Indrawati (2007) melakukan penelitian untuk menelaah apakah ownership retention, underpricing dan investment dapat dijadikan sebagai sinyal dalam menunjukan nilai perusahaan emiten yang melakukan IPO. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa tingkat ownership retention, underpricing, dan investment berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan kembali penelitian serupa, dengan menambah rentang waktu penelitian dari tahun 2001 sampai dengan 2007. Dengan memperpanjang periode penelitian, jumlah sampel penelitian yang didapatkan lebih banyak sehingga diharapkan akan memberikan hasil yang lebih akurat. Selain itu, alasan dipilihnya tahun 2001 sampai dengan 2007 karena merupakan periode setelah krisis moneter. Hal ini memungkinkan ada perubahaan perilaku investor pasca krisis. Selain itu, periode tersebut dinilai sangat aktual untuk menggambarkan kondisi bursa saat ini.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian kali ini menambahkan variabel firm size sebagai faktor yang berhubungan dengan underpricing dan initial return dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian, penelitian ini berjudul “Pengaruh Ownership Retention, Underpricing, Investment, dan Firm Size terhadap Nilai Perusahaan Yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).”


(27)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan fakta di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terjadi fenomena underpricing pada hari pertama pelaksanaan IPO pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI?

2. Apakah terdapat pengaruh tingkat ownership retention, underpricing, investment, dan firm size terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeteksi fenomena underpricing pada hari pertama pelaksanaan IPO pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI.

2. Menganalisis pengaruh ownership retention, underpricing, investment, dan firm size terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya:

1. Bagi Investor

Hasil penelitian ini akan menjadi bahan masukan dan acuan dalam melakukan investasi terhadap perusahaan yang pertama kali go public.


(28)

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini menjadi masukan dan bahan acuan dalam pengambilan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan informasi yang bisa mempengaruhi nilai perusahaan di mata investor.

3. Bagi Akademisi

Dapat memberikan informasi empirik mengenai pengaruh ownership retention, underpricing, investment, dan firm size terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di BEI. Penelitian ini diharapkan juga memberikan hasil berdayaguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah sehingga dapat digunakan oleh penelitian-penelitian selanjutnya.

4. Bagi Penulis

Dapat memperdalam ilmu ekonomi khususnya manajemen keuangan dan pasar modal yang diperoleh selama masa perkuliahan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Initial Public Offering (IPO)

Initial public offering (IPO) adalah penawaran saham perusahaan kepada masyarakat untuk pertama kali. IPO merupakan kegiatan penawaran saham, atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU pasar modal dan peraturan pelaksanaannya.

Bagi Perusahaan melakukan penjualan sahamnya melalui pasar modal mempunyai beberapa alasan. Ada enam alasan perusahaan menawarkan sahamnya melalui pasar modal (Syahrir, 1995 dalam Intan Imam Sutanto, 2000) yaitu:

1. Kebutuhan akan dana untuk melunasi hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga mengurangi beban bunga.

2. Meningkatkan modal kerja.

3. Membiayai perluasan perusahaan (pembangunan pabrik baru, peningkatan kapasitas produksi).

4. Memperluas jaringan pemasaran dan distribusi. 5. Meningkatkan teknologi produksi.


(30)

Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2006:77) Keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan melakukan penawaran umum saham ini antara lain:

1. Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus (tidak dengan termin-termin).

2. Biaya go public relatif murah. 3. Proses relatif mudah.

4. Pembagian dividen berdasarkan keuntungan.

5. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen. 6. Perusahaan biasanya dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat

memacu perusahaan untuk meningkatkan profesionalisme.

7. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta memiliki saham perusahaan, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial.

8. Emiten akan lebih dikenal oleh masyarakat (go public merupakan media promosi secara gratis).

9. Memberikan kesempatan bagi koperasi dan karyawan perusahaan untuk membeli saham.

Sedangkan konsekuensi atas penawaran umum saham adalah Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2006:77) :

1. Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full disclosure).

2. Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan.


(31)

3. Gaya manajemen perusahaan berubah dari informal menjadi formal. 4. Kewajiban membayar dividen bila perusahaan mendapatkan laba. 5. Senantiasa berusaha meningkatkan pertumbuhan perusahaan.

Proses penawaran umum saham dapat dikelompokan menjadi empat tahap:

1. Tahap Persiapan

Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam rangka mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses Penawaran Umum. Adapun persiapan-persiapan intern yang dilakukan, yaitu:

1. Manajemen harus membuat dan memutuskan suatu rencana untuk memperoleh dana melalui publik.

2. Rencana ini harus diajukan di rapat umum pemegang saham dan harus disetujui

Perusahaan bersangkutan harus melibatkan lembaga-lembaga pendukung untuk membantu dalam penyediaan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Adapun lembaga dan profesi penunjang pasar, yaitu: a. Penjamin emisi (underwriter), merupakan pihak yang paling

banyak keterlibatannya dalam membantu emiten menerbitkan saham. Kegiatan yang dilakukan penjamin emisi antara lain: menyiapkan berbagai dokumen, membantu menyiapkan prospektus, dan memberikan penjaminan atas penerbitan.

b. Akuntan publik ( Auditor Independen), bertugas melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan calon emiten.


(32)

c. Penilai untuk melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari aktiva tetap tersebut. d. Konsultan hukum untuk memberikan pendapat dari segi hukum

(legal option).

3. Notaris untuk membuat akta-akta perubahan Anggaran Dasar, akta perjanjian dalam rangka penawaran umum, dan membuat notulen-notulen rapat.

4. Mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk penawaran ke publik.

5. Konfirmasi sebagai agen penjual oleh penjamin emisi 6. Mempersiapkan kontrak awal dengan bursa efek

7. Menandatangani perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan go public. Untuk yang akan menjual obligasi, perusahaan harus mendaftarkannya ke agen peringkat untuk mendapatkan peringkat untuk obligasi yang akan ditawarkan. Agen peringkat yang ditunjuk adalah PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

8. Mengumumkan ke publik (Public expose)

9. Mengirimkan pernyataan registrasi dan dokumen-dokumen pendukung lainnya ke Bapepam.

2. Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran

Pada tahap ini, dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung, calon emiten menyampaikan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) untuk menyatakan pernyataan pendaftaran menjadi


(33)

efektif. Setelah semua persiapan yang dibutuhkan diselesaikan dan semua dokumen yang dibutuhkan untuk registrasi di Bapepam tersedia, berikutnya adalah tugas dari Bapepam untuk mengevaluasi usul go public emiten. Bapepam melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menerima pernyataan registrasi dan dokumen-dokumen pendukung dari perusahaan yang akan go public dari underwiter.

2. Ekspose (pengumuman) terbatas di Bapepam

3. Mempelajari dokumen-dokemen yang telah disampaikan emiten. 4. Memberikan tanggapan mengenai kelengkapan dokumen, kebenaran

dan kejelasan informasi dan pengungkapan (disclosure) tentang aspek-aspek legalitas, akuntansi, keuangan dan manajemen. Jika selama 45 hari Bapepam tidak memberi jawaban.

5. Jika 45 hari Bapepam tidak memberi jawaban, pernyataan dianggap secara otomatis efektif.

3. Tahap penawaran saham

Setelah memperoleh izin dari Bapepam, penjamin emisi (underwiter) dengan bantuan agen penjualan menawarkan saham bersangkutan ke pasar perdana. Proses penawaran saham perdana meliputi beberapa tahap, sebagai berikut:

a. Pengumuman dan pendistribusian prospektus

Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umum, bertujuan agar pihak lain membeli efek. Beberapa


(34)

bagian penting dari prospektus yang patut mendapatkan perhatian dari calon investor adalah:

1) Bidang usaha.

Merupakan bidang usaha yang saat ini dijalankan oleh perusahaan. Informasi ini perlu diketahui oleh calon investor, karena dengan mengetahui bidang usaha perusahaan, kita dapat mengetahui posisi sektor ekonomi perusahaan. Informasi tentang bidang usaha biasanya tercantum pada bagian tengah dari halaman muka prospektus. 2) Jumlah saham yang ditawarkan.

Jumlah saham yang ditawarkan kepada masyarakat menunjukan jumlah modal yang disetor oleh publik. Semakin besar jumlah saham yang ditawarkan, akan semakin memiliki potensi untuk likuidnya perdagangan saham tersebut di bursa. Informasi mengenai jumlah saham yang ditawarkan tercantum pada bagian tengah dari halaman muka prospektus.

3) Nilai nominal dan harga penawaran.

Nilai nominal merupakan suatu nilai yang menunjukkan besarnya modal suatu perusahaan yang dimuat dalam Anggaran Dasar perusahaan tersebut. Harga saham yang ditawarkan kepada masyarakat tidak harus sama dengan nilai nominal per saham. Harga setiap saham yang ditawarkan kepada masyarakat disebut dengan harga penawaran. Informasi tentang nilai nominal dan harga penawaran terdapat pada bagian tengah halaman muka prospektus.


(35)

4) Riwayat singkat perusahaan.

Riwayat singkat perusahaan terdapat pada bagian dalam, yaitu pada Bab Keterangan tentang Perseroan dan Anak Perusahaan. 5) Tujuan go public (Rencana penggunaan dana).

Rencana penggunaan dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum disajikan dalam bab tersendiri. Rencana penggunaan dana yang diperoleh dari penawaran umum diberikan secara presentase dari kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, biasanya berkisar pada:

a) Ekspansi

b) Pembayaran sebagian hutang c) Investasi pada anak perusahaan d) Penambahan pada modal kerja 6) Kegiatan dan prospek usaha.

Pada dasarnya, seorang investor yang membeli saham adalah membeli prospek usaha dari perusahaan tersebut. Kegiatan dan prospek usaha dari perusahaan disajikan dalam bab tersendiri, biasanya meliputi aspek-aspek produksi, penjualan, pemasaran, dan distribusi dari produk atau jasa yang dihasilkan, prospek usaha, kompetisi dan strategi usaha, serta penelitian dan pengembangan.

7) Risiko usaha.

Penjelasan mengenai risiko usaha diberikan dalam bab tersendiri, biasanya risiko usaha meliputi:


(36)

b) Risiko ketersedian pasokan bahan baku

c) Ketentuan negara lain atau peraturan internasional

d) Peraturan dan kebijakan pemerintah mengenai kegiatan usaha emiten

e) Risiko pergerakan nilai tukar valuta asing f) Risiko kenaikan suku bunga

g) Risiko iklim h) Risiko lainnya. 8) Kebijakan dividen

Kebijakan Dividen, yaitu informasi tentang kebijakan dividen yang direncanakan oleh perusahaan yang diberikan dalam bentuk rentang jumlah presentase dividen tunai yang direncanakan yang dikaitkan dengan jumlah laba bersih.

9) Kinerja keuangan perusahaan.

Perkembangan kinerja keuangan perusahaan, paling tidak untuk lima tahun terakhir, sangat perlu diketahui oleh calon investor sebelum mengambil keputusan. Dengan mengetahui data keuangan masa lalu dapat dibuat suatu perkiraan (analisis trend) untuk tahun-tahun berikutnya.

10) Agen penjualan

Agen Penjualan yaitu perusahaan efek yang ditunjuk oleh penjamin emisi untuk bertindak selaku agen penjualan dalam rangka memasarkan saham-saham yang ditawarkan pada penawaran umum.


(37)

Investor yang akan melakukan pemesanan saham harus menghubungi agen penjualan bersangkutan, yang daftarnya tercantum pada bagian akhir dari prospektus.

Dalam prospektus juga terdapat beberapa jadwal yang berhubungan dengan penawaran umum, antara lain:

1) Tanggal efektif adalah tanggal yang menunjukan saat dikeluarkannya Surat Pernyataan Efektif oleh BAPEPAM, dan berdasarkan surat tersebut, perusahaan dapat melakukan penawaran umum kepada masyarakat.

2) Masa penawaran adalah periode dilakukannya penawaran umum atas efek yang ditawarkan kepada masyarakat. Masa penawaran ini sekurang-kurangnya tiga hari kerja.

3) Tanggal akhir penjatahan adalah tanggal di saat hasil akhir dari proses penjatahan atas pesanan efek akan diumumkan kepada masyarakat. Penjatahan akan muncul apabila jumlah pesanan atas efek melebihi jumlah efek yang ditawarkan.

4) Tanggal pengembalian uang pesanan adalah tanggal dimulainya pengembalian uang kepada pemesan yang terkena penjatahan atau yang pesanannya tidak terpenuhi seluruhnya.

5) Tanggal pencatatan adalah tanggal di saat suatu efek mulai dicatatkan atau didaftarkan pada suatu Bursa Efek, yang berarti mulai tanggal itu pula efek tersebut dapat diperdagangkan di Bursa Efek.


(38)

b. Masa penawaran saham pasar perdana

Masa penawaran saham jangka waktunya ditetapkan tiga hari kerja, dan jangka waktu pemberian izin emisi dan surat pendaftaran dibursa ditetapkan maksimal selam 90 hari kerja. Masa penawaran merupakan saat yang menentukan, apakah saham yang ditawarkan oleh emiten akan terjual seluruhnya (full atau oversubcribed) atau masih tersisa, jumlah saham yang dipesan lebih kecil dari jumlah yang ditawarkan (undersubcribed) dalam masa penawaran.

c. Penjatahan saham di pasar perdana

Apabila jumlah saham yang dipesan lebih besar dari jumlah saham yang ditawarkan, maka penjamin emisi (underwiter) akan melakukan pen-jatahan (allotment). Masa penjatahan saham ditetapkan maksimum selama 12 hari kerja, terhitung masa penawaran. Pelaksanaan penjatahan saham di pasar perdana menggunakan beberapa sistem berikut:

1) Fixed allotment, yaitu cara penjatahan dimana anggota penjamin emisi maupun agen penjual telah memiliki pembeli sehingga jatah saham yang diberikan oleh penjamin emisi tidak dijual kepada klien lainnya. Fixed allotment dilakukan apabila jumlah saham yang ditawarkan minimal 20 juta lembar saham atau minimum 30% dari jumlah modal yang telah ditempatkan atau disetor. Fixed allotment tersebut dibatasi maksimum 60% dari jumlah saham yang ditawarkan, termasuk bagian bagi para karyawan perusahaan


(39)

yang melakukan emisi. Cara ini ditempuh untuk menarik pemodal institusional (yang mempunyai dana sangat besar) membeli saham yang ditawarkan (Suad Husnan 1998:25).

2) Separate account, pada sistem ini disamping ada jatah untuk klien dekat, juga tersedia saham yang akan dijual kepada investor di luar klien dekat.

3) Pooling, disebut juga penjatahan terpusat sesuai dengan keputusan ketua Bappepam Nomor: Kep-36/Pm/1993. Dalam sistem ini seluruh pemesanan saham di-pool (dikumpulkan) pada pemjamin emisi pelaksana. Jika terjadi kelebihan permintaan (oversubcribed), dilakukan penjatahan secara proposional. Seluruh pemesanan diberi jatah satu-satuan perdagangan (lot) yaitu sebanyak 500 lembar saham yang akan dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang sekarang telah berganti nama mnejadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Apabila jumlah saham yang tersedia tidak mencukupi, maka penjatahan dilakukan dengan cara diundi. Jika dalam penjatahan satu-satuan perdagangan terdapat sisa, maka setalah satu-satuan perdagangan dibagikan kepada pemesan, barulah pembagian lebih lanjut dilakukan secara proposional berdasakan jumlah pesanan dari pemesan. Prioritas dapat diberikan kepada para pemesan yang menjadi pegawai emiten, sampai dengan maksimum 10% dari emisi.


(40)

4) Gabungan fixed allotment dan pooling. Kelemahan kedua sistem ini adalah tidak mencerminkan pemerataan. Karena investor diluar klien harus berebutan sisa saham yang tidak dibeli klien dekat penjamin emisi dan agen penjual. Untuk mengimbangi kelemahan tersebut akhir-akhir ini penjamin emisi mulai mengambil langkah kebijaksanaan dengan cara menggabungkan sistem fixed allotment dengan sistem pooling.

d. Masa pengembalian dana

Kalau jumlah yang memesan lebih banyak dari yang ditawarkan, dikatakan terjadi oversubcribed. Apabila yang terjadi sebaliknya, disebut undersubcribed, maka tidak semua pesanan kita dapat dipenuhi. Dengan demikian maka pesanan yang tidak terpenuhi akan dikembalikan oleh penjamin emisi (underwiter) kepada para pemesan. Biasanya waktu yang diperlukan berkisar 10-14 hari untuk pengembalian tersebut (Suad Husnan 1998:24). Adapun batas maksimum untuk pengembalian dana ditetapkan selama 4 hari terhitung berakhirnya masa pengembalian dana kepada investor. e. Pendistribusian saham

Maksimum waktu untuk pendistribusian saham kepada investor adalah 12 hari kerja tehitung mulai berakhirnya masa penawaran saham. Saham yang telah dipesan dan dibayar investor, harus diserahkan emiten kepada investor melalui penjamin emisi atau egen penjualan


(41)

4. Tahap Pencatatan di Bursa Efek.

Setelah penawaran perdana selesai dilaksanakan, emiten dapat me-lakukan proses pencatatan sahamnya dipasar sekunder. Pencatatan saham (Listing) di bursa efek dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Share listing, yaitu pencatatan saham di bursa efek sejumlah emisi yang dilakukan. Misalnya, modal disetor satu juta lembar saham, sedangkan jumlah emisi 20%, maka yang dicatatkan di bursa efek adalah 20% itu saja. Bila perusahaan bersangkutan menawarkan saham atas sisa sahamnya yang 80% di masa yang akan datang, perusahaan tersebut harus menempuh proses emisi dari awal lagi. b. Partial listing, yaitu pencatatan saham di bursa efek melebihi

jumlah yang diemisikan tetapi masih di bawah jumlah modal disetor. Misalnya, total emisi 20% dari modal disetor perusahaan, maka yang dicatatkan di bursa melebihi 20%.

c. Company listing, yaitu pencatatan saham sejumlah modal yang telah disetor. Dengan kata lain perusahaan bersangkutan mencatatkan seluruh sahamnya sesuai dengan jumlah saham yang telah disetor. Misalnya, modal disetor 1 (satu) juta saham lembar saham, total emisi 20%, yang dicatatkan di bursa efek adalah 1 (satu) juta saham


(42)

Sumber: Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin, 2006

Gambar 2.1. Skema Tahapan-Tahapan dalam IPO

B. Nilai Perusahaan

Nilai Perusahaan adalah sama dengan nilai pasar saham ditambah dengan nilai pasar hutang. Apabila besarnya nilai hutang konstan maka setiap peningkatan nilai saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai

Sebelum Emisi

Emisi Sesudah

Emisi

Internal Perusahaan

BAPEPAM Pasar

Perdana Pasar Sekunder 1. Pernyataan Pendaftaran 2. Expose terabatas di BAPEPAM 3. Tanggapan atas:  Kelengkapa n dokumen  Kecukupan & kejelasan informasi  Keterbukaan (aspek hukum, akuntansi, keuangan, & manajemen) 4. Komentar tertulis dalam waktu 30 hari 5. Penyataan pendaftaran dinyatakan efektif 1. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual 2. Penjatahan kepada investor oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten 3. Pengembal ian dana (Refund) 4. Distribusi efek kepada investor secara elektronik 1. Emiten mencatatkan sahamnya di Bursa Efek 2. Perdagangan

efek di Bursa Efek 1. Laporan berkala, misalya laporan tahunan dan laporan tengah tahunan 2. Laporan kejadian penting dan relevan, misalnya akuisisi, pergantian direksi, dan lain-lain 1. Rencana go

public 2. RUPS 3. Penunjukan:  Underwriter (jika ada)  Profesi Penunjang  Lembaga Penunjang 4. Mempersiapka n dokumen-dokumen 5. Konfirmasi Sebagi agen Penjual oleh Penjamin Emisi 6. Kontrak Pendahuluan dengan Bursa Efek

7. Public Expose 8. Penandatanga

nan Perjanjian

Pasar Sekunder


(43)

perusahaan. Apabila besarnya nilai hutang berubah,maka tentunya struktur modal akan ikut berubah juga. Perubahan dalam struktur modal akan menguntungkan bagi para pemegang saham hanya jika nilai perusahaan meningkat. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dikatakan peningkatan nilai perusahaan adalah sama dengan peningkatan nilai saham (Rudianto; 2005). Nilai perusahaan yang sudah go public tercermin dalam harga pasar saham perusahaan (Fama, 1978 ; Wrights & Ferris, 1997; Walker, 2000 dalam Sri Hasnawati, 2005). Harga saham digunakan sebagai proksi nilai perusahaan karena harga saham merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila investor ingin memiliki suatu perusahaan. Jadi semakin tinggi nilai perusahaan semakin besar kemakmuran yang akan diterima pemilik perusahaan. Pengertian nilai perusahaan yang belum go public nilainya terealisasi apabila perusahaan akan dijual (total aktiva, prospek perusahaan, risiko usaha, lingkungan usaha).

C. Ownership Retention

Proporsi kepemilikan saham yang ditahan oleh pemilik saham lama menggambarkan tingkat kepercayaan manajemen dan pemegang saham lama akan keberhasilan IPO. Pemegang saham lama dan manajemen tidak akan melepaskan proporsi kepemilikan dalam perusahaan bila mereka tidak yakin akan keberhasilan IPO sehingga proporsi kepemilikan yang ditahan oleh pemegang saham lama dapat dipertimbangkan sebagai factor yang turut membangun keyakinan investor akan keberhasilan IPO dalam


(44)

Helen dan Sulistio (2005). Leland dan Pyle (1977) dalam Gumanti (2000) mendemonstrasikan adanya hubungan yang kuat antara proporsi saham yang ditahan oleh pemilik lama (ownership retention) dengan nilai perusahaan. Teori ini menyatakan bahwa issuer akan menjual sebagian kecil sahamnya apabila mereka mengetahui bahwa perusahaan memiliki prospek yang bagus dimasa mendatang. Informasi mengenai jumlah saham yang ditawarkan di masyarakat diperoleh dari prospektus ringkas emiten (Nurhayati dan Indriantoro, 1998 dalam Almira Santosa dan Titik Indrawati, 2007). Besarnya presentase ownership retention ini, diukur dari selisih presentase total saham dikurangi dengan jumlah presentase saham yang ditawarkan ke masyarakat (Khomsiyah, 2005).

Atau dapat pula dihitung dengan cara:

saham Total publik ke ditawarkan yang saham Jumlah -saham Total Retention Ownership 

D. Firm Size

Besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal di dalam


(45)

masyarakat. Dari ketiga variabel ini nilai aktiva relatif stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar menunjukan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Pengukuran atas ukuran perusahaan dilakukan berdasarkan total aktiva pada tahun terakhir sebelum perusahaan melakukan IPO (Helen dan Sulistio, 2005).

E. Signaling Theory

Isyarat atau sinyal menurut Brigham dan Houston (1999) dalam Almira Santosa dan Titik Indrawati (2007) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory).

F. Investment (Investasi)

Investasi adalah menanamkan atau menempatkan asset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa mendatang. Atau secara sederhana, investasi berarti mengubah cashflow


(46)

agar mendapatkan keuntungan atau jumlah yang lebih besar di kemudian hari. Sedangkan investasi keuangan adalah menanamkan dana pada surat berharga (financial assets) yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang.

Secara investasi dibedakan menjadi dua, yaitu: investasi pada aset-aset finansial (financial assets) dan investasi pada aset-aset riil (real assets). Investasi pada aset-aset finansial dilakukan di pasar uang dan pasar modal. Sedangkan investasi pada aset-aset riil dapat berbentuk pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan, dan lainnya (Drs. Abdul Halim, 2005: 4).

Investasi pada aset riil termasuk dalam penganggaran modal (capital budgeting), yaitu keseluruhan proses perencanaan dan pengambilan keputusan tentang pengeluaran dana yang jangka waktu pengembaliannya lebih dari satu tahun. Keterbatasan dana yang tersedia untuk membiayai usulan proyek investasi sering kali merupakan penghambat utama dalam proses penganggaran modal. Oleh karena hampir semua perusahaan mempunyai dana yang jumlahnya terbatas untuk membiayai usulan proyek investasi, maka beberapa usulan proyek investasi tersebut akan saling berkompetisi untuk mendapatkan dana yang jumlahnya terbatas. Dengan demikian, perusahaan perlu mengalokasikan dana dalam usulan proyek investasi yang dapat menghasilkan tingkat pengembalian paling tinggi dalam jangka panjang.


(47)

Banyaknya usulan proyek investasi yang akan dibiayai dapat diperkecil dengan cara dikelompokan berdasarkan sifatnya, yaitu:

1. Proyek saling lepas (mutually exlusive projects), merupakan proyek investasi yang mempunyai fungsi yang sama. Maksudnya jika perusahaan menerima salah satu usulan proyek investasi yang mutually exlusive, maka usulan proyek investasi lainnya akan ditolak. Misalnya, perusahaan dihadapkan pada 3 usulan proyek investasi, yaitu A, B, dan C yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan bahan baku dari gudang ke pabrik. Jika usulan proyek investasi A yang diterima, maka usulan proyek B dan C akan ditolak.

2. Proyek Independen (Independents projects), merupakan proyek investasi yang mempunyai fungsi berbeda. Maksudnya penerimaan usulan proyek investasi yang satu tidak akan menghilangkan kesempatan penerimaan usulan proyek investasi yang lainnya. Misalnya, perusahaan dihadapkan pada dua usulan proyek investasi, yaitu A dan B. Usulan proyek A berfungsi untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan bahan baku dari gudang ke pabrik, sedangkan usulan proyek B berfungsi untuk meningkatkan kapasitas produksi. Apabila usulan proyek investasi A diterima, maka tidak akan menutup kemungkinan usulan proyek investasi B juga diterima.

Untuk menentukan usulan poyek investasi mana yang akan diterima atau ditolak, maka usulan proyek investasi tersebut harus dinilai.


(48)

Adapun metode-metode penilaian yang sering digunakan untuk menilai suatu usulan proyek investasi adalah:

1. Payback Period (PP) yaitu jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi awal melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Suatu usulan proyek diterima jika periode pengembalian yang dihasilkan lebih cepat dari yang disyaratkan. Sebaliknya, jika periode pengembalian yang dihasilkan lebih lama dari yang disyaratkan, maka usulan proyek investasi tersebut ditolak.

2. Net Present Value (NPV) yaitu selisih antara PV arus kas dengan investasi awal. Jika NPV positif, maka investasi tersebut diterima. Sebaliknya, jika NPV bernilai negatif, maka usulan investasi tersebut ditolak.

3. Profitability Index (PI) yaitu Rasio PV arus kas terhadap nilai investasi awal. Suatu investasi akan diterima jika indeks profitabilitasnya lebih besar dari satu, dan sebaliknya akan ditolak jika indeks profitabilitasnya lebih kecil dari satu.

4. Internal Rate of Return (IRR) yaitu tingkat bunga yang menyamakan PV arus kas dengan nilai investasi awal. Suatu usulan investasi diterima jika IRR-nya sama atau lebih tinggi dari tingkat bunga yang disyaratkan. Sebaliknya, investasi ditolak jika IRR-nya lebih rendah dari tingkat bunga yang disyaratkan.


(49)

1. Investasi yang tidak menghasilkan laba (non profit investment)

Investasi ini timbul karena adanya peraturan pemerintah atau karena syarat-syarat kontrak yang telah disetujui, yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakannya tanpa mempertimbangkan laba atu rugi. Misalnya karena air limbah yang telah digunakan dalam proses produksi jika dialirkan keluar pabrik akan mengakibatkan timbulnya pencemaran lingkungan, maka pemerintah mewajibkan perusahaan untuk memasang instalasi pembersih air limbah, sebelum air tersebut dibuang ke luar pabrik. Karena sifatnya merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, maka investasi jenis ini tidak memerlukan pertimbangan ekonomis sebagai kriteria untuk mengukur perlu atau tidaknya pengeluaran tersebut.

2. Investasi yang tidak dapat di ukur labanya (non measureable profit investment)

Investasi ini dimaksudkan untuk menaikan laba namun laba yang diharapkan perusahaan akan diperoleh perusahaan dengan adanya investasi ini sulit diukur secara teliti. Sebagai contoh adalah pengeluaran biaya promosi produk untuk jangka panjang, biaya penelitian dan pengembangan, biaya program pelatihan dan pendidikan karyawan.

3. Investasi dalam penggantian mesin dan equipment (replacement investment)


(50)

Investasi jenis ini meliputi pengeluaran untuk penggantian mesin dan equipment yang ada. Penggantian mesin dan equipment biasanya dilakukan atas dasar pertimbangan adanya penghematan biaya yang akan diperoleh atau adanya kenaikan produktivitas dengan adanya penggantian tersebut. Bila penghematan biaya yang diperoleh dari penggantian mesin dan equipment berjumlah pantas bila dibandingkan dengan tambahan investasi untuk penggantian tersebut, maka penggantian tersebut secara ekonomis memang diperlukan.

4. Investasi dalam perluasan usaha (expansion investment)

Investasi jenis ini merupakan pengeluaran untuk menambah kapasitas produksi atau operasi menjadi lebih besar dari sebelumnya. Tambahan kapasitas akan memerlukan adanya biaya tambahan investasi dan akan menghasilkan tambahan pendapatan serta akan memerlukan tambahan biaya.

How dan Low (1993) dalam Almira Santosa dan Titik Indrawati (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan (firm value) yang melakukan IPO bisa dihubungkan dengan volume penawaran. Perusahaan pada umumnya memiliki proyek tunggal. Nilai perusahaan tersebut akan sangat tergantung pada pembiayaan investasi pada proyek tunggal tersebut. IPO disinyalir merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mendanai proyek tunggal. Jadi semakin besar volume penawaran semakin besar dana yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Semakin tinggi investasi, semakin tinggi pula penilaian pasar terhadap nilai perusahaan.


(51)

Pada saat issuer menjual sahamnya di pasar, maka akan diperoleh proceeds dari penjualan saham tersebut. Proceeds menunjukan besarnya ukuran penawaran (volume penawaran) pada saat IPO. Proceeds ini disinyalir digunakan perusahaan untuk investasi. Dengan semakin besarnya investasi maka diharapkan prospek perusahaan di masa mendatang membaik. Sehingga akan meningkatkan harga saham sebagai proksi peningkatan nilai perusahaan.

G. Underpricing

Underpricing adalah suatu kondisi dimana, secara rata-rata, harga pasar saham perusahaan yang baru go public, biasanya dalam hitungan hari atau minggu, lebih tinggi dibandingkan dengan harga penawarannya di pasar perdana (Tatang Ary Gumanti, 2002). Apabila penentuan harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan yang terjadi di pasar sekunder, maka fenomena ini disebut dengan underpricing (Almira Santosa dan Titik Indrawati, 2007).

Underpricing ini diukur dengan initial return yang diterima investor, yaitu selisih antara harga penutupan saham (closing price) pada hari pertama perdagangan dibursa dengan harga di pasar perdana dibagi dengan harga perdana (Apriliani Triani dan Nikmah, 2006).

Rumusan yang digunakan adalah metode sederhana (mean adjusted model):

% 100 1

0 

 

to to t

P P P R


(52)

Untuk menghindari bias karena pengaruh magnitude pembaginya, maka digunakan rumus sebagai berikut (Aminul Amin, 2007):

R

it = ln (P1/P0)

Selain itu, dikarenakan adanya kemungkinan bahwa kenaikan harga saham di pasar sekunder disebabkan oleh indeks harga di pasar yang sedang bergairah (Almira Santosa dan Titik Indriati ; 2007) maka penghitungan underpricing disesuaikan dengan return pasar (adjusted underpricing). Untuk adjusted underpricing, digunakan rumus sebagai berikut

ln P1/P0

ln

IHSG1/IHSG0

AUP  

Dimana:

R0 = Return awal

Pt0 = Harga penawaran perdana (offering price)

Pt1 = Harga penutupan (closing price) pada hari pertama perusahaan

melakukan IPO di BEI.

IHSG0 = Indeks harga saham gabungan pada hari saat melakukan go

public.

IHSG1 = Indeks harga saham gabungan sehari sebelum go public.

1. Hubungan underpricing dengan nilai perusahaan

Fenomena underpricing secara umum dapat dijelaskan berdasarkan teori asymmetric information dan teori signaling. Asymmetric information menyatakan bahwa adanya informasi yang tidak sempurna yang dimiliki


(53)

antar partisipan dalam IPO. Teori ini menganggap bahwa underwriter memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan issuer, sedangkan issuer memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan investor. Karena sedikitnya informasi yang dimiliki konsumen, maka sangat sulit bagi investor untuk dapat membedakan secara objektif perusahaan yang berkualitas “baik” dan “buruk”. Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha meyakinkan investor bahwa perusahaan merekalah yang terbaik. Hal ini dilakukan dengan cara menunjukkan sinyal positif kepada investor. Berdasarkan teori signaling, issuer menggunakan underpricing sebagai sinyal bagi investor yang dapat menunjukan nilai perusahaan mereka.

Allen dan Faulhaber (1989) dalam Tatang A Gumanti (2004) menyatakan teori tentang adanya hubungan positif antara nilai perusahaan dan besarnya underpricing. Underpricing selain dapat memberikan sinyal negatif, dapat juga memberi sinyal positif.

Hwang (1990) dalam Y. Dwi Widodo (2005) melakukan studi yang menunjukkan bahwa underpricing merupakan suatu fenomena equilibrium yang memberikan suatu sinyal bahwa perusahaan menjanjikan keuntungan bagi investor. Pada model ini harga penawaran umum dan presentase pemegang saham lama menunjukkan nilai instrinsik perusahaan. Kedua sinyal ini, merupakan future cash dan menambah nilai instrinsik perusahaan. Underpricing berkorelasi secara positif dengan nilai instrinsik perusahaan karena underpricing memberikan sinyal bahwa hanya perusahaan yang mempunyai prospek yang menguntungkan yang


(54)

dapat menutupi modal akibat kerugian perusahaan karena harga perdana yang dinilai lebih rendah (underpriced).

Grinblat dan Hwang (1989) dalam Budhi Sumarno (2002), menyatakan bahwa untuk mengatasi asymmetric information, issuer akan memberi sinyal akan nilai perusahaannya dengan cara melakukan underpricing. Hal ini dikarenakan investor menanggap bahwa hanya perusahaan yang berkualitas baik dapat menutupi kerugian akibat underpricing. Karena investor menganggap bahwa perusahaan berkualitas baik maka harga saham pun akan meningkat, yang berarti nilai perusahaan pun meningkat. Hal ini dikarenakan harga saham merupakan proksi dari nilai perusahaan, karena harga saham merupakan harga yang bersedia dibayar investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut.

2. Teori-teori tentang Underpricing

Underpricing bisa disebabkan oleh beberapa hal dan ada teori-teori yang mendasari mengapa underpricing terjadi. Berikut ini adalah teori-teori yang mendasari terjadinya underpricing :

a. Informasi Asimetris

Kebanyakan teori yang menjelaskan Harga Penawaran Perdana yang underpriced didasarkan pada asumsi bahwa terjadi perbedaan informasi antara berbagai pihak terhadap nilai saham yang baru tersebut. Salah satu dari teori tersebut menganggap bahwa underwriter secara signifikan mempunyai informasi yang lebih baik dari pada issuer (Baron dan Holmstrom, 1980 dalam Sautma Ronni B, 2003).


(55)

Oleh karena underwriter memiliki informasi yang lebih lengkap, underwriter akan mampu meyakinkan issuer bahwa harga yang rendah lebih baik jika issuer tidak pasti terhadap nilai sahamnya sendiri. Perspektif ini didasarkan pada anggapan bahwa meskipun issuer mengetahui lebih banyak karakteristik bisnisnya, tetapi underwriter lebih mengetahui harga pasar sebab underwriter melakukan survei pasar, melakukan investigasi terhadap issuer, mendapatkan informasi dari issuer dan juga punya pengalaman dalam pengeluaran saham baru (Ibbotson, Sindelar, dan Ritter,1988 dalam Sutma Ronni B, 2003). b. Tulah Bagi Pemenang (Winner’s Curse)

Penjelasan lain dari Underpricing dikembangkan oleh Rock (1986) dalam Sautma Ronni. B (2003), yang dikenal sebagai istilah “Winner’s Curse”. Winner’s Curse ini menekankan adanya informasi asimetris di antara investor potensial. Menurut pandangan ini, beberapa investor (informed investor) mempunyai akses informasi mengetahui berapa sesungguhnya nilai saham yang akan dikeluarkan. Investor lainnya (uninformed investor) tidak mengetahui karena sangat sulit atau mahal untuk mendapatkan informasi tersebut. Underwriter diasumsikan tidak mengetahui dengan pasti nilai saham tersebut. Underwriter (sekaligus issuer) melakukan kesalahan acak (random error) dalam penetapan harga: beberapa saham ditetapkan overvalued dan lainnya undervalued. Investor yang punya informasi akan membeli saham yang undervalued dan menghindari saham yang overvalued.


(56)

Akibatnya, investor yang tidak punya informasi sulit mendapatkan saham undervalued, karenanya akan mendapatkan return yang lebih kecil. Karena issuers harus terus menerus menarik investor yang tidak mendapatkan informasi seperti investor yang punya informasi, maka rata-rata harga saham baru tersebut harus underpriced agar investor yang tidak punya informasi tersebut mendapatkan return yang memadai (Rock,1986).

c. Tradisional

Selain teori Underpricing IPO yang berdasarkan informasi asimetris, ada juga penjelasan tradisional yang diberikan (Ibbotson, 1975 dalam Sautma Ronni B, 2003) antara lain:

a. Undang-Undang membuat underwriter menetapkan harga perdana di bawah harga yang diharapkan (walaupun pada kenyataannya tidak semua negara secara eksplisit menetapkan ini).

b. Terjadi kolusi di antara para underwriter dengan menetapkan kondisi underpriced, hal yang seharusnya tidak boleh terjadi, untuk mengeksploitasi issuer yang tidak berpengalaman dan menyenangkan investor.

c. Saham yang underpriced meninggalkan kesan yang baik terhadap investor sehingga pada waktu berikutnya, saham baru yang dikeluarkan dapat dijual pada harga yang lebih menarik.

d. ”Firm Commitment” membuat underwriter mencoba mengurangi resiko dengan cara underpriced saham perdana untuk


(57)

mengkompensasinya. Pada situasi ini, investor jelas akan mendapat keuntungan dan mau membeli saham tersebut untuk mendapatkan keuntungan.

e. Proses underwriting biasanya memasukkan unsur underpricing dalam IPO, kondisi ini terjadi karena kebiasaan/tradisi atau berdasarkan perjanjian yang disepakati antara issuer dan underwriter.

f. Perusahaan yang mengeluarkan saham (issuer) dan underwriter menganggap bahwa underpricing merupakan bentuk jaminan terhadap tuntutan hukum. SEC Act of 1993 memberlakukan Civil Liability Act pada situasi atau kasus misinformasi yang dilakukan issuer dan underwriter.

d. Signaling Equilibrium Phenomenon

Teori yang lainnya dalam menjelaskan underpricing IPO adalah sebagai Signaling Equilibrium Phenomenon (Allen dan Faulhaber, 1989; Grinbaltt dan Hwang, 1989; dan Welch, 1989; dalam Sautma Ronni B, 2003). Dasar fundamental dari teori ini adalah perusahaan yang baik atau bagus dapat memberikan signal (tanda) tentang tipe atau kondisi perusahaannya dengan melakukan penetapan IPO yang underpricing. Sementara perusahaan yang jelek atau buruk tidak mau melakukan underpricing karena tidak bisa menutupi kerugian akibat underpricing. Motivasi dari pengiriman sinyal lewat underpricing


(58)

adalah asumsi bahwa keuntungan masa datang dari underpricing IPO lebih besar dari kerugiannya.

e. Risk-Averse Underwiter Hypothesis

Penjelasan yang populer tentang adanya underpricing pada saham perdana adalah didasarkan pada underwiter (penjamin) yang menghindari risiko (risk averse), underwiter akan berusaha membuat harga saham perdana dibawah harga pasar (underprice) untuk mengurangi resiko dan biaya dari penjaminan (underwriting). Dengan kata lain, underpricing adalah cara untuk mengurangi kemungkinan emisi saham perdana yang tidak sukses (Sudiyono, 1999:8). Hanafi dan Husnan (1996) dalam Sudiyono (1999:8) mendukung hipotesa tersebut, mereka mengatakan bahwa sebenarnya penawaran saham-saham di pasar perdana sulit dilakukan dengan harga yang terlalu tinggi (overvalue). Penjamin (underwiter) harus membeli saham tersebut kalau tidak laku dijual pada pasar perdana, kecuali kalau komitmen penjamin hanya best effort saja. Mereka tentunya tidak ingin membeli saham-saham yang tidak laku karena harganya terlalu tinggi, upaya yang dibuat adalah dengan bernegosiasi dengan emiten agar saham-saham tersebut harganya tidak terlalu tinggi, bahkan cenderung sedikit underprice. Namun, Chalik dan Peavy (1987) dalam Sudiyono, (1999:9) menemukan fakta yang bertentangan dengan hipotesa diatas, mereka menemukan bukti bahwa ternyata saham perdana dengan best effort kontrak mempunyai underprice yang lebih tinggi dibandingkan


(59)

dengan saham perdana yang mempunyai firm-commitment agreement (Tinic, 1988 dalam Sudiyono, 1999:9).

H. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ownership retention, underpricing, investment, firm size, nilai perusahaan, dan IPO memberikan hasil yang beragam. Almira Santosa dan Titik Indriati (2007) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif antara ownership retention, underpricing dan investment terhadap nilai perusahaan yang IPO. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel independen tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Penelitian lain dilakukan oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2007) bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor ekstern, dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian ini, salah satu yang diuji adalah pengaruh ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa investor akan mempertimbangkan ukuran perusahaan jika akan membeli saham.

Tatang A Gumanti (2004) melakukan penelitian tentang hubungan antara nilai perusahaan, underpricing, dan ownership retention pada perusahaan yang baru go public di BEJ yang hasil penelitiannya menunjukan bahwa ownership retention berpengaruh secara positif tetapi


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh ownership retention, underpricing, investment dan firm size terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode penelitian tahun 2001 sampai tahun 2007 dengan menggunakan 84 sampel. Adapun kesimpulan penelitian ini sebagai berikut:

1. Hasil pengujian terhadap underpricing membuktikan bahwa perusahaan yang melaksanakan IPO mengalami underpricing pada hari pertama ketika saham diperdagangkan di pasar sekunder, baik underpricing yang belum disesuaikan dengan return pasar maupun yang sudah disesuaikan dengan return pasar (adjusted underpricing) . Hal ini dibuktikan oleh hasil one sample t test yang signifikan pada tingkat 5% pada kedua model.

2. Ownership retention, Underpricing, dan Investment berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di BEI baik pada model pertama maupun pada model kedua.

3. Firm Size tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang melakukan IPO di BEI baik pada model pertama maupun pada model kedua. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan proksi untuk firm size karena firm size dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar sedangkan dalam penelitian ini, proksi yang digunakan adalah total


(2)

aktiva. Selain itu bisa juga disebabkan oleh perbedaan kriteria penggolongan skala ukuran perusahaan, dan perbedaan jumlah sampel.. 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti

antara penggunaan tingkat underpricing yang belum disesuaikan (raw underpricing) dengan timgkat underpricing yang sudah disesuaikan dengan return pasar (adjusted underpricing). Hal ini ditunjukan dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara hasil persamaan regresi model 1 dan model 2.

B. IMPLIKASI

Tentunya banyak hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini sehingga membuat hasil penelitian ini tidak sempurana. Namun penulis berharap hasil penelitian ini dapat berimplikasi kepada beberapa pihak, diantaranya:

1. Implikasi Bagi Emiten

Banyak cara yang yang dapat dilakukan emiten untuk menarik investor. Tentu saja dengan cara menunjukan sinyal-sinyal bahwa perusahaan mereka berkualitas baik. Ownership retention, underpricing, investment, dan firm size dapat dijadikan pertimbangan untuk dapat menunjukan bahwa perusahaan mereka mempunyai prospek yang baik di masa depan yaitu memiliki nilai perusahaan yang tinggi, yang pada akhirnya dapat mensejahterakan pemegang saham. Sehingga, investor tertarik untuk berinvestasi.


(3)

Hasil Penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya di pasar perdana.

3. Implikasi Bagi Penelitian Selanjutnya

Disarankan untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dapat membedakan perusahaan sesuai dengan sektor industrinya karena secara teoritis karakteristik setiap sektor industri berbeda. Selain itu, disarankan pula menambah variabel lainnya yang diduga mempengaruhi nilai perusahaan yang melakukan IPO guna hasil yang lebih baik.

4. Implikasi Bagi Pembaca

Penelitian ini memberikan kontribusi pengujian ulang terhadap penelitian terdahulu mengenai nilai perusahaan yang melakukan IPO, sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dalam bidang pasar modal khususnya tentang penawaran saham perdana.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana S dan Silvy, Meliza. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Perusahaan Pasca IPO Dengan Menggunakan Teknik Analisis Multinomial Logit”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.18. No.4. Oktober 2003. ISSN:0215-2487.

Alwi, Iskandar Z. ”Pasar Modal, Teori dan Aplikasi”. Cetakan Pertama.Yayasan Pancur Siwah, Jakarta, 2003.

Amin, Aminul. ”Pendeteksian Earning Management, Underpricing, dan Pengukuran Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Kebijakan Initial Public Offering (IPO) di Indonesia”. STIE Malangkucewa. Simposium Nasional Akuntansi X. UNHAS Makassar 26-28 Juli 2007. Ary Suta, I Putu Gede. “Menuju Pasar Modal Modern”. Yayasan SAD SATRIA

BAKTI. Cetakan Pertama. Jakarta, 2000.

Darmadji, Tjiptono dan M. Fakhrudin, Hendy. “Pasar Modal Di Indonesia”. Edisi 2. Salemba Empat, Jakarta, 2006.

Firdaus NH, Dr. Muhammad, et.all. “Sistem Keuangan dan Investasi Syariah” . Renaisan, Jakarta, 2005.

Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2001.

Gumanti, Tatang A. “Hubungan Antara Nilai Perusahaan Dan Informasi Dalam Prospektus Pada Perusahaan Yang Baru Go Public Di Bursa Efek Jakarta (1991-1997)”. Jurnal Managerial Vol. 1 No. 1 2000.

. “Hubungan Antara Nilai Perusahaan, Undrpricing, Dan Ownership Retention Pada Perusahaan Yang Baru Go Public Di Bursa Efek Jakarta (1991-1996)”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Vol. X No. 2, September 2004. Hal 187-199.

. “Underpricing dan Biaya-biaya di Sekitar Initial Public Offering”. Wahana Vol.5. No.2. Agustus 2002. Hal. 135-147.

. “Strategi Penetapan Harga Dalam Penawaran Saham Perdana”. Wahana. Vol.6. No.1.Februari 2003.

Hasnawati, Sri. “ Implikasi Keputusan Investasi, Pendanaan, Dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Publik Di BEJ”. Usahawan No.9. September 2005.


(5)

Helen dan Sulistio. “Pengaruh Informasi Akuntasi dan Non Akuntansi Terhadap Initial Return : Studi Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering Di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. 15-16 September 2005.

Husnan, MBA, Dr. Suad. “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”. Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1998. Khomsiyah. “Reputasi Penjamin Emisi Saham, Reputasi Auditor dan Tingkat

Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.7. No. 2. Agustus 2005. Hal 168-189. Margaretha, M.E., Dra. Farah. “Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan”,

Grafindo, Jakarta, 2005.

Mayur, Manas, Kumar, Manoj dan Mahakud, Jitendra. “Relationship between the Changes in Ownership and Performance of Indian Firms around IPO: A Panel Data Analysis”. MPRA Paper No. 6192, posted 09. December 2007. Diakses tanggal 20 Maret 2008, dari http://mpra.ub.uni-muenchen.de

Nachrawi, D.N., dan Usman, Hardius. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Prasetiadi, Rudianto. “Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan : Penelitian Pada Perusahaan-Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ Tahun 2005”, Thesis S2 UI, Depok, 2007.

Ronni B, Sautma. “Problema Anomali Dalam Initial Public Offering (IPO)”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.5. No.2. September 2003. Diakses tanggal 15 Maret 2008, dari http://puslit.petra.ac.id

Santosa, Almira, dan Indrawati, Titik. “ Pengaruh Ownership Retention, Underpricing, dan Invesment Terhadap Nilai Perusahaan Yang IPO Di Bursa Efek Jakarta”. DeReMa Jurnal Manajemen. Vol. 2 No. 2 Mei 2007. Hal 127-142.

Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan” . Edisi Keempat, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

Soliha, Euis dan Taswan. “Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. STIE Stikubank. Semarang. September 2002.


(6)

Sudarmadji, A. Murdoko dan Sularto, Lana. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, Dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary DisclosureLaporan Keuangan Tahunan”. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek, dan Sipil) Gunadarma. Vol.2. Depok. 21-22 Agustus 2007.

Sudiyono. “Analisis Kinerja Jangka Panjang Saham Perdana: Pengamatan di BEJ Tahun 1993-1997”. Tesis S2 Universitas Indonesia, Jakarta, 1999. Sujoko dan Soebiantoro, Ugy. “ Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham,

Leverage, Faktor Intern Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.9. No.1. Maret 2007 : 41-47. Diakses tanggal 13 April 2008, dari http://puslit.petra.ac.id

Sumarno, Budhi. “Ketidakpastian ExAnte, Sinyal Positif, Dan Underpricing Saham Pada Penawran Perdana Di Indonesia". Tesis S2 UGM. Yogyakarta. 2002.

Suranta, Eddy dan Midiastuty. Pranata P. “Analisis Hubungan Struktur Kepemilikan Manajerial, Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Linear Simultan”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.6 No.1, Januari 2003.

Sutanto, Intan Imam. “Indikasi Manajemen Laba Menjelang IPO Oleh Perusahaan-Perusahaan Yang Terdaftar Di BEJ”. Thesis S2 UGM., Yogyakarta, 2000.

Triani, Apriliani dan Nikmah. “ Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Presentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan, dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris Pada Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Padang. 23-26 Agustus 2006.

Tritmoko, Drs. Hanung dan Rachmawati, Andri. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laba Dan Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi Unhas Makassar, Makassar, 26-28 Juli 2007.

Widodo, Y. Dwi. “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Return Awal Saham Dan Return 15 Hari Setelah Initial Public Offering (IPO)”, Thesis S2 UI, Depok, 2005.

Wijaya, Chandra dan Asnawi, S Kelana. “Metodologi Penelitian Keuangan Prosedur, Ide, dan Kontrol”. Graha Ilmu.Yogyakarta, 2006.


Dokumen yang terkait

Analisis Perusahaan yang Mengalami Underpricing di Bursa Efek Indonesia

24 157 108

Pengaruh Financial Leverage, Return on Equity (ROE), Ukuran Dan Umur Perusahaan Terhadap Tingkat Underpricing Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 30 95

Pengaruh variabel keuangan dan non keuangan Terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan initial public offering (ipo) Di bursa efek indonesia

0 5 120

PENGARUH MANAGERIAL OWNERSHIP, FAMILY OWNERSHIP, FIRM SIZE DAN FIRM RISK TERHADAP FIRM VALUE (Studi pada perusahaan terdaftar di BEI)

0 4 71

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, AUDITOR TYPE, UNDERWRITER REPUTATION DAN LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2004 – 2008

2 5 114

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERWRITER REPUTATION DAN FIRM SIZE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010 – 2012 SKRIPSI.

0 7 54

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERWRITER REPUTATION DAN FIRM SIZE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010 – 2012.

2 6 52

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, FIRM SIZE, DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PADA INDUSTRI KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2012-2015

0 0 2

PENGARUH ANALISIS INFORMASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 18

PENGARUH ANALISIS INFORMASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 13