Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah Penelitian Terdahulu

2.2 Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah

Aspek yang sangat berpengaruh agar bawang merah yang telah diproduksi secepatnya sampai ke tangan konsumen ialah aspek pemasaran. Banyak saluran pemasaran yang dapat digunakan untuk mendistribusikan bawang merah ke pasar, Rosatiningrum 2004 dalam penelitiannya menjelaskan saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar, Brebes. Dalam penelitiannya tersebut dijelaskan bahwa saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar terdiri dari 3 pola pemasaran, yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pola I Pola II Pola III Gambar 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes Keterangan: Calo Desa Dijelaskan pula bahwa pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani disana adalah pola II. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani P. Besar P. Pengecer Konsumen Non Lokal Petani P.Pengumpul P. Besar Grosir P. Pengecer Konsumen Non Lokal P. Pengecer Konsumen Lokal dengan pedagang pengumpul dan karena rendahnya modal yang dimiliki petani sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar, selain itu petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar harus dalam jumlah besar agar menguntungkan. Sedangkan pada pola I, petani langsung menjual ke pedagang besar dalam hal ini adalah Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, petani tersebut biasanya mempunyai kendaraan sendiri dan memiliki modal yang besar. Pada pola III, karena hasil panennya cenderung sedikit, hasil panen tersebut ditujukan langsung untuk konsumen lokal.

2.3 Penelitian Terdahulu

Sugiharta 2002 dalam penelitiannya tentang peramalan harga cabai merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, menjelaskan bahwa deret data harga cabai merah memiliki pola data yang tidak stasioner, mengikuti pola trend yang menurun secara signifikan dan tidak memiliki pola musiman tertentu. Hal ini dibuktikan setelah dilakukannya berbagai serangkaian analisa secara visual pada plot data harga terhadap waktu, analisa statistik menggunakan plot ACF dan uji signifikansi trend melalui uji regresi. Dari berbagai me tode peramalan yang digunakan, disimpulkan bahwa metode terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di PIKJ adalah metode Box Jenkins di mana model ARIMA 2,1,2 merupakan model terbaik bagi harga cabai merah besar dan model ARIMA 1,1,1 merupakan model ya ng paling baik untuk harga cabai merah keriting karena nilai MSE nya lebih kecil dibandingkan model lainnya. Bagi peramal yang mengutamakan kemudahan tetapi tetap menuntut keakuratan peramalan ya ng tinggi maka model alternatif yang dapat digunakan untuk me ramalkan harga cabai merah besar dan harga cabai merah keriting masing- masing ialah metode Pelicinan Eksponensial Tunggal dan metode Naive. Rosatiningrum 2004 dalam penelitiannya tentang analisis efisiensi produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes, menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang ialah luas lahan yang ditunjukkan dengan nilai elastisitasnya yang lebih besar dibandingkan variabel lainnya. Sedangkan faktor produksi yang pengaruhnya relatif kecil ialah pestisida. Ariningsih dan Tentamia 2004 dalam penelitiannya tentang analisis faktor- faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia dengan menggunakan metode two stages least squares menyimpulkan bahwa produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja. Di sisi lain permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita. Ba ik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah. Juga disimpulkan bahwa dalam jangka panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Untuk meningkatkan produksi bawang merah Indonesia perlu diupayakan perbaikan teknologi budidaya, sedangkan untuk me ngurangi fluktuasi harga diperlukan pengaturan pola tanam antar wilayah melalui perbaikan manajemen irigasi.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga

3.1.1 Penentuan harga oleh permintaan dan penawaran

Dalam teori ekonomi mikro, harga terbentuk oleh keseimbangan antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Menurut Lipsey 1995, hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin sedikit jumlah komoditas yang diminta, apabila variabel lain konstan ceteris paribus, sedangkan hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum, semakin rendah harganya maka semakin rendah jumlah yang ditawarkan, apabila variabel lain konstan ceteris paribus. Lipsey 1995 juga menerangkan bahwa kedua kekuatan, permintaan dan penawaran, berinteraksi dalam menentukan harga dalam suatu pasar yang bersaing. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen maupun konsumen sama-sama diuntungkan. Proses terjadinya kondisi keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Pada kondisi harga di titik P d , ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibanding jumlah yang diminta konsumen, terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaranexcess demand . Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan