0,000. Harga pupuk mempunyai nilai korelasi yang positif hal ini dikarenakan ketika harga pupuk meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani
ikut meningkat mengingat pupuk merupakan salah satu input produksi. Ketika biaya produksi petani meningkat maka harga jual bawang merah di tingkat petani
pun juga kan ikut meningkat, hal ini dilakukan agar petani tidak mengalami kerugian akibat peningkatan biaya produksi. Nilai korelasi antara harga pupuk
dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,621. Nilai tersebut artinya korelasi diantara kedua variabel cukup berarti. Nilai koefisien regresinya sebesar 9,11
artinya yaitu peningkatan harga pupuk sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga bawang merah sebesar 9,11 satuan.
Kesimpulan dari analisis regresi tersebut adalah faktor- faktor yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ
adalah jumlah pasokan impor, harga impor bawang, dan harga pupuk, sedangkan yang tidak berpengaruh nyata ialah pasokan bawang yang masuk ke PIKJ. Dari
ketiga faktor yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah, faktor yang penga ruhnya paling besar adalah harga impor bawang merah, yang ditunjukkan
dengan nilai korelasinya sebesar 0,693, paling besar dibandingkan faktor lainnya.
5.6 Upaya-Upaya untuk Memperkecil Fluktuasi Harga Bawang Merah di
PIKJ
Diperlukan upaya- upaya untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, dari hasil regresi tersebut terlihat bahwa faktor yang berpengaruh
besar terhadap fluktuasi harga bawang merah adalah harga impor bawang merah, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha tertentu untuk mengendalikan faktor
tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah melakukan pengaturan pola tanam bawang merah pada daerah-daerah sentra produksi, melalui perbaikan
sistem irigasi, mengingat bawang merah merupakan komoditas pertanian yang butuh cukup air untuk berproduksi secara optimal. Pengaturan pola tanam ini
bertujuan untuk menjaga agar pasokan bawang merah tetap kontinyu dari bulan ke bulan, karena selama ini pola produksi bawang merah selalu fluktuatif, dimana
pada saat musim panen jumlah produksi yang dihasilkan melimpah, dan pada saat musim kosong panen, produksinya sedikit. Dengan kontinyunya pasokan bawang
merah dari bulan ke bulan maka impor bawang merah dari luar pun dapat dikurangi jumlahnya, dengan semakin kecilnya impor bawang merah diharapkan
pengaruh dari harga impor bawang pun akan semakin kecil, sehingga fluktuasi harga bawang merah dapat diperkecil.
Pada Tabel 16 dapat dilihat pola produksi bawang merah dari bulan ke bulan dalam periode tahun 2000 hingga 2003. Dari Tabel 16 dapat disimpulkan
bahwa pola produksi bawang merah dalam 4 tahun terakhir mencapai puncak panen pada selang periode bulan Juni hingga September, dan Januari, dengan rata-
rata produksi antara 600 – 900 ribu kuintal, sedangkan musim paceklik panen terjadi pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei, dan Nopember,
dengan rata-rata produksi 200 – 400 ribu kuintal. Produksi bawang merah optimal terjadi pada bulan-bulan memasuki awal dan akhir musim hujan, sedangkan
produksinya akan turun pada saat musim kemarau dan musim hujan.
Tabel 16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 - 2003 Kuintal
Bulan 2000
2001 2002
2003 Januari
896.131 664.021
667.073 706.355
Februari 414.587
696.268 419.286
553.012 Maret
311.313 1.150.548
586.290 314.403
April 425.853
521.359 595.811
602.572 Mei
383.250 699.454
570.191 805.518
Juni 929.914
920.555 948.372
856.635 Juli
705.646 778.735
941.548 722.507
Agustus 974.109
953.674 870.772
882.854 September
589.039 966.042
930.454 876.455
Oktober 609.934
643.026 489.645
276.252 Nopember
490.117 262.584
362.226 474.615
Desember 998.267
355.235 284.052
556.771 Total
7.728.160 8.611.501
7.665.120 7.627.949
Sumber : Dirjen Hortikultura 2004 Pengaturan pola tanam terutama ditujukan pada daerah – daerah sentra
produksi bawang merah antara lain Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimana kedua propinsi itu memberikan kontribusi sebesar 58,32 produksi bawang merah
nasional pada tahun 2003. Pada Lampiran 14 dapat dilihat pola produksi bawang merah kedua propinsi tersebut. Pola produksi bawang merah pada kedua propinsi
tersebut relatif sama yaitu puncak panen dicapai pada selang periode bulan Juni hingga bulan September, dan Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada
bulan Februari hingga bulan Mei, dan November. Dengan cenderung samanya pola produksi antara kedua propinsi sentra bawang merah tersebut maka
diperlukan suatu pengaturan pola tanam dengan mengubah musim panen di antara kedua propinsi tersebut, salah satunya melalui perbaikan sistem irigasi. Tujuannya
adalah menjaga kontinuitas pasokan bawang merah dalam negeri dan mengurangi jumlah impor bawang merah, sehingga dengan semakin kecilnya jumlah impor
bawang, maka pengaruh harga impor bawang pun akan semakin kecil. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa harga impor bawang merupakan faktor yang
berpengaruh cukup besar terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, diharapkan dengan semakin kecilnya pengaruh harga impor bawang maka
fluktuasi harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga dapat diperkecil. Selain pengaturan pola tanam, upaya yang harus dilakukan untuk
memperkecil fluktuasi harga bawang merah antara lain memberikan bimbingan pelatihan kepada petani bawang merah guna meningkatkan hasil produksinya
misalnya melalui PPL, tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi bawang merah, mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah,
dimana pada selang periode tahun 2001-2005 produktivitasnya berkisar antara 8,5-10,5 tonha atau lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas bawang
merah impor yang produktivitasnya rata-rata mencapai 20 tonha. Tujuan dari peningkatan produktivitas lahan ialah agar jumlah bawang merah impor yang
masuk dapat dikurangi. Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar
harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi HET yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dinas
Pertanian seperti Departemen Sarana Produksi Pertanian. Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk
secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang merah
di Pasar Induk Kramat Jati PIKJ berfluktuasi secara acak di sekitar garis trend tersebut. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola
musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan Mei hingga bulan September, dan trend
peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei yang berulang tiap tahunnya.. Trend penurunan dan peningkatan
harga bawang merah tersebut berkaitan dengan pola produksi bawang merah yang mengalami panen puncak pada selang periode bulan Juni hingga bulan
September, dan mengalami masa kosong panen pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei.
2. Metode peramalan yang paling sesuai unt uk memperkirakan harga bawang merah di masa depan adalah metode time series. Dari metode peramalan time
series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode
ARIMA terbaik dengan panjang musiman 10 L = 10 adalah ARIMA 2,1,1 1,1,1
10
. Nilai ramalan harga bawang merah lima periode ke depan dengan