Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia

15 VI dan VII, yang biasanya berupa lahan kering dan pada umumnya kurang cocok untuk subsektor pertanian yang lain seperti tanaman pangan dan perkebunan. Walaupun demikian, pengembangan usaha ternak akan lebih baik dan menguntungkan jika dilakukan pada lahan-lahan subur Suparini 1999. Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain : lahan sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan dan hutan rakyat, dengan tingkat kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air dan jenis sapi potong yang dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi ternak- tanaman yang merupakan proses saling menunjang dan saling menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah dan kotoran sapi sebagai pupuk organik. Sementara lahan sawah dan lahan tanaman pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan tanaman yang dapat diolah sebagai makanan sapi. Sedangkan kebun dan hutan memberikan sumbangan berupa rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak Riady 2004. Evaluasi lahan merupakan suatu proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografirelief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman Djaenudin et al. 2003. Menurut Sitorus 1998, pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keterangan-keterangan dari tiga aspek utama, yaitu lahan, penggunaan lahan dan faktor ekonomis. Data tentang lahan dapat diperoleh dari survei sumberdaya alam, termasuk survei tanah. Keterangan-keterangan tentang syarat-syarat atau kebutuhan ekologik dan teknik dari berbagai jenis penggunaan lahan diperoleh dari keterangan-keterangan agronomis, kehutanan, dan disiplin ilmu lainnya yang terkait. 16 Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001, evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Dalam evaluasi lahan terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dua tahap dan pendekatan paralel. Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara kualitatif. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam bentuk peta dan laporan, maka tahap kedua kadang- kadang tidak dilakukan analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian. Sedangkan pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan bagi tiap-tiap komoditi dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo Sesuai S dan dua kelas yang dipakai dalam ordo Tidak Sesuai N, maka pembagiannya adalah : 1 kelas S1 yaitu Sangat Sesuai highly suitable, lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan, 2 kelas S2 yang Cukup Sesuai moderately suitable, lahan mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan, 3 kelas S3 yaitu Sesuai Marginal marginally suitable, lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan, 4 kelas N1 yaitu Tidak Sesuai Pada Saat Ini currently not suitable, lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian 17 besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang; 5 kelas N2 yaitu Tidak Sesuai Untuk Selamanya permanently not suitable , lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang Djaenudin et al . 2003.

2.5. Daya Dukung Lahan

Menurut Soemarwoto 1983, daya dukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan, yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan jumlah lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung kehidupannya itu tergantung pada biomas bahan organik tumbuhan yang tersedia untuk hewan. Daya dukung ditentukan oleh banyaknya bahan organik tumbuhan yang terbentuk dalam proses fotosintesis per satuan luas dan waktu, yang disebut produktivitas primer. Salah satu faktor yang diperlukan untuk menganalisis kapasitas tampung ternak ruminansia di suatu wilayah adalah dengan menghitung potensi hijauan pakan. Hijauan pakan untuk ternak ruminansia terdiri dari rerumputan, dedaunan dan limbah pertanian. Estimasi potensi hijauan pakan pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh keragaman agroklimat, jenis dan topografi tanah dan tradisi budidaya pertanian Ma’sum 1999. Menurut Dasman et al . 1977, daya dukung adalah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu, dengan tingkatan sebagai berikut : 1. Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkatan sekedar hidup tingkatan ini disebut kepadatan subsisten untuk spesies tersebut. 2. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan keamanan atau ambang pintu keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah dari kepadatan subsisten. Pada kepadatan keamanan ini tingkat populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh populasi spesies lainnya yang hidup di lingkungan yang sama. 18 3. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan optimum. Pada kepadatan optimum ini, individu-individu dalam populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup serta menunjukkan pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan optimum hanya dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap pertumbuhan yang diatur oleh tingkah laku spesies tersebut. Selanjutnya Dasman 1964 membedakan tiga pengertian daya dukung yaitu : 1 pengertian daya dukung yang berhubungan dengan kurva logistik, dimana daya dukung adalah asimtot atas dari kurva tersebut. Dalam hal ini batasan daya dukung adalah batasan teratas dari pertumbuhan populasi dimana pertumbuhan populasi tidak dapat didukung lagi oleh sumberdaya dan lingkungan yang ada.; 2 pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan margasatwa. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu habitat; 3 pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan padang penggembalaan. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat tanpa mengganggu kerusakan tanah. Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak, khususnya ternak herbivora. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo 1980, dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah untuk mengembangkan ternak secara teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensi hijauan makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan. Dalam memperhitungkan potensi yang sesungguhnya, maka lahan-lahan yang potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain : lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebagian kehutanan.

2.6. Sistem Informasi Geografi SIG

Sistem Informasi Geografis SIG mempunyai peran yang penting dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis,