III. PERSEPSI DAN TINDAKAN PETANI MANGGIS TERHADAP BUAH BURIK
Farmer’s Perception and Action to the Mangosteen Fruit Scar Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar berbagai aspek menyangkut persepsi dan tindakan petani terhadap burik pada buah manggis.
Survei dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang berlangsung pada bulan Desember 2009 - Januari 2010
dan di Desa Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat yang berlangsung pada bulan Februari - Maret 2011. Petani
manggis yang diwawancarai berjumlah 40 orang. Hasil survei menunjukkan bahwa jumlah tanaman manggis yang dikelola petani adalah 50 - 100 pohon pada
lahan seluas 0.25 - 1 ha sebagian besar adalah milik sendiri. Pengalaman berusahatani manggis berkisar antara 10 - 15 tahun dan seluruh petani manggis
mengetahui adanya burik pada buah manggis tetapi tidak mengetahui penyebab munculnya gejala burik. Seluruh petani mengetahui bahwa burik menyebabkan
rendahnya kualitas manggis dan mengalami kerugian harga sebesar 38.93, tetapi petani tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik. Sebagian besar
petani 77.5 menyatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang cara mengatasi burik pada buah manggis.
Kata kunci: survei petani, buah manggis burik, persepsi petani
Abstract
The aim of this study was to obtain some basic information about farmer’s perception and action to the mangosteen fruit scar appearance. Survey was
conducted in Karacak Village, Leuwiliang Subdistric, Bogor Distric, West Java during December 2009 to January 2010 and in Bukit Bulat Village, Bukit Barisan
Subdistric, 50 Kota Distric, West Sumatera, during February to March 2011. From the interview 40 respondents, it was recorded that generally the farmers
have 50 - 100 trees in their own area of 0.25 - 1 ha. The farmers have 10 - 15 years experiences in mangosteen planting. The farmers could recognize the scar
but they could not identify the cause of the scar appearance. All farmers realized that the scar could reduce the quality of fruit. Despite they could loss 38.93 of
price, the farmer has not applied any methods in order to control the scar. Most of them 77.5 have never been trained to manage the fruit scar.
Keywords: survey, mangosteen scar, farmer’s perception
Pendahuluan
Manggis merupakan komoditas hortikultura andalan Indonesia baik untuk pasar domestik maupun internasional. Tanaman manggis tersebar hampir di
seluruh provinsi di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi Selatan. Provinsi Jawa
20
Barat dan Sumatera Barat merupakan pemasok buah manggis terbesar di Indonesia Deptan 2009.
Pola usahatani manggis umumnya masih skala kecil yaitu tumbuh di lahan- lahan pekarangan, lahan kosong, pada lahan bersama tanaman lainnya polikultur
dan berpencar. Sebagian besar tanaman manggis yang ada sekarang adalah tanaman warisan yang ditanam dengan jarak tanam tidak teratur, serta ditanam
bersama dengan tanaman tahunan lainnya. Permasalahan yang dihadapi oleh petani manggis cukup banyak mulai dari
sistem budidaya, panen dan penanganan pasca panen serta sistem pemasaran. Permasalah utama dalam sistem produksi manggis adalah rendahnya mutu buah
yang dihasilkan karena adanya burik pada kulit buah, getah kuning pada daging buah dan rendahnya shelflife buah Poerwanto et al. 2010. Kondisi ini
berdampak pada rendahnya volume ekspor manggis Indonesia. Tercatat pada tahun 2009 volume ekspor hanya 9 987 ton atau 9.46 dari total produksi BPS
2010. Sistem usahatani manggis pada saat ini umumnya dikelola secara tradisional
oleh petani, dengan demikian faktor petani menjadi tokoh sentral dalam budidaya manggis. Informasi tentang persepsi dan tindakan petani tentang pengelolaan
burik pada buah manggis penting untuk digali, hal ini di Indonesia belum pernah dilaporkan. Selain itu, diperlukan pula pemahaman tentang cara petani
mempersepsikan hama tersebut, sikap dan keyakinannya serta tindakan pengendalian yang dilakukannya. Survei dasar petani yang meliputi survei
pengetahuan, sikap dan tindakan petani sangat penting dalam membuat rekomendasi teknologi Rauf 1996.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar berbagai aspek petani menyangkut persepsi dan tindakan petani terhadap burik pada buah
manggis. Untuk memperoleh informasi tersebut, dilakukan survei terhadap petani di dua sentra produksi manggis.
21
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009 – Januari 2010 pada petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
dan Februari hingga Maret 2011 di Desa Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat. Pemilihan daerah tersebut sebagai
lokasi penelitian adalah karena daerah tersebut memiliki area tanaman manggis yang luas dan merupakan sentra produksi manggis.
Penentuan Sampel
Responden terpilih ditentukan secara purposive sampling yaitu petani yang memiliki atau mengelola kebun manggis. Jumlah responden keseluruhan untuk
masing masing lokasi adalah 20 orang.
Peubah Penelitian dan Metode Analisis
Penelitian dilakukan dengan mewawancarai petani manggis dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan sebagian pertanyaan bersifat terbuka
Lampiran 1. Peubah yang ditanyakan kepada petani meliputi faktor internal petani seperti pendidikan, kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikelola. Selain
itu ditanyakan pula tentang budidaya, panen dan persepsi petani terhadap burik pada buah manggis. Data yang diperoleh berupa data primer dari petani,
kemudian data dianalisis berdasarkan frekuensi jawaban petani dan tabulasi. Data kerugian akibat burik diperoleh dengan cara membandingkan
jumlah kerugian yang ditimbulkan menurut petani dibandingkan dengan harga buah manggis yang berlaku saat wawancara dilakukan.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Petani Manggis
Petani manggis yang menjadi responden umumnya 50 berusia antara 20 - 50 tahun dan 47.5 yang berumur di atas 51 tahun Tabel 3.1. Jika dilihat
dari segi umur, petani manggis umumnya masih tergolong dalam batasan umur produktif. Menurut Palebangan et al. 2006, umur petani antara 15 - 55 tahun
adalah petani produktif. Dengan demikian petani manggis di Desa Karacak dan
22
Desa Bukit Bulat termasuk petani produktif sehingga masih berpotensi untuk mengembangkan diri dan masih terbuka untuk menerima inovasi guna
meningkatkan kemampuan dalam usaha budidaya tanaman manggis. Tabel 3.1. Persebaran petani menurut usia
Lokasi Usia tahun
20 - 30 31- 40
41 - 50 51 - 60
60 Desa Karacak
5 35
20.0 20
20.0 Desa Bukit Bulat
5 05
35.0 40
15.0 Rataan
5 20
27.5 30
17.5 Dari segi pendidikan, umumnya petani responden 45 adalah lulusan
SLTP dan 25 tamatan SLTA Tabel 3.2. Sebanyak 5 petani responden di Desa Karacak dan Bukit Bulat pernah kuliah dan alumni perguruan tinggi dan
47,5 petani responden pernah mengikuti pelatihan tentang budidaya manggis. Tingkat pendidikan petani manggis di lokasi penelitian cukup baik jika
dibandingkan dengan kondisi pendidikan petani Indonesia pada umumnya. Menurut Palebangan et al. 2006 semakin tinggi tingkat pendidikan formal petani
diharapkan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya. Tabel 3.2. Latar belakang pendidikan responden
Lokasi Pendidikan
Tidak tamat SD
SD SLTP
SLTA PT
Desa Cengal 20
45 30
5 Desa Bukit Bulat
10 20
45 20
5 Rataan
5 20
45 25
5 Seperti petani lainnya, petani manggis tidak menggantungkan kehidupannya
pada usahatani manggis semata Tabel 3.3. Hal ini terlihat bahwa seluruh petani responden yang diwawancarai memiliki usaha lain selain mengelola kebun
manggis baik dari sektor pertanian maupun non pertanian. Sebagian besar petani responden juga mengusahakan komoditas lain selain tanaman manggis 67.5.
Umumnya tanaman yang diusahakan petani adalah padi, selain itu juga mereka mengusahakan tanaman kapolaga, kacang-kacangan, petai, kopi dan kakao yang
ditanam bersama dengan tanaman manggis. Selain mengelola tanaman manggis,
23
petani responden mempunyai pekerjaan lain seperti pedagang 12.5, pegawai negeri sipil 7.5 dan usaha lainnya 12.5. Tanaman manggis merupakan
tanaman tahunan yang berproduksi musiman dianggap tidak membutuhkan curahan waktu yang banyak, dengan demikian petani memiliki waktu luang untuk
bekerja di bidang lainnya. Tabel 3.3. Pekerjaan petani responden selain usahatani manggis
Lokasi Pekerjaan
Petani Pedagang
PNS Lain lain
Desa Karacak 40
25 10
25 Desa Bukit Bulat
95 5
Rataan 67.5
12.5 7.5
12.5 Petani di Desa Karacak dan Bukit Bulat cukup berpengalaman dalam
budidaya tanaman manggis, 65 di antaranya berpengalaman antara 10 - 20 tahun, 32.5 berpengalaman kurang dari 10 tahun dan 2.5 berpengalaman lebih
dari 20 tahun Tabel 3.4. Berdasarkan data persebaran usia responden pada Tabel 3.1 bahwa lebih dari 50 responden berumur 20-50 tahun, data pada Tabel
3.4 menunjukkan bahwa potensi sumberdaya petani dalam keberlanjutan mengelola usaha manggis cukup baik.
Tabel 3.4. Pengalaman petani responden dalam berusahatani manggis Lokasi
Pengalaman berusahatani manggis tahun
5 5-10
10-15 15-20
20 Desa Karacak
30 25
25 15
5 Desa Bukit Bulat
5 5
50 40
Rataan 17.5
15 37.5
27.5 2.5
Usahatani manggis masih dalam bentuk skala kecil dan tidak berada dalam satu hamparan. Data pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa sebagian besar 75
petani responden mengelola pohon manggis 50 - 250 batang, 20 mengusahakan tanaman manggis kurang dari 50 pohon. Hanya 2.5 petani responden yang
mengelola lebih 1000 pohon manggis.
24
Tabel 3.5. Jumlah pohon manggis yang diusahakan
Lokasi Jumlah pohon manggis yang diusahakan pohon
50 50 - 100 101 - 250 251 - 500 501 - 1000
1000
Desa Karacak 30
30 35
5 Desa Bukit Bulat
10 60
25 5
Rataan 20
45 30
2.5 2.5
Umumnya 85 lahan yang digunakan oleh petani responden untuk budidaya manggis adalah milik sendiri dan petani berperan langsung sebagai
penggarap, sisanya adalah sebagai penyewa Tabel 3.6. Luas lahan yang diusahakan petani responden untuk mengusahakan tanaman manggis relatif
sempit. Sebanyak 32.5 petani responden mengelola lahan seluas 0.25 - 0.5 ha, 30 lainnya mengelola lahan seluas 0.5 - 1 ha. Petani responden yang mengelola
lahan kurang dari 0.25 ha cukup banyak yaitu 27.5 dan sebaliknya hanya 10 yang mengelola tanaman manggis lebih dari 1 ha Tabel 3.7. Dengan luas lahan
yang sempit maka jumlah tanaman manggis yang dikelola petani juga sedikit Tabel 3.5.
Tabel 3.6. Status kepemilikan lahan Lokasi
Status kepemilikan lahan Pemilik - penggarap
Penyewa Penggarap
Desa Karacak 90
10 -
Desa Bukit Bulat 80
20 -
Rataan 85
15 -
Pada Tabel 3.7 juga terlihat bahwa luas lahan yang diusahakan di Bukit Bulat, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten 50 Kota, Provinsi Sumatera Barat
relatif lebih luas dibandingkan dengan daerah Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dikaitkan dengan data pada Tabel 3.4 dan 3.5
memperlihatkan bahwa pengusahaan tanaman manggis masih dalam skala rakyat dan belum masuk dalam kategori usaha perkebunan.
25
Tabel 3.7. Luas lahan dalam pengusahaan tanaman manggis Lokasi
Luas pengusahaan kebun manggis ha 0.25
0.25 - 0.5 0.5 - 1
1 Desa Karacak
35 35
25 5
Desa Bukit Bulat 20
30 35
15 Rataan
27.5 032.5
30 10
Sistem Budidaya Manggis
Tanaman manggis tidak ditanam secara monokultur, tetapi merupakan polikultur dengan tanaman lainnya 97.5, karena itu tanaman tidak memiliki
jarak tanam yang teratur 100 Tabel 3.8. Hal ini disebabkan tanaman yang ada saat ini adalah tanaman yang sudah ada sejak dulu secara turun temurun dan
ditanam dengan memanfaatkan lahan kosong sehingga tidak tertata sebagaimana layaknya perkebunan. Umumnya tanaman manggis ditanam bersama dengan
tanaman tahunan lainnya seperti durian, jengkol, petai, melinjo, kopi dan kakao. Tabel 3.8. Sistem budidaya manggis
Lokasi Pola tanam
Jarak tanam Mono
kultur Poli
kultur Hutan
Teratur Tidak
teratur Desa Karacak
95 5
100 Desa Bukit Bulat
100 100
Rataan 97.5
2.5 100
Umumnya petani manggis sudah melakukan pemeliharaan terutama dalam hal pemupukan dan penyiangan gulma Tabel 3.9 dan Tabel 3.10. Sebanyak
52.5 petani responden sudah melakukan pemupukan, sedangkan 47.5 lainnya tidak pernah melakukan pemupukan pada tanaman manggis. Kegiatan
penyiangan gulma sudah dilakukan petani responden 65. Sebagian besar petani responden 87.5 tidak melakukan aplikasi pestisida untuk tindakan
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman manggis, sisanya 12.5 mengaku pernah melakukan aplikasi pestisida
26
Tabel 3.9. Pemupukan tanaman manggis Lokasi
Pemupukan Dipupuk
Tidak dipupuk Desa Karacak
60 40
Desa Bukit Bulat 45
55 Rataan
52.5 47.5
Seluruh petani responden di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tidak melakukan aplikasi pestisida pada tanaman
manggis. Hal ini sangat baik mengingat manggis sudah menjadi komoditas ekspor. Dari hasil wawancara secara mendalam yang dilakukan terungkap bahwa
pemupukan tidak dilakukan secara rutin, sering hanya terkait dengan kegiatan program tertentu yang umumnya adalah bantuan pemerintah. Menurut informasi
petani responden khususnya di Desa Bukit Bulat, aplikasi pestisida pernah digunakan pada waktu tanaman masih dalam fase bibit di lapangan untuk
mengatasi hama belalang. Ketika tanaman manggis sudah menghasilkan petani tidak pernah melakukan aplikasi pestisida.
Tabel 3.10. Pengendalian gulma, hama dan penyakit Lokasi
Gulma Hama dan penyakit
Dikendalikan Tidak
Dikendalikan Tidak
dikendalikan dikendalikan
Desa Karacak 75
25 100
Desa Bukit Bulat 55
45 25
75 Rataan
65 35
12.5 87.5
dengan pestisida
Panen dan Pemasaran Manggis
Sistem pemasaran yang paling banyak dilakukan adalah melalui pedagang pengumpul atau kelompok tani 92.5 sisanya dijual dengan sistem ijon 7.5.
Tidak ada petani yang menjual langsung hasil panen manggis ke eksportir Tabel 3.11. Di Desa Karacak sebagian petani sudah bernaung dalam kelompok atau
lembaga yang salah satu tujuannya adalah untuk melindungi petani manggis terutama dari permainan harga oleh pedagang pengumpul atau tengkulak.
Praktek sistem ijon dalam tataniaga buah manggis di lapangan masih ada. Sistem ijon masih banyak diterapkan petani manggis yang mengabaikan teknis
27
pemanenan yang baik dan benar. Menurut Deptan 2009, sistem ijon yang banyak terjadi di sentra produksi manggis ternyata lebih cenderung merusak
tanaman karena pemanenan tidak memperhatikan persyaratan panen yang ada dan tidak mendorong petani untuk melakukan pemeliharaan tanaman manggisnya.
Tabel 3.11. Sistem pemasaran manggis yang dilakukan oleh petani responden Lokasi
Pemasaran Melalui pedagang pengumpul
atau kelompok tani Langsung pada
eksportir Ijon
Desa Karacak 90
10 Desa Bukit Bulat
95 05
Rataan 092.5
007.5 Pengetahuan petani di Desa Karacak tentang standar mutu buah manggis
lebih baik dari pada Desa Bukit Bulat. Sebanyak 70 petani responden di Desa Karacak mengetahui standar mutu manggis dibandingkan dengan di Desa Bukit
Bulat yang hanya mencapai 45 Tabel 3.12. Walaupun petani mengetahui standar mutu buah manggis, pada saat jual beli penyortiran dilakukan bukan oleh
petani namun oleh pedagang pengumpul atau kelompok tani. Sebagian petani telah melakukan kegiatan sortasi sebelum dijual ke pedagang pengumpul guna
menaikkan harga jual, tetapi sortasi hanya dilakukan terhadap buah manggis yang berkualitas sangat rendah yang nantinya dijual terpisah. Hasil wawancara juga
menunjukkan bahwa buah burik dan getah kuning menjadi penyebab utama rendahnya mutu buah manggis yang diperoleh.
Tabel 3.12. Pengetahuan petani responden terhadap standar mutu manggis Lokasi
Standar mutu buah manggis Tahu
Tidak tahu Desa Karacak
70 30
Desa Bukit Bulat 45
55 Rataan
57.5 42.5
Pengetahuan Burik pada Buah Manggis
Semua petani responden mengetahui adanya burik pada buah manggis 100, tetapi tidak mengetahui penyebab terjadinya burik pada buah manggis
28
87.5 Tabel 3.13. Petani di Bukit Bulat menyebut buah burik sebagai buah kosek
karena permukaan kulit buah manggis terasa kasar. Tabel 3.13. Persepsi petani responden tentang burik pada buah manggis
Lokasi Pengetahuan
Buah burik Penyebab buah burik
Tahu Tidak tahu
Tahu Tidak tahu
Desa Karacak 100
10 90
Desa Bukit Bulat 100
15 85
Rataan 100
12.5 87.5
Petani mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93 per kg akibat burik. Sebanyak 27.5 petani melakukan pengendalian gulma, namun sebagian
besar 72.5 tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik pada buah manggis Tabel 3.14.
Tabel 3.14. Persepsi petani responden tentang usaha pengelolaan burik pada buah manggis
Lokasi Upaya pengelolaan buah burik
Pestisida Penyiangan gulma
Dibiarkan saja Desa Karacak
35 65
Desa Bukit Bulat 20
80 Rataan
27.5 73
Walaupun burik sudah menjadi masalah bagi petani manggis, belum ada upaya dari pihak pihak terkait untuk memberikan penyuluhan atau pelatihan
kepada petani untuk mengatasi burik pada buah manggis. Hal ini terlihat dari jawaban petani responden Tabel 3.15 sebagian besar petani menyatakan belum
pernah mendapatkan penyuluhan 77.5 dan sebanyak 22.5 menyatakan pernah mendapatkan penyuluhan tentang buah burik.
Tabel 3.15. Persepsi petani responden tentang informasi pengendalian buah burik
Lokasi Penyuluhan mengatasi buah burik
Tidak pernah Pernah
Desa Karacak 70
30 Desa Bukit Bulat
85 15
Rataan 77.5
22.5
29
Kesimpulan
Sebagian besar petani manggis berumur 20 - 50 tahun dengan tingkat pendidikan SLTP dan SLTA. Petani responden tidak sepenuhnya mengandalkan
pendapatan dari berusahatani manggis karena juga memiliki pekerjaan lain yang sebagian besar juga di bidang pertanian, pedagang dan pegawai negeri sipil.
Umumnya petani responden memiliki lahan sendiri dan langsung sebagai penggarap dengan luasan 0.25 - 1 ha.
Sebagian besar tanaman manggis dimiliki petani secara turun temurun, kondisi pertanaman manggis berada dalam hutan campuran, ditanam bersama
dengan tanaman tahunan lainnya dengan jarak tanam yang tidak teratur. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupukan, sangat sedikit yang melakukan
penyiangan gulma dan aplikasi pestisida. Buah manggis hasil panen umumnya dijual ke pedagang pengumpul atau kelompok tani. Walaupun petani mengetahui
standar mutu buah manggis, kegiatan sortasi tetap dilakukan oleh pedagang pengumpul atau kelompok tani.
Semua petani responden mengetahui adanya burik pada buah manggis dan menyadari bahwa burik sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas manggis.
Walaupun mengalami kehilangan pendapatan sebesar 38.93 per kg akibat burik, petani tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi burik. Sebagian besar
petani 75 belum pernah mendapatkan informasi baik berupa penyuluhan ataupun pelatihan cara mengatasi burik pada buah manggis.
Daftar Pustaka
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi buah buahan di Indonesia. Dikutip dari: httpwww.bps.go.id[23 Maret 2012].
[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Profil Kawasan Manggis. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta:
Departemen Pertanian. Palebangan S, Hamzah F, Dahlan, Kaharuddin, 2006. Persepsi petani terhadap
pemanfaatan bokasi jerami pada tanaman ubi jalar dalam penerapan sistem pertanian organik. J Agrisistem 121: 46-53.
30
Poerwanto R, Dorly, Maad M. 2010. Getah kuning pada buah manggis. Di dalam: Utama IMS, Susila AD, Poerwanto R, Antara NS, Putra NK,
Susustra KB, editor. Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai Hortikultura.
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura Indonesia; Universitas Udayana-Bali, 25-26 Nop. Universitas Udayana-
Bali: Perhorti. hlm 225-260. Rauf A. 1996. Persepsi dan tindakan petani kentang terhadap lalat penggorok
daun, Liriomyza huidobrensis Blanchard Diptera: Agromyzidae. Bul HPT
111: 1-13.
IV. KAJIAN BURIK PADA BUAH MANGGIS