golongan B adalah diabetes yang berhubungan dengan kondisi patologis lainnya atau suatu penyakit. Sub golongan A diakibatkan oleh abnormalitas genetika fungsi sel
β- pankreas dan abnormalitas genetika aktifitas insulin. Sub golongan B diakibatkan
oleh penyakit pankreas eksokrin, penyakit endokrin, akibat induksi obat-obatan atau bahan kimia, infeksi, penyakit hati, diabetes karena faktor imun yang tidak umum,
serta beberapa sindroma genetika lainnya yang sering berhubungan dengan diabetes. Diabetes gestasional didefinisikan terjadinya intoleransi glukosa selama
kehamilan atau terdeteksi pertama sekali pada saat kehamilan. Terjadi pada sekitar 7 dari seluruh kehamilan The Expert Committee on the Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus, 1997; World Health Organization, 1999; The Committee of the Japan Diabetes Society on the diagnostic criteria of diabetes
mellitus, 2002; Triplitt, et al., 2005.
2.5.2 Diagnosis diabetes
Kriteria yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus adalah dari gejala yang timbul dan glukosa plasma. Adapun gejala diabetes ditandai
dengan poliuria, polidipsia serta penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia peningkatan nafsu makan. Gejala lainnya adalah glikosuria, ketosis, asidosis dan
koma. Untuk parameter glukosa plasma, American Diabetes Association ADA merekomendasi parameter glukosa puasa sebagai acuan utama untuk mendiagnosis
diabetes melitus pada orang dewasa. Namun selain itu bisa juga ditetapkan dari glukosa plasma sewaktu maupun 2 jam setelah mengkonsumsi glukosa. Jika nilai
glukosa plasma masih belum dapat ditentukan dengan tegas, maka pengujian dapat diulangi pada hari yang berbeda Triplitt, et al., 2005. Diagnosis diabetes
mellitus terdapat pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4. Diagnosis diabetes melitus Parameter
Normal mgdL
Gangguan mgdL
Diabetes Melitus mgdL
Glukosa plasma puasa 100
100-125 ≥ 126
Glukosa plasma 2 jam setelah uji toleransi glukosa
140 140-199
≥ 200
2.5.3 Model Hewan Diabetes Melitus
Model hewan diabetes melitus digunakan untuk memvalidasi beraneka tumbuhan obat yang diduga mempunyai potensi sebagai antidiabetes. Secara in vivo,
model hewan diabetes melitus dapat diperoleh dengan induksi secara farmakologi, pembedahan maupun rekayasa genetika. Sebagai hewan uji, dapat digunakan hewan
pengerat rodensia maupun bukan pengerat non rodensia, namun sebahagian besar penelitian dilakukan pada hewan pengerat seperti tikus dan mencit. Hewan bukan
pengerat yang juga sering digunakan adalah kelinci, dan diklaim sebagai model hewan yang lebih baik. Frode dan Medeiros, 2008; Kelompok Kerja Ilmiah Phyto
Medica, 1993, Rees dan Alcolado, 2005. Induksi secara farmakologi yang paling sering digunakan adalah dengan
menggunakan streptozotosin dan aloksan. Streptozotosin lebih dijadikan pilihan dibandingkan aloksan karena diabetes melitus yang ditimbulkan lebih stabil dan
permanen Frode dan Medeiros, 2008.
2.5.4 Parameter Pemeriksaan Diabetes Mellitus