Gambar 4.21. Pola fragmentasi β-sitosterol 2
Berdasarkan pola fragmentasi ini, maka diusulkan senyawa di atas adalah suatu sterol yang mempunyai 29 atom C dan 3 atom C lain yang terikat pada rangka
atom C-29 tersebut, dan mempunyai satu ikatan rangkap pada rangka steroidnya, dan mengandung atom C jenuh sebagai rantai sampingnya.
4.4.6 Spektroskopi
1
H-NMR
Spektroskopi resonansi magnetik nuklir NMR memberikan gambaran mengenai jenis atom, jumlah, maupun lingkungan atom hidrogen
1
H-NMR dalam suatu molekul, dalam rangka untuk menentukan struktur molekul
Spektroskopi
1
H-NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti atom tertentu dalam molekul organik, apabila molekul tersebut berada dalam
medan magnet yang kuat Gary, 1988. Proton-proton dalam sebuah molekul beresonansi pada frekuensi yang tidak
sama, karena setiap proton di dalam molekul dikelilingi oleh awan elektron yang berbeda, sehingga menimbulkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik yang
selanjutnya menimbulkan perbedaan medan magnetik. Awan elektron yang terdapat di sekitar sebuah proton akan memberikan perlindungan Shielding effect kepada
proton yang bersangkutan. Besarnya perlindungan tersebut tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang
mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnetik yang dihasilkan yang melawan medan magnetik luar yang digunakan Bo. Akibatnya intiproton
merasakan adanya pengurangan kekuatan medan magnetik yang mengenainya. Spektrum
1
H-NMR CDCl
3
, Senyawa BI-1 adalah sebagai berikut.
Gambar 4.22. Spektrum proton CDCl
3
senyawa BI-1 0-8 ppm
Pada spektrum proton senyawa BI-1 Gambar 4.22 di atas terlihat pola-pola spektrum untuk proton-
proton yang khas untuk senyawa β-sitosterol propionat, seperti proton metin H-3 dengan geseran kimia 3,5 ppm, proton H-6, dengan geseran
kimia, 5,31-5,32 ppm. Spektrum NMR yang lebih detail dapat dilihat pada Gambar 4.23, 4.24, dan 4.25.
Gambar 4.23. Spektrum
1
H-NMR CDCl
3
senyawa BI-1, yang menunjukkan proton metil pada atom C18 Dan 19
Pada Spektrum
1
HNMR Gambar 4.23, menunjukkan dua puncak proton yang tampak sebagai singlet pada geseran kimia
0,6492 ppm dan ppm yang sangat khas untuk proton H-18 dan H-19 berikatan dengan atom karbon jenuh.
Gugus metil lainnya beresonansi sebagai doblet pada 0,7347 ppm dan
18 19
21 26
0,7507 ppm, J=6,4 dihubungkan untuk proton H-21; resonansi doblet pada
0,7965 ppm dan 0,8148 ppm J=7,32 dihubungkan untuk proton H-27.
Resonansi doblet untuk proton pada 0,8263 dan 0,8431 dihubungkan untuk proton
metil H-26; dan resonansi doblet untuk 0,8835 ppm dan 0,9003 ppm J=6,72
menunjukkan proton H-29.
Gambar 4.24. Ciri proton metin Atom H-3 dengan multiplet diperbesar
Pada Gambar 4.24, proton multiplet pada geseran kimia 3,5000 ppm menunjukkan adanya 1 proton H-3 metin, yang merupakan ciri dari proton metin
pada geseran kimia 3,4599-3,5377. Harga geseran kimia H- 3 pada δ = 3,5000 ppm
menunjukkan bahwa H-3 melekat pada C- O. Harga δ dari H-3 relatif besar karena
pengaruh elektronegativitas dari atom O yang menarik electron dari H-3. Kemudian pemastian puncak pada δ = 3,5000 ppm , H-3 ialah dari multiplicity puncak tersebut
yang berupa septet mempunyai anak puncak 7 buah. Ini dikarenakan puncak H-3 dipecah 2 kali, sekali H-3 dipecah oleh 2 buah proton pada C-2 satu H ax dan satu
H eq, lalu kemudian H-3 dipecah oleh 2 proton pada C-4 satu Hax dan satu Heq dengan Jaa = 10 Hz dan Jae = 5 Hz.
Dari harga konstanta kopling dari anak-anak puncak H-3 sebesar J=4,59 Hz; J=6,36 Hz dan J = 8,25 Hz dapat dipastikan bahwa H-3 menempati posisi aksial.
Geseran kimia 2,72-2,79 untuk CH
2
dari gugus propionat dengan proton kuartet dan geseran kimia CH
3
dengan proton triplet pada geseran kimia 2,49-2,53.
Gambar 4.25. Spektrum
1
H-NMR CDCl
3
untuk atom H-6 diperbesar
Pada spektrum Gambar 4.25, puncak doublet melebar broad doublet pada geseran kimia 5,3125; 5,3232, J=4, 28 menunjukkan atom proton H-6. Kimia
proton H-6 merupakan proton dengan ikatan rangkap. Adanya ikatan rangkap akan berorientasi sedemikian rupa sehingga ikatan rangkap tegak lurus terhadap arah
medan yang digunakan. Sirkulasi elektron terinduksimenghasilkan medan magnet
sekunder yang diamagnetik sekitar atom karbon, tetapi paramagnetik pada daerah proton alkena. Pada proton alkena arah medan magnet terinduksi adalah paralel
terhadap medan magnet yang digunakan B , sehingga kekuatan medannya lebih
besar dari B . Proton pada daerah ini memerlukan harga B
lebih rendah untuk terjadinya resonansi, oleh karena itu puncak resonnsinya terlihat pada medan lebih
rendah downfield.
4.4.7 Spektroskopi HMBC