Kebijaksanaan Presiden Dalam Pendaftaran Tanah

yang dilakukan oleh presiden, menteri atau oleh pejabat pelaksana pendaftaran tanah di kabupaten dan kota, sebagai berikut ;

1. Kebijaksanaan Presiden Dalam Pendaftaran Tanah

Sebagaimana uraian terdahulu bahwa presiden bersama jajaran birokrasinya selaku pemegang kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintah diberi wewenang oleh negara melakukan tindakan secara sah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sehingga menjadi suatu tindakan kebijaksanaan sepanjang sesuai menurut Undang Undang Dasar, demikian ketentuan Pasal 4 Ayat 1 Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan menurut Undang Undang Dasar”. Namun kebijaksanaan presiden di bidang pendaftaran tanah tidak hanya digunakan untuk bidang pendaftaran tanah saja, melainkan juga mengikat bidang-bidang lain, demikian juga sebaliknya kebijaksanaan presiden terhadap bidang lain juga mengikat bidang pendaftaran tanah, hal ini didasarkan kepada tataran kesatuan sistem peraturan perundangan sehingga satu kebijaksanaan dengan lain harus tetap sinkron, konsisten dan tidak stagnasi sehingga membuat kekosongan peraturan perundangan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dengan adanya kebijaksanaan tersebut maka presiden bersama jajaran birokrasinya ketika UNIVERSITAS SUMATRA UTARA sedang menjalankan roda pemerintahan tidak menemukan hambatan terutama terhadap konflik peraturan perundangan yang rentan dengan permasalahan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam mengatur pendaftaran tanah telah dilakukan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diterbitkan selain untuk kebutuhan perkembangan sosial masyarakat juga untuk mengisi kekosongan stagnasi pengaturan hukum pendaftaran tanah. Sejarah pendaftaran tanah di Indonesia telah mencatat dan membuktikan bahwa sejak zaman Belanda sampai sekarang sering terjadi perubahan pengaturan hukum pendaftaran tanah bahkan juga setelah Indonesia merdeka telah dua kali dibuat peraturannya, hal ini dilakukan pemerintah sebagai bagian dari responsif pemerintah terhadap perkembangan sosial masyarakat, sebagai berikut ; a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah diundangkan Tanggal 24 September 1961 telah membawa kemajuan yang cukup signifikan dalam bidang pendaftaran tanah, setidaknya melalui PP. No. 10 Tahun 1961 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA tersebut Kantor Agraria pada waktu itu telah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, terutama terkenal dengan sertipikasi desa demi desa atau sertipikasi PP. No. 10 Tahun 1961, namun karena berbagai kebutuhan perkembangan seperti di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan maka peraturan ini telah diganti. b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang diundangkan tanggal 8 Juli Tahun 1997 telah dirasakan manfaatnya di dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, baik oleh pemerintah, masyarakat luas, bangsa dan negara, terlihat perobahan signifikan dalam peraturan pemerintah ini yaitu adanya pendaftaran tanah secara sitematik yang semua kegiatannya mulai dari awal permohonan sampai penerbitan sertipikatnya dilakukan hanya oleh Panitia Ajudikasi yag selalu berada di lokasi kelurahan tempat tanah itu berada atau bukan di kantor pertanahan seperti halnya pendaftaran tanah secara sporadik, namun tidak dapat dilakukan merata di seluruh Indonsia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pengaturan hukum pendaftaran tanah yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mempertimbangkan penggunaan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA tekhnologi modern seperti alat GPS Global Positioning System pada kegiatan pengumpulan data fisik di lapangan dan LOC Land Office Computerization pada kegiatan pengolahan data yuridis di kantornya, dengan tujuan supaya kegiatan pendaftaran tanah dapat terlaksana secara sederhana, cepat, teliti, mudah dan terjangkau agar tersedia data mutaakhir yang dibutuhkan pihak tertentu di samping untuk tertib administrasi pertanahan sekaligus memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegangnya, kendati belum sepenuhnya dicapai.

2. Kebijaksanaan Menteri Dalam Pendaftaran Tanah