UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sistem klasifikasi toksisitas lainnya adalah klasifikasi toksisitas Loomis 1978. Menurut Loomis 1978, potensi toksisitas akut suatu senyata uji dapat digolongkan
menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Klasifikasi Toksisitas Akut Loomis 1978
No. Kelas LD
50
mgkgBB 1
Luar biasa toksik 1 atau kurang
2 Sangat toksik
1-50 3
Cukup toksik 50-500
4 Sedikit toksik
500-5000 5
Praktis tidak toksik 5000-15000
6 Relatif kurang berbahaya Lebih dari 15000
2.5.1 Penentuan Nilai LD
50
Panduan uji toksisitas akut dari OECD Organisation for Economic Co- operation and Development dilakukan dengan memberikan dosis tunggal sampel uji
secara oral kepada hewan uji berusia 8-12 minggu. Pengamatan jangka pendek terhadap hewan uji dilakukan setiap 30 menit pada 4 jam awal setelah pemberian bahan
uji dan dilanjutkan setiap harinya selama 14 hari yang meliputi pengamatan adanya tanda dan gejala toksisitas, penimbangan berat badan. Berat hewan uji yang digunakan
harus dalam interval ±20 dari berat rata-rata semua hewan. Adapun metode uji toksisitas akut oral yang telah dipublikasi oleh OECD adalah panduan 401, 420, 423
dan 425. Masing-masing metode yang dipublikasikan oleh OECD memiliki kelebihan dan keterbatasan Sitzel, et al., 1999. Berikut penjabaran masing-masing metode uji
toksisitas akut oral OECD:
2.5.1.1 Metode Standar OECD 401 Acute Oral Toxicity AOT
Pedoman uji toksisitas akut oral pertama yang dipublikasikan oleh OECD adalah pedoman nomor 401. Pada uji toksisitas ini, hewan uji dengan jenis kelamin
yang sama dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah ditetapkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji yang hanya menerima satu dosis saja. Pemberian dosis dilakukan secara oral dan dengan dosis bertingkat antar kelompok.
Setelah uji selesai, dilakukan uji kembali dengan menggunakan hewan uji dari jenis kelamin berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus atau mencit rodentia
dengan jenis kelamin yang sama OECD, 1987; SitzelCarr 1999. Penentuan LD
50
didasarkan pada dosis yang dapat menyebabkan kematian pada 50 hewan uji. Metode penentuan LD
50
mengikuti metode dari Bliss, Litchifield, Wilcoxon, Finney, Weil, Thompson, maupun Miller Tainter. Kurva dosis respon
dapat dilinearkan dengan persen respon untuk log dosis ke dalam grafik probit. Metode uji toksisitas akut oral OECD 401 sudah tidak digunakan sejak
Desember 2002 karena metode ini menggunakan banyak hewan uji Schelde, et al.,
2005 2.5.1.2 Metode Standar OECD 420
Fixed Dose Procedure FDP
Metode OECD 420 Fixed Dose Procedure FDP pertama kali diusulkan oleh British Toxicology Society pada tahun 1984. Tahun 2001 OECD secara resmi
mempublikasikan metode 420 sebagai pengganti metode OECD 401. Tujuan pengembangan metode ini untuk mengurangi penggunaan hewan uji dan menghindari
kematian hewan uji sebagai titik akhir dari uji toksisitas OECD, 2001 SitzelCarr 1999.
Prinsip uji toksisitas akut oral OECD 420 adalah mengelompokkan hewan uji dengan jenis kelamin yang sama ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah
ditetapkan yaitu 5, 50, 300 dan 2000 mgkgBB. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji. Hewan uji yang digunakan dapat berupa tikus atau mencit rodentia dengan
jenis kelamin betina. Penggunaan hewan uji jantan tidak direkomendasikan karena beberapa penelitian menyatakan bahwa hewan uji betina lebih sensitif OECD, 2001.
Sebelum dilakukan main test, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk menentukan dosis awal yang akan diberikan kepada hewan uji.
Nilai LD
50
yang dihasilkan dari metode OECD 420 berupa suatu rentang dosis, bukan merupakan suatu nilai pasti Sitzel, et al., 1999. Tingkat toksisitas senyawa uji
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi dari GHS Globally Harmonized
System. 2.5.1.3 Metode Standar OECD 423
Acute Toxic Class Method ATC
Tahun 2001, OECD juga mempublikasikan metode standar OECD 423 sebagai alternatif metode OECD 401 Schelde, et al., 2005. Pada metode OECD 423, hewan
uji yang digunakan lebih sedikit 3 hewan uji dengan jenis kelamin yang sama tiap tahap uji dan titik akhir uji ditentukan berdasarkan kematian hewan uji.
Metode OECD 423 terdiri dari limit test dan main test. Pada limit test dilakukan penentuan dosis awal dengan menggunakan satu hewan uji pada tiap dosis. Dosis awal
yang diberikan merupakan dosis dibawah estimasi nilai LD
50
, namun menimbulkan gejala toksisitas pada hewan uji. Pada main test dosis diberikan secara bertahap dengan
menggunakan 3 hewan uji untuk masing-masing kelompok dosis.. Pemberian dosis berikutnya pada hewan uji didasarkan pada respon fisiologi hewan uji terhadap dosis
awal. Jika jumlah hewan uji yang mati lebih dari satu, maka dosis untuk uji berikutnya diturunkan, begitupun sebaliknya OECD, 2001c.
Dosis yang diberikan sama dengan dosis pada pedoman OECD 420 yaitu 5, 50, 300 dan 2000 mgkgBB. Nilai LD
50
yang dihasilkan juga berupa suatu rentang nilai dosis. Perbedaan metode OECD 420 dan 423 terletak pada jumlah hewan uji yang
digunakan untuk masing-masing kelompok dosis. 2.5.1.4 Metode Standar OECD 425
Up and Down Procedure UDP
Metode UDP pertama kali diusulkan oleh Bruce pada tahun 1985 dan dipublikasikan oleh OECD pada tahun 2001. Metode ini terdiri dari limit test dan main
test. Limit test dilakukan ketika diketahui bahwa senyawa uji memiliki toksisitas yang rendah. Sedangkan, main test dilakukan untuk senyawa uji yang diduga toksik atau
tidak memiliki informasi toksisitas OECD, 2008. Dosis yang diberikan pada limit test adalah 2000 mgkgBB atau 5000
mgkgBB. Penentuan dosis didasarkan pada informasi toksisitas senyawa uji. Pada penelitian ini, dosis yang diberikan adalah 5000 mgkgBB karena berdasarkan literatur,
bahan uji gelatin dianggap memiliki toksisitas yang sangat rendah Rowe, Sheskey
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Quinn, 2006. Limit test dapat terdiri dari 3 termin. Pada termin pertama limit test, digunakan satu hewan uji terlebih dahulu untuk diberi dosis 5000 mgkgBB. Jika
hewan uji tersebut mati, maka dilakukan main test. Sedangkan, jika hewan uji tersebut hidup maka dilakukan limit test untuk termin kedua menggunakan 2 hewan uji lainnya
dengan dosis yang sama. Jika kedua hewan uji pada termin ke-2 limit test mati, maka uji dilanjutkan ke main test. Namun, jika terdapat salah satu hewan uji yang hidup pada
termin kedua, maka limit test dilanjutkan ke termin ke-3 dengan menggunakan 2 hewan uji lainnya. Apabila hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya kematian
hanya pada 2 ekor tikus, maka limit test dapat dihentikan dan disimpulkan bahwa nilai LD
50
gelatin babi adalah 5000 mgkgBB. Sedangkan jika terdapat lebih dari 2 tikus yang mati, maka pengujian harus dilanjutkan ke main test OECD, 2008. Penentuan
nilai LD
50
melalui limit test dapat dilihat pada lampiran 6. Pada main test, pemberian dosis dilakukan secara bertahap. Dosis awal yang
diberikan merupakan dosis dibawah estimasi nilai LD
50
. Pemberian dosis berikutnya bergantung pada respon fisiologis hewan uji pertama. Jika hewan uji pertama bertahan
hidup, maka dosis berikutnya ditingkatkan. Sedangkan jika hewan uji pertama mati, maka dosis berikutnya diturunkan. Peningkatan atau penurunan dosis sesuai dengan
faktor 3,2. Adapun urutan dosis yang dianjurkan oleh OECD adalah 5,5; 17,5; 55; 175; 550; 1750; 5000 mgkgBB OECD, 2001. Pengamatan tanda, gejala toksisitas dan
kematian hewan uji dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam setelah pemberian dosis dan dilanjutkan setiap hari selama 14 hari. Hewan uji yang digunakan dapat berupa
tikus atau mencit betina. Hewan uji jantan tidak direkomendasikan karena kurang sensitif jika dibandingkan hewan uji betina OECD, 2001. Uji dihentikan bila
memenuhi kriteria: a. Tiga hewan uji hidup pada batas atas uji;
b. Lima pembalikan muncul pada 6 hewan yang diujikan. Dimulai dari dosis terendah saat ditemukan hewan uji yang hidup, setelah itu dilakukan uji pada
konsentrasi di atas dosis terendah tersebut dan uji pada kedua konsentrasi ini dilakukan sebanyak 2 kali;
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Jika ditemukan 3 kematian pada 4 konsentrasi yang sama. OECD, 2001 Penentuan LD
50
senyawa uji dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AOT425StatPgm Acute Oral Toxicity Guideline 425 Statistical Programme. Data
yang dimasukkan ke dalam program AOT425StatPgm adalah dosis dan respon hewan uji matihidup. Prosedur penghitungan LD
50
dengan AOT425StatPgm berlangsung secara bertahap. Pengguna dapat memasukkan hasil uji untuk hewan pertama,
menyimpan data dan memasukkan hasil uji untuk hewan kedua pada hari yang berbeda. Jika seluruh hasil uji sudah dimasukkan ke dalam program, maka AOT425StatPgm
akan menggunakan hasil tersebut untuk menghitung nilai LD
50
. Program AOT425StatPgm dapat menghitung dosis rekomendasi untuk hewan uji berikutnya,
menentukan waktu penghentian pemberian dosis dan estimasi statistik LD
50
Westat ,2001. Perbandingan metode uji toksisitas akut oral yang dipublikasikan oleh OECD
dapat dilihat pada tabel 2.3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.3 Perbandingan Metode Uji Toksisitas Akut Oral OECD
Kriteria OECD 401 “AOT”
OECD 420 “FDP” OECD 423 “ATC”
OECD 425 “UDP”
Prinsip Pemberian dosis tunggal senyawa uji secara oral pada tikus atau mencit dengan pengamatan tanda dan gejala
toksisitas, berat badan dan kematian hewan uji selama 14 hari Jenis kelamin
hewan uji Terdapat kelompok hewan
uji jantan dan kelompok hewan uji betina
Hewan uji betina Hewan uji betina
Hewan uji betina
Jumlah hewan uji
Minimal 20. 5 hewan uji untuk tiap kelompok dosis
5 hewan uji untuk tiap kelompok dosis
3 hewan uji untuk tiap kelompok dosis
Maksimal 14 hewan uji. Pemberian dosis dilakukan
secara bertahap Dosis hewan
uji Maksimal 2000 mgkg bb
Kelompok dosis 5, 50, 300, dan 2000
mg kg bb Kelompok dosis 5,
50, 300, dan 2000 mg kg bb
Dimulai dari perkiraan LD
50
175 mgkgBB dan peningkatan dosisnya mengikuti
faktor pengalian 3,2. Pengamatan
Perubahan berat badan, gejala toksisitas, histopatologi Output
Rentang perkiraan LD
50
dan tanda-tanda toksisitas akut Estimasi interval nilai LD
50
dan tanda-tanda toksisitas akut
Masa berlaku metode
Dihapuskan pada tahun 2002 Masih berlaku
Masih berlaku Masih berlaku
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Penelitian Uji Toksisitas