Notasi D menyatakan permintaan, P menyatakan harga, X menyatakan jumlah yang ingin dibeli dan I menyatakan pendapatan sehingga dapat diketahui
jumlah yang akan dibeli seseorang individu untuk masing-masing barang. Proses produksi terjadi karena adanya permintaan output yang dihasilkan. Permintaan
input akan muncul karena adanya suatu proses produksi. Jadi, permintaan input timbul karena adanya permintaan akan output. Hal inilah yang disebut dengan
permintaan turunan derived demand dimana permintaan input yang muncul karena adanya permintaan output. Permintaan terhadap input merupakan
permintaan turunan karena input digunakan dalam memproduksi output tertentu sehingga besarnya permintaan input tergantung dari besarnya output yang
digunakan. Begitu pula dengan permintaan terhadap pupuk yang merupakan input produksi timbul karena adanya permintaan output produk pertanian sehingga
besarnya pupuk yang diminta berdasarkan permintaan output produk pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu baik berupa penelitian tentang subsidi pupuk maupun penelitian tentang efektivitas suatu kebijakan publik dijadikan rujukan dalam
penelitian ini. Penelitian terdahulu tentang subsidi pupuk yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah penelitian Ardi 2005 tentang Analisis Pencabutan
Subsidi Pupuk terhadap Sektor Pertanian di Indonesia Analisis Input-Output Sisi Penawaran. Dalam penelitian mengambil tujuan, antara lain menganalisis
keterkaitan sektor industri pupuk terhadap sektor dalam perekonomian melalui
struktur input antara dan permintaan antara sektor industri pupuk, menganalisis daya penyebaran ke depan dan indeks daya penyebaran ke belakang sektor
industri pupuk dan sektor pertanian, menganalisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor pertanian dan industri pupuk, membandingkan hasil
analisis dampak penyebaran dan multiplier sektor pertanian dengan sektor industri pupuk. Selain itu, tujuan lain yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
menganalisis dampak pencabutan subsidi pupuk di sektor industri pupuk terhadap pembentukan jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor-sektor pertanian
Indonesia. Hasil dalam penelitian Ardi 2005 adalah sektor industri pupuk sangat
tergantung terhadap sektor gas, minyak, dan panas bumi. Sektor industri pupuk juga mempunyai peranan yang besar terhadap kegiatan produksi sektor pertanian.
Daya penyebaran ke depan sektor industri pupuk dan sektor pertanian secara umum lebih besar daripada daya penyebaran ke belakangnya yang
mengindikasikan kedua sektor tersebut lebih mampu mempengaruhi pembentukan output sektor hilirnya. Dampak pencabutan subsidi pupuk akan mempunyai
pengaruh signifikan terhadap perekonomian yang ditunjukkan oleh tingginya nilai multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja. Pencabutan subsidi pupuk dapat
mempengaruhi output, kesempatan kerja, dan pendapatan di sektor pertanian, terutama sektor padi. Sektor industri pupuk merupakan sektor yang lebih strategis
dibandingkan sektor pertanian. Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan karena tidak memperhitungkan elastisitas dari permintaan dan penawaran pupuk.
Selain itu, penelitian ini juga belum melihat dampak pencabutan subsidi pupuk
secara khusus terhadap penerima sesungguhnya dari pemberian subsidi pupuk petani, pekebun, dan peternak kecil.
Penelitian lain tentang subsidi pupuk adalah penelitian Rahman 2009 tentang Kebijakan Subsidi Pupuk : Tinjauan terhadap Aspek Teknis, Manajemen,
dan Regulasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sistem distribusi pupuk belum menjamin
ketersediaan di tingkat petani. Hal ini disebabkan oleh masih adanya kelemahan- kelemahan serta pemahaman yang beragam dalam implementasinya. Dalam
peningkatan efektivitas pelaksanaan kebijakan distribusi pupuk bersubsidi perlu dilakukan perbaikan kebijakan baik pada aspek teknis, manajemen, maupun
regulasi. Perbaikan aspek teknis meliputi meningkatkan sosialisasi pemupukan
berimbang, dan mempercepat penggunaan pupuk organik melalui pelatihan pembuatan pupuk organik. Perbaikan kebijakan pada aspek manajemen meliputi
sosialisasi sistem penyaluran pupuk bersubsidi kepada semua stakeholder, pilot project penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan kartu kendali perlu dikaji
efektivitasnya, koordinasi lintas sektor, reposisi kios Lini IV dengan lebih menerapkan peran pemerintah daerah dalam penyediaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi. Perbaikan aspek regulasi yang disarankan meliputi RDKK seharusnya digunakan
untuk menghubungkan
peraturan Permendag
No. 21M-
DAGPER62008 dengan Permentan No. 42PermentanOT.140092008, Permendag No. 21M-DAGPER62008 perlu direvisi dengan dipertegas pada
sanksi terhadap pelanggaran dalam penyaluran pupuk bersubsidi sesuai Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2005.
Penelitian lain terkait dengan subsidi pupuk adalah penelitian yang dilakukan oleh Yessi 2009 dengan judul Mekanisme Pengadaan dan Penyaluran
Pupuk Bersubsidi dan Pengaruhnya terhadap Pemenuhan Pupuk Petani Padi di Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi pada Kabupaten Agam terkait dengan permasalahan bahwa semakin tingginya permintaan pupuk yang
menyebabkan peluang dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang ikut andil dalam perdagangan pupuk tanpa menaati peraturan yang berlaku.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengadaan pupuk dari Lini III distributor dan Lini IV pengecer kurang efektif karena tidak berdasarkan kebutuhan petani
atau kelompok tani. Penyaluran pupuk yang bersifat terbuka dan pasif menyebabkan petani sulit untuk memperoleh pupuk bersubsidi. Penyimpangan
dilakukan penyalur terhadap tugas dan tanggungjawabnya menyebabkan kebutuhan petani terabaikan.
Penelitian lain dilakukan oleh Darwis dan Muslim 2007 yang juga terkait dengan kebijakan subsidi pupuk. Penelitian ini berjudul Revitalisasi Kebijakan
Sistem Distribusi Pupuk dalam Mendukung Ketersediaan Pupuk Bersubsidi di Tingkat Petani. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui distribusi pupuk
bersubsidi dari berbagai periode program kebijakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pada era Program Bimas 1996-1979 sampai era pasar bebas 1998-
2001 masih terdapat permasalahan seperti tidak adanya keterbatasan stok,
ketidakmampuan pemerintah dalam memperbaiki mekanisme penyaluran pupuk dalam negeri yang menyebabkan adanya kelangkaan pupuk dan penyimpangan
yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Pada periode 2003 sampai sekarang masih belum adanya jaminan ketersediaan pupuk di tingkat petani karena adanya
penyelundupan pupuk lewat ekspor ilegal sehingga harga pupuk naik drastis di pasar dunia. Saran dari penelitian ini adalah adanya sistem tata niaga pupuk yang
berkeadilan, dan adanya ketegasan pemerintah dalam menjalankan kebijakan ini seperti penetapan sanksi yang tegas terhadap yang melakukan pelanggaran dan
kecurangan. Penelitian terkait dengan subsidi pupuk lainnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Darwis dan Nurmanaf 2004. Penelitian ini berjudul Kebijakan Distribusi, Tingkat Harga, dan Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan distribusi pupuk dari berbagai periode, dan mengetahui penggunaan pupuk di tingkat petani serta harga pupuk di
tingkat petani. Kesimpulan dari penelitian ini adalah berbagai pola kebijakan subsidi pupuk yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan
produktivitas pertanian pada kenyataannya masih terjadi adanya kelanggkaan pupuk dan tingginya harga pupuk di tingkat petani. Sistem distribusi dinilai bukan
merupakan penentuan kelangkaan dan fluktuasi harga pupuk, tetapi faktor eksternal seperti efektivitas pelaksanaan ekspor pupuk. Oleh karena itu, kebijakan
ekspor pupuk perlu disesuaikan dengan masa kebutuhan pupuk dan harga pupuk di tingkat petani.
Penelitian tentang efektivitas kebijakan publik yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sari
2007. Penelitian ini berjudul Analisis Efektivitas dan Efisiensi Distribusi Raskin. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan harga patokan
dengan harga aktual di tingkat rumah tangga penerima Raskin, mengetahui surplus yang diterima rumah tangga miskin dari subsidi beras miskin, mengetahui
tingkat efektivitas, serta untuk mengetahui tingkat efisiensi dari penyaluran beras miskin sampai ke rumah tangga di daerah penelitian. Metode pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode penentuan tingkat efektivitas dari program Raskin dilakukan dengan analisis
deskriptif kuantitatif dengan membandingkan antara persentase indikator yang tepat dengan yang tidak tepat. Apabila persentase tingkat ketepatan indikator
sama atau lebih besar dari 80 persen maka program raskin dapat dikategorikan efektif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan harga Raskin di
tingkat rumah tangga dengan harga patokan pemerintah sebesar Rp 400, surplus yang didapatkan oleh penerima Raskin sebesar Rp 10.692 untuk setiap kepala
keluarga, tingkat keefektifan program pendistribusian Raskin sebesar 33,4 persen sehingga masih dikategorikan tidak efektif, tingkat efisiensi pendistribusian
Raskin dalam kategori efisien. Penelitian lain tentang efektivitas kebijakan publik adalah penelitian yang
dilakukan oleh Hutagaol dan Asmara 2008. Penelitian ini berjudul Analisis Efektivitas Kebijakan Publik Memihak Masyarakat Miskin: Studi Kasus
Pelaksanaan Program Raskin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis keefektifan pelaksanaan program Raskin pada tahun 2007, menelaah tanggapan masyarakat miskin terhadap kenaikan harga
tebus raskin, serta merumuskan saran-saran perbaikan yang diperlukan untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan program Raskin di masa datang. Metode
pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah program Raskin dikategorikan tidak efektif karena harga tebusan yang lebih mahal dan jatah beras yang diterima lebih sedikit dari
seharusnya, rumah tangga miskin tidak keberatan dengan kenaikan harga tebusan Raskin, saran untuk perbaikan program Raskin yaitu peningkatan jumlah Raskin
yang diterima rumah tangga miskin dan harga tebusnya, serta merevitalisasi kelembagaan MUDES.
Penelitian tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi yang digunakan rujukan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sugiarto 2008. Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Padi Sawah di Kabupaten Dharmasraya. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di kabupaten Dharmasraya. Hasil dari penelitian ini adalah luas
lahan, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, penggunaan tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah produksi padi
sawah di kabupaten Dharmasraya. Penelitian lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi
adalah penelitian yang dilakukan oleh Mahananto, Sutrisno, dan Ananda 2009.
Penelitian ini berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi dengan Studi Kasus di Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan produksi padi sawah, dan menganalisis tingkat optimasi penggunaan faktor-faktor
produksi pada usahatani padi sawah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah pestisida,
pengalaman petani dalam berusahatani, jarak rumah petani dengan lahan garapan, dan sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi padi
sawah. Selain itu, luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah pestisida, jarak lahan garapan dengan rumah petani, dan sistem irigasi
berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi sawah, sedangkan pengalaman petani tidak berpengaruh non significant terhadap peningkatan produksi padi
sawah.
2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual