yang juga akan mendukung ketahanan pangan terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk.
4.2. Perkembangan Kebijakan Subsidi Pupuk
Kebijakan subsidi pupuk merupakan salah satu kebijakan fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian terutama tanaman pangan
sehingga kebutuhan pangan penduduk terpenuhi. Kebijakan ini sudah diadakan sejak tahun 1960 dan telah mengalami berbagai perubahan pola kebijakan untuk
memperbaiki efektivitas dari penyerapan subsidi pupuk ini. Kebijakan subsidi pupuk pertama dimulai sejak tahun 1960 dimana penyaluran subsidi pupuk
dilakukan secara konsinyasi. Pertanggungjawaban penyediaan pupuk diserahkan pada PT. Pupuk Sriwijaya. Namun, pada periode ini tidak ada jaminan
ketersediaan pupuk karena tidak ada ketentuan stok pupuk. Selain itu, hal ini dikarenakan adanya pengembalian kredit yang bermasalah dari petani dan tidak
adanya dana yang cukup dari pemerintah untuk mengimpor pupuk. Kondisi ini berlangsung sampai tahun 1979 kemudian kebijakan selanjutnya juga masih
menjadi tanggung jawab PT. Pupuk Sriwijaya dalam pengadaan dan penyaluran semua jenis pupuk untuk sektor pertanian. Pada periode ini ketersediaan stok
pupuk sampai lini IV lebih terjamin karena adanya ketentuan stok pupuk berdasarkan enam indikator tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu, dan harga.
Ketersediaan semua pupuk bersubsidi oleh pemerintah berlangsung sampai tahun 19931994. Kemudian pada tahun ini pupuk yang disubsidi hanya
jenis pupuk urea. Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi masih berada pada
tanggung jawab PT. Pupuk Sriwijaya. Pupuk lainnya seperti SP 36, ZA, dan KCL mulai disubsidi pada awal 1998 tetapi hanya sementara karena pada akhir
Desember subsidi pupuk dicabut. Hal ini berkaitan dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang mendorong Indonesia untuk mencabut kebijakan ini
terkait dengan adanya pinjaman hutang dari IMF. Adanya pinjaman dari IMF membuat Indonesia harus mengikuti peraturan yang dibuat oleh IMF sehingga
Indonesia harus mencabut kebijakan subsidi pupuk dan pupuk menjadi komoditas bebas melalui mekanisme supply dan demand. Pada periode ini terjadi kelangkaan
pupuk dan mahalnya tingkat harga pupuk. Pencabutan subsidi pupuk ini berlangsung sampai tahun 2001.
Pada tahun 2001 diberlakukan kembali adanya subsidi pupuk urea sesuai dengan SK Menperindag No. 93 Tahun 2001. Pada periode ini penyaluran dan
pengadaan pupuk urea pada sektor pertanian dibawah tanggung jawab semua produsen pupuk, tidak hanya pada PT. Pupuk Sriwijaya. Pada tahun 2003
dikeluarkan kembali peraturan yang mengatur pengadaan dan penyaluran subsidi pupuk yaitu SK Menperindag No. 70MPPKep2003 dimana pendistribusian
pupuk bersubsidi berdasarkan sistem rayonisasi. Semua produsen pupuk bertanggungjawab terhadap pengadaan pupuk pada wilayah sekitarnya apabila ada
kesulitan dalam pengadaanya dapat melakukan kerjasama dengan produsen lain. Penyaluran dan pengadaan pupuk diatur dalam suatu mekanisme yang
pernah mengalami dua kali perubahan. Mekanisme pertama yang diterapkan adalah pada saat penyaluran dan pengadaan subsidi pupuk di bawah tanggung
jawab satu produsen yaitu PT. Pupuk Sriwijaya. Mekanisme distribusi peyaluran subsidi pupuk ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Sumber : Ilham 1999
Gambar 4.1. Mekanisme Distribusi Pupuk dengan Produsen PT. Pusri
Pada Gambar 4.1 ditunjukkan mekanisme distribusi pupuk pada saat pertanggungjawaban penyaluran dan pengadaan pupuk berada pada satu produsen
yaitu PT. Pupuk Sriwijaya. PT. Pupuk Sriwijaya mempunyai tanggung jawab penyaluran subsidi pupuk dari Lini I sampai Lini III. Kemudian Lini IV berada
pada tanggung jawab KUD penyalur yang ditunjuk oleh PT. Pusri. Apabila ada permasalahan pada penyaluran pupuk bersubsidi ini maka PT. Pusri
bertanggungjawab untuk melakukan penyaluran sampai pada Lini IV. Mekanisme dengan satu produsen pupuk ini berlangsung sampai awal tahun 1998. Pada tahun
1998 subsidi pupuk dicabut dan mulai diberlakukan kembali pada tahun 2001. Pada tahun 2001 mekanisme distribusi subsidi pupuk tidak hanya dimonopoli oleh
satu produsen saja, tetapi diserahkan pada semua produsen pupuk PT. Pupuk PT. PUSRI
LINI I LINI II
IMPORTIR PRODUSEN
LAIN HOLDING
COMPANY PETANI
KUD PENYALUR
LINI IV LINI III
Sriwijaya, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Kaltim, PT. Pupuk Kujang Cikampek, dan PT. Pupuk Iskandar Muda.
Sumber : Ilham 1999 Keterangan :
: Jalur utama : Jalur insidentil
Gambar 4.2. Mekanisme Distribusi Subsidi Pupuk dengan Semua Produsen
Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa semula penyaluran pupuk harus melalui Lini IV terlebih dahulu, tetapi setelah adanya semua produsen yang ikut dalam
penyaluran ini maka dari produsen pupuk dapat langsung kepada pengecer sehingga semakin memperpendek mata rantai penyaluran pupuk. Hal ini membuat
lebih terjaminnya ketersediaan pupuk karena setiap produsen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi ketersediaan pupuk di daerah sekitarnya.
Apabila terjadi kekurangan persediaan maka produsen berkewajiban untuk bekerjasama dengan produsen maupun produsen lain holding company. Dengan
adanya mekanisme ini diharapkan dapat terjaminnya ketersediaan pupuk di tingkat petani.
PT. PUSRI LINI I
LINI II LINI III
LINI IV
PETANI PENGECER
RESMI DISTRIBUTOR
NON PUSRI
IMPORTIR PRODUSEN
LAIN HOLDING
COMPANY
V. PEMBAHASAN