Tinjauan Teori-teori TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori-teori

2.1.1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya dengan output realisasi atau sesungguhnya, dikatakan efektif jika output seharusnya lebih besar daripada output sesungguhnya Schemerhon John R. Jr, 1986. Menurut Hidayat 1986 efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas, dan waktu telah tercapai. Semakin besar persentase yang dicapai, maka semakin tinggi efektivitasnya. Menurut Gibson 2002, efektivitas adalah sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama. Pengertian efektivitas yang digunakan dalam penelitian mengacu pada ketiga pengertian di atas, yaitu suatu ukuran pencapaian target yang menunjukkan output realisasi yang telah tercapai dari output yang seharusnya tercapai.

2.1.2. Pengertian Pupuk dan Pupuk Bersubsidi

Peraturan pupuk bersubsidi untuk kabupaten Bogor diatur dalam Peraturan Bupati Bogor Nomor 13 Tahun 2010. Peraturan ini membahas tentang penyaluran pupuk bersubsidi untuk pertanian dan perikanan di kabupaten Bogor. Selain itu, peraturan ini juga membahas tentang pengertian istilah-istilah yang terkait dengan subsidi pupuk, yaitu pengertian pupuk, pupuk anorganik, dan pupuk organik. Menurut peraturan ini, pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan atau biologi dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa dan dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan atau biologi tanah. Pupuk bersubsidi menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2005 adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian. Menurut peraturan ini juga ditentukan jenis pupuk bersubsidi yaitu pupuk anorganik urea, superphos, ZA, NPK dan pupuk organik. Menurut Peraturan Bupati Nomor 13 Tahun 2010, pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi HET yang ditetapkan di penyalur resmi di Lini IV. Pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan atau udang yang mengusahakan lahan seluas-luasnya dua hektar setiap musim tanam per keluarga petani, kecuali pembudidaya ikan atau udang seluas-luasnya satu hektar.

2.1.3. Penyaluran, Pengadaan, dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi

Alokasi pupuk bersubsidi menurut Peraturan Bupati Bogor Nomor 13 Tahun 2010 dihitung berdasarkan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan Pemerintah Daerah, serta alokasi anggaran subsidi pupuk tahunan. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 40PermentanOT.14042007. Pengadaan pupuk adalah proses penyediaan pupuk bersubsidi yang dilakukan oleh produsen yang berasal dari produksi dalam negeri dan atau impor Peraturan Bupati Bogor Nomor 13 Tahun 2010. Penyaluran pupuk adalah proses pendistribusian pupuk bersubsidi dari produsen sampai dengan petani dan atau kelompok tani sebagai konsumen akhir Peraturan Bupati Bogor Nomor 13 Tahun 2010. Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk berubsidi sampai ke penyalur Lini IV pengecer resmi dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Produsen, penyalur Lini III dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai prinsip enam tepat tepat jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu, dan harga sesuai HET. Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV di wilayah tanggungjawabnya. Distributor wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III sampai dengan Lini IV di wilayah tanggungjawabnya. Pengecer resmi melaksanakan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani sesuai dengan peruntukannya di Lini IV wilayah tanggungjawabnya. Pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh produsen, penyalur Lini III distributor, penyalur IV pengecer resmi dan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida KP3 daerah berdasarkan prinsip enam tepat. Produsen pupuk bersubsidi wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV di wilayah tanggungjawabnya. Penyalur Lini III distributor wajib melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan, penyimpangan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III sampai dengan Lini IV pengecer resmi setempat. Penyalur Lini IV pengecer resmi wajib melaksankan pemantauan dan pengawasan terhadap perkembangan dan keadaan pertanaman serta penyediaan, penyimpanan dan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani setempat. KP3 daerah wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi di daerah serta melaporkan kepada Bupati, dengan tembusan disampaikan kepada produsen selaku penganggungjawab wilayah. Pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini IV ke petani atau kelompok tani dilakukan oleh KP3 di daerah bersama Penyuluh Pertanian Lapangan PPL dan Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian THL-TBPP serta Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan POPT, Tenaga Bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan TB-POPT, dan Ketua Gabungan Kelompok Tani.

2.1.4. Indikator Tingkat Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk

Tingkat efektivitas kebijakan subsidi pupuk diukur berdasarkan enam indikator. Menurut Peraturan Bupati Bogor Nomor 13 Tahun 2010 indikator- indikator subsidi pupuk adalah tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, dan tepat mutu. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini terfokus pada empat indikator tepat yaitu harga, tempat, waktu, dan jumlah. Pemilihan keempat indikator ini disebabkan oleh empat indikator tersebut dapat dikuantifikasikan sehingga dapat diinterpretasikan. Pengertian tepat harga adalah suatu kondisi dimana harga pembelian pupuk oleh petani secara kontan di tingkat pengecer atau kios resmi per saknya sama dengan harga eceran tertinggi Syafa’at, et al., 2007. Pengertian tepat tempat berdasarkan sumber yang sama adalah suatu kondisi dimana pupuk tersedia di dekat atau di sekitar rumah atau lahan petani yang diindikasikan dengan pembelian pupuk oleh petani dilakukan di kios di dalam desa. Pengertian tepat waktu berdasarkan sumber yang sama adalah suatu kondisi dimana pupuk secara fisik tersedia pada saat dibutuhkan oleh petani. Pengertian tepat jumlah menurut Rahman 2009 adalah jumlah pemupukan yang dilakukan sesuai dengan dosis atau jumlah berdasarkan analisa status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Menurut Purwono dan Heni 2009, jumlah pupuk yang tepat berdasarkan status hara dan kebutuhan tanaman yang dianjurkan adalah kombinasi antara urea 200kgha, TSPSP-36 sebanyak 75-100kgha, dan KCL sebanyak 75-100kgha.

2.1.5. Teori Produksi

Fungsi produksi menurut Walter Nicholson 1991 adalah suatu fungsi yang memperlihatkan sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal K dan tenaga kerja L atau Q= f K,L. Dalam suatu proses produksi juga terdapat adanya perubahan keluaran yang dihasilkan oleh perubahan dalam satu masukan produksi. Teori ini sering disebut dengan Marginal Physical Product Produk Fisik Marginal yang pengertiannya adalah keluaran tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari masukan tersebut dengan mempertahankan semua masukan lain tetap konstan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Produk fisik marginal dari modal : .........................................................................................................2.1 Produk fisik marginal dari tenaga kerja : .......................................................................................................... 2.2 Produk fisik marginal dari sebuah masukan bergantung pada jumlah masukan tersebut yang dipergunakan. Sebagai contoh pupuk tidak dapat ditambahkan secara tidak terbatas untuk sebidang tanah tertentu dengan mempertahakan jumlah peralatan, tenaga kerja, dan sebagainya yang pada akhirnya akan menunjukkan penurunan produktivitas. Hal ini akan dijelaskan pada Gambar 2.1. Kurva pada Gambar 2.1 memperlihatkan produktivitas rata-rata dan produktivitas marginal untuk pupuk dapat diturunkan dari kurva produk total. Kurva TP P dalam a mewakili hubungan antara masukan pupuk dan keluaran, dengan asumsi bahwa semua masukan lain dipertahankan konstan. Pada b diperlihatkan bahwa kurva TP P merupakan produk marginal pupuk MP P , dan kemiringan kurva yang menggabungkan titik asal dengan satu titik di kurva TP P menghasilkan produk rata-rata pupuk AP P . Kurva ini menjelaskan hubungan antara jumlah masukan tertentu pupuk dan keluaran atau output total TP P . Untuk jumlah pupuk yang kecil, keluaran meningkat dengan cepat kemudian pupuk ditambahkan tetapi karena semua masukan lain tetap konstan, pada akhirnya kemampuan pupuk tambahan untuk menghasilkan keluaran tambahan mulai menurun. Pada akhirnya, pada P, keluaran mencapai tingkat maksimum dimana pada setiap pupuk yang ditambahkan akan mengurangi keluaran. P P P Masukan pupuk per periode a Produk Total Kurva Pupuk MP P AP P MP P AP P P P P Masukan pupuk per periode b Kurva Produk Rata-rata dan Marginal untuk Pupuk Sumber : Nicholson 1991 Gambar 2.1. Kurva Hubungan antara Input Pupuk dan Output Total jumlah per periode Q Kurva total produk tersebut akan menggambarkan produksi atau keluaran dari penggunaan suatu input tertentu. Pada Gambar 2.2 akan dijelaskan pengaruh dari adanya subsidi. Pada kurva ini akan dilihat adanya pengaruh dari pemberian subsidi terhadap kurva penawaran pupuk dan produksi padi. P S S’ P P’ D Q Q’ Q a Pengaruh Subsidi terhadap Kurva Penawaran Pupuk Output Q Q’ Input pupuk b Pengaruh Subsidi terhadap Produksi Sumber : Widjajanta dan Widyaningsih 2007 Gambar 2.2. Pengaruh Subsidi terhadap Kurva Penawaran dan Produksi Dari Gambar 2.2 dapat terlihat pengaruh adanya subsidi terhadap kurva penawaran dan produksi. Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen terhadap produk yang dihasilkan atau dipasarkan, sehingga harga lebih rendah sesuai dengan keinginan pemerintah dan daya beli masyarakat Q meningkat. Subsidi pupuk merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada petani agar dapat memproduksi dengan biaya lebih rendah. Adanya subsidi menyebabkan penawaran pupuk bertambah dari S ke S’. Pupuk yang ditawarkan di pasar menjadi bertambah dari Q ke Q’, sedangkan harga keseimbangan pasar dengan adanya subsidi akan turun dari P ke P’ seperti terlihat pada kurva a. Dampak dari adanya subsidi adalah biaya produksi menjadi lebih rendah yang menyebabkan kemampuan produsen untuk membeli input produksi lebih tinggi sehingga jumlah input produksi meningkat. Adanya peningkatan input produksi akan menyebabkan jumlah barang yang diproduksi menjadi naik dari Q ke Q’ seperti terlihat pada kurva b. Jadi, adanya subsidi dapat meningkat kemampuan produksi suatu barang. 2.1.6. Teori Permintaan Fungsi permintaan menurut Nicholson 1991 adalah hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta konsumen per unit waktu, ceteris paribus. Harga dan kuantitas permintaan berbanding terbalik sehingga kurva permintaan berslope negatif. Pada prinsipnya, untuk mencapai utilitas maksimum pada tingkat optimal X 1 , X 2 , …, X n dan λ, pengali Lagrangian sebagai fungsi dari semua harga dan pendapatan. Secara matematis fungsi permintaan dinyatakan sebagai berikut : X 1 = D 1 P 1 , P 2 , …, P n , I ............................................................................... 2.3 X 2 = D 2 P 1 , P 2 , …, P n , I ............................................................................... 2.4 X n = D n P 1 , P 2 , …, P n , I ................................................................................ 2.5 Notasi D menyatakan permintaan, P menyatakan harga, X menyatakan jumlah yang ingin dibeli dan I menyatakan pendapatan sehingga dapat diketahui jumlah yang akan dibeli seseorang individu untuk masing-masing barang. Proses produksi terjadi karena adanya permintaan output yang dihasilkan. Permintaan input akan muncul karena adanya suatu proses produksi. Jadi, permintaan input timbul karena adanya permintaan akan output. Hal inilah yang disebut dengan permintaan turunan derived demand dimana permintaan input yang muncul karena adanya permintaan output. Permintaan terhadap input merupakan permintaan turunan karena input digunakan dalam memproduksi output tertentu sehingga besarnya permintaan input tergantung dari besarnya output yang digunakan. Begitu pula dengan permintaan terhadap pupuk yang merupakan input produksi timbul karena adanya permintaan output produk pertanian sehingga besarnya pupuk yang diminta berdasarkan permintaan output produk pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat.

2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu