tanggung jawab Dinas Pertamanan dan atau DinasSatuan Kerja yang ditunjuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Selanjutnya dalam Inmendagri No. 14 tahun 1988, Pemerintah Daerah menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan berupa tenaga ahli, pusat
pendidikan dan latihan pembibitan dengan dibantu Dinasinstansi yang terkait untuk menunjang keberhasilan program pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Kota. Selain itu juga, Pemerintah Daerah menyediakan dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD serta mendorong
dana dan swadaya masyarakatswasta untuk pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota.
Dalam pengendalian Ruang Terbuka Hijau Kota, Pemerintah daerah ikut mengendalikan seluruh kegiatan pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota
dengan tidak memberikan ijin perubahan penggunaan Ruang Terbuka Hijau Kota untuk kepentinganperuntukan lainnva. Pemerintah Daerah juga
melakukan pengendalian secara ketat tentang pemberian dan pencabutan ijin pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota dan pelaksanaan pengendalian
tersebut mengikutsertakan Instansi Teknis sesuai dengan bidang tugasnya Inmendagri Nomor 14 tahun 1988.
Menurut Aji 2000 penataan ruang perkotaan termasuk di dalamnya RTH dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian
wilayah perkotaan dari kondisi yang ada menjadi kondisi yang lebih baik interpretasi dari UUPR. Pada ketiga proses tersebut, selain mempertimbangkan
skenario pengembangan kota yang diinginkan, juga dipengaruhi oleh sistem kelembagaan yang terlibat. Dengan demikian dibutuhkan pula penataan atau
manajemen sistem kelembagaan yang ada untuk menunjang perwujudan wilayah perkotaan yang diinginkan tersebut.
Pada umumnya kelembagaan pengelolaan RTH perkotaan di Indonesia didominasi oleh lembaga pemerintahan lokal daerah, sedangkan peranserta
pihak swasta private sector maupun peran warga kota masih sangat kecil. Lembaga pemerintahan daerah ini pada umumnya memiliki kewenangan untuk
menangani tugas-tugas perencanaan, pembangunan, pengaturan, dan pengawasan. Dalam proses perencanaan, pihak pemerintah daerah jarang sekali melibatkan
pihak masyarakat, meskipun masyarakat tersebutlah yang kelak akan menjadi sasaran pelayanannya. Peranserta warga kota dalam berbagai proses pengelolaan
RTH pada lahan-lahan milik publik, khususnya proses perencanaan dan pembiayaan relatif sangat kecil, demikian juga mekanisme untuk melibatkan
pihak warga kota itu sendiri masih perlu dipikirkan. Sementara itu, pihak pemerintah daerah lebih berminat menjaring langsung pihak perusahaan private
bussiness dalam pembangunan suatu jenis RTH tanpa melibatkan mereka dalam proses perencanaan.
2.5 Wewenang Penyusunan Rencana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Kota
1. Perencanaan RTH
Menurut Supriyatno 1996 penyusunan ruang terbuka hijau kota merupakan wewenang Pemerintah Daerah Tingkat II KabupatenKotamadya,
kecuali Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibantu Instansi terkait sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah
Tingkat II meliputi : 1. Penelitian, penyusunan rencana, penetapan rencana dan peninjauan
kembali penetapan ruang terbuka hijau kota. 2. Pelaksanaan program pengembangan ruang terbuka hijau kota sesuai
dengan ciri dan watak wilayah kota. Dalam perencanaan ruang terbuka hijau kota, Pemerintah Daerah Tingkat
II disarankan menampung kebijakan dari Pemerintah Daerah Tingkat I, kecuali Pemerintah DKI-Jakarta. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan melalui
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan berbagai Instansi Pemerintah terkait. Penyediaan atau pengadaan lahan untuk keperluan ruang terbuka hijau kota dapat
dilakukan melalui tata cara penguasaan tanah baik perorangan maupun badan hukum yang tanahnya dalam keadaan terlantar atau disalahgunakan, dilakukan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
2. Pelaksanaan RTH
Menurut Supriyatno 1996 pelaksanaan kegiatan pembangunan ruang terbuka hijau kota selain dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, juga terbuka peluang dan
diberi kemudahan bagi peranserta masyarakat maupun swasta. Pembangunan ruang terbuka hijau kota dilaksanakan dibawah tanggung jawab Dinas Pertamanan atau
Dinassatuan kerja yang ditunjuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
3. Pengelolaan RTH
Salah satu masalah dalam pengelolaan RTH kota yang dominan adalah keterbatasan dana. Pembiayaan pembangunan dan pengelolaan kota biasanya
berasal dari dana pemerintah pusat dan daerah, sedangkan potensi dana swasta dan dana masyarakat belum banyak digali. Dana masyarakat adalah dana yang
bersumber dari masyarakat secara langsung untuk membiayai sebagian anggaran proyek atau yang biasa dikenal sebagai dana swadaya.
Pemerintah Daerah Tingkat II menyediakan dana yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara APBD serta mendorong maupun memberi
kemudahan dukungan pendanaan dari masyarakat maupun swasta . Pemerintah Daerah Tingkat II menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan berupa tenaga ahli pusat
pendidikan pelatihan pembibitan dengan dibantu oleh instansi yang terkait untuk menunjang keberhasilan pembangunan.
2.6 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data
yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji Lillesand dan Kiefer, 1997. Karakteristik dari
obyek dapat ditentukan berdasarkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut dan terekam oleh sensor. Hal ini
berarti, setiap obyek mempunyai karakteristik pancaran atau pantulan elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang berbeda Murai,
1996. Dalam penelitian ini, digunakan sistem penginderaan jauh pasif foto
udara dan citra aster, yaitu sistem penginderaan jauh yang sumber energinya dari matahari. Panjang gelombang yang digunakan oleh sistem pasif,
tidak memiliki kemampuan menembus atmosfer yang dilaluinya, sehingga atmosfer ini dapat menyerap absorp dan menghamburkan scatter energi