V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Integrasi Pasar Crude Palm Oil
Integrasi pasar CPO yang dilihat dalam penelitian ini adalah integrasi spasial yang melihat pergerakan harga CPO yang terjadi di pasar CPO. Adapun
pasar CPO yang dibahas dalam penelitian ini antara lain pasar spot Indonesia, pasar spot Malaysia dan pasar forward Rotterdam di Belanda. Analisis data deret
waktu dilakukan dengan metode kointegrasi dan model vektor eror VECM karena data stasioner di tingkat differensi dan terdapat hubungan jangka panjang
seperti yang dikemukakan oleh Engel-Granger 1987 dalam Enders 1995.
Analisis integrasi pasar ini dilakukan terhadap harga CPO bulanan mulai dari Januari 2000 hingga November 2008, selanjutnya harga tersebut dianalisis
dengan model vektor kointegrasi dan VECM. Harga CPO yang dikumpulkan pada pasar spot Indonesia adalah dalam bentuk rupiah per kg, sedangkan harga yang
dikumpulkan pada pasar spot Malaysia adalah dalam bentuk ringgit Malaysia per ton dan harga CPO yang dikumpulkan pada pasar forward Rotterdam adalah
dalam bentuk USD per ton. Selain ketiga harga CPO di tiga pasar tersebut juga disertakan harga dari
komoditi minyak kedelai sebagai komoditi subtitusi CPO dalam bentuk USD perton yang diperkirakan juga akan berpengaruh terhadap harga CPO, juga
disertakan nilai tukar Malaysia dalam bentuk RM per USD dan Indonesia dalam bentuk Rp per USD karena transaksi yang dilakukan di kedua negara dilakukan
dalam bentuk mata uang masing masing.
5.2. Analisis Data Deret Waktu
Sebelum memasuki tahapan analisis model VECM maka sebelumnya dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut
meliputi penetapan matriks korelasi untuk menentukan urutan variabel, uji unit akar unit root test, pengujian stabilitas VECM dan pengujian selang optimal.
Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model deret waktu kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga membuat hasil estimasi
menjadi palsu dan tidak valid Gujarati, 2003 Data yang diolah yakninya data harga CPO di pasar Indonesia, Malaysia dan
Rotterdam serta harga minyak kedelai dan nilai tukar Malaysia dan Indonesia dijadikan dalam bentuk logaritma terlebih dahulu. Maksud data yang
dilogaritmakan ini adalah untuk memudahkan dalam analisis dan supaya data yang ada relatif lebih homogen sehingga memudahkan dalam menganalisisnya.
Data harga CPO di Indonesia, Malaysia, Rotterdam dan harga minyak kedelai diolah sebagai variabel endogen sedangkan variabel nilai tukar Malaysia
dan Indonesia diolah sebagai variabel eksogen. Penetapan variabel eksogen adalah karena nilai tukar suatu negara mempengaruhi pergerakan harga komoditi namun
harga salah satu komoditi tidak dapat mempengaruhi perubahan nilai tukar. Adapun yang mempengaruhi perubahan nilai tukar adalah balance of payment dan
balance of trade dari suatu negara dimana hal itu meliputi seluruh komoditi yang
diekspor dan diimpor oleh suatu negara sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut maka harga satu komoditi saja tidak dapat mewakili keseluruhan
pembayaran dan perdagangan suatu negara.
5.2.1. Uji Stasionaritas
Pengujian akar-akar unit dilakukan untuk menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak stasioner. Uji kestasioneran data merupakan tahap
yang paling penting dalam menganalisis data deret waktu untuk melihat ada tidaknya akar unit yang terkandung diantara variabel, sehingga hubungan diantara
variabel menjadi valid. Kestasioneran data merupakan suatu syarat penting dalam analisis model ekonometrika time series agar terhindar dari regresi lancung
spurious regression. Regresi lancung terjadi apabila hasil regresi menunjukkan hubungan yang nyata antar variabel dengan koefisien determinasi yang tinggi tapi
kenyataannya tidak atau tidak sebesar yang nampak dari regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat mengakibatkan salah penafsiran dalam penelitian
terhadap suatu fenomena yang sedang terjadi Winarno, 2007. Pengujian akar unit variabel dalam model penelitian didasarkan pada
Augmented Dickey Fuller ADF test pada tingkat level dan first difference. Data
dikatakan stasioner apabila nilai ADF statistic lebih besar dari McKinnon Critical Value
. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical Value maka data bersifat stasioner. Pengujian akar unit dilakukan pada level kemudian
dilanjutkan dengan melakukan uji akar unit pada tingkat first difference. Hasil pengujian akar unit pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 9.
Pengujian akar-akar unit ini dilakukan terhadap keenam variabel yaitu harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, nilai tukar
Malaysia, harga CPO Indonesia, dan nilai tukar Indonesia. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat kestasioneritasan data dengan tingkat kesalahan 1 persen, 5 persen
dan 10 persen. Terdapat tiga variabel yang stasioner pada model ADF tertentu
yakninya variabel minyak kedelai dan Malaysia yang stasioner pada tingkat level sebesar 5
persen pada model ADF yang menggunakan trend dan intersep, serta nilai tukar Indonesia ERI yang stasioner pada tingkat level sebesar 5
persen pada model ADF yang hanya menggunakan intersep saja, serta variabel
Rotterdam yang stasioner pada model ADF yang menggunakan intersep. Tabel 9. Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat Level
Variabel Tingkat Level
Intersep Trend dan Intersep
None Nilai
ADF Mc
Kinnon Prob
Nilai ADF
Mc Kinnon
Prob Nilai
ADF Mc
Kinnon Prob
M.Kedelai -1.82415 -2.58159
0.3669 -2.5768 -3.152153 0.029 -0.39298 -1.614713 0.5402
Rotterdam -4.348858 -4.05050 0.0040 -388455 -1.614586 0.7942 -3.39145 -2.588530 0.0004
Malaysia -3.435119 -2.89003
0.012 -3.7514 -3.152909 0.023 -1.76300 -1.614656 0.0740
ERM -2.272941 -2.58189
0.1827 -2.7176 -3.152652 0.2319 -0.36162 -1.614713
0.5522 Indonesia -1.438753 -2.58159
0.5606 -2.3581 -3.152153 0.3992 -0.03587 -1.614713
0.6686 ERI
-2.989661 -3.49374 0.039 -3.0075 -3.252153
0.1352 0.910316 -1.614731 0.9022
Keterangan: = 1persen = 5persen
Dua variabel lainnya yakni harga CPO Malaysia dan nilai tukar Malaysia ERM tidak stasioner pada tingkat level atau derajat nol atau I0 hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat nilai probabilitas yang semuanya bernilai diatas 10 persen. Selain dilihat dari nilai probabilitas, kestasioneran data dapat juga dilihat
dengan membandingkan nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih kecil dari nilai kritis McKinnon.
Ditinjau dari sisi ekonominya data yang stasioner menggambarkan pergerakan masing-masing variabel. Variabel yang stasioner artinya tidak terdapat
trend dalam pergerakan datanya dan sebaliknya data variabel yang tidak stasioner mengindikasikan bahwa data yang ada bergerak dengan trend tertentu. Apabila
data yang memiliki trend tertentu diolah tanpa distasionerkan terlebih dahulu
maka akan berakibat dua data yang memiliki pola trend yang sama akan seolah- olah memiliki hubungan yang erat padahal sebenarnya tidak, sehingga akan
terjadi kesalahan interpretasi. Berdasarkan Tabel 9 maka sesuai dengan kestasioneran data dapat dibaca
bahwa variabel Minyak Kedelai dan Harga CPO Malaysia serta ERI sudah stasioner berarti secara alami pergerakan ketiga data tersebut tidak memiliki trend
tertentu dan dapat langsung diolah ke tahap berikutnya. Namun tidak demikian halnya dengan tiga variabel lainnya, walaupun toleransi dinaikkan menjadi 10
persen ketiga variabel tetap tidak memenuhi kriteria stasioneritas data sehingga uji akar unit dilanjutkan pada first difference. Akibat tidak stasionernya ketiga
variabel maka tiga variabel lainnya yang sudah stasioner di tingkat level tetap di uji pada tingkat first difference sehingga nantinya semua variabel berada pada
tingkat yang sama. Adapun hasil pengujian akar unit pada tingkat first difference dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat First Difference
Variabel Tingkat first difference
Intersep Trend dan Intersep
None Nilai
ADF McKinnon
Prob Nilai
ADF McKinnon
Prob Nilai
ADF McKinnon
Prob M.Kedelai -5.94829 -2.581596 0.000 -5.928
-3.152153 0.000 -5.96685 -1.614713 0.000 Rotterdam -6.37176 -4.047795 0.000 -6.338
-4.047795 0.000 -6.401 -2.587172 0.000 Malaysia
-6.31334 -2.581596 0.000 -6.315 -4.047795 0.000 -6.343 -1.614713 0.000
ERM -5.48183 -3.493747 0.000 -5.443
-4.047795 0.000 -5.504 -1.614713 0.000 Indonesia -7.68432 -3.493747 0.000 -7.650
-4.047795 0.000 -7.682 -2.587172 0.000 ERI
-7.69858 -3.493747 0.000 -7.635 -3.152153 0.000 -7.658 -2.587172 0.000
Uji derajat integrasi dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat tertentu. Pada uji ini, data dideferensiasikan pada
derajat tertentu, sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Tiga model ADF ditampilkan dalam uji ini, yaitu dengan menggunakan intersep,
menggunakan trend dan intersep serta yang tidak menggunakan trend dan intersep none.
Ditinjau dari sisi ekonomi maka variabel yang telah distasionerkan pada level satu memiliki definisi yang agak berubah dibandingkan data awalnya. Hal
ini terjadi karena untuk membuatnya menjadi first difference maka nilai yang ada sekarang dikurangkan dengan nilai pada periode sebelumnya sehingga akan
didapatkan nilai perubahannya. Implikasi dari hal ini adalah misalnya bila pada tingkat level menampilkan data harga CPO Rotterdam maka dengan
menstasionerkannya pada tingkat satu dibaca menjadi data pertumbuhan harga CPO Rotterdam. Begitu pula dengan variabel lainnya yang telah distasionerkan.
Berdasarkan hasil uji akar unit tingkat first difference pada Tabel 10 terlihat bahwa semua data yang dipergunakan dengan model ADF baik dengan intersep,
menggunakan intersep dan trend serta yang tidak menggunakan intersep dan trend dalam penelitian ini sudah stasioner, karena nilai probabilitas semuanya bernilai
dibawah 1 persen atau nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis McKinnon. Karena semua data sudah stasioner pada uji derajat satu
I1, sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian selanjutnya.
5.2.2. Tingkat Selang Optimal
Penentuan selang optimal sangat penting dalam pendekatan VARVECM karena selang dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan
sebagai variabel eksogen. Panjangnya selang variabel yang optimal diperlukan
untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel lainnya dalam sistem VARVECM Widarjono,2007. Adapun panjang selang optimum
berdasarkan kriteria AIC dan SC dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Panjang Selang Optimum Berdasarkan Beberapa Kriteria
Lag LogL
LR FPE
AIC SC
HQ 486.8848
NA 8.01E-10
-9.593632 -9.279072
-9.466361 1
716.3390 426.4604
1.07E-11 -13.90584
-13.17187 -13.60887
2 750.1296
60.07219 7.52E-12
-14.26525 -13.11186
-13.79858 3
759.3097 15.57832
8.68E-12 -14.12747
-12.55467 -13.49111
4 770.6921
18.39569 9.63E-12
-14.03418 -12.04197
-13.22813 5
781.3337 16.33862
1.09E-11 -13.92593
-11.51431 -12.95018
6 793.5294
17.73927 1.20E-11
-13.84908 -11.01804
-12.70364 7
800.5782 9.683131
1.49E-11 -13.66825
-10.41779 -12.35311
8 808.9509
10.82534 1.80E-11
-13.51416 -9.844293
-12.02933 Keterangan: indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic each test at 5persen level FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Pengujian panjang selang optimal ini juga berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya selang
optimal diharapkan
tidak muncul
lagi masalah
autokorelasi dan
heteroskedastisitas Enders,1989. Untuk menetapkan selang yang optimal
digunakan nilai dari Akaike Information Criteria AIC, Schwarz Criteria SC dan Hannan-Quinn Information Criteria HQ. Besarnya selang yang dipilih
adalah yang memiliki nilai adj R
2
yang terbesar. Berdasarkan Tabel 11 maka sesuai tanda bintang maka kandidat selang
lag yang akan dipakai adalah 1 dan 2. Selanjutnya penggunaan selang 1 atau 2 akan bergantung kepada selang mana yang akan memberikan nilai adj R square
terbesar bagi variabel penelitian. Adapun berdasarkan pengulangan yang
dilakukan dengan menggunakan selang 1 dan 2 maka didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Adj R
2
Variabel Rotterdam, Malaysia, Indonesia dan Minyak Kedelai Pada Kandidat Selang Optimal
logRoterdam logMalaysia
logIndonesia logM.Kedelai
Adj . R
2
lag 1 0.970851
0.959010 0.962149
0.974259 Adj
. R
2
lag 2 0.976648
0.970341 0.965265
0.978587
Berdasarkan Tabel 12 maka dapat dilihat bahwa nilai adj R
2
yang paling besar adalah pada selang 2 sehingga untuk selanjutnya selang yang akan dipakai
sebagai lag optimum adalah lag 2. Implikasinya dari sisi ekonomi dengan penggunaan selang dua sebagai selang yang optimal pada persamaan artinya
adalah semua variabel yang ada dalam persamaan saling mempengaruhi satu sama lain bukan saja pada periode yang sama namun variabel-variabel tersebut saling
terkait hingga dua periode sebelumnya. Nilai dari selang suatu variabel dapat berpengaruh terhadap variabel lainnya disebabkan karena dibutuhkan waktu bagi
suatu variabel untuk merespon pergerakan variabel lainnya, dan berdasarkan nilai optimal maka jeda waktu yang dibutuhkan adalah dua periode.
5.2.3. Pengujian Stabilitas Vector Autoregression
Setelah didapatkan selang optimal dari masing-masing hubungan antarvariabel, langkah selanjutnya adalah menguji kestabilan data. Stabilitas VAR
perlu diuji sebelum melakukan analisis lebih jauh, Data tidak stabil berarti data yang digunakan untuk pendugaan model VAR kurang baik dan tidak robust atau
tidak sempurna. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah
dibentuk maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristic polynomial.
Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots- nya memiliki modulus lebih kecil dari 1. Ringkasan pengujian stabilitas VAR
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 : VAR Stability Condition Check Root
Modulus 0.902506 - 0.025513i
0.902867 0.902506 + 0.025513i
0.902867 0.699488
0.699488 0.329591 - 0.360793i
0.488674 0.329591 + 0.360793i
0.488674 0.034205 - 0.380867i
0.382400 0.034205 + 0.380867i
0.382400 0.229829
0.229829
Keterangan: No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Dari Tabel 13 tersebut dapat disimpulkan bahwa model VAR yang sudah dibentuk sudah stabil pada selang optimalnya yaitu 2. Ini terlihat dari nilai
modulusnya yang kurang dari satu. Huruf i yang terdapat dibelakang variabel
didefinisikan sebagai pembulatan angka.
5.2.4. Analisis Kointegrasi
Menurut definisi yang diuraikan Engel dan Granger 1987, bahwa kointegrasi mengacu pada sejumlah variabel yang terintegrasi pada derajat yang
sama, maka dapat dilakukan uji kointegrasi. Pada penelitian ini semua variabel terkointegrasi pada derajat I1. Sebab jika variabel-variabel dalam suatu
penelitian terkointegrasi pada derajat yang berbeda, maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak bisa terkointegrasi.
Adanya hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan mengimplikasikan bahwa dalam sistem tersebut terdapat Error Correction Model
yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya. Artinya dalam ekonometrika variabel yang saling
terkointegrasi dikatakan dalam keseimbangan jangka panjang. Nachrowi dan Usman, 2006.
Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value atau dengan
membandingkan maksimum eigenvalue dengan critical value yang digunakan yaitu 5 persen. Jika trace statistic atau maksimum eigenvalue lebih besar dari
critical value maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Uji
kointegrasi ini nantinya akan menentukan jumlah vektor kointegrasi r diantara sistem variabel yang ada.
Terdapat lima asumsi deterministic trend dalam uji kointegrasi, untuk menentukan pilihan trend yang digunakan bisa dilihat dari hasil summary, serta
pilihan selang yang digunakan adalah selang optimal. Pemilihan asumsi dengan summary
disesuaikan berdasarkan kriteria informasi Schwarz Criteria SC. Berdasarkan summary didapatkan bahwa asumsi yang digunakan adalah intercept
no trend untuk kedua hubungan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran
1. Tahapan kedua adalah menentukan jumlah kointegrasi. Berdasarkan selang optimum dan bentuk determinastik trend yang telah didapatkan sebelumnya trace
statistic menunjukkan bahwa terjadi satu kointegrasi. Ditunjukkan pada Tabel 14
dan Lampiran 2.
Tabel 14: Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen Hipotesis
Trace Statistic Nilai Kritis 5 persen
None 87.90307
47.21 At most 1
27.09134 29.68
At most 2 9.74916
15.41 At most 3
0.40736 3.76
Keterangan: denotes rejection of the hypothesis at the 5 persen 1 persen level Trace test indicates 1 cointegrating equations at both 5 persen and 1persen
levels
Berdasarkan data maka dapat dibaca bahwa dalam penelitian ini menurut test trace
terdapat hubungan kointegrasi pada nilai kritis 5 persen. Artinya lain dapat dikatakan bahwa keenam variabel terkointegrasi pada tingkat diferensi. Hal
ini mengindikasikan kemungkinan terdapatnya hubungan atau keseimbangan dalam jangka panjang antarvariabel yang ada. Walaupun begitu untuk mencapai
keseimbangan dalam jangka panjang diperlukan penyesuaian adjustment karena
itu bisa saja dalam jangka pendek ditemui ketidakseimbangan.
5.2.5. Vector Error Correction Model
Agar seimbang maka dalam model harus dimasukkan faktor koreksi yang disebut sebagai model koreksi kesalahan Widarjono, 2007. Setelah
mengidentifikasikan jumlah vektor yang terkointegrasi maka langkah berikutnya adalah mengestimasi dengan menggunakan VECM. Engle dan Granger 1987
dalam Widarjono 2007 menyatakan walaupun data time series seringkali tidak stasioner pada tingkat level atau disebut dengan nonstasionaritas data tapi
kombinasi linier antara dua atau lebih data nonstasioner menjadi stasioner, hal inilah yang dikatakan terkointegrasi. Kointegrasi sendiri dapat didefinisikan
bahwa terdapat hubungan jangka panjang antar variabel dalam sistem VAR.
Model VECM digunakan pada data-data time series yang tidak stasioner pada tingkat level namun stasioner pada tingkat differensi dan terkointegrasi sehingga
menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Model VECM yang merupakan model VAR nonstruktural ini disebut juga
sebagai model VAR terestriksi. Disebut demikian karena VECM membatasi hubungan perilaku jangka panjang antarvariabel yang ada agar konvergen ke
dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan-perubahan dinamis di dalam jangka pendek. terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai
koreksi kesalahan error correction karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian
parsial jangka pendek. Estimasi VECM secara lengkap pada penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 3. Berdasarkan pada Lampiran 3 dapat dibaca bahwa dalam jangka pendek variabel harga CPO Rotterdam dipengaruhi secara nyata =1 persen
oleh dirinya sendiri pada lag 1 dan 2. Serta juga dipengaruhi oleh harga CPO Malaysia pada lag 1 dan 2 dan nilai tukarnya. Pada variabel Rotterdam
ditunjukkan bahwa nilai koefisien koreksi kesalahan terhadap variabel Rotterdam sebesar -1.109 artinya terdapat penyesuaian dari persamaan jangka pendek
menuju persamaan jangka panjang sebesar 1.109 persen. Dapat pula diartikan bahwa setiap bulan, kesalahan dikoreksi sebesar 1.109 persen menuju
keseimbangan jangka panjang. Harga CPO Malaysia dalam jangka pendek dipengaruhi secara nyata oleh
dirinya sendiri pada lag 1, dipengaruhi juga oleh harga CPO Rotterdam pada lag 1 dan 2 =5 persen dan harga CPO Indonesia pada lag 1, serta minyak kedelai
pada lag 1 =10 persen dan nilai tukarnya sendiri =1 persen. Pada variabel Malaysia ditunjukkan bahwa nilai koreksi koreksi kesalahan terhadap variabel
Malaysia sebesar -0.76 artinya terdapat penyesuaian dari persamaan jangka pendek menuju persamaan jangka panjang sebesar 0.76 persen. Dapat pula
diartikan bahwa setiap bulan, kesalahan dikoreksi sebesar 0.76 persen menuju keseimbangan jangka panjang.
Variabel nilai CPO Indonesia dalam jangka pendek dipengaruhi secara nyata oleh Rotterdam dan Malaysia masing-masing pada lag 1 =1 persen serta
nilai tukar Malaysia dan nilai tukar Indonesia =10 persen. Pada variabel Indonesia ditunjukkan bahwa nilai koefisien koreksi kesalahan terhadap variabel
Indonesia sebesar -0.56 artinya terdapat penyesuaian dari persamaan jangka pendek menuju persamaan jangka panjang sebesar 0.56 persen. Dapat pula
diartikan bahwa setiap bulan, kesalahan dikoreksi sebesar 0.56 persen menuju keseimbangan jangka panjang. Sedangkan variabel minyak kedelai dipengaruhi
oleh Rotterdam dan Malaysia pada lag 1 =1 persen dan dirinya sendiri pada lag 1 =5 persen.
Fenomena berpengaruh nyatanya suatu variabel terhadap variabel lainnya dapat dijelaskan bahwa Rotterdam yang dipengaruhi oleh dirinya sendiri artinya
dalam penetapan harga dimasa yang akan datang pelaku pasar tidak hanya mempertimbangkan penawaran dan permintaan yang terjadi di periode yang
bersangkutan namun juga melihat harga yang sudah terbentuk dari periode yang lalu dalam penelitian ini adalah hingga dua periode sebelumnya. Apalagi dengan
status pasar Rotterdam yang merupakan pasar forward dimana harga yang akan datang telah disepakati di periode sebelumnya sehingga pelaku pasar memprediksi
kecendrungan harga dimasa akan datang berdasarkan harga yang telah terjadi di masa sekarang.
Rotterdam juga dipengaruhi oleh Malaysia pada jangka pendek disebabkan karena produk CPO yang banyak diperjualbelikan oleh pelaku pasar di Rotterdam
adalah CPO yang berasal dari Malaysia, alasan ini pula yang mendasari kenapa nilai tukar Malaysia juga berpengaruh nyata dalam jangka pendek terhadap harga
CPO di Rotterdam. Bila nilai tukar Malaysia menguat maka harga CPO Malaysia akan menjadi mahal di mata pelaku pasar Rotterdam dan sebaliknya jika nilai
tukar Malaysia melemah maka harganya murah sehingga permintaan akan semakin banyak.
Harga CPO Malaysia dipengaruhi oleh harga di Rotterdam karena Rotterdam negara tujuan ekspor Malaysia bila harga di Rotterdam lebih tinggi
daripada di Malaysia maka pedagang akan memilih untuk mengekspor ke Belanda dan sebaliknya, sehingga akan mempengaruhi pasokan yang ada di Malaysia dan
akan berpengaruh pada perubahan harga CPO dalam negerinya. Harga CPO Indonesia juga ikut memperngaruhi harga yang terjadi di Malaysia karena
Indonesia adalah negara pesaing dalam hal ekspor CPO. Harga CPO Indonesia dalam jangka pendek dipengaruhi oleh Malaysia
dan Rotterdam karena Malaysia selain sebagai negara tujuan ekspor Malaysia adalah negara pesaing Indonesia dalam mengekspor CPO, sehingga sebagai dua
negara eksportir CPO terbesar di dunia maka Indonesia harus mempertimbangkan harga yang terjadi di Malaysia karena bila terdapat selisih harga antara keduanya
maka permintaan akan lebih banyak pada negara yang menawarkan CPO dengan harga yang lebih murah.
5.2.6. Impulse Response
Impulse response diperlukan dalam suatu estimasi VAR karena secara
individual koefisien dalam model VAR sulit diinterpretasikan. Fungsi dari impulse response
adalah untuk melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya gangguan atau perubahan di dalam variabel gangguan
e. Penggunaan impulse response akan membantu peneliti untuk melacak shock untuk beberapa periode ke depan Widarjono, 2007.
Analisis impulse response akan menjelaskan dampak dari guncangan shock pada satu variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak
hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon kedepan kuartal sebagai infomasi jangka panjang. Pada analisis ini dapat melihat
respon dinamika jangka panjang setiap variabel apabila ada inovasi shock tertentu sebesar satu standard error pada setiap persamaan. Sumbu horizontal
merupakan periode dalam kuartal, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase.
Terdapat beberapa cara dalam menyajikan hasil dari impulse response dua diantaranya adalah dengan menggunakan grafik dan dengan menggunakan Tabel.
Bila data impulse response disajikan dalam bentuk grafik maka untuk data penelitian dengan enam variabel ini akan disajikan 36 bentuk grafik. Dari 36
grafik tesebut hanya 30 grafik yang digunakan dalam analisis impulse response karena enam sisanya hanya menjelaskan respon suatu variabel karena shock
variabel itu sendiri.
-.02 .00
.02 .04
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGROT to LOGROT
-.02 .00
.02 .04
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGROT to LOGMAL
-.02 .00
.02 .04
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGROT to LOGIND
-.02 .00
.02 .04
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGROT to LOGKED
Gambar 7. Grafik Impulse Response dari Nilai Logaritma Harga Crude Palm Oil
Rotterdam terhadap Variabel Lain Gambar 7 menunjukkan respon dari data harga CPO Rotterdam dalam
bentuk logaritma karena adanya perubahan shock pada variabel harga CPO Malaysia dan Indonesia, dan harga minyak kedelai. Grafik 7a menggambarkan
respon Rotterdam karena perubahan dirinya sendiri. Adanya shock pada harga CPO Malaysia berupa perubahan nilai dari nilai tengah, seperti yang ditunjukkan
pada grafik 7b menyebabkan harga CPO Rotterdam mengalami penurunan pada awal periode dan setelah periode 2 mulai naik hingga periode 5 yang diikuti
dengan penurunan sedikit kemudian stabil setelah periode 7. Adanya perubahan dari simpangan baku pada harga CPO Indonesia seperti pada garfik 7c direspon
a
d c
b
bulan bulan
bulan bulan
persen persen
persen persen
oleh harga CPO Rotterdam dengan melihat kurva yang naik dan kembali stabil mulai periode 7 hingga akhir periode. Begitu juga dengan respon Rotterdam
terhadap Minyak Kedelai pada 6d akan naik sedikit hingga stabil kembali pada periode 8.
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06 .07
.08 .09
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGMAL to LOGROT
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06 .07
.08 .09
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGMAL to LOGMAL
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06 .07
.08 .09
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGMAL to LOGIND
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06 .07
.08 .09
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGMAL to LOGKED
Gambar 8. Grafik Impulse Response dari Nilai Logaritma Harga Crude Palm Oil Malaysia terhadap Variabel Lain
Gambar 8 menunjukkan grafik respon harga CPO Malaysia dalam bentuk logaritma akibat adanya perubahan shock pada variabel Rotterdam, Indonesia,
dan Minyak Kedelai. Perubahan yang terjadi pada harga Rotterdam seperti pada grafik 8a akan menyebabkan Malaysia mengalami kenaikan di awal periode
kemudian akan menurun hingga periode ke empat dimana penurunannya lebih a
b
c d
bulan bulan
bulan bulan
persen persen
persen persen
besar dibandingkan nilai awal kemudian kembali naik dan stabil kembali mulai periode 8. Perubahan pada variabel Indonesia 8c menyebabkan pengaruh pada
CPO Malaysia ditandai dengan grafik yang bergerak naik dan kemudian akan kembali stabil pada periode 8.
-.01 .00
.01 .02
.03 .04
.05 .06
.07 .08
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGIND to LOGROT
-.01 .00
.01 .02
.03 .04
.05 .06
.07 .08
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGIND to LOGMAL
-.01 .00
.01 .02
.03 .04
.05 .06
.07 .08
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGIND to LOGIND
-.01 .00
.01 .02
.03 .04
.05 .06
.07 .08
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGIND to LOGKED
Gambar 9. Grafik Impulse Response dari Nilai Logaritma Harga Crude Palm Oil
Indonesia terhadap Variabel Lain Gambar 9 merupakan grafik yang menunjukkan respon dari variabel
Indonesia dalam bentuk logaritma terhadap shock pada variabel Rotterdam, Indonesia, dan Malaysia. Bila terjadi shock pada Rotterdam maka pada awal
periode Indonesia akan naik hingga periode dua dan kemudian akan menurun pada periode 4 dan akan naik perlahan hingga stabil pada periode 6. Sedangkan
a b
c d
bulan bulan
bulan bulan
persen persen
persen persen
shock yang terjadi pada variabel Malaysia akan menyebabkan Indonesia bergerak
turun hingga periode dua pada periode tiga mulai bergerak naik melandai hingga pada periode 6 akan kembali stabil. Selanjutnya shock yang terjadi pada kedelai
akan menyebabkan Indonesia bergerak naik hingga periode 3 dan akan mulai stabil kembali pada periode 5.
-.02 -.01
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGKED to LOGROT
-.02 -.01
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGKED to LOGMAL
-.02 -.01
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGKED to LOGIND
-.02 -.01
.00 .01
.02 .03
.04 .05
.06
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of LOGKED to LOGKED
Gambar 10. Grafik Impulse Response dari Nilai Logaritma Harga Minyak Kedelai terhadap Variabel Lain
Gambar 10 merupakan grafik yang menunjukkan respon dari variabel Minyak Kedelai dalam bentuk logaritma terhadap shock pada variabel Rotterdam,
Malaysia, dan Indonesia. Bila terjadi shock pada Rotterdam maka pada awal periode Minyak Kedelai akan naik hingga periode dua dan kemudian akan
c d
a b
bulan bulan
bulan bulan
persen persen
persen persen
kembali turun pada periode 4 dan akan naik perlahan dan stabil pada periode enam. Respon yang terjadi akibat adanya shock pada variabel Malaysia akan
menyebabkan kedelai bergerak turun pada periode 2 dan mulai naik setelah periode 2 tersebut dan stabil pada periode 9. Selanjutnya shock yang terjadi pada
Indonesia akan menyebabkan minyak kedelai bergerak naik hingga stabil pada periode enam.
Cara lain untuk membaca hasil impulse response adalah dengan melihat nilai impulse response tiap periode maupun secara kumulatif seperti yang dapat
dibaca pada Lampiran 4. Bagian Tabel yang paling atas pada Lampiran 4 menunjukkan respon harga CPO Rotterdam karena adanya perubahan shock
pada tiga variabel lainnya.
5.2.7. Forecast Error Variance Decomposition
Variance decomposition atau disebut juga dengan forecast error
decomposition of variance digunakan dalam estimasi untuk menggambarkan
sistem dinamis VAR. Berbeda dengan analisis impulse response yang digunakan untuk melacak dampak shock dari variabel endogen terhadap variabel lain di
dalam sistem VAR, variance decomposition menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. Variance
decomposition berguna untuk memprediksi konstribusi persentase varian setiap
variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem var Widarjono, 2007.
Fluktuasi setiap variabel akibat terjadinya suatu guncangan shock dapat dilakukan dengan menganalisis peranan setiap guncangan. Hal ini dipakai untuk
menjelaskan fluktuasi variabel-variabel makro ekonomi melalui analisis FEVD atau disebut juga sebagai analisis dekomposisi varians. Berdasarkan analisis ini
kontribusi dari guncangan variabel dalam sistem terhadap perubahan variabel tertentu dapat diketahui.
Bagian atas Tabel menggambarkan prediksi konstribusi presentase varian variabel Rotterdam terhadap perubahan tiga variabel lainnya. Periode 1 selang 1
varian harga CPO Rotterdam yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 100 persen. Periode 2 selang 2 varian harga CPO Rotterdam dijelaskan oleh variabel
itu sendiri sebesar 94.10 prsen dan sisanya dijelaskan masing-masing sebesar 1.06 persen oleh nilai harga malaysia, 4.57 persen oleh nilai harga CPO Indonesia, 0.78
persen oleh nilai harga CPO Rotterdam. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan Lampiran 5 maka dapat dilihat bahwa dalam jangka panjang variabel harga dari CPO di Rotterdam dipengaruhi oleh harga dari variabel harga
CPO Malaysia dan Indonesia. Hal ini disebabkan karena produk CPO yang diperdagangkan di Rotterdam adalah berasal dari kedua negara tersebut dan
kemudian 92 persennya di reekspor ke negara lainnya. Berdasarkan informasi tersebut maka perubahan harga yang terjadi di Indonesia dan Malaysia akan
mempengaruhi pasokan CPO yang terdapat di Rotterdam sehingga juga akan berpengaruh terhadap harga yang terbentuk di Rotterdam.
Adapun variabel Malaysia dalam jangka panjang dipengaruhi oleh harga yang terjadi di Rotterdam, kemudian diikuti oleh harga di Malaysia sendiri. Hal
ini disebabkan karena Rotterdam adalah pangsa ekspor kedua terbesar Malaysia sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pergerakan harga di kedua pasar
sebenarnya saling berpengaruh satu dengan lainnya. Jika harga Malaysia bergerak naik maka penawaran di Rotterdam akan berkurang sehingga harga di Rotterdam
akan mengikuti kenaikan harga di Malaysia. Sebaliknya jika harga di Rotterdam turun misalnya akibat penurunan permintaan maka akan terjadi over supply dari
Malaysia sehingga akan banyak tersedia CPO di domestik dan akan menyebabkan harga di domestik akan turun juga.
Variabel yang mempengaruhi pergerakan harga CPO Indonesia dalam jangka panjang adalah harga di Rotterdam. Sebagaimana halnya dengan Malaysia
yang menjadikan Rotterdam sebagai salah satu pangsa ekspornya maka perubahan harga yang terjadi di Rotterdam juga akan berefek terhadap harga yang terjadi di
Indonesia.
VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN