0.00 0.05
0.10 0.15
0.20 0.25
Jan Feb Mar
Apr May
Jun Jul
Aug Sep
Oct Nov
Dec
waktu
k o
n se
n tr
as i
m o
lN l
5.00 5.20
5.40 5.60
5.80 6.00
6.20
k o
n se
n tr
as i
m m
o lN
l
NO3 NH4
NO3 NH4
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20
Jan Feb Mar
Apr May
Jun Jul
Aug Sep
Oct Nov
Dec
waktu k
o n
se n
tr as
i m
o lN
l
CHL ZOO
PON DON
dapat mewakili intensitas cahaya di lapangan sehingga cukup relevan untuk digunakan dalam model.
4.3 Variasi musiman variabel ekologi
Setelah didapatkan nilai parameter baru melalui proses kalibrasi maka berikut ditampilkan hasil running model dalam satu tahun untuk setiap variabel
ekologi NO3, NH4, CHL, ZOO, PON, dan DON dalam Gambar 8. Data yang ditampilkan merupakan data rata-rata bulanan konsentrasi setiap variabel. Satuan
yang digunakan adalah satuan awal model molNl agar dapat diketahui lebih jelas hubungan antar variabel.
Gambar 8. Pola konsentrasi nutrien a dan plankton – nitrogen organik b hasil running model di perairan Teluk Jakarta
a
b
Dari Gambar 8 diketahui bahwa secara umum pola konsentrasi nutrien antara nitrat dan amonium di Teluk Jakarta menunjukkan persamaan. Pola data
antara plankton dan nitrogen organik PON dan DON juga menunjukkan persamaan. Perbedaan terlihat antara dua kelompok grafik yaitu grafik nutrien
dan plankton-nitrogen organik Gambar 8. Grafik untuk plankton menunjukkan adanya penurunan konsentrasi pada awal tahun sampai bulan Mei, begitu juga
untuk data nitrogen organik. Kemudian kosentrasi meningkat sampai bulan Oktober dan menurun kembali memasuki akhir tahun. Sedangkan pada grafik
data nutrien terjadi hal yang sebaliknya. Persamaan kedua kelompok data antara plankton dan nitrogen organik
dikarenakan fitoplankton sebagai produsen dan variabel utama memegang peran penting dalam mengatur keberadaan nitrogen dalam siklus. Proses-proses yang
mempengaruhi keberadaan nitrogen organik di perairan sebagian besar berasal dari proses yang dilakukan oleh plankton seperti ekskresi fitoplankton dan juga
mortalitas sehingga perubahan pada plankton akan diikuti oleh perubahan yang sama pada PON dan DON di perairan.
Berperannya fitoplankton dalam regulasi nitrogen tidak ditunjukkan secara langsung oleh pola nutrien yang terjadi. Nutrien merupakan salah satu faktor
utama dalam fotosintesis bersama-sama dengan suhu dan cahaya tetapi pola nutrien cenderung berbanding terbalik dengan fitoplankton. Hal tersebut
mengindikasikan adanya hubungan yang tidak langsung. Bila meninjau pada Gambar 6 suhu dan Gambar 8 cahaya maka terlihat bahwa pola grafik
fitoplankton relatif lebih sama dengan grafik cahaya, hal tersebut memperlihatkan
bahwa fotosintesis yang terjadi lebih dipengaruhi secara langsung oleh cahaya dibandingkan dengan suhu dan nutrien.
Sedangkan terbentuknya pola nutrien yang terlihat pada Gambar 8 lebih disebabkan oleh faktor suhu yang mempengaruhi proses pembentukan nutrien,
terlihat dengan adanya persamaan pola grafik suhu dan nutrien. Seperti diketahui bahwa proses yang menjadi sumber nutrien terutama nitrat adalah nitrifikasi yang
dipengaruhi oleh suhu dan juga faktor yang menjadi sumber amonium adalah dekomposisi bahan organik yang juga dipengaruhi oleh suhu. Grafik antara suhu
dan cahaya sendiri berbeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan grafik fitoplankton dan nutrien.
Secara umum disimpulkan bahwa keberadaan nutrien di perairan dapat secara langsung dipengaruhi oleh suhu dibandingkan dengan keberadaan
fitoplankton karena suhu mengatur laju-laju proses yang menjadi sumber nutrien Soetaert, 2004, sedangkan plankton lebih dipengaruhi oleh keberadaan
fitoplankton sebagai produsen utama yang keberadaannya secara langsung dipengaruhi oleh cahaya. Pola suhu dan cahaya perairan sendiri lebih dipengaruhi
oleh angin musim yang berperan penting dalam perairan Teluk Jakarta. Pola konsentrasi variabel seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 8 bisa terjadi di alam
sebenarnya jika hanya faktor-faktor lingkungan yang diperhatikan suhu, cahaya dan proses dasar biokimia seperti halnya dalam sistem model yang
disimulasikan. Hubungan antara fitoplankton dan zooplankton juga telah ditunjukkan
melalui hasil model, walaupun hubungannya telah terlihat cukup jelas pada Gambar 8 tetapi terdapat dinamika yang biasa terjadi di setiap perairan atau biasa
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9 1
1- Jan
8- Jan
15- Jan
22- Jan
29- Jan
5- Feb
12- Feb
19- Feb
26- Feb
waktu
k o
n se
n tr
a si
m o
lN l
CHL ZOO
disebut dengan time lag antara fitoplankton dan zooplankton. Hal tersebut juga dapat ditunjukkan oleh hasil model seperti dalam Gambar 9.
Gambar 9. Time lag antara fitoplankton dan zooplankton di perairan Teluk Jakarta hasil running model
Gambar 9 menampilkan data harian hasil running model pada dua bulan di awal tahun Januari – Februari, data yang digunakan hanya dua bulan karena data
pada bulan-bulan berikutnya tidak menunjukkan fenomena time lag secara jelas, data pada bulan-bulan berikutnya dapat dilihat kembali pada Gambar 8.
Tingginya nilai fitoplankton pada awal bulan Januari dikarenakan nilai inisial yang dimasukkan dalam model memang besar sesuai dengan data yang
didapatkan pada tahun 1974 – 1995. Time lag secara jelas terlihat dalam Gambar 9 dimana puncak
pertumbuhan fitoplankton terjadi terlebih dahulu contohnya pada 15 Januari dan kemudian diikuti oleh puncak pertumbuhan zooplankton pada 18 Januari, hal yang
sama terjadi ketika konsentrasi mengalami penurunan. Fenomena time lag ini juga dapat dijelaskan sesuai dengan teori ‘grazing’ yang dikemukakan oleh
Harvey et al. 1935, dalam gambar diatas diberikan contoh ketika fitoplankton meningkat pada tanggal 15 Januari konsentrasi zooplankton cenderung rendah
sehingga fitoplankton dapat mengalami pertumbuhan dengan cepat grazing rendah, seiring waktu tersebut konsentrasi zooplankton akan meningkat dan
puncaknya terjadi ketika pertumbuhan fitoplankton tidak lagi dapat mengimbangi grazing oleh zooplankton.
Arinardi et al. 1996 menambahkan bahwa time lag biasanya terjadi dalam rentang satu sampai dua bulan. Pada data diatas rentang terjadinya time lag
berkisar pada hitungan hari atau minggu, hal ini dikarenakan konsentrasi awal yang diberikan untuk zooplankton relatif besar setara dengan 0.3 molNl,
sehingga untuk mencapai konsentrasi puncak zooplankton tidak dibutuhkan waktu yang terlalu lama, fakor lain juga karena laju-laju pertumbuhan plankton yang
diberikan dalam model tidak terlalu berbeda signifikan sehingga pada bulan-bulan selanjutnya fenomena time lag tidak terlihat secara jelas karena konsentrasi
plankton sudah cenderung stabil. Skenario seperti ini dapat saja terjadi jika diperairan Teluk Jakarta konsentrasi zooplanktonnya relatif besar sesuai dengan
nilai yang diterapkan dalam model dan juga terdapatnya kesesuaian lingkungan dengan model. Data validasi untuk zooplankton tidak didapatkan sehingga tidak
diketahui pasti keakuratan pola kecenderungan time lag yang terjadi.
4.4 Validasi