Perolehan Harta Melalui Hibah

f. Seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun wanita; g. Saudara wanita sebapak saja, baik seorang atau lebih. Namun jika saudara seibu bapak dua atau lebih maka saudara bapak tidak mendapat warisan.

C. Perolehan Harta Melalui Hibah

Dalam pengertian istilah, hibah adalah pemilikan suatu benda melalui transaksi tanpa mengharap imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. 96 Harta yang dapat dihibahkan adalah semua harta baik berwujud maupun tidak, bergerak maupun tidak. Berdasarkan hukum Islam dan hukum perdata, hibah tidak dapat ditarik kembali, sedangkan menurut hukum adat yang berlaku umum, hibah dapat ditarik kembali. Hibah menurut hukum adat dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, tetapi menurut hukum Islam dan hukum perdata, hibah harus dilakukan secara tertulis. 97 Dalam rumusan kompilasi, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki Pasal 171 huruf g KHI. Dasar hukum hibah terdapat dalam Alqur’an Surat Al-Baqarah ayat 177, Ali Imran ayat 38, dan Pasal 210-214 KHI. 96 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Op.Cit., hal.466. Hibah merupakan pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau untuk kepentingan suatu badan sosial, keagamaan, ilmiah, juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli warisnya. 97 F. Satrio Wicaksono, Op.Cit., hal.29. Maksudnya adalah pemberian suatu benda semasa hidup seseorang tanpa mengharapkan imbalan. 98 Hibah dalam pengertian di atas, merupakan pemberian biasa dan tidak dapat dikategorikan sebagai harta warisan. Pengkategorian itu, tampak bahwa hibah adalah jenis pemberian yang dilakukan oleh seseorang ketika ia masih hidup, sedangkan warisan baru dapat terlaksana apabila calon pewaris telah meninggal dunia. Oleh karena itu, meninggalnya seseorang menjadi syarat atas pelaksanaan pengalihan hak dalam bentuk kewarisan. 99 Selain perbedaan itu, juga unsur-unsur kewarisan berbeda dari unsur-unsur hibah biasa juga disebut rukun hibah. Rukun hibah terdiri dari pemberi hibah, penerima hibah, maupun status harta yang dihibahkan. Hal tersebut, diuraikan sebagai berikut : 1. Pemberi Hibah Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani. 100 Apabila orang yang menghibahkan dalam keadaan sakit, hibahnya dibatasi 13 saja dari harta bendanya . 101 Ini dijelaskan dalam kompilasi pada Pasal 210 ayat 1 KHI, yang berbunyi : 98 Zainuddun Ali,Op.Cit., hal.75. “ Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 13 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki”. 99 Ibid. 100 Zainuddun Ali,Op.Cit., hal.76. 101 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Op.Cit., hal.470. Selain itu, pemberi hibah harus memenuhi syarat sebagai orang yang telah dewasa serta cakap melakukan tindakan hukum dan mempunyai harta atau barang yang dihibahkan. Pada dasarnya pemberi hibah adalah setiap orang danatau badan hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum. 102 2. Penerima Hibah Penerima hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum serta layak untuk memiliki barang yang dihibahkan kepadanya. Penerima hibah diisyaratkan sebagai orang yang cakap melakukan tindakan hukum. Apabila ia masih di bawah umur, maka diwakili oleh walinya atau diserahkan kepada pengawasan walinya sampai pemilik hibah cakap melakukan tindakan hukum. Selain itu, penerima hibah dapat terdiri atas ahli waris atau bukan ahli waris, baik orang muslim maupun nonmuslim, yang semuanya adalah sah hukumnya. 103 3. Harta yang Dihibahkan Dalam Pasal 210 ayat 2 KHI menyatakan bahwa harta benda yang dihibahkan harus merupakan harta dari penghibah. Jadi menghibahkan harta benda yang dimiliki orang lain, tidak sah hukumnya. Harta atau barang yang dihibahkan dapat terdiri atas segala macam barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. 104 102 Zainuddun Ali,Op.Cit., hal.76. 103 Ibid. 104 Ibid.

D. Perolehan Harta Melalui Wasiat

Dokumen yang terkait

Jatuhnya Hak Hadhanah Kepada Orang Tua Laki-Laki Karena Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama. (Studi Pada Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1521/Pdt.G/2011/PA.Mdn)

1 59 103

Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 34 86

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Hak Pemeliharaan Dan Kewajiban Memberi Nafkah Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Di Kota Binjai (Studi Putusan Pada Wilayah Hukum Pengadilan Agama Binjai)

1 42 105

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

0 12 73

Perlindungan Hak Anak Dalam Keluarga Poligami (Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

0 16 120

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ISLAM A. Pengertian Hukum Waris Islam - Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 0 11

Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 0 9