Secara singkat studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya :
15
a. Mendapatkan gambaran atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti;
b. Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan;
c. Sebagai sumber data sekunder; d. Mengetahui historis dan perspektif dari permasalahan penelitiannya;
e. Mendapat informasi tentang cara evaluasi atau analisa data yang digunakan; f. Memperkaya ide-ide baru.
5. Analisa Data Data yang diperoleh akan dihubungkan dengan studi kepustakaan,
kemudian data tersebut dianalisis secara logis dan disusun dengan menggunakan metode kualitatif yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis maupun
lisan diteliti dan dipelajari kemudian dianalis secara deskriptif kualitatif agar dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan
yang akan di teliti yang tersusun dalam kalimat yang sistematis.
16
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi yang bertemakan mengenai tentang bagian anak laki-laki memang cukup banyak diangkat dan dibahas namun penulisan dengan judul
15
Ibid.
16
Ibid., hal 125.
“Tinjauan Yuridis Hak dan Bagian Anak Laki-laki studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 102Pdt-G2007PA-TTD, belum pernah ditulis
sebagai skripsi, dengan demikian penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya, sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.
G. Sistematika Penulisan
Bab pertama berisi pendahuluan. Bab ini merupakan pengantar untuk penulisan bab-bab berikutnya di dalam pembahasan, yang terdiri dari latar
belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab kedua menguraikan secara teoritis tentang tinjauan umum hukum waris Islam yang terdiri dari pengertian hukum waris Islam, dasar hukum waris
Islam, syarat sah dan rukun waris serta halangan mewaris. Bab ketiga menguraikan tentang ketentuan pembagian warisan menurut
hukum Islam yang terdiri dari ahli waris dan penggolongannya, ketentuan bagian masing-masing ahli waris, perolehan harta melalui hibah, dan perolehan harta
melalui wasiat. Bab keempat membahas tentang tinjauan yuridis hak dan bagian anak laki-
laki menurut Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 102Pdt- G2007PA-TTD dalam bab ini membahas tentang kasus posisi, hak dan bagian
anak laki-laki menurut Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 102Pdt-G2007PA-TTD, dasar pertimbangan hakim memutuskan bagian
masing-masing ahli waris dalam dua tahap, dan dasar pertimbangan hakim tentang pelaksanaan hibah yang dilakukan pewaris.
Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran dari keseluruhan penulisan skripsi ini. Dalam bab ini ditarik beberapa kesimpulan dari pembahasan bab-bab
terdahulu. Di samping itu, juga dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ISLAM
A. Pengertian Hukum Waris Islam
Hukum kewarisan sering dikenal dengan istilah faraidh. Hal ini karena dalam Islam, bagian-bagian warisan yang menjadi hak ahli waris telah ditentukan
dalam Al Qur’an. Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar, karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
menguntungkan.
17
Secara etimologis, faraidh diambil dari kata fardh yang berarti taqdir “ketentuan”. Dalam istilah syara’ bahwa kata fardh adalah bagian yang telah
ditentukan bagi ahli waris.
18
Sedangkan hukum kewarisan menurut fiqh mawaris adalah fiqih yang berkaitan dengan pembagian harta warisan, mengetahui perhitungan agar sampai
kepada mengetahui bagian harta warisan dan bagian-bagian yang wajib diterima dari harta peninggalan untuk setiap yang berhak menerimanya.
19
Dalam bahasa Arab berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain disebut Al-miirats.
20
17
Ahmad Rofiq , Hukum Islam di Indonesia, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta,1995, hal.355.
Sedangkan makna Al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya
hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih
18
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta Selatan, 2006, hal.479.
19
http:edon79.wordpress.com20090710fiqh-mawaris, di unduh pada tanggal 22 Juni 2012 pukul 10.30 WIB.
20
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hal.33.
12
hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta uang, tanah atau apa saja yang berupa hak milik legal menurut syari’i.
Pengertian hukum kewarisan menurut Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan
harta peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Dalam konteks yang lebih
umum, warisan dapat diartikan sebagai perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup.
21
Mewaris berarti menggantikan tempat dari seseorang yang meninggal dalam hubungan hukum harta kekayannya. Hubungan-hubungan hukum yang
lain, misalnya hubungan hukum dalam hukum keluarga.
22
Dalam redaksi yang lain, Hasby Ash-Shiddieqy mengemukakan, hukum kewarisan adalah hukum yang
mengatur siapa-siapa orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara-cara pembagiannya. Berbeda dengan dua definisi di
atas, Wirjono Prodjodikoro menjelaskan, warisan adalah soal apa dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada
waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
23
Waris dalam bahasa Indonesia disebut pusaka, yaitu harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak
21
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2002, hal.4.
22
R Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Surabaya Airlangga University Press, hal.3.
23
Ahmad Rofiq , Hukum Islam di Indonesia, Op.Cit., hal.355.
menerimanya. Pembagian itu lazim disebut Faraidh, artinya menurut syara’ ialah pembagian pusaka bagi yang berhak menerimanya.
24
Menurut Syamsul Rijal Hamid bahwa pengertian warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta maupun
tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup.
25
Warisan itu menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari
masyarakat itu meninggal dunia.
26
Untuk itu, melihat hukum kewarisan Islam diperlukan wawasan kesejarahan, paling tidak sistem sosial dan sistem hukum yang melingkupi ketika
Islam itu diturunkan
27
B. Dasar Hukum Waris Islam