Tradisi Tahlilan Di Perkotaan Dalam Arus Modernisasi : Studi Kasus Masyarakat Gandaria Selatan-Cilandak

(1)

i

TRADISI TAHLILAN DI PERKOTAAN DALAM ARUS MODERNISASI (STUDI KASUS MASYARAKAT GANDARIA SELATAN-CILANDAK)

DI SUSUN OLEH: SYAMSUL BAHRI NIM:10203224701

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARUF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

Tradisi Tahlilan di Perkotaan Dalam Arus Modernisasi (studi kasus Masyarakat Gandaria Selatan-Cilandak )

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Mencapai Gelar (S1) Sarjana Sosial

Oleh Syamsul Bahri Nim : 102032224701

Dibawah bimbingan

Dra. Joharatul Jamilah M.Si NIP. 150 282 401

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARUF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

Pengesahan Panitia Skrispsi

Skripsi yang berjudul “ Tradisi Tahlilan diperkotaan dalam Arus Modernisasi : Studi Kasus Masyarakat Gandaria Selatan Kec. Cilandak. Jakarta Selatan.” Telah diajukan dalam sidang munaqasyah pada fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah 16 oktober 2008. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Program Strata Satu (S1) pada jurusan Sosiologi Agama.

Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Drs. Agus Darmaji.M.Fils Dra. Joharatul jamilah M.si

Nip : 150 262 447 Nip:150 282 401

Penguji I Penguji II

Dr. Masri Mansoer M.A Drs. M. Rifqi mukhtar M.A

Nip : 150 224 493 Nip : 150 282 120

Pembimbing

Dra. Joharatul Jamilah. M.si Nip : 150 282 401


(4)

iv BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap individu selalu dibekali kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam memenuhi segala kebutuhannya manusia pasti dan selalu membutuhkan kehadiran orang lain. Manusia adalah jenis mahluk yang hidup secara kolektif . Tetapi, berbeda dengan kolektif binatang yang mendasarkan segala tingkah lakunya pada naluri, maka segala tingkah laku manusia tercipta dengan cara belajar. Segala tingkah laku manusia merupakan hasil belajar sehingga pola-pola tindakan dapat berubah dengan cepat sesuai proses belajar manusia itu. Namun, kecepatan perubahan itu tidak sama cepat pada berbagai kelompok manusia di muka bumi ini.

Masyarakat merupakan kumpulan individu yang berinteraksi, mereka saling membutuhkan untuk memenuhi segala kebutuhannya. Dengan kemampuan akal budi manusia menciptakan berbagai pola tingkah laku, ide dan materi budaya dalam usaha adaptasinya. Kebudayaan sendiri dapat dirumuskan sebagai “seperangkat kepercayaan”. Nilai-nilai dan cara berlaku (artinya kebiasaan ) yang dipelajari, umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat1 Oleh Linton, istilah kebudayaan digunakan untuk, menyebut warisan sosial (social heredity) milik manusia.2 Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai suatu keseluruhan, terbentuk dari sejumlah besar

1

T.O ihromi ( ed), pokok-pokok Antropolgi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1980). H.22

2


(5)

v

kebudayaan, yang masing-masing adalah karakteristik bagi sekelompok individu-indivindu tertentu.

Berbekal akal pikiran, kemampuan belajar dan beradaptasi, manusia mampu menghasilkan dan memiliki beragam pola kebudayaan. Pola-pola kebudayaan itu tidak sama antara satu daerah dengan daerah lain didunia ini. Oleh karna itu, pola-pola kebudayaan itu tidak memiliki unsur besar yang sama sehingga dapat dikelompokkan ke dalam unsur-unsur kebudayaan universal. Unsur-unsur kebudayaan universal itu dapat di jumpai di seluruh bangsa di dunia ini. Unsur- unsur kebudayaan universal itu ialah: 1. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup

2. Sistem mata pencaharian hidup 3. Sistem kemasyarakatan

4. Bahasa 5. Kesenian

6. Sistem pengetahuan 7. Sistem religi3

Unsur-unsur kebudayaan universal itu merupakan isi dari kebudayaan umat manusia pada umumnya. Hal itu berarti bahwa setiap kebudayaan yang ada selalu mengandung ketujuh unsur tersebut dengan bentuk yang berbeda-beda baik masyarakat maju perkotaan, masyarakat pedesaan sampai masyarakat primitif sekalipun.

Masyarakat di kota besar seperti di Jakarta yang telah diselimuti suatu proses sosial yang dinamakan dengan proses modernisasi mempunyai banyak tanggapan para tokoh besar di Indonesia tentang berbagai tentang pengertian modernisasi tersebut. Menurut Cak Nur Modernisasi lebih dipahami sebagai proses industrilisasi yang diartikan

3


(6)

vi

sebagai: “proses perubahan sosial, yaitu perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial praindustrial (agraris, misalnya) ke sistem sosial industrial. Kadang-kadang juga disejajarkan dengan perubahan dari masyarakat pramodern ke masyarakat modern” dalam konteks keagamaan kehidupan modern bisa menimbulkan efek negatif, dan sekaligus menyimpan kandungan makna yang positif. Ia menyatakan bahwa bentuk hubungan antara religiusitas dan industrilisasi atau modernisasi merupakan suatu persoalan rumit yang banyak menimbulkan kontroversi.

Proses modernisasi menuntut adanya perubahan dengan penyesuaian diri dari keadaan tradisional kepada keadaan yang modern. Kemoderanan ini merupakan keadaan yang secara tidak disadari diinginkan oleh masyarakat. Akan tetapi keadaan modern ini mempunyai konsekuensi kepada perubahan atau perampingan terhadap adat istiadat, norma, nilai-nilai kebudayaan yang ada pada masyarakat sebelumnya.

Kebudayaan sebagai hasil belajar manusia selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dapat berlangsung di segala bidang. Arus modernisasi menjadikan suatu perubahan antara lain mulai ditinggalkannya tata nilai yang lama maupun adat istiadat yang telah menjadi bagian dari masyarakt itu sendiri, tetapi ada salah satu yang menarik penulis dalam masayarakat kota di wilayah Jakarta Selatan yang nota benenya adalah kota yang telah memiliki kapasitas masyarakat modern tetapi masih berkeyakinan ataupun tradisi yang sampai saat ini masih bertahan dalam kehidupan masyarakat kota dan memegang tradisi mereka secara turun temurun. Walaupun mereka telah menerima banyak perubahan dalam hal kepercayaan, namun mereka tidak terlepas dari kepercayaan terdahulu yang telah begitu lama mengakar dalam kehidupan mereka dan merupakan kepercayaan yang diperoleh secara turun temurun. Ada beberapa sisi yang sampai


(7)

vii

sekarang masih terlihat, dimana hal itu merupakan perpaduan antara unsur kepercayaan lama dengan kepercayaan baru mereka.

Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata masyarakat keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusan pada generasi berikutnya sering proses penerusan terjadi tanpa pertanyaan sama sekali.4

Pada umumnya di Indonesia banyak tradisi-tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Indonesia yang multi etnik, Tetapi penulis tertarik pada tradisi membacakan dzikir dan doa kepada orang yang sudah meninggal. pembacaan doa dan dzikir yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu ataupun rutinitas setiap minggunya baik di rumah-rumah ataupun di masjid, di Indonesia tradisi itu dikenal dengan acara slametan, ta’dziyah atau paling dikenal dengan acara Tahlilan.

Penghormatan seseorang yang hidup kepada orang yang telah meninggal agar mendapatkan ampunan dari Tuhan yang maha Esa . Acara pembacaan tahlil atau Al-quran yang dijadikan hadiah kepada mereka yang telah meninggal, pada hakikatnya merupakan suatu doa atau istigfar yang dipanjatkan bagi orang yang meninggal dunia agar pahala dari bacaan yang telah dibaca dihadiahkan kepada rohnya serta memohon ampunan baginya, seperti yang tertera dalam surat Al-hasyr ayat 10:

!

"

# $%&

'()

'( *+

,-.

*

/

0

1 2

3 4.

5

67

8

%9

:5;

5

<

= &

;

>

4

Hasan shadly, “tracy spenlor” Ensikklopedi Indonesia. Vol 6(Jakarta PT. Ichatiar Baru Van aoeve)h.3608


(8)

viii

?

'(!

"

/A*5

B

"

&CD EF"

1GHI

Artinya:

“ Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Q.S al-hasyr 10)5

Tradisi tahlilan sebagai bagian budaya kolektif yang diwariskan secara turun temurun itu sesungguhnya merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai dan juga kompleks aktivitas manusia.

Menurut Budhi santoso, ada empat unsur yang diperlukan bagi kelestarian kehidupan sosial, yaitu adanya pengelompokan sosial, pengendalian sosial, media sosial dan norma sosial.6 Berkaitan dengan hal tersebut, maka tradisi tahlilan dapat dimasukan ke dalam media sosial di mana acara tersebut berfungsi sebagai objek sikap emosional mengingat ketahanannya sehingga dapat menghubungkan masa lampau dan menggerakan atau menciptakan berbagai kegiatan.

Tradisi tahlilan bisa menjadi sebuah sarana peringatan atau dakwah yang baik kepada setiap manusia yang beragama islam agar tidak lengah di kehidupan dunia ini, sebagaimana dalam alquran menyebutkan:

"8

JF%$ *

K) M

)N

K*OP

Q

3R*5

O

T " UVW

X

K

32 YH %

?

3)O

Z[\E]

1

"

A(

68^, YVW

5

Thohir Abdullah Al-Kaff, Status tahlil dalam Al-quran dan Al hadis (Surabaya;AL ustadz Umar baradja,1997)hal.1

6

S. budhisantoso, Upacara Tradisional, “kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat” Analisis kebudayaan. Tahun IV no.2. 1983\1984


(9)

ix

)KA(

_%

\ ) )O

]

)O

Q

'`

Y

a%

b *"

c75

D2 e

" # %

1G5I

Artinya:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (7Q,S al-Imran :185)

Status acara tradisi tahlilan dalam masyarakat Gandaria Selatan memiliki kedudukan yang penting yaitu menyangkut masalah hubungan kepada Allah swt ( hablum minallah) dan hubungan kepada manusia (hablum minannas) . Melihat fenomena semua ini, penulis sangat tertarik untuk mengkajinya lebih dalam . Terpenting untuk penulis adalah bagaimana di masyarakat kota besar (metropolitan) ini seperti wilayah Gandaria Selatan acara tersebut masih dijalankan dan bagaimana pengaruhnya bagi masyarakat tersebut.

B. Batasan dan rumusan masalah

Pembahasan pokok masalah dari skripsi ini adalah : Bagaimanakah acara tradisi tahlilan malam jumat pada warga Gandaria Selatan dapat menumbuhkan kekuatan religiusitas dalam keberagamaan dimasyarakat Gandaria Selatan guna menfilterisasi dampak negatif arus modernisasi.

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

7


(10)

x

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengertian tradisi tahlilan pada masyarakat Gandaria Selatan. Serta kegunaan, motivasi dan hikmah tahlilan pada masyarakat Gandaria Selatan.

Adapun manfaat dari penelitian dan penulisan skripsi ini :

1. Sebagai referensi akademis bagi kajian sosiologi keagamaan.

2. Sedangkan yang bersifat praktis diantaranya dapat memberikan acuan atau bahan pertimbangan bagi para calon peneliti yang ingin meneliti tradisi tahlilan diperkotaan.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian 1.1 Jenis Penelitian.

Jenis penelitan ini adalah penelitian sosial yang dilakukan di lapangan (field research) yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan methode deskriptif analitik yang mengambil di kelurahan Gandaria Selatan, kecamatan Cilandak. Subyek utama penelitan adalah jamaah tahlilan 10 orang, dan 4 orang tokoh masyarakat yang banyak mengetahui tentang kehidupan masyarakat Gandaria Selatan.

2. Teknik Pengumpulan Data.

Dalam pelaksanaan penelitan lapangan ini penulis menggunakan 3 (dua) macam cara, yaitu:


(11)

xi

Wawancara ialah tanya jawab dengan berhadapan muka untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden.8 Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara langsung dari responden atau informasi melalui tanya jawab. Wawancara di sini dilakukan secara mendalam dan terfokus. Di harapkan dapat memberikan informasi secara langsung dari responden atau informan termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan) informan terhadap penulis.

2.2 Pengamatan (observasi).

Pengamatan merupakan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.9 Tehnik pengamatan ini dimaksudkan agara peneliti dapat melihat langsung aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh jamaah tahlilan agar memperoleh data untuk kelengkapan hasil penelitian.

2.3. Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan adalah dengan membaca, memahami dan menginterpretasikan buku-buku yang diambil dari berbagai sumber sebagai kerangka acuan.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Intstrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan buku catatan. Pedoman wawancara di gunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi

8

Sutrisno Hadi, metodologi research 2, (yogyakarta: yayasan penerbit fakultas psikologi UGM,1981) h.136

9


(12)

xii

sasaran penelitaan. Sedangkan buku catatan digunkan untuk mencatat hal-hal yang dikira sangat bermanfaat.

4.Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari masalah-masalah masyarakat, pandangan-pandangan dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena ataupun fakta-fakta dimasyarakat Gandaria Selatan. Adapun Data-data diperoleh melalui interview (wawancara) dan observasi (pengamatan). Wawancara dilakukan secara mendalam dengan jamaah tahlilan di Gandaria Selatan berkenaan dengan tradisi tahlilan dapat bertahan pada era modernisasi di perkotaan. Wawancara ini dilakukan juga pada para ulama dan tokoh masyarakat mengenai acara tahlilan dan perkembangan keagamaan di Gandaria Selatan. Data-data tersebut di kumpulkan lalu diolah, dianalisis, dan dipaparkan secara deskriptif yang kemudian disusun sebagai laporan tentang tradisi tahlilan di perkotaan dalam arus modernisasi di Gandaria Selatan kota madya Jakarta Selatan.

5. lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian yang ditentukan oleh penulis berada di jalan Bahari kelurahan Gandaria Selatan, kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Untuk menambah penelitian yang lebih akurat, maka penulis mengunjungi tempat-tempat kegiatan acara tahlilan dilakukan.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdapat dari lima Bab yang masing-masing memiliki sub-sub bab dengan penyusunan sebagai berikut:


(13)

xiii

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang diawali : dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian , tinjauan literature, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Menjelaskan tinjaun teoritis tentang pengertian tahlil, pengertian modernisasi keberagamaan dalam pandangan sosiologi agama

Bab III Gambaran umum tentang kondisi masyarakat setempat, fasilitas umum: bidang pendidikan, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang agama.

Bab IV Acara tahlilan pada masyarakat kelurahan Gandaria selatan Jakarta selatan meliputi , Bacaan tahlilan, interaksi dan integrasi jamaah tahlilan. Berbagai pendapat tentang tahlilan menurut masyarakat Gandaria Selatan Bab V Bab kelima merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi, yang berisi

kesimpulan dan saran seputar persoalan yang diangkat dari awal sampai akhir pembahasan.


(14)

xiv BAB II KAJIAN TEORI

A. PENGERTIAN TRADISI DAN TAHLILAN 1. Pengertian Tradisi

Setiap kelompok manusia yang hidup memiliki “warisan” tradisi yang berfungsi sebagai struktur sosialnya, Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia, dipahami sebagai sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.10

Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tak dapat diubah. Tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolak dan mengubahnya.11

Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengunci nilai-nilai budaya, norma-norma, aturan-aturan dan hukum yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial.12

Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan, keyakinan dan sebagainya, maupun proses penerusan yang terjadi tanpa dipertanyakan sama sekali

10

W.J.S poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:balai pustaka 1995),h.1088

11

Van person, sosiologi kebudayaan,(Jakarta: konisius,1979)h.11

12


(15)

xv

khusus dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan lebih baik diambil alih begitu saja. Memang tidak ada kehidupan manusia tanpa sesuatu tradisi.Tetapi bila tradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah dipertanyakan maka masa kinipun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan hubungan dengan masa depanpun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi tujuan dalam dirinya sendiri.13

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tradisi merupakan segala sesuatu yang telah dilakukakan dari zaman dahulu sampai sekarang, adapun baik - buruk dari tradisi itu masyarakat tersebut yang menilainya.

Tradisi banyak mempunyai fungsi dan kekuatan dalam masyarakat setempat baik di bidang spiritual maupun materiil. Karena dalam kehidupan masyarakat upaya manusia untuk menciptakan rasa aman, tentram dan sejahtera merupakan simbolisasi dalam rantai kehidupan agar tercipta tindakan-tindakan sosial yang teratur dalam masyarakatnya. Tradisi keagamaan sebagai unsur dalam masyarakat dapat memberi peranan positif dalam menciptakan rasa aman, tentram dan kesejahteraan selama masyarakat dan individu itu menyakini kebenarannya secara mutlak

Seperti diketahui Indonesia yang multi etnik mempunyai macam-macam tradisi yang berlandaskan pada simbol keagamaan yang ditransfer dalam bentuk upacara ataupun ritual yang melambangkan kesakralan dalam pemaknaannya, sehingga menjadikan tradisi tadi diakui dan diyakini mempunyai manfaat dan kebaikan baik bagi individu ataupun bagi masyarkat sebagai wadah pengintergasian. Sebagaimana kata Nottingham sebagai berikut:

13

Hasan shadily “tracy spenser” ensiklopedia indosia, Vol.6.(Jakarta : ichtiar baru van hoeve) h.36.08


(16)

xvi

1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai saklar. Tipe masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota mayarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama bagi pengintergasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu , kemungkinan agama memasukkan pengaruh yang saklar kedalam sistem nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.

2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih dari tinggi dari tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini.tetapi, pada saat yang sama, lingkungan yang saklar dan yang sekuler sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih di isi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan lain, pada aktivitas sehari-hari, agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung masalah adat istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintergasian tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan empiris yang berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah-masalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas.14

Keyakinan masyarakat pada suatu tradisi menjadikan masyarakat itu mempunyai identitas sosial dan norma-norma yang menjadikan sebagai pijakan setiap individu-individu guna mengatur suatu tindakan-tindakan sosial agar terbentuk citra pribadi dan menumbuhkan kesatuan pada masyarakat akan ketergantungan salah satu anggota masyarakat dengan anggota yang lainnya

Banyak teori yang dikemukakan para ahli untuk menjelaskan asal mula segala bentuk religi di dunia ini, secara umum, teori tentang religi dapat dibagi kedalam tiga bagian besar, yaitu teori-teori yang berorientasi kepada keyakinan religi, teori-teori yang dalam pendekatan berorentasi kepada sikap manusia terhadap alam ghaib dan teori-teori yang berorientasi kepada upacara religi. Dalam penelitian ini yang menjadi landasan teori adalah teori tentang upacara religi karena fokus dalam penelitian ini adalah tentang

14

Elizabeth k.nottingham Religion and Society, terjemahan abdul muis naharong, penerbit cv Rajawali, Jakarta, 1985, h, 31


(17)

xvii

proses pelaksanaan suatu upacara religi. Namun, hal ini tidak terlepas dari suatu keyakinan dalam masyarakat yang mendasari tindakan dan menyebabkan mereka berkelakuan serba religi. Dalam membahas prosesi upacara nanti, juga akan dianalisa tentang komponen penting dalam ritus atau upacara religi yang dapat ditemui dalam upacara tersebut.15

Manusia pada dasarnya menyadari bahwa di sekitarnya terdapat kekuatan di luar kemampuannya yang mengatur dan memelihara alam semesta. Sejak permulaan manusia menyadari hal itu sudah timbul berbagai upaya untuk menjelaskan kekuatan luar biasa tersebut. Suatu bentuk keyakinan tertua menurut Lang adalah kepercayan terhadap dewa tertinggi. Sementara Marret berpendapat bahwa bentuk tertua dari religi adalah keyakinan akan hal luar biasa, emosi keagamaan dan upacara untuk menghormati kekuatan itu.Kedua pendapat itu pada dasarnya menjelaskan bahwa manusia memang menyadari segala kekuatan luar biasa yang mengelilinginya dan karena itu mereka melakukan berbagai aktivitas yang bertujuan untuk menghormati kekuatan tersebut.16

Sebuah teori yang tidak berpangkal pada analisa sistem keyakinan atau pelajaran doktrin dari religi, tetapi pada upacaranya dikemukakan oleh smith. Smith mengemukakan gagasannya yang pertama, bahwa di samping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa khusus. Dalam banyak agama, upacara tidak berubah, namun latarbelakang, keyakinan, maksud atau doktrinnya berubah.

Kedua, upacara religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau religi yang bersangkutan bersama-sama, mempunyai

15

Koenjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I (Jakarta: UI press,1988). H 58

16


(18)

xviii

fungsi social untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Ada diantara warga masyarakat yang memang benar-benar ritual itu dengan sungguh-sungguh atau hanya sekedar menjalankan kewajiban saja.

Ketiga, Smith mengajukan teori mengenai fungsi sesaji, menurutnya, upacara pengorbanan atau sesaji itu merupakan aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan dewa. Smith menggambarkan upacara sesaji sebagai suatu upacara yang gembira meriah tetapi juga keramat dan tidak sebagai sebagai suatu upacara yang khidmat. Pemberian sesaji di tempat-tempat keramat bertujuan untiuk mendukung kepercayaan mereka terhadap adanya kekuatan mahluk halus agar jangan mengganggu. Selain itu juga manusia mengharapkan berkah dan terhindar dari gangguan mahluk hidup lain.17

2. Pengertian Tahlilan

Tahlilan menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “ Hallala” yang berarti mengucapkan “laa ilaaha illallah” seperti basmalah berarti membaca bismilla, hamdala mengucapkan alhamdulillah dan seterusnya. Adapun bentuk kata kerjanya ialah ( hallala-yuhallilu) yang berarti membaca atau mengucapkan : Laa ilaaha illallah. Bentuk masdarnya ialah: “Tahliilan-Attahliilu” yang berarti pembacaan ucapan: Laa ilaaha illallah. 18

Tahlilan menurut definisi adalah pertemuan atau perkumpulan untuk membaca tahlil yang dilakukan masyarakat di berbagai tempat, yaitu dengan membaca al-quran, shalawat, istigfar, tahlil, dzikir kepada Allah swt dan di akhiri dengan doa kepada kepada

17

Koenjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I (Jakarta: UI press,1988). h 68

18

Abdullah al-kaff thohir Status Tahlilan dalam Al-quran dan Al hadis (Surabaya: perguruan islam “al ustadz umar baradja”,1997) hal. 7


(19)

xix

Allah swt yang isinya agar pahala dari bacaan yang telah dibaca dihadiahkan kepada rohnya serta memohon ampun baginya.19

Kalimat la ilaha illah adalah kalimat yang menggambarkan tauhid, ia adalah kalimat utama dalam maqam islam. Pertengahan dan tujuan akhirnya, ia adalah kaidah atau aqidah islam, iman dan ihsan diatasnya dibangun agama dan kiblat. Ia meliputi seluruh makna tauhid, dengan kalimat itu, semua utusan tuhan datang dan semua kitab diturunkan, ia bisa menyelamatkan dari kecelakaan abadi dari siksa yang pedih. Semua maqam yang tidak berdiri diatas kalimat la ilaha illah adalah batil. Semua amal dari berbagai amal baik, tidak akan diterima kecuali dengannya makna kalimat tauhid adalah mengesakan dzat yang qodim, azali dan Allahu ahad, ahad makna tidak terbilang Allah adalah ismu al-azham (nama yang paling agung) sedang semua nama Allah yang lain menjelaskan nama itu.20

Tahlil merupakan salah satu bentuk zikir, setiap zikir mempunyai keutamaan dan kalimat “ laa ilaaha illallah” salah satu sigat zikir yang paling utama berdasarkan hadist nabi “ Zikir yang paling utama adalah kalimat “laa ilaaha illallah”. Kenapa kalimat ini sangat utama dan paling tinggi diantara sigat yang lain, kalimat laa ilaaha illallah kalimat yang dibawa oleh para nabiyullah dalam berdakwah kepada seluruh umatnya mulai dari nabi adam as sampai nabi kita Muhammad saw

Tradisi Tahlilan merupakan salah satu bagian dari bentuk sikap dalam konteks sosial keagamaan. Istilah tahlilan sering dikaitkan dengan acara slametan ataupun

19

Thohir Abdullah Al-Kaff, Status tahlil dalam Al-quran dan Al hadis(Surabaya;AL ustadz Umar baradja,1997) hal.1

20

Usman al sa,id al syarqawiy, makalh al-dzikr Bain al-Ibadat (kairo hai’ah al mishiriyyah al-amanah ul kitab,1995), h 41-42


(20)

xx

ta’dziyah, karena ketiga hal tersebut merupakan kegiatan sosial dan keberagamaan yang diyakini orang banyak dan mempunyai faedah-faedah bila dilaksanakan

Banyak masyarakat Islam menyakini tradisi tahlilan adalah suatu acara yang akan menambah keimanan mereka dan solidaritas masyarakat akan semakin erat karena Islam mempunyai banyak dimensi dalam memahami ajaran agamanya, keanekaragaman inilah yang menimbulkan fenomena-fenomena sosial dalam masyarakat. Penulis sangat berhati-hati dalam mejelaskan tulisan ini agar tidak terjadi kontradiktif dalam memahami tradisi-tradisi Islam di masyarakat tersebut

Tradisi tahlilan yang masih dilaksanakan di setiap lapisan masyarakat di Indonesia adalah tradisi yang turun temurun merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai dan juga kompleks aktivitas manusia. Tradisi tahlilan merupakan apresiasi keimanan yang bertujuan pendekatan manusia kepada tuhannya, karena iman bisa berada pada tingkat keabstrakan yang sangat tinggi, yaitu sulit ditangkap hubungannya dengan perilaku. Untuk menengahi antara iman yang abstrak dan tingkah laku atau amal perbuatan yang konkret itu ialah melalui ibadah.21

Seperti diterangkan diatas isi pembacaan tahlil adalah mencakup semuanya seperti membaca ayat Quran (Yaasin dan sebagainya) kemudian membaca Laa ila ha illa Allah, Tasbih dan Takbir, sholawat dan salam atas junjungan Nabi Muhamad saw. Setelah itu berdoa bersama pada Allah SWT, untuk roh-roh Anbiya (para Nabi-nabi), ulama-ulama dan semua saudara-saudara muslimin yang telah meninggal agar diampunkan dosa mereka, dinaikkan derajat mereka di surga dan rahmat Allah SWT agar selalu mengiringi mereka. Kemudian berdoa pada Ilahi agar amalan-amalan, rahasia ilmu

21

Muhyidin Abdos Somad, Tahlil dalam pandangan Al-Quran dan As-Sunnah, (Kajian kitab kuning); Surabaya PP. Nurul Islam 2005 h.7


(21)

xxi

dan kelebihan agama yang dikaruniakan oleh Allah SWT pada mereka waktu masih hidup, semuanya itu agar Allah mengaruniakan juga pada manusia yang masih hidup ini. Setelah itu dikeluarkan hidangan-hidangan, menurut kemampuan dan kerelaan masing-masing, untuk para hadirin. Tujuan hidangan ini tidak lain agar menyemarakkan serta menggembirakan para hadirin serta tidak ada paksaan dalam hal ini.

Praktik tradisi tahlilan merupakan ritual zikir yang bertujuan untuk mendekatkan diri pada Tuhan yang Maha Esa agar mendatangkan manfaat-manfaat bagi kehidupan atas dasar keyakinan yang kuat sehingga tradisi tahlilan ini tidak hanya sekedar berkumpul saja tetapi memang memberikan suatu kontribusi spiritual bagi siapa saja yang menyakininya,

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa di Indonesia terdapat ajaran-ajaran tarekat yang berkembang pesat sejak dahulu ketika islam masuk ke Indonesia, karena setiap inti dari ajaran tarekat itu adalah praktek tentang zikir pada Allah swt. Zikir adalah kunci dan sekaligus menempati sisi yang amat penting dalam tradisi tarekat, karena pengikut tarekat meyakini dengan membaca zikir atau wirid asma Allah merupakan cara dalam pembersihan diri untuk mencapai sifat Allah, yakni bersifat dengan sifat-sifat NYA yang mulia sehingga dapat mencapai derajat insan kamil. 22

Tradisi tahlilan di masyarakat mempunyai fungsi yang kompleks dan pemaknaannya pun sejauh mana masyarakat memahami tentang ajaran tradisi Islam ini dalam konteks ke Indonesian, sehingga pandangan agama di masyarakat bersifat menyatu dan universal agar tidak terjadi konflik golongan yang hanya akan merugikan pengikut agama itu saja.

22

Amsal bakhtiar, tarekat qadiriyah:pelopor Aliran-Aliran Tarekat di Dunia ,refleksi,Vol VI,No.!2004, Jakarta


(22)

xxii

3. Tahlilan dalam Prespektif al-Quran dan al-Hadis

Di muka telah dijelaskan bahwa tahlilan berasal dari bahasa arab yaitu Hailata-yuhalilu-Hailalan-Wa hailaltan yang mempunyai arti membaca tahlil atau kalimat Lailahaillah.23 Pada dasarnya kata tahlil bersumber dari hadist nabi saw yang diriwayatkan oleh Jabir yang berbunyi: “sebaik-baik bacaan zikir adalah mengucapkan Lailahaillah.”Dan kalimat tahlil itu terangkum dalam dua kalimah syahadat yang termasuk salah satu rukun Islam .

Awal mula adanya Tahlilan atau majlis dzikir sudah ada sejak masa nabi saw, sebab syariat Islam diturunkan dan dianjurkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah, baik secara sendiri-sendiri atau berjamaah. Dzikir yang dilakukan secara berjamaah itulah yang disebut dengan majlis dzikir yang saat ini orang menyebutnya dengan nama majlis Tahlil atau Tahlilan. Didalam al-Qura terdapat banyak ayat yang menganjurkan umat islam memperbanyak berdzikir yaitu bertasbih, tahmid, takbir dan tahlil kepada Allah swt, firman Allah itu adalah:

Kh

iR2

;

?

?

j

k%N

l#%

N

m# n=

1GI

p )5E/

0

' #Q

r=b s W

1tI

Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah memuji-Nya pagi dan petang”

{Q.S al-Ahzab: 41-42)24

Dan di dalam firman Allah yang lain adalah:

)N5u)O

vwe%Y6x)

p'` p<yz

?

# T%N

)O

n32 Y

23

Lihat catatan kaki nomor 16 Bab II

24

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, : Jakarta 2006, Putra Grafika h,2


(23)

xxiii

(Y 

`:p 

{5

 U

`

)N5u)O

|( *Oi

3\a

?

3Y

i)O

p'` p<yz

`

A}5

p'` p<yz

\4 * =

:p 

~

)3%

(/2 e

(

A

1GHZI

Artnya “Apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, berdzikirlah kepada Allah disaat kamu berdiri, duduk atau diwaktu kamu berbaring”

{Q.S an-Nisa;103}

Berdasarkan ayat diatas bahwa manusia dituntut oleh Allah agar selalu mengingatnya baik dalam situasi apapun baik itu rasa senang, bahagia apalagi menderita agar selalu mengingat Allah swt.

Ada juga hadist yang menerangkan bahwa pada masa Rasullah saw, para sahabat mengadakan halaqah atau majlis dzikir.25 Dalam majlis tersebut dibaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, sehingga para malaikat datang untuk membawa rahmat dan bahkan mengikuti majlis tersebut. Hadis ini menunjukkan bahwa majlis dzikir telah ada sejak masa nabi saw. Seperti di ketahui bahwa nabi tidak pernah bicara atas hawa nafsunya, setiap yang di katakan nabi saw adalah wahyu dari Allah. Pernyataan tersebut berdasarkan dari firman Allah yang berbunyi:

• €

1

[

'•O‚

1ZI

}5

c75

ƒ„

`„

1I

Artinya: “Dan Muhammad tidak mengatakan sesuatu atas hawa nafsunya, melainkan

wahyu yang di wahyukan kepadanya”{Q.S an-najm;3-4}26

Acara pada Tahlilan adalah hanya sebuah nama atau sebutan saja bagi sebuah acara dzikir dan doa bersama. Dikatakan majlis dzikir sebab sejumlah orang berkumpul bersama-sama untuk munajat kepada Allah dengan berdzikir kepadaNya. Dan dikatakan

25

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, : Jakarta 2006 Putra Grafika h.23

26

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, : Jakarta 2006 Putra Grafika h.5


(24)

xxiv

majlis Tahlilan sebab sejumlah orang berkumpul bersama dan bermunajat kepada Allah dengan mengucapkan kalimat tahlil, tasbih tahmid, takbir asmaul husna, shalawat pada nabi saw dan al-quran. Dengan demikian jelas bahwa majlis tahlil sama dengan majlis dzikir yang berbeda hanya nama atau istilah sedangkan hakikatnya sama saja.27

Acara tahlilan atau majlis tahlil adalah suatu perkumpulan yang dibentuk oleh sejumlah umat Islam guna munajat kepada Allah dengan berdzikir dan doa bersama.Acara ini biasanya dilakukan secara rutin atau mingguan ataupun bulananan atau setiap malam jumat silih berganti dari rumah kerumah ataupun dimasjid.28

Sebagian kecil kalangan umat islam di Indonesia menilai bahwa acara tersebut adalah bi’dah karena tidak ada contohnya pada waktu Muhamaad saw. Anggapan itu sangat keliru dan hanyalah warisan paham yang sesat. Bila dilihat bacaan tahlil tidak satu hurufpun yang menyimpang dari syariaat islam. Sedangkan membaca dzikir atau tahlil dianjurkan oleh syariat islam , baik secara sendiri atau berjamaah, karena merupakan ibadah lisan kepada Allah swt sebagaimana firman Allah Swt;

…:5† #

%N

)O

#

%N W

?

# {\

:J

67

I} # $Q)

1G5tI

Artinya: ” dan dzikirlah kepadaku niscaya Aku ingat kepadamu dan bersyukurlah

kepadaku dan janganlah kamu menjadi orang kafir”

{Q.S al-Baqarah:152}

Agar lebih jelas lagi penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang hukum melaksanakan majlis atau acara tahlilan terutama dengan acara tahlil atau

27

Thohir Abdullah Al-kaff, Status Tahlil dalam Al-Quran dan Al-hadis, penerbit buku Teladan, Surabaya, H4

28

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, : Jakarta 2006 Putra Grafika


(25)

xxv

berdzikir bersama dengan acara kematian untuk mendoakan dan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia? Adalah sebagai berikut :

1. Haram, tahlilan kematian atau doa bersama bila dalam acara tahlilan tersebut. Sama yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah yang terdapat unsur kemusyrikan dan bertentangan dengan syariat islam. Adanya keyakinan tidak sah atau tidak boleh mengadakan selamatan kematian pada malam-malam ruh hadir kerumah duka, lalu sang keluarga menyajikan makanan untuk sesaji dibawah terakahir tempat tidur terakhir mayat dan mempersembahkan sesaji berupa 7 macam jajanan atau jenis bunga tertentu.

2. Makruh, sebagian ulama berpendapat tahlilan kematian atau doa bersama terkena hukum makruh bila hanya sekedar berkumpul, makan-makan kemudian pulang karena menurutnya masih adanya tradisi budha namun tanpa adanya keyakinan seperti yang diyakini orang budha, adanya ratapan atau nihayah29 yang berlebihan dan harta yang digunakan dipaksakan dan di ada-adakan.

3. Mubah, tahlilan kematian atau doa bersama untuk mayit yang diperbolehkan bila acara tersebut diisi dengan membaca al-quran, shalawat , dzikir, tasbih, tahmid, tahlil, takbir dan doa bersama yang ditujukan untuk si mayit.30

Mayoritas ulama Ahlus sunnah wal jama’ah berpendapat bahwa boleh mengadakan acara dzikir dan doa bersama kepada orang islam yang telah meninggal dunia, sebab doa

29

Nihayah adalah memperlihatkan kesedihan yang melewati batas seperti menangissambil menjerit, berbicar tidak karuan, memukul-mukul kepala, pipi dan dadanya sendiri, menggunakan busana yang tidak pantas , membanting piring dan lain sebagainya

30

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, : Jakarta 2006 Putra Grafika 67-70


(26)

xxvi

dan hadiah pahala bermanfaat bagi mayit. Pendapat ini berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Allah menganjurkan mendoakan pada sesama muslim baik yang hidup atau yang telah meninggal dunia, maka diperbolehkan mengadakan acara doa bersamauntuk memohonkan ampunan bagi orang yang telah meninggal dunia. Firman Allah yang berbunyi :

wp< ‡

)O

ˆER* W

‰7

E2)

5

c75

Š

# $% |0

‹5/

*) 5

;~

)3O<

42'(

)3%

Q

Š

 p<

Q /R<)

|

1GxI

Artinya : “Dan mohonlah ampunan pada Allah untuk dosamu dan dosa-dosa orang mukmin laki-laki dan perempuan{yang hidup atau yang telah meninggal dunia}

(Q.S Muhammad :19)

Ayat tersebut menganjurkan kepada orang islam untuk mohon ampunan atas dosa-dosa sendiri dan dosa-dosa orang mukmin dan mukminat baik yang masih hidup atau yang telah meninggal. Baik dilakukan dengan cara bersama-sama ataupun sendiri

2. Allah memuji kepada orang-orang mukmin yang mendoakan kepada sesama muslim baik yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia. Firman Allah yang berbunyi :

!

"

# $%&

'()

'( *+

,-.

*

/

0

1 2

3 4.

5

67

8

%9

:5;

5

<

= &

;

>


(27)

xxvii

?

'(!

"

/A*5

B

"

&CD EF"

1GHI

Artinya ; “Dan orang-orang yang dating setelah mereka, mereka berdoa’ Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan {meninggal} jangan jadikan hati kami benci{tidak mau mendoakan} kepada orang-orang yang beriman. Wahai tuhanku sesungguhnya Engkau maha arif dan bijaksana” (Q.S al-Haysr :10}

Ayat tersebut menunjukkan bahwa diperbolehkan mendoakan orang islam yang telah meninggal dunia. Adapun caranya tidak terikat dengan cara-cara tertentu dan tidak menyimpang dengan syariat agama islam.

3. Menurut madzhab Al-imam Ahmad bin Hambal dan jumhur ulama salaf, hadiah pahala untuk orang meninggal sampai kepadanya, yang merupakan pendapat sebagian rekan abu Hanifah, al-imam Ahmad berpendapat menetapkan hal seperti ini yang disebutkan dalam riwayat Muhammad bin yahya al-kahhal, dia berkata” Abu Abdullah pernah ditanya, seseorang melakukan kebaikan , berupa shalat atau sadaqah atau lainnya, lau dia membagi separuhnya untuk ayah dan ibunya, bagaiman dengan hal ini ? Aku menjawab, aku juga akan berharap seperti itu’ atau dia berkata “shadaqah atau apappun bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal” dia juga berkata, bacalah ayat kursi tiga kali, lalu baca surah al-ikhlas, lalu ucapkanlah,”Ya, Allah, sesungguhnya keutamaannya bagi ahli kubur.31

4. Dalam hadist dar Ashim bin kulaib dari ayahnya seorang sahabat anshar diterangkan bahwa diperbolehkan mengadakan doa bersama untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia dan diperbolehkan menghidangkan jamuan ala kadarnya guna menghormati tamu yang hadir. Hadis mempunyai arti

31

Ibnu Qayyim al-Jauziyah ar-Ruh li ibnul Qayyim, terjemah oleh Kathur Sunardi, penerbit Pustaka al-Kautsar, Jakarta 2003Cet.12 h.199


(28)

xxviii

sebagai berikut :” Kami keluar bersama Nabi saw, untuk menghantar jenazah, maka setelah kami pulang datang istri si mayat untuk mengundang kami datang kerumahnya, kemudian ia menghidangkan makanan, Nabi saw pun mengambil makanan dan beliau makan, kemudian para sahabat yang ikut di undang juga ikut makan-makanan tersebut (HR, Ahmad)32 hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-baihaqi dalam Dalail Al-Nubuwah, dengan demikian, Hadist tersebut menyatakan bahwa nabi Muhammad saw di undang oleh keluarga mayit, yakni isteri dari orang meninggal dunia itu, Nabi saw dan para sahabatnya berkumpul dirumah duka sesudah jenazah dikubur dan memaka-makana yang disuguhkan kepadanya. Dan ibrahim Al-Halabi berkata” hadis ini menunjukkan kebolehan mayat membuat makanan dan mengundang untuk makan, jika makanan itu disuguhkan kepada fakir miskin, hal itu baik kecuali jika salah satu ahli warisnya ada yang masih kecil, maka tidak boleh diambilkan, dari harta waris si mayit.33

Dzikir dan doa kepada orang yang sudah meninggal adalah suatu anjuran Rasullah saw agar umat islam mendoakan orang yang telah meninggal dunia dengan tulus dan ikhlas sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA yang berbunyi: “ Aku mendengar Rasullah saw, bersabda, jika kamu semua menshalati mayit maka berdoalah dengan ikhlas dan lagi hadis yang diriwayatkan oleh abu dzar Ra : yang artinya “ Dari abu dzar Ra, ada beberapa sahabat berkata kepada nabi saw, Ya rasullah, orang-orang yang kaya bisa beruntung mendapatkan pahala yang banyak,

32

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, Jakarta 2006 Putra Grafika h.34

33

Muhyidin Abdos Somad, Tahlil dalam pandangan Al-Quran dan As-Sunnah, (Kajian kitab kuning); Surabaya PP. Nurul Islam 2005 h.27


(29)

xxix

padahal mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami puasa, mereka sedekah dengan kelebihan harta mereka, Nabi saw menjawab” bukankah Allah swt telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan ? sesunggunya satu tasbih yang kamu baca adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahli adalah sedekah.34

Dalam kitab tafsir khazin karangan syaikh alaudin Ali bin Muhammad al-Bagdady diterangkan“ dan pada dua hadist yang terakhir adalah dalil bahwasannya shadaqah dan pahalanya dihadiahkan kepada mayat adalah bermanfaat bagi mayat dan pahalanya sampai pada mayat dan ini merupakan kesepakatan ulama dan para Ulama juga sepakat bahwa doa untuk mayat dan melunasi hutang mayat adalah sampai pada mayat karena terdapat nas (al-quran dan hadis) yang menerangkannya”.35

Ulama Ahlus sunnah wal jamaah bahwa acara tahlilan dan doa bersama yang di hadiahkan untuk mayat tidak ada larangan bahkan dianjurkkan dan boleh pula menghidangkan makanan ala kadarnya untuk menghormati tamu dan jangan memaksakan.

B. MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MODERNISASI

34

Muhyidin Abdos Somad, Tahlil dalam pandangan Al-Quran dan As-Sunnah, (Kajian kitab kuning); Surabaya PP. Nurul Islam 2005.h.29

35

Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan dan Keselamatan Kematian?, Jakarta 2006 Putra Grafika h.35


(30)

xxx 1. Pengertian Modernisasi

Secara harfiah istilah modern mengacu kepada lawan dari istilah ancient atau

traditional. Modernisasi adalah perubahan nilai-nilai, perubahan cita-cita dan orientasi kembali aspirasi, Modernisasi berarti mengembangkan rasionalitas dan cara-cara berfikir yang baru dan masuknya cara-cara itu kedalam setiap bidang kegiatan manusia, modernisasi tentu saja perubahan yang dinamis, tetapi implikasinya mencakup tidak hanya luntur tradisionalisme, tak adanya ketakutan akan perubahan, tetapi juga meliputi usaha mewujudkan perubahan-perubahan.36

Proses modernisasi mencakup proses yang sangat luas, menurut Niel.J.Smelser. Istilah modernisasai ialah suatu konsep sekeluarga dengan istilah’pembangunan ekonomi’, tetapi lebih luas jangkaunnya menunjukkan bahwa perubahan-perubahan teknik ekonomi dan ekologi berlangsung dalam keseluruhan jaringan sosial dan kebudayaan. Dalam suatu Negara yang baru akan timbul perubahan-perubahan besar yang mencakup antaranya:

•Dalam bidang politik sewaktu-waktu sistem kewibawaan suku dan desa yang

sederhana itu digantikan dengan sistem-sistem pemilihan umum, kepartaian, perwakilan dan birokrasi pegawai negeri;

•Dalam bidang pendidikan sewaktu-waktu masyarakat berusaha mengurangkan

ke buta hurufan dan meningkatkan keterampilan-keterampilan yang membawa hasil ekonomi;

•Dalam bidang religi, sewaktu sistem-sistem kepercayaan sekuler mulai

menggantikan agama-agama tradisionalisme;

36

Calvin goldschieder, populasi modernisasi dan struktur sosial, peterjemah Al-ghozie usman dan andre bayo ala (Jakarta : cv rajawali, 1985) hal,141


(31)

xxxi

•Dalam lingkungan keluarga, ketika unit-unit hubungan kekeluargaan yang

meluas menghilang,

•Dalam lingkungan stratifikasi ketika mobiltas geografis dan social cenderung

untuk merenggangkan siste-sistem hirarki yang sudah pastidan turun temurun.37

Lain halnya yang dikemukan Cak Nur, yang mengartikan bahwa’modernisasi sebagai rasionalisasi yang ditopang oleh dimensi-dimensi moral dengan berpijak pada prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan baginya perombakan pola berpikir dan tata kerja lama yang tidak akliah (non rasional) dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah (rasional) harus didepankan dengan memajukan penemuan-penemuan mutakhir dibidang ilmu pengetahuan dan sains teknologi38.

Jadi bagi Cak Nur modernisasi itu bukan mengambil apa yang datang dari barat gaya dan cara hidupnya, tetapi cara berfikir dan tata kerja yang rasional yang perlu dicontoh dan di kedepankan.

Pendapat Cak Nur tersebut didukung oleh pendapat dari Sidi Gazarba, menurutnya”modernisasi secara sederhana sebagai suatu proses pembaharuan dan perubahan yang mengarah kepada apa yang lebih efektif dan “lebih efisien” dengan mempergunakan ilmu dan teknologi, manusia akan mampu untuk mengembankan suatu kehidupan sosial yang lebih damai, suatu kehidupan ekonomi yang lebih makmur, suatu kehidupan fiqosofis39.

37

Myron weiner (ed), Modernisasi Dinamika Pertumbuhan (Yogyakarta, Gajah Mada University press,1984) h, 60

38

Nurkholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesian, (Bandung : Mizan,1998) h,84

39

Sidi gazaba, Modernisasi Dalam Persoalan Bagaimana Sikap Islam( Jakarta ;bulan bintang,1973) h18


(32)

xxxii

Adapun Moore, mendefinisikan bahwa “konsep modernisasi” ialah suatu transformasi secara menyeluruh masyarakat tradisional atau masyarakat pra-modern menjadi masyarakat yang secara teknologi serta organisasi sosialnya berkaitan seperti apa yang terdapat di negara-negara barat yang maju. Makmur dari ekonomi dan secara relative stabil dari segi politik.40

Bagi masyarakat islam kebenaran diyakini sebagai way of life, semua nilai dasar yang tercantum dalam kitab suci al-quran. Dengan sendirinya juga menganut cara berfikir yang islami dan berpendapat bahwa modernisasi adalah suatu keharusan, malahan suatu kewajiban yang mutlak, modernisasi merupakan pelaksanaan dan ajaran tuhan yang maha Esa. Modernisasi berarti berfikir dan bekerja menurut fitrah dan sunatullah yang haq (sebab alam adalah Haq) sunatullah telah mengejawantahkan dirinya dalam hukum alam, sehingga untuk dapat menjadi modern, manusia harus mengerti terlebih dahulu alam itu (perintah Allah).

Bagaimanapun definisi modernisasi, bukan berarti modernisasi bergaya hidup barat adalah modern, melainkan suatu perubahan yang didasarkan atas pertimbangan kebebasan dan rasionalitas. Karena dalam masyarakat perubahan sosial merupakan suatu keharusan dan sikap mental dari setiap masyarakat itu pula yang menanggapi hal-hal yang baru itu boleh menjadi panutan ataupun diabaikan saja.

2. Karakteristik Masyarakat Modern.

Istilah modernisasi sering dipakai oleh masyarakat, namun tanpa ada suatu batasan yang jelas sebab modernisasi mencakup dalam bidang yang sangat luas. Dalam pengertian modernisasi mencakup suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang

40

Norman long, Pengantar Sosiologi Pembangunan Pedesaan, (Jakarta : pt.bina aksara,1997) h,12


(33)

xxxiii

bersifat tradisional atau pro modern dalam arti teknologi serta organisasi-organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan praktis yang menjadi cirinya Negara barat yang stabil.

Dalam ilmu pengetahuan sosial, modernisasi diartikan sebagai suatu sikap yang mempunyai cenderung untuk mendahulukan sesuatu yang basru dari pada yang bersifat tradisi atau suatu sikap pikiran yang hendak menyesuikan dengan soal-soal yang sudah menatap menjadi adat kepada kebutuhan baru.

Modernisasi merupakan suatu proses perubahan sosial dimana masyarakat yang sedang mempembaharui dirinya berusaha mendapat cri-ciri masyarakat modern mencakup lingkungan intern antara lain seperti sikap, nilai dan perasaan sedangkan yang mencakup ekstern antara lain masalah lingkungan urbanisasi, pendidikkan, politik, komunikasi dan industri.

Ciri-ciri pada masyarakat modern menurut Prof, Alex Inkeles asal Amerika Serikat, adalah:

1. Menghargai waktu dan lebih berorientasi kepada masa depan.

2. Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Memiliki sifat untuk menerima hak-hak baru yang terbuka untuk perubahan.

4. Lebih bersifat demokratis.

5. Menjunjung tinggi tindakannya artinya pemberian imbalan sesui dengan

prestasinya.

6. Dalam melakukan tindakan lebih percaya diri.

7. Pekerjaannya selalu lebih diperhitungkan.

8. Memiliki perencanaan dan pengorganisasian yang jelas.

Cakupan dari proses modernisasi ini sangat luas, bahkan batasannya tidak dapat ditetapkan secara mutlak. Modernisasi sebagai suatu konsep dalam ilmu sosial dapat diartikan sebagai suatu sikap pikiran yang mempunyai kecenderungan untuk mendahulukan sesuatu daripada yang bersifat tradisi. serta suatu pikiran yang hendak menyesuaikan dengan soal-soal yang menetap dan menjadi kebutuhan baru.


(34)

xxxiv

sedangkan menurut lauer, diantara ciri-ciri kemodernan yang di sepakati para ahli adalah :

1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut atau setidaknya tingkat pertumbuhan yang cukup untuk meningkatkan produksi maupun konsumsi secara tetap.

2. Kadar partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang memadai. 3. Difusi norma-norma sekuler-rasional dalam kebudayaan. 4. Peningkatan mobilitas dalam masyarakat.

5. Transformasi kepribadian individu, sehingga dapat berfungsi secara efektif dalam tatanan sosial yang sesuai dengan tuntutan kemodernan.41

3. Karakteristik Masyarakat Perkotaan.

Setiap negara memiliki definisinya masing-masing mengenai kota untuk kepentingan sensusnya. Sosiolog Belanda, Grunfeld mendefinisikan kota adalah “suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non agraris dan guna tanah yang beraneka, serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan”. Dengan demikian maka pengkotaan berjalan sejajar dengan perkembangan dimana penduduk tak tergantung langsung dari alam lingkungan. Dengan kata lain, pengkotaan merupakan bagian dari proses modernisasi.42

41

Robert H, Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Terj.( Jakarta : Rineka cipta,1993) h, 63

42

N. Daldjoeni, Seluk Beluk Masyarakat Kota (pusparagam Sosiologi Kota dan Ekolgi Sosial) (Bandung :P.T Alumni) h.46


(35)

xxxv

Dalam proses urbanisasi di setiap Negara, perubahan sosial akan benar-benar terjadi, urbanisasi dan pertumbuhan kota dipandang sebagai indikator modernisasi dan kemajuan. Menurut Daniel Lerner menyatakan bahwa” urbanisasi merupakan prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan: adalah perpindahan penduduk dari daerah pedalaman ke pusat-pusat kota yang menstimulasi kebutuhan dan menyediakan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk ‘tinggal landas’ kearah partisipasi yang lebih meluas.43

Urbanisasi merupakan salah satu proses yang tercepat diantara perubahan-perubahan sosial diseluruh dunia, urbanisasi dapat pula dikatakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.

Adapun ciri-ciri pada masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut:

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berfikir yang rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realta masyarakat. Memang di kota-kota orang juga beragama, akan tetapi pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak ditempat-tempat ibadah.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga. Di kota kehidupan kelauarga sering sukar untuk disatukan, karena perbrdaan agama dan seterusnya.

43

Evers,Hans Diater, sosiologi perkotaan; urbanisasi dan sengketa tanah di Indonesia dan malaysia (Jakarta :LP3ES,1986) h.49


(36)

xxxvi

3. Pembagian kerja diwarga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas.

5. Jalan fikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor pribadi.

6. Jalan kehidupan yang cepat dikota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata dikota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikutu pola-pola baru dalam kehidupan.44

Memang perubahan sosial terjadi dimana-mana tidak dapat dihindari. Tidak semua perubahan itu akan berpengaruh positif bagi masyarakat. Karena adakalanya perubahan itu akan berdampak negatif. Adapun perubahan sosial itu yang membentuk

44

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penganta Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo, cet,ke33, Januari 1997


(37)

xxxvii

suatu komunitas karena adanya urbanisasi yang cukup besar dari daerah-daerah yang terpencil.

Dalam sosiologi dikenal pula istilah community sebagai lawan mass society.

Community pada pedesaan dimana masyarakatnya bersatu dalam pemukiman,

mengidentikan diri dengan sesamanya, mampu bekerja sama, memiliki tradisi, nilai-nilai dan perhatian bersama. Adapun mass society dikenakan pada kepada masyarakat kota yang anggota-anggota saling terpisah, tak saling kenal, lebih terikat kontrak daripada kekeluargaan, hubungannya serba lugas, lepas dari pribadi dan sentimen, tanpa ikatan tradisi dan tanpa kepemimpinan mapan. Dengan keterangan ini sebenarnya di dalam suatu mass society yang murni tak ada community lagi, memang mass society

mencerminkan masyarakat yang telah memiliki ciri-ciri modern.45

C. PENGERTIAN KEBERAGAMAAN DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI Sebelum masuk kedalam pembahasan mengenai pengertian keberagamaan dari beberapa ilmu dan ahli, berikut akan dijabarkan keberagamaan secara etimologi.

Keberagamaan berasal dari kata beragama yang mendapatkan imbuhan ke-an konteks nominal, yang berarti mempunyai ciri/sifat.46 Adapun definisi agama dari pandangan sosiologi agama yaitu, secara teoritis agama adalah suatu sistem kepercayaan dan secara praktis agama adalah suatu sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Dapat dikatakan bahwa individu yang beragama adalah individu yang memiliki kepercayaan dan keterikatan terhadap agama yang dianutunya dan ia berinteraksi sosial sesuai dengan ajaran agamanya. Sedangkan pengertian keberagmaan dari sarasehan yang dilakukan oleh

45

N. Daldjoeni, Seluk Beluk Masyarakat Kota (pusparagam Sosiologi Kota dan Ekolgi Sosial) (Bandung :P.T Alumni) h.46

46

Peter salim, et al, kamus bahasa Indonesia kontemporer, ( Jakarta : Modern English, 1991), h. 678-679


(38)

xxxviii

fisikawan Fritjof Copra, teologiawan David Stindi Rast dan Thomas Matius yang membahas tentang agama, beragama dan kerohanian telah menghailkan pengertian tentang sifat beragama yaitu naluri yang disinggung oleh Tuhan dalam diri manusia.47

Agama memiliki peran penting terhadap pemeliharaan masyarakat, ialah dalam kehidupan masyarakat mereka pasti akan melaksanakan tugas-tugas sosial untuk kelangsungan hidupnya dan pemeliharaannya sampai batas-batas tertentu. Agama merupakan salah satu bagian yang memenuhi kebutuhan itu. Sebagai contoh adalah kehidupan ekonomi, bahwa roda ekonomi akan berjalan tergantung pada apakah antara manusia yang satu dan yang lain saling menaruh kepercayaan bahwa mereka akan memenuhi kewajiban –kewajiban bersama dibidang tersebut. Hal ini memerlukan kekuatan yang memaksa dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan mau mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan tugas dan kewajiban.48

Agama telah mampu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban tersebut dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggotanya dan menetapkan kewajiban-kewajiban sosial mereka. Agama juga memiliki kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat adat istiadat.

Agama memberikan pengukuhan nilai-nilai, hal ini karena kerangka acuan adalah bersumber pada yang sakral dan absolut dengan adanya sanksi-sansi yang sakral pula. Ia memiliki kekuatan yang otoritatif dan memaksa, karena di satu sisi manusia berusaha untuk mencapai keinginan-keinginan mereka tetapai di sisi lain mereka harus bisa

47

Joachim wach, sosiologi of religion, Chicago, 1994, dikutip oleh: J.Milton Yinger, Religion Society and individual, h. 12

48

Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat: suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali Press,1997), cet ke-5. h,34-26


(39)

xxxix

menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.49 Nilai-nilai tersebut merupakan standar tingkah laku yang ideal yang membentuk nilai-nilai sosial, yang dalam sosiolgi dinamakan sebagai norma-norma sosial.

Sumbangan agama dibidang sosial adalah memiliki fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai mendasari sistem-sistem kewajiban didukung bersama oleh kelompok keagamaan. Maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat . Oleh karena kesakralan sebagai fakta, maka nilai keagamaan tidak mudah untuk diubah.

Agama memiliki fungsi sosialisasi individu, karena disaat seseorang menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntutan umum untuk mengarahkan aktivitas manusia dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadian seseorang.

Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu dibayang-bayangi oleh keberadaan agama.50 Bagaimanapun majunya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia tidak luput dari persoalan agama. Agama lahir sebelum sejarah modern, sebelum masyarakat dan dunia diwarnai oleh perkembangan yang pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, agama merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, karena agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacuan yang melanda kehidupan manusia. Agama memberi makna kehidupan individu dan kelompok.

Kaitan agama dan masyarakat banyak melalui pengetahuan agama yang meliputi berbagai disiplin ilmu yang memperlihatkan aktivitas kehidupan masyarakat baik

49

Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat: suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali Press,1997), cet ke-5.h38-39

50


(40)

xl

mengenai hakikat kehidupan, tentang ketuhanan dan kesadaran akan adanya ancaman dan janji serta kedatangan maut yang tidak mungkin untuk dipungkiri. Hal ini telah membuat perilaku masyarakat yang dimanifestasikan pada kepercayaan atas agama.

Agama juga diyakini sebagai sumber motivasi bagi hidup manusia baik individu ataupun kelompok, agama merupakan tempat untuk mencari makna hidup yang final dan ultimate. Pengalaman agama dari diri manusia juga akan terrefleksikan pda tindakan sehari-hari dalam lingkungan sosial.51

Agama merupakan gejala sosial yang terjadi dimana-mana dan terdapat dalam jiwa manusia, agama juga merupakan alat untuk usaha-usaha mengetahui makna keberadaan dirinya sendiri bagi manusia. Kadang manusia juga memiliki perasaan berdosa, penderitaan, rasa semangat, rasa sakit, rasa lemah dan lain-lain, hal ini membutuhkan “pengukuhan” perasaan-perasaan tersebut yang dilakukan dengan pendekatan agama. Agama sebagai sistem yang mencakup individu dan masyarakat, dengan adanya emosi keagamaan dan keyakinan serta keimanan dan rasa persatuan umat bisa mewujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasinya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum-hukum yang berlaku umum.

Dalam kehidupan sehari-hari juga manusia dihadapkan dengan masalah-masalah gaib dan masalah kesakralan. Walaupun manusia tidak bisa mendefinisikan dengan kata-kata, tetapi manusia mengenal dan memahami hal-hal yang demikian. Ini memerlukan jawaban yang mendasar yang bisa menjawab atas hal-hal seperti ini. Jawaban ini manifestasikan dengan menyembahan dan pemujaan terhadap hal dianggap sakral (Tuhan) bagi yang mempercayainya. Walaupun kadang-kadang pemujaan tersebut

51

Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat: suatu pengantar sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali Press,1997) Cet ke-5, h.1-9


(41)

xli

bersifat konkrit tetapi dibalik itu memiliki aspek kegaiban seperti adanya, salib, altar dan patung.

Di dalam masyarakat, karena berlatar belakang sosial yang berbeda, masyarakat akan memiliki pemahaman dan prinsip-prinsip keagamaan yang berbeda pula. Sehingga keberagamaan kelompok dalam masyarakat, akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan keagaman. Terdapat hubungan timbal-balik antara masyarakat dan agama, tidak hanya kondisi sosial saja yang menyebabkan lahir dan menyebarkan ide-ide serta nilai-nilai, tetapi bila ide-ide dan nilai itu telah terlembaga maka akan mempengaruhi tindakan manusia. Karena itu perlu mempelajari pengaruh struktur sosial terhadap agama, dan juga perlu mempelajari pengaruh agama terhadap struktur sosial.

Sosiologi memandang banyak hal yang perlu diperhatikan dalam kenyataan hidup manusia yang tidak lepas dari keberadaan agama, oleh karena itu tidak terlalu berlebihan para sosiolog mencoba menyingkap keberadaan agama, untuk di ukur dan dipelajari dengan ilmu-ilmu sosial yang mereka milki. Ini merupakan prestasi yang baik untuk menghasilkan kajian agama secara ilmiah.

Oleh karena itu masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain :

1. Berfungsi edukatif

para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhinya.

memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini


(42)

xlii

mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

2. Berfungsi penyelamat

Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama.

3. Berfungsi sebagai perdamaian

melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntutan agama.

Para penganut agama sesui dengan ajaran, agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntutan ajaran tersebut, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok,karena:

a. Agama secara instasi, merupakan norma bagi pengikutnya.

b. Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai kritis yang bersifat profetis {kenabian}.

4. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : iman dan kepercayaan.


(43)

xliii

Ajaran agama dapat merubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

6. Berfungsi kreatif.

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekarja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain.52

Semua fungsi agama menumbuhkan perhatian pada sumbangan fungsi agama yang diberikan terhadap masyarakat dan sistem sosial. Agama yang dapat menghubungkan dengan yang berada diluar jangkuan dan keyakinan bahwa manusia berkepentingan pada sesuatu yang diluar jangkuan itu telah memberikan suatu pandangan realitas supra-empiris menyeluruh pada yang lebih luas. Dari sudut ini agama dibatasi sebagai “ pendayagunaan sarana non-emperis atau supra-empiris untuk maksud-maksud empiris”.

52


(44)

xliv BAB III

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT GANDARIA SELATAN

A. Letak Geografis

Kelurahan Gandaria Selatan kecamatan Cilandak yang menjadi obyek penelitian memiliki luas wilayah 177 Ha, dengan jumlah penduduk 16.044 jiwa yang terdiri dari 8.236 laki-laki dan 7.802 perempuan. Secara geografis kelurahan gandaria selatan memiliki empat perbatasan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Jl. H. Nawi Raya / Margaguna Raya, di sebelah timur dibatasi dengan JL. Fatmawati, di sebelah selatan dibatasi dengan JL.Bahari / Terogong Raya, di sebelah barat dibatasi dengan kali Grogol.

Walaupun pada awalnya wilayah Gandaria Selatan ini merupakan tanah yang menjadi tempat tinggal bagi kebanyakan etnis Betawi. tetapi karena perkembangan zaman semakin maju. Penduduk asli banyak menjual lahan-lahan miliknya dan dijadikan pertokoan, jalan raya serta perumahan-perumahan elit dibangun dan kebanyakan dari penduduk asli setempat pindah kedaerah-daerah pinggiran Jakarta seperti Parung, Depok dan sebagainya.

Dengan dibangunnya pusat perdagangan dan pertokoan maka semakin menarik perhatian orang desa yang berdatangan tertarik untuk mengadu nasib di sini. Walaupun mereka pada awalnya datang sendiri, namun setelah mereka mendapat pekerjaan dan hidup mapan, mereka mengajak sanak saudara mereka untuk bekarja dan tinggal didaerah ini. Dengan demikian Gandaria selatan bukan lagi dihuni olehg mayoritas etnis Betawi


(45)

xlv

saja, akan tetapi para pendatang. Hal ini membuat daerah Gandaria Selatan padat akan penduduk yang sangat kompleks dari berbagai suku, bahasa dan agama.

Jumlah pendudk asli di Gandaria Selatan hamper sekitar 78% dan sisanya yang 25% adalah pendatang. Adapun alat tranportasi yang digunakan untuk mencapai Gandaria Selatan sangatlah mudah karena tersedia angkutan-angkutan umum yang menuju kesana. Dengan tersedianya sarana prasarana yang cukup,menjadikan Gandaria Selatan daerah yang terbuka dan banyak didatangi oleh para pendatang dari daerah lain.

B. Keadaan Pendidikkan

Dunia pendidikkan di Gandaria Selatan sangat berkembang pesat pada semua jenjang, mulai dari tingkat dasar sampai keperguruan tinggi. Bagi masyarakat pada umumnya, pendidikkan keagamaan lebih diutamakan daripada pendidikkan umum. Penekanan pada pendidikkan agama islam ini merupakan salah satu manifestasi dari pengaruh agama Islam cukup kuat dalam kehidupan sehari-hari kehidupan orang Betawi.

Banyak warga Gandaria Selatan asli terutama yang telah dewasa maupun yang sudah lanjut usia, walaupun mereka tidak pandai membaca dan menulus latin, namun mereka pandai membaca al-Qur’an. Berbeda dengan keadaan sekarang ini, meeka sudah terbuka dalam menerapkan pendidikkan pada anak-anak mereka. Disamping mereka mewajibkan anaknya untuk sekolah agama, mereka juga menyekolahkan anak-anaknya disekolah-sekolah umum bahkan sampai pada perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan proses kemajuan zaman yang semakin menuntut orang untuk maju dan semakin berkembang bukan hanya agama tetapi juga ilmu pengetahuan.


(46)

xlvi

Tingkat Pendidikan

NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET

1 SD/ Sederejat 1204 -

2 SMP/Sederajat 528 -

3 SMA/Sederajat 887 -

4 DIPLOMA/D1, D2, D3 421 -

5 SI 301 -

6 S2 71 -

7 S3 8 -

sumber: data statistik kependudukkan kelurahan Gandaria Selatan

C. Kondisi Sosial Ekonomi

Gandaria Selatan adalah salah kelurahan yang padat penduduk di daerah Jakarta Selatan yang kepadatannya 2 ribu per Km. Mereka adalah penduduk asli Betawi dan kaum migran yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib, dengan bekal pendidikkan seadanya. Warga Gandaria Selatan menjemput rezeki sebagai karyawan swasta, buruh, pedagang, PNS, ABRI, Pensiunan, dan Swasta lainnya.

Pola perekonomian masyarakat Gandaria Selatan pada awalnya bersumber pada tanah yang mereka miliki. Tanah bagi mereka merupakan suatu sumber kehidupan. Pemanfaatan tanah sebagai suatu sumber kehidupan diantaranya adalah lahan yang ada digunakan menjadi lahan pertanian atau berkebun, yang ditanami seperti sayur mayur dan buah-buahan. sudah menjadi kebiasaan mereka untuk pergi berkebun untuk bercocok tanam sebagai sunber penghasilan bagi keluarganya. selain untuk dikonsumsi sendiri ada juga hasil kebunnya dijual agar dapat ditukar menjadi rupiah. Mata pencaharian


(47)

xlvii

penduduk asli Gandaria Selatan ini didapat dari warisan secara turun temurun dari para orang tua mereka terdahulu.53

Pemanfaatan tanah sebagai sumber kehidupan dalam perkembangan selanjutnya menjalani pergeseran seiring dengan kemajuan zaman. kebutuhan eonomi yang semakin hari semakin mendesak, banyak mendorong masyarakat asli Gandaria Selatan untuk pemanfaatan sebidang tanahnya untuk usaha lainnya, misalnya dengan membangun kontrakan yang hasilnya dirasakan lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan menunggu dari hasil bercocok tanam. dengan cara ini pertimbangan secara ekonomis memang lebih menguntungkan karena tanah yang tidak terlalu luas dapat menghasilkan uang dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, walaupun dari segi kelestarian lingkungan memang tidak menguntungkan.54

berbeda pada masa sekarang ini, masyarakat Gandaria Selatan terutama penduduk asli-mereka tidak hanya mengandalkan tanah mereka sebagai salah satu sumber penghidupan, tetapi mereka sudah mulai banyak yang bekarja pada sektor-sektor formal maupun non-formal yang sesuai dengan pendidikan mereka dan menunjang kegiatan perekonomian mereka.

Tabel 2

Mata Pencaharian Penduduk

No Uraian Jumlah

1 Buruh 2217

53

Data dari kelurahan berbentuk wawancara dengan pihak kelurahan dan dewan kelurahan bapak Drs. mulyadin pada tanggal 11 November 2007

54

Data dari kelurahan berbentuk wawancara dengan pihak kelurahan dan dewan kelurahan bapak Drs. mulyadin pada tanggal 11 November 2007


(48)

xlviii

2 Pedagang 3712

3 Karyawan swasta 3927

4 PNS 1673

5 ABRI 39

6 Pensiunan 217

7 Swasta lainnya 1973

Sumber: Data Statistik kependudukkan Kelurahan Gandaria Selatan

Dengan demikian secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Gandaria Selatan menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. bersifat formal, kedua informal dan ketiga bersifat tradisional. pekerjaan yang bersifat formal mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan tetap dan pasif, seperti pegawai, baik pegawai negeri maupun pegawai swasta, anggota ABRI. pekerjaan yang bersifat tradisional sudah tidak dijalani lagi karena lahan-lahan sudah tidak dapat digarap.

Tabel .3. Sentra Ekonomi

No Uraian Jumlah

1 Bank pemerintahan -

2 Bank Swasta 3

3 Pusat Perdagangan/Mall 1


(1)

duniawi dan keadaan susah ataupun senang agar manusia selalu mengingat tuhan yang menciptakannya.

Dalam kaitan kondisi psikologis akibat krisis berkepanjangan, landasan pertama dapat diterima sebagai latar belakang maraknya tren kebutuhan akan Jalan Spiritual di tengah dinamika perkotaan. Di samping itu, juga kemerosotan nilai-nilai moral yang demikian mudah merembes ke gaya hidup masyarakat kota

Ketika intelektualisme dan materialisme kian mengakar dalam segala segi kehidupan kota, masyarakat mulai gamang, terutama sejak pukulan krisis ekonomi berdampak pada merosotnya nilai materi sebagai solusi kebahagiaan. Intelektualisme pun, pada tingkat tertentu, berbenturan dengan dinding kokoh yang menghalangi jalan manusia menuju Tuhan. Hakikatnya, manusia adalah makhluk spiritual yang hidup di alam materi.

Pengaruh tradisi tahlilan pada malam Jumat untuk masyarakat Gandaria Selatan selain suatu bentuk ibadah merupakan alat untuk memproteksi diri para jamaah dalam serangan keyakinan-keyakinan yang dapat memecah persatuan dimasyarakat karena masyarakat disini sudah memiliki pendidikkan formal yang lumayan tinggi sehingga pandangan mereka bisa berbeda-beda tentang informasi ajaran agama dan lingkungan kita berada dikota besar secara moral dan budaya memang masyarakat sedang mengalami ancaman yang cukup berat, dan tradisi tahlilan ini bisa dipakai sebagai alat untuk menyampaikan da’wah keislaman sebagai siraman rohani atau pembersihan diri dari bacaan zikir dan ceramah para ustadz pada acara tahlilan72

Bila banyak kegiatan keagamaan selama ini termarginalisasi dimasyarakat perkotaan. Dan memang konsepsi penghayatan kepada kekuasaan Tuhan dapat diterima


(2)

dengan mudah oleh alam bawah sadar masyarakat pedesaan karena hidup mereka yang "apa adanya". Mereka bekerja untuk memenuhi keperluan hidup. Berbeda dengan kecenderungan masyarakat perkotaan yang menjadikan agama sekadar kewajiban, bagi masyarakat desa agama adalah kebutuhan, yang secara praktis-setelah melalui proses pemberdayaan sisi spiritualitasnya-dapat memberi mereka jawaban-jawaban esensial untuk melakoni hidup. Bagi masyarakat kota, situasi kehidupan materialisme membuat materi menjadi solusi kebahagiaan sehingga penghayatan agama terkesampingkan.

Masa depan keberlangsungan menyangkut tradisi-tradisi kegamaan dan spiritualitas perkotaan susah ditebak. Semuanya tergantung pada kondisi mental spiritual masyarakat dan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Sampai beberapa waktu lalu, pendidikan agama lebih ditekankan pada pengembangan nalar sehingga manusia sibuk berintelektualisasi dan berasionalisasi, tapi kurang mengembangkan spiritualitas. Padahal dalam diri manusia terdapat potensi dan kecenderungan yang berorientasi pada obyek pemikiran dan kontemplasi pada realitas di luar wilayah materi, yang biasa disebut realitas spiritual..

Spiritualitas masyarakat kota dewasa ini di mana nilai-nilai, tujuan hidup, dan kesadaran bahwa diri mereka adalah bagian kecil dari sesuatu yang jauh lebih besar sebagai ciptaan Tuhan, telah menjadi dasar dari pengembangan kepribadian yang sangat menentukan kebahagiaan hidup lahir dan batin mereka di tengah dinamika perkotaan


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

Pada masyarakat Gandaria Selatan tradisi tahlilan merupakan suatu kegiatan agama yang sudah lama dilakukan dimasyarakat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keagamaan di Gandaria Selatan. Disamping itu tahlilan juga merupakan salah satu alat mediasi (perantara) yang paling memenuhi syarat yang bisa dipakai sebagai media komunikasi keagamaan baik interaksi dan integrasi masyarakat di Gandaria Selatan. hal tersebut didasarkan kenyataan dimasyarakat.

Tahlilan pada malam jumat ataupun ketika ada salah satu masyarakat yang meninggal dunia merupakan sebuah tradisi yang memiliki dimensi ketuhanan (habl min Allah) yang mampu memberikan siraman rohani, ketenangan, kesejukan hati dan peningkatan keimanan, sekaligus juga memiliki dimensi sosial (habl min anas) yang mampu menumbuhkan rasa persaudaraan, interaksi sosial dan kesatuan umat islam dimasyarakat muslim pada umumnya dan di masyarakat Gandaria Selatan pada khususnya.

Walaupun berada di perkotaan besar tradisi keagaamaan ini telah mempengaruhi masyarakatnya menjadi suatu masyarakat yang agamis karena sebagaimana kita ketahui dampak negatif masyarakat kota salah satunya itu menjadikan kehidupan masyarakat


(4)

yang individualistis hal ini kebanyakkan masyarakat kota lebih memilih kepentingan materialistis atau duniawi daripada hubungan antar masyarakatnya.

Perbedaan pendapat tradisi tahlilan pada masyarakat Indonesia masih banyak diperdebatkan, tetapi itu hanya perbedaan pendapat antara para ulama di elit atas saja. tetapi kenyataan yang ada masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya di masyarakat Gandaria Selatan tradisi keagamaan ini sudah lama dikenal dan dijalankan dimasyarakat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat

B. Saran-Saran

1. Sebaiknya para ustadz dan para ulama selalu mensosialisasikan agar masyarakat tidak merasa ragu meneruskan tradisi keagamaan yang mempunyai manfaat baik didunia dan akhirat ini

2. Untuk masyarakat yang menyakini tradisi tahlilan jangan memaksakan diri bersedekah dengan berhutang karena malu kepada tetangga jika tidak melaksanakannya.

3. Menyelenggarakan tradisi tahlilan hendaknya dilandasi dengan niat yang ikhlas, bukan karena malu pada tetangga, dan ingin dipuji atau lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Lampung: PT Dunia Pustaka Jaya, cet, ke-1,1995

Geertz, Clifford Abangan, santri, priyayi dalam masyarakat jawa. Jakarta: pustaka jaya, 1989

Ihromi, T O(Ed). Pokok-pokok antropologi budaya, Jakarta: PT. Gramedia, 1980 Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung: Remaja Rosda Karya, cet ke-1,2000 Koentjaraningrat. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru, 1985

---, Beberapa Pokok Anropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1992 ---, Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai pustaka, 1985

---, Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993 ---, Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press, 1988 ---, Sosiologi suatu pengantar, Jakarta : Rajawali.1983

---, Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta:UI Press, cet,ke-7,1981 ---,Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta, Pt Raja Grafindo, Mardimin, Johannes (Ed), Jangan Tangisi Tradisi. Yogyakarta: Kanisius, 1994 Milles, Matthew B. Analisis Data kualitatif. Jakarta: UI Press. 1992

Muhyididin Abdusshomad, Tahlil dalam perspektif Al-quran dan As-sunnah (Kajian

Kitab Kuning), Surabaya: PP Nurul Islam,2005

Nothingham, Elizabeth K, Agama dan Masyarakat: Suatu pengantar Sosiologi Agama.

Jakarta : Rajawali Press, cet. ke-5,1997

Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. ke-5, 1989

Qutb, Muhammad, Islam di Tengah Pertarungan Tradisi, Bandung: Mizan, cet, ke-3 1993


(6)

S, Martono H, et al, Geografi dan Kependudukkan, Jakarta : Tiga serangkai. 1980 S, Menno, et. al, Antropologi Perkotaan, Jakarta : Rajawali Press, cet ke-1, 1992

Salim, Peter, et.al, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English, 1991

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-quran, Bandung: Mizan, cet.ke -1,1996

Smith, Donald Eugene, Agama dan Modernisasi Politik, Suatu Kajian analitis,

diterjemahkan oleh machmun husein, (Jakarta: CV. Rajawali.1985), Cet,ke-1

Soekanto, Soerjono, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta; Rajawali Press, cet ke-1,1983

Surakahmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tasito, 1986), Cet,Ke-7 Taher, Tarmizi, et al, Radikalisme Agama, (Jakarta: PPIM-IAIN, 1998), Cet.ke-1

Thohir Abdullah Al-Kaff, Status Tahlil dalam Al-quran dan Al hadis, Surabaya: yayasaan perguruan islam “al Ustadz Umar Baradja,1997

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoerve, 1993), jilid V

Turner, Bryan, Teori-Teori Sosiologi Modernitas Post-Modernitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2000,Cet,ke-1

W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka 1976)Cet,Ke-5

Wiliam, Montgomery Watt, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada,1997)Cet.ke-1