Karakteristik Masyarakat Perkotaan. MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MODERNISASI

xxxiv sedangkan menurut lauer, diantara ciri-ciri kemodernan yang di sepakati para ahli adalah : 1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut atau setidaknya tingkat pertumbuhan yang cukup untuk meningkatkan produksi maupun konsumsi secara tetap. 2. Kadar partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang memadai. 3. Difusi norma-norma sekuler-rasional dalam kebudayaan. 4. Peningkatan mobilitas dalam masyarakat. 5. Transformasi kepribadian individu, sehingga dapat berfungsi secara efektif dalam tatanan sosial yang sesuai dengan tuntutan kemodernan. 41

3. Karakteristik Masyarakat Perkotaan.

Setiap negara memiliki definisinya masing-masing mengenai kota untuk kepentingan sensusnya. Sosiolog Belanda, Grunfeld mendefinisikan kota adalah “suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non agraris dan guna tanah yang beraneka, serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan”. Dengan demikian maka pengkotaan berjalan sejajar dengan perkembangan dimana penduduk tak tergantung langsung dari alam lingkungan. Dengan kata lain, pengkotaan merupakan bagian dari proses modernisasi. 42 41 Robert H, Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Terj. Jakarta : Rineka cipta,1993 h, 63 42 N. Daldjoeni, Seluk Beluk Masyarakat Kota pusparagam Sosiologi Kota dan Ekolgi Sosial Bandung :P.T Alumni h.46 xxxv Dalam proses urbanisasi di setiap Negara, perubahan sosial akan benar-benar terjadi, urbanisasi dan pertumbuhan kota dipandang sebagai indikator modernisasi dan kemajuan. Menurut Daniel Lerner menyatakan bahwa” urbanisasi merupakan prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan: adalah perpindahan penduduk dari daerah pedalaman ke pusat-pusat kota yang menstimulasi kebutuhan dan menyediakan syarat- syarat yang dibutuhkan untuk ‘tinggal landas’ kearah partisipasi yang lebih meluas. 43 Urbanisasi merupakan salah satu proses yang tercepat diantara perubahan- perubahan sosial diseluruh dunia, urbanisasi dapat pula dikatakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Adapun ciri-ciri pada masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berfikir yang rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realta masyarakat. Memang di kota-kota orang juga beragama, akan tetapi pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak ditempat-tempat ibadah. 2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga. Di kota kehidupan kelauarga sering sukar untuk disatukan, karena perbrdaan agama dan seterusnya. 43 Evers,Hans Diater, sosiologi perkotaan; urbanisasi dan sengketa tanah di Indonesia dan malaysia Jakarta :LP3ES,1986 h.49 xxxvi 3. Pembagian kerja diwarga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. 4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas. 5. Jalan fikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor pribadi. 6. Jalan kehidupan yang cepat dikota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu. 7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata dikota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikutu pola-pola baru dalam kehidupan. 44 Memang perubahan sosial terjadi dimana-mana tidak dapat dihindari. Tidak semua perubahan itu akan berpengaruh positif bagi masyarakat. Karena adakalanya perubahan itu akan berdampak negatif. Adapun perubahan sosial itu yang membentuk 44 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penganta Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo, cet,ke33, Januari 1997 xxxvii suatu komunitas karena adanya urbanisasi yang cukup besar dari daerah-daerah yang terpencil. Dalam sosiologi dikenal pula istilah community sebagai lawan mass society. Community pada pedesaan dimana masyarakatnya bersatu dalam pemukiman, mengidentikan diri dengan sesamanya, mampu bekerja sama, memiliki tradisi, nilai-nilai dan perhatian bersama. Adapun mass society dikenakan pada kepada masyarakat kota yang anggota-anggota saling terpisah, tak saling kenal, lebih terikat kontrak daripada kekeluargaan, hubungannya serba lugas, lepas dari pribadi dan sentimen, tanpa ikatan tradisi dan tanpa kepemimpinan mapan. Dengan keterangan ini sebenarnya di dalam suatu mass society yang murni tak ada community lagi, memang mass society mencerminkan masyarakat yang telah memiliki ciri-ciri modern. 45 C. PENGERTIAN KEBERAGAMAAN DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI Sebelum masuk kedalam pembahasan mengenai pengertian keberagamaan dari beberapa ilmu dan ahli, berikut akan dijabarkan keberagamaan secara etimologi. Keberagamaan berasal dari kata beragama yang mendapatkan imbuhan ke-an konteks nominal, yang berarti mempunyai cirisifat. 46 Adapun definisi agama dari pandangan sosiologi agama yaitu, secara teoritis agama adalah suatu sistem kepercayaan dan secara praktis agama adalah suatu sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Dapat dikatakan bahwa individu yang beragama adalah individu yang memiliki kepercayaan dan keterikatan terhadap agama yang dianutunya dan ia berinteraksi sosial sesuai dengan ajaran agamanya. Sedangkan pengertian keberagmaan dari sarasehan yang dilakukan oleh 45 N. Daldjoeni, Seluk Beluk Masyarakat Kota pusparagam Sosiologi Kota dan Ekolgi Sosial Bandung :P.T Alumni h.46 46 Peter salim, et al, kamus bahasa Indonesia kontemporer, Jakarta : Modern English, 1991, h. 678-679 xxxviii fisikawan Fritjof Copra, teologiawan David Stindi Rast dan Thomas Matius yang membahas tentang agama, beragama dan kerohanian telah menghailkan pengertian tentang sifat beragama yaitu naluri yang disinggung oleh Tuhan dalam diri manusia. 47 Agama memiliki peran penting terhadap pemeliharaan masyarakat, ialah dalam kehidupan masyarakat mereka pasti akan melaksanakan tugas-tugas sosial untuk kelangsungan hidupnya dan pemeliharaannya sampai batas-batas tertentu. Agama merupakan salah satu bagian yang memenuhi kebutuhan itu. Sebagai contoh adalah kehidupan ekonomi, bahwa roda ekonomi akan berjalan tergantung pada apakah antara manusia yang satu dan yang lain saling menaruh kepercayaan bahwa mereka akan memenuhi kewajiban –kewajiban bersama dibidang tersebut. Hal ini memerlukan kekuatan yang memaksa dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan mau mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan tugas dan kewajiban. 48 Agama telah mampu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban tersebut dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggotanya dan menetapkan kewajiban-kewajiban sosial mereka. Agama juga memiliki kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat adat istiadat. Agama memberikan pengukuhan nilai-nilai, hal ini karena kerangka acuan adalah bersumber pada yang sakral dan absolut dengan adanya sanksi-sansi yang sakral pula. Ia memiliki kekuatan yang otoritatif dan memaksa, karena di satu sisi manusia berusaha untuk mencapai keinginan-keinginan mereka tetapai di sisi lain mereka harus bisa 47 Joachim wach, sosiologi of religion, Chicago, 1994, dikutip oleh: J.Milton Yinger, Religion Society and individual, h. 12 48 Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat: suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: Rajawali Press,1997, cet ke-5. h,34-26 xxxix menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut. 49 Nilai-nilai tersebut merupakan standar tingkah laku yang ideal yang membentuk nilai-nilai sosial, yang dalam sosiolgi dinamakan sebagai norma-norma sosial. Sumbangan agama dibidang sosial adalah memiliki fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai mendasari sistem-sistem kewajiban didukung bersama oleh kelompok keagamaan. Maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat . Oleh karena kesakralan sebagai fakta, maka nilai keagamaan tidak mudah untuk diubah. Agama memiliki fungsi sosialisasi individu, karena disaat seseorang menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntutan umum untuk mengarahkan aktivitas manusia dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadian seseorang. Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu dibayang-bayangi oleh keberadaan agama. 50 Bagaimanapun majunya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia tidak luput dari persoalan agama. Agama lahir sebelum sejarah modern, sebelum masyarakat dan dunia diwarnai oleh perkembangan yang pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, agama merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, karena agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacuan yang melanda kehidupan manusia. Agama memberi makna kehidupan individu dan kelompok. Kaitan agama dan masyarakat banyak melalui pengetahuan agama yang meliputi berbagai disiplin ilmu yang memperlihatkan aktivitas kehidupan masyarakat baik 49 Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat: suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: Rajawali Press,1997, cet ke-5.h38-39 50 Dadang kahmad, Sosiologi Agama Bandung: Remaja Rosada Karya,2000, cet,ke-1 xl mengenai hakikat kehidupan, tentang ketuhanan dan kesadaran akan adanya ancaman dan janji serta kedatangan maut yang tidak mungkin untuk dipungkiri. Hal ini telah membuat perilaku masyarakat yang dimanifestasikan pada kepercayaan atas agama. Agama juga diyakini sebagai sumber motivasi bagi hidup manusia baik individu ataupun kelompok, agama merupakan tempat untuk mencari makna hidup yang final dan ultimate. Pengalaman agama dari diri manusia juga akan terrefleksikan pda tindakan sehari-hari dalam lingkungan sosial. 51 Agama merupakan gejala sosial yang terjadi dimana-mana dan terdapat dalam jiwa manusia, agama juga merupakan alat untuk usaha-usaha mengetahui makna keberadaan dirinya sendiri bagi manusia. Kadang manusia juga memiliki perasaan berdosa, penderitaan, rasa semangat, rasa sakit, rasa lemah dan lain-lain, hal ini membutuhkan “pengukuhan” perasaan-perasaan tersebut yang dilakukan dengan pendekatan agama. Agama sebagai sistem yang mencakup individu dan masyarakat, dengan adanya emosi keagamaan dan keyakinan serta keimanan dan rasa persatuan umat bisa mewujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasinya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum-hukum yang berlaku umum. Dalam kehidupan sehari-hari juga manusia dihadapkan dengan masalah-masalah gaib dan masalah kesakralan. Walaupun manusia tidak bisa mendefinisikan dengan kata- kata, tetapi manusia mengenal dan memahami hal-hal yang demikian. Ini memerlukan jawaban yang mendasar yang bisa menjawab atas hal-hal seperti ini. Jawaban ini manifestasikan dengan menyembahan dan pemujaan terhadap hal dianggap sakral Tuhan bagi yang mempercayainya. Walaupun kadang-kadang pemujaan tersebut 51 Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat: suatu pengantar sosiologi Agama, Jakarta: Rajawali Press,1997 Cet ke-5, h.1-9 xli bersifat konkrit tetapi dibalik itu memiliki aspek kegaiban seperti adanya, salib, altar dan patung. Di dalam masyarakat, karena berlatar belakang sosial yang berbeda, masyarakat akan memiliki pemahaman dan prinsip-prinsip keagamaan yang berbeda pula. Sehingga keberagamaan kelompok dalam masyarakat, akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan keagaman. Terdapat hubungan timbal-balik antara masyarakat dan agama, tidak hanya kondisi sosial saja yang menyebabkan lahir dan menyebarkan ide-ide serta nilai-nilai, tetapi bila ide-ide dan nilai itu telah terlembaga maka akan mempengaruhi tindakan manusia. Karena itu perlu mempelajari pengaruh struktur sosial terhadap agama, dan juga perlu mempelajari pengaruh agama terhadap struktur sosial. Sosiologi memandang banyak hal yang perlu diperhatikan dalam kenyataan hidup manusia yang tidak lepas dari keberadaan agama, oleh karena itu tidak terlalu berlebihan para sosiolog mencoba menyingkap keberadaan agama, untuk di ukur dan dipelajari dengan ilmu-ilmu sosial yang mereka milki. Ini merupakan prestasi yang baik untuk menghasilkan kajian agama secara ilmiah. Oleh karena itu masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain : 1. Berfungsi edukatif para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhinya. memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini xlii mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing- masing. 2. Berfungsi penyelamat Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. 3. Berfungsi sebagai perdamaian melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntutan agama. Para penganut agama sesui dengan ajaran, agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntutan ajaran tersebut, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok,karena: a. Agama secara instasi, merupakan norma bagi pengikutnya. b. Agama secara dogmatis ajaran mempunyai kritis yang bersifat profetis {kenabian}. 4. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas. Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : iman dan kepercayaan. 5. Berfungsi transformatif xliii Ajaran agama dapat merubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 6. Berfungsi kreatif. Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekarja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. 52 Semua fungsi agama menumbuhkan perhatian pada sumbangan fungsi agama yang diberikan terhadap masyarakat dan sistem sosial. Agama yang dapat menghubungkan dengan yang berada diluar jangkuan dan keyakinan bahwa manusia berkepentingan pada sesuatu yang diluar jangkuan itu telah memberikan suatu pandangan realitas supra-empiris menyeluruh pada yang lebih luas. Dari sudut ini agama dibatasi sebagai “ pendayagunaan sarana non-emperis atau supra-empiris untuk maksud-maksud empiris”. 52 Ramayulis H, Pengantar psikologi agama Jakarta penerbit kalam mulia, 2002 h.133 xliv

BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT GANDARIA SELATAN

A. Letak Geografis

Kelurahan Gandaria Selatan kecamatan Cilandak yang menjadi obyek penelitian memiliki luas wilayah 177 Ha, dengan jumlah penduduk 16.044 jiwa yang terdiri dari 8.236 laki-laki dan 7.802 perempuan. Secara geografis kelurahan gandaria selatan memiliki empat perbatasan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Jl. H. Nawi Raya Margaguna Raya, di sebelah timur dibatasi dengan JL. Fatmawati, di sebelah selatan dibatasi dengan JL.Bahari Terogong Raya, di sebelah barat dibatasi dengan kali Grogol. Walaupun pada awalnya wilayah Gandaria Selatan ini merupakan tanah yang menjadi tempat tinggal bagi kebanyakan etnis Betawi. tetapi karena perkembangan zaman semakin maju. Penduduk asli banyak menjual lahan-lahan miliknya dan dijadikan pertokoan, jalan raya serta perumahan-perumahan elit dibangun dan kebanyakan dari penduduk asli setempat pindah kedaerah-daerah pinggiran Jakarta seperti Parung, Depok dan sebagainya. Dengan dibangunnya pusat perdagangan dan pertokoan maka semakin menarik perhatian orang desa yang berdatangan tertarik untuk mengadu nasib di sini. Walaupun mereka pada awalnya datang sendiri, namun setelah mereka mendapat pekerjaan dan hidup mapan, mereka mengajak sanak saudara mereka untuk bekarja dan tinggal didaerah ini. Dengan demikian Gandaria selatan bukan lagi dihuni olehg mayoritas etnis Betawi