commit to user
41
Berdasarkan hasil analisa probit yang dilakukan didapatkan nilai
I
C
50-24 jam
isolat 5 sebesar 88.10 µgml dan 2.03 µgml
untuk doxorubisin, sedangkan isolat 4 tidak dilakukan perhitungan
I
C
50-24 jam
karena hingga konsentrasi 1000 µgml belum menunjukkan persentase kematian 50 dan menurut Meyer et al. 1982 nilai
I
C
50-24 jam
1000 µgml dinyatakan tidak toksik. Jadi semakin besar nilai
I
C
50-24 jam
maka senyawa tersebut semakin tidak toksik.
Suatu ekstrak tanaman berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen antikanker bila memiliki
I
C
50-24 jam
100 µgml Ueda et al., 2002. Nilai
I
C
50-24 jam
100 µgml menunjukkan adanya potensi senyawa uji sebagai agen kemoprevensi
Meiyanto et al., 2008. Berdasarkan hasil tersebut maka isolat 5 mempunyai kemampuan dalam penghambatan pertumbuhan sel HeLa dan
berpotensi sebagai agen kemoprevensi.
A. 2. Sel SiHa
Sebelum diberi perlakuan, dilakukan persiapan terhadap kultur sel. Sel SiHa ditumbuhkan hingga konfluen dalam medium RPMI 1640. Jumlah sel yang telah
konfluen terlihat menempel rapat di dasar flask Gambar 13.a. Jumlah sel yang telah konfluen selanjutnya dilakukan pemanenan sel, dalam memudahkan pemanenan dan
perhitungan sel, media kultur sel dibuang kemudian ditambahkan dengan 100 µl tripsin agar sel lepas dari dasar flask. Sel yang lepas dari dasar sel dan sel yang hidup
akan berbentuk bulat–bulat serta terlihat mengapung di permukaan Gambar 13.b.
commit to user
42
Gambar 13. Kenampakan morfologi sel SiHa pada perbesaran 100x sebelum pemberian tripsin a dan setelah pemberian tripsin b.
Sel sebelum pemberian tripsin terlebih dahulu dilakukan pencucian dengan PBS yang berfungsi untuk menghilangkan serum dalam media RPMI 1640 yang
tertinggal, karena serum ini dapat menghambat kerja tripsin Freshney, 2000. Tahap selanjutnya, sel yang telah dipanen kemudian dilakukan penambahan medium RPMI
1640 sehingga diperoleh suspensi sel yang dapat langsung dipindahkan ke dalam microplate.
Variasi konsentrasi yang digunakan pada isolat 4 dan 5 adalah 1000; 500; 250; 125; 62,5; 31,25; 15,625; 7,8125; 3,90625; dan 1,953125 µgml. Doxorubicin
digunakan sebagai kontrol positif dengan variasi konsentrasi mulai dari 10; 5; 2,5; 1,25; 0,625; 0,3125; 0,15625; 0,078125; 0,0390625; dan 0,1953125 µgml. Kultur sel
digunakan sebagai kontrol negatif selain itu digunakan kontrol medium RPMI 1640. Medium yang berisi sel didistribusikan dalam 96 sumuran masing-masing
100µl, kemudian ditambahkan variasi konsentrasi isolat 4 dan 5 sebanyak 100µl a
b
commit to user
43
secara triplet. Tahap berikutnya, microplate yang berisi sel dan sampel uji diinkubasi selama 24 jam dan dilakukan pengamatan selanjutnya.
Setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam, sel kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x maka akan terlihat adanya perubahan morfologi
sel. Seperti halnya pada sel HeLa, sel yang mati akan terlihat adanya perubahan bentuk, sel berwarna keruh dan mengapung.
Morfologi sel SiHa setiap perlakuan secara lengkap tersaji pada Lampiran 6. Penetapan jumlah sel yang mati dan hidup pada pengujian sitotoksisitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Penetapan yang dilakukan berdasarkan pada parameter kerusakan membran, gangguan sintesis dan degradasi makromolekul,
modifikasi kapasitas metabolisme, serta perubahan morfologi sel. Petunjuk toksisitas berdasarkan adanya kerusakan membran meliputi perhitungan sel yang mengambil
up take atau tidak bahan pewarna seperti biru tripan. Perubahan morfologi dapat diketahui dengan mikroskop electron Snell dan Mullock, 1987 dalam Rahmawati,
2004. Berdasarkan metode MTT, sel yang hidup akan membentuk kristal formazan
seperti yang terlihat pada Gambar 14. Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam
isopropanol atau 10 SDS. Intensitas warna ungu yang terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif
commit to user
44
melakukan metabolisme, sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Reaksi pembentukan kristal formazan tersaji pada Gambar 15.
Gambar 14. Kenampakan sel hidup yang membentuk kristal formazan, 1 sel hidup, 2 sel mati.
Gambar 15. Reaksi MTT menjadi formazan Mosmann, 1983 Reduksi MTT menjadi garam formazan terjadi jika enzim reduktase dalam
mitokondria dalam keadaan aktif. Reduksi dalam sel melibatkan reaksi enzimatik dengan NADH atau NADPH yang dihasilkan oleh sel hidup sehingga menghasilkan
endapan yang tidak larut. Pemecahan MTT terjadi pada mitokondria sel yang hidup oleh enzim suksinat dehidrogenase. Absorbansi yang dihasilkan sebanding dengan
konsentrasi biru formazan yang larut dalam SDS. Reduksi garam tetrazolium merupakan cara yang dapat dipercaya untuk mendeterminasikan proliferasi sel.
Garam tetrazolium MTT yang berwarna kuning berkurang sebagai akibat dari
1
2
Mitokondria reduktase
Br
-
commit to user
45
aktivitas metabolisme sel terutama oleh kerja enzim suksinat dehidrogenase Mosmann, 1983.
Konsentrasi yang diujikan pada sel SiHa dimulai dari 1000 µgml karena
sebelumnya telah dilakukan uji pendahuluan mulai konsentrasi 200 µgml untuk
isolat 4 dan 5, namun hasilnya menunjukkan persentase kematian sel belum mencapai 50, oleh karena itu konsentrasi dinaikkan hingga memperoleh 50 kematian.
Persentase kematian pada sel SiHa dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan nilai absorbansi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 3. Persentase kematian sel SiHa setelah perlakuan dengan isolat 4 dan 5
Konsentrasi µgml
Rata- rata absorbansi
kematian Isolat 4
1000 1.053
31.904 500
1.123 25.467
250 1.128
24.974 125
1.134 24.451
62.5 1.181
20.078 31.25
1.275 11.423
15.625 1.300
9.085 7.8125
1.324 6.896
3.90625 1.372
2.430 1.953125
1.375 2.137
Isolat 5
1000 1.097
27.869 500
1.126 25.190
250 1.127
25.067 125
1.147 23.281
62.5 1.192
19.046 31.25
1.225 16.012
15.625 1.251
13.597 7.8125
1.305 8.651
3.90625 1.35
4.493 1.953125
1.481 -7.610
commit to user
46
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 persentase kematian hingga konsentrasi 1000 µgml baik isolat 4 dan 5 belum menunjukkan 50 kematian. Padahal konsentrasi
1000 µgml suatu senyawa dapat dikatakan tidak toksik, karena semakin besar nilai
I
C
50-24 jam
maka senyawa tersebut semakin tidak toksik. Jadi dapat dikatakan bahwa isolat 4 dan 5 tidak toksik pada sel SiHa.
Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 16 terlihat bahwa hingga konsentrasi 1000
µgml masih banyak sel yang hidup.
Gambar 16. Kenampakan morfologi sel SiHa pada perbesaran 100x setelah penambahan isolat rumput mutiara pada perlakuan a isolat 4
konsentrasi 1000 µgml, b isolat 5 konsentrasi 1000 µgml, c doxorubixin konsentrasi 10 µgml, d kontrol sel.
Keterangan: 1 sel hidup, 2 sel mati
a 2
1
b 2
1
c 2
d 1
commit to user
47
B. Mekanisme Penghambatan Isolat