Ekosistem Terumbu Karang Keragaman ikan karang family Chaetodontidae di perairan pulau ungge kabupaten tapanuli tengah

benua membentang dari permukaan laut sampai dasar laut pada kedalaman dari 200 m, sedangkan laut lepas mencakup seluruh zona laut di luar paparan benua Rahardjo et al, 2011.

2.2 Ekosistem Terumbu Karang

Organisme penyusun terumbu karang Scleractinia hidup bersimbiosis dengan alga Zooxanthellae yang dalam proses biologisnya alga mendapat karbondioksida CO 2 untuk proses fotosintesis dan zat hara dari hewan-hewan terumbu karang Haruddin et al, 2011. Menurut bentuk dan letaknya, pertumbuhan ekosistem terumbu karang dikelompokkan menjadi tiga tipe terumbu karang Nybakken 1992 yaitu: a Terumbu karang pantai fringing reefs Terumbu karang ini berkembang di pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh keatas dan kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyaknya endapan yang datang dari darat. b Terumbu karang penghalang barrier reefs Terumbu karang ini terletak agak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu 40-70 meter. Terumbu karang ini berakar pada kedalaman yang melebihi kedalaman maksimum dimana karang batu pembentuk terumbu dapat hidup. Umumnya terumbu tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. c Terumbu karang cincin atoll Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba Lagon. Menurut Sukarno et al. 1983 kedalaman rata-rata goba didalam atol sekitar 45 meter, jarang sampai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya diluar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup. Terumbu karang coral reef merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan dam berupa bentuk batuan kapur yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme-organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Terumbu karang coral reff sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuaan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhana, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni Sorokin 1993 dalam Purwanto 2011. Karang memiliki dua cara dalam reproduksi, yaitu dengan cara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual karang menghasilkan larva planula yang berenang bebas dalam kolom perairan untuk sementara waktu, kemudian melekat pada substrat dan akan mengalami perubahan struktur dan histologi. Ketika polip menjadi dewasa dan membentuk koralit, maka ia mulai melakukan reproduksi secara aseksual untuk memperbesar koloni. Reproduksi aseksual pada karang dapat terjadi melalui intratentaculer budding maupun extratentaculer budding. intratentaculer budding adalah tumbuhnya individu baru dari individu lama dan hasilnya terdapat dua individu yang identik, extratentaculer budding adalah tumbuhnya individu baru diantara individu yang lama Maharbhakti, 2009. Ekosistem terumbu karang adalah bagian dari ekosistem pesisir dan lautan secara keseluruhan. Karena itu, terumbu karang merupakan salah satu pendukung ekosistem pesisir dan lautan. Demikian sebaliknya, ekosistem pesisir dan lautan terhadap terumbu karang, negatif maupun positif. Sebagai habitat, ekosistem terumbu karang merupakan tempat hidup, mencari makan, pemijahan, pengasuhan, dan pembesaran berbagai biota laut, baik biota terumbu karang maupun biota laut lainnya Kordi, 2010. Suatu pulau biasanya dikelilingi oleh karang tepi fringing reef, paparan terumbunya landai yang terdiri dari zona-zona terumbu seperti rataan terumbu reef flat, puncak terumbu reef crest, dan tubir reef slope Septyadi, 2013. Ekosistem terumbu karang yang tesebar hampir di seluruh perairan Indonesia dengan segala kehidupan yang terdapat didalamnya merupakan kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung seperti pemanfaatan ikan dan biota lainnya, parwisata bahari dan lain-lain, maupun manfaat tidak langsung, seperti penahan abrasi pantai, pemecah gelombang, tempat mencari makan, pembesaran, pemijahan bagi biota asosiasinya dan keanekaragamaan hayati lainnya Kudus, 2005. Ekosistem terumbu karang dikenal memiliki produktivitas tinggi, kondisi ini menyebabkan ekosistem ini banyak dihuni oleh berbagai jenis ikan, moluska, bintang laut, teripang dan udang. Umumnya biota-biota karang khususnya ikan karang, hidup berasosiasi dengan terumbu karang Syakur, 2000. Pemasok pangan yang sangat potensial bagi manusia ialah keberadaan terumbu karang. Karena berbagai jenis biota laut seperti ikan, algae, crustaceae dam molusca dapat ditemukan di ekosistem ini. Kehadiran berbagai jenis biota ini mengundang kegiatan eksploitasi sumberdaya secara besar. Aktivitas penambangan karang, penangkapan ikan dengan bahan beracun dan bahan peledak penggunaan alat tangkap yang tidak selektif serta pencemaran yang terjadi di laut maupun di darat merupakan masalah utama terjadinya degradasi terumbu karang Titaheluw, 2011. Faktanya keadaan saat ini kawasan terumbu karang tersebut telah mengalami degradasi. Banyak hal yang menjadi penyebab kerusakan terumbu karang seperti halnya kegiatan pengeboman, peracunan karang merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan terumbu karang di suatu ekosistem perairan, serta banyaknya wisatawan yang menjadikan area terumbu alami sebagai kawasan wisata yang terkadang secara tidak sengaja merusak terumbu akibat tersentuh maupun terinjak Pardede, 2012. Berbagai kegiatan manusia yang berakibat pada kerusakan ekosistem terumbu karang, baik langsung maupun tidak langsung yaitu: Penambangan atau pengambilan karang, penangkapan ikan dengan penggunaan bahan peledak, racun, bubu, jaring, pancing, dan eksploitasi berlebihan, pencemaran minyak bumi, limbah industri, dan rumah tangga, pengembangan daerah wisata dan sedimentasi Haruddin et al, 2011.

2.3 Ikan Karang