Kepercayaan Masyarakat Masyarakat Pada Zaman Yamato

pertanian, karena dengan bertani mereka mulai bergerak menuju hidup yang lebih layak dan lebih maju. Dengan kuatnya pengaruh pemerintahan pada zaman itu desa- desa yang penduduknya bertani mulai berubah menjadi Negara-negara kecil, senjata yang dulu hanya digunakan untuk mempermudah pekerjaan, kemudian mulai dikembangkan menjadi alat-alat untuk berperang,dan kemudian mulai dibangunm nya banteng-benteng pertahanan disetiap daerah nya. Dengan perkembangan peradaban di Yamato maka kehidupan masyarakatpun mulai meningkat, yaitu ditandai dengan dibangun nya rumah-rumah pemukiman, bentuk rumah pada zaman Yamato yaitu bentuk rumah berlantai tinggi yang didirikan pada tiang-tiang yang tinggi, gaya rumah berlantai tinggi ini pada mulanya hanya diperuntukkan bagi kalangan atas dan bangsawan saja, namun kemudian rakyat biasa mulai membangun rumah dengan bentuk yang sama.

2.2.2 Kepercayaan Masyarakat

Kepercayaan masyarakat pada zaman Yamato adalah terdiri dari unsur-unsur agama Shinto. Agama Shinto percaya kepada banyak dewa, Bagi masyarakat Jepang kuno, tuhan mereka adalah banyak, yang diantaranya memiliki cirri-ciri manusia, seperti halnya dewa-dewa orang yunani kuno. Dewa orang Jepang kuno menghuni setiap tempat alam yang kuat, seperti sungai, angin, api, gunung, dan khususnya matahari sebagai tempat seluruh kehidupan bergantung. Kepercayaan terhadap matahari ini disebut Shinto, yang berarti “jalan dewa”. Shinto dalam perkembangannya mengajarkan tidak hanya menyembah kekuatan alam saja, tetapi juga mengajarkan untuk menyembah leluhur mereka. Lebih dari itu, karena Shinto mengajarkan bahwa pada dasarnya setiap manusua itu baik, Shinto juga mengajar manusia untuk mempercayai setiap dorongan yang berasal dari hati mereka. Lama- kelamaan Shinto menggabungkan pemujaan terhadap dewa Matahari dengan tradisi pemujaan bahwa para Kaisar Jepang adalah keturunan dewa Matahari dan menyatakan bahwa kaisar adalah Dewa. Kata Shinto tersusun dari dua kata yaitu shin yang disamakan artinya dengan kami diartikan dewa atau kedewaan. Dan do atau to yang disamakan artinya dengan mishi yang bearti jalan.jadi dapat diartikan bahwa Shinto merupakan jalan kami. Awal periode zaman Yamato, kepercayaan masyaraakat sebagian besar bersifat animistik dan pemujaan terhadap alam. Agama Shinto terpusat pada pemujaan animistik, gejala-gejala alam, gunung-gunung, air, dan seluruh proses penguburan dijadikan objek pemujaan. Para leluhur yang tetomistik aliran yang percaya bahwa suatu binatang atau benda yang mempunyai hubungan darah dengan suatu keluarga atau kelompok social tertentu dank arena itu memakai lambing, dimasukkan ke dalam Kami atau dewa Edwin O. Reischaver 1982:286. Dewa-dewa dipuja dengan mengadakan korban, doa, dan pesta yang diadakan di tempat suci. Tempat-tempat suci ini dipersembahkan kepada leluhur kekaisaran. Dalam ajaran Shinto memusatkan diri kepada penghormatan terhadap kaisar. Kaisar tidak hanya sebagai pemimpin Negara tetapi juga sebagai pendeta utama bagi seluruh rakyatnya. Pada saat Jepang disatukan oleh kaisar Yamato, hubungan Jepang dengan Negara tetangga nya seperti Korea dan Cina semakin erat. Negara Korea merupakan daerah penting karena merupakan daerah perlintasan kebudayaan agama yang mendapat pengaruh dari cina. Menurut sejarah Jepang dalam Nihon Shiki, Budhisme masuk ke Jepang sekitar abad ke-6 yaitu sekitar 552 M, minat para bangsawan Jepang terhadap agama Budha pertama masuk nya budha ke Jepang ada yang menolak dan ada juga yang menerima. Kaisar menerima agama budha tersebut dan klan Shoga berpendapat bahwa Jepang seharusnya mengikuti contoh Negara lain, yaitu menerima agama Budha dengan tangan terbuka. Namun berbeda dengan klan Monotabe dan klan Nakatomi yang berpendapat bahwa itu adalah penghinaan terhadap Tuhan mereka jika menerima agama Budha. Dengan masuk dan berkembangnya agama Budha di Jepang membuat agama Shinto menjadi kurang kuat, tetapi agama Shinto tidak punah walaupun pengaruh agama Budha semakin meningkat. Tidak satu agama pun dari keduanya memerintahkan seseorang agar keluar dari agamanya sehingga kedua penganut agama itu dapat hidup berdampingan dan bahkan hingga kini.

2.2.3 Kebudayaan Pada Zaman Yamato